Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT I LOVE YOU HANDSOME part II : REBELION [by Arczre]

Status
Please reply by conversation.
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Jujur gw ampe nangis klo mengenang cerita part 1 nya....
Lannnjjuuuttttt ggaannnnnn.....
:jempol:
 
mantap suhu......ane jd fansnya suhu arci aja deh....ceritanya keren2...
 
wah mantap suhu..


mantengin ni cerita sambil cari cemilan sama buat kopi..
 
inget gheaa cii inget ghea, doi udh cantik
Kok~
 
wah.... ternyata ada seasion 2 bang arczre..... jadi ga sabar pengen baca... imajinasi apalagi yang bakal dikeluarkan bang arczre...
 
kya kya kyaaaaa i like it i like it i like it.....cerita paporit gueh ada sekuelll nyaaa lanjut gan bang bro mas gan..***s polll apdetnya 😂😂😂😂
 
Bimabet
BAB ENAM


Rio berada di sebuah ruangan yang cukup nyaman. Sebuah lambang Bhayangkara dan Kepolisian Republik Indonesia terpajang di ruangan ini. Sebuah foto yang mengisyaratkan pemilik ruangan ini juga terpampang di dinding selain foto presiden dan wakil presiden. Seorang polisi dengan pangkat Komisaris sedang duduk sambil mempelajari berkas yang diserahkan oleh Rio.

"Merokok?" tanya Komisaris Basuki.

Rio dengan senang hati menerima tawaran sang Komisaris yang menyerahkan sebungkus rokok mild. Dia mengambil satu. Setelah itu dengan korek api di meja dia menyalakannya, menghisapnya kuat dan mengembuskan asapnya. Kemudian Rio bersandar di kursi.

"Kamu dapat data ini dari mana?" tanya Komisaris Basuki.

"Dari mamaku. Anda tahu mamaku Bu Susiati?"

"Oh, apa dia tahu kamu mengambilnya?"

"Kemungkinan iya"

"Kamu tahu apa resikonya kalau kamu memberikan data ini?"

"Aku tahu, aku siap. Aku hanya ingin membantu aparat kepolisian menjebloskan Arci ke penjara."

"Kamu tahu kalau dia berkali-kali lolos dari hukum?"

"Berkali-kali lolos bukan berarti kali ini ia akan bisa lolos bukan? Saya mau dan rela bekerja sama dengan aparat kepolisian. Tujuan saya ingin agar Arci dihukum dengan seberat-beratnya."

"Aku hargai upaya kamu Rio, tapi ini belum cukup. Kalau hanya mendapatkan data dari kroco-kroconya itu belum cukup."

"Bukankah dari kroco-kroco ini kita bisa tahu bisnis-bisnis gelap dari Arci?"

"Bisnis gelap Arci banyak. Hanya saja, kita perlu bukti. Tanpa bukti kita tak bisa menangkapnya. Selama ini polisi selalu kecolongan bukti."

"Anda nggak curiga kalau ada anggota kepolisian yang bekerja sama dengannya?"

"Sempat curiga, tapi anggota kepolisian ini banyak dan aku tak mungkin mengawasi mereka satu per satu."

Rio menghisap rokoknya lagi. "Baiklah komisaris, rasanya saya percuma meminta bantuan Anda. Saya akan berusaha sendiri." Rio mematikan rokoknya di sebuah asbak. Dia berdiri.

"Tunggu dulu! Jangan tergesa-gesa menyimpulkan seperti itu!" cegah Komisaris Basuki. Rio tak jadi beranjak. "Ada kalanya semuanya perlu dibicarakan dengan kepala dingin. Kamu tahu, usaha yang sudah kamu lakukan ini sangat bagus. Ada beberapa nama yang memang tidak pernah kami ketahui sebelumnya, tapi mungkin dia memegang peranan penting. Lihatlah! Mereka adalah para pejabat!"

Komisaris BAsuki membeberkan beberapa data. Ada tiga orang pejabat. Entah bagaimana file-file itu bisa ada di sana, terkecuali memang ada sangkut pautnya dengan Arci.

"Tiga pejabat ada di file ini, berarti bukan pejabat biasa. Mereka pasti ada sangkut pautnya dengan Arci. Menurutku, kerjamu sudah cukup bagus. Kita tinggal mengumpulkan bukti-bukti dari orang-orang ini. Apa kamu sanggup?"

"Asalkan itu untuk menumbangkan Arci, saya mau."

"Baiklah, kalau begitu mari kita bicarakan hal ini lebih lanjut."


oOo


Setelah mengantarkan Putri pulang, Arci langsung meluncur ke rumah Bu Susiati. Rumahnya sepi. Tentu saja wanita paruh baya ini telah ditinggal pergi oleh orang-orang yang dicintainya. Sebetulnya hidupnya cukup merana. Iskha pergi, Andini pergi, suaminya pergi, dan kini ia terlibat perang mulut dengan Rio. Rio tetap bersikukuh untuk membalaskan dendam kepada Arci dan tak mau menerima nasehat ibunya. Sedangkan Bu Susiati tahu siapa yang benar dan siapa yang salah.

Bu Susiati tahu resikonya membela Arci. Dia telah memilih jalan ini, karena itulah ia akan tetap pada pendiriannya untuk membantu sahabatnya sampai akhir. Arci mengetuk pintu rumahnya dan disambut dengan tangisan. Bu Susiati memeluk Arci dan membenamkan wajahnya ke dada Arci.

"Arci...hikkss...hiksss... Rio, dia pergi... hikss.... dia benar-benar ingin melawanmu. Dataku dicurinya ia pasti akan memakai data itu untuk menjegalmu,hikss... maafkan aku!..." kata Bu Susiati sambil menangis.

"Mama, aku mengerti. Mama tidak salah. Aku akan bicara dengan Rio nanti," kata Arci yang berusaha menenangkan Bu Susiati.

"Dia tidak bisa dinasehati, wataknya sejak dulu keras. Sama seperti Andini. Aku sekarang sendirian, aku rindu Iskha, Andini, juga suamiku."

"Ayo, Mama duduk dulu!" Arci mengajak Bu Susiati untuk duduk di sofa. Arci kemudian segera mengambil gelas yang ada di dispenser kemudian mengisinya dengan air lalu menyerahkannya kepada mertuanya.

Bu Susiati meminumnya seteguk. Arci melihat sekeliling ruangan. Memang rumahnya sepi sekarang. Tak ada pembantu, tak ada teman. Bahkan kalau misalnya Bu Susiati sakit atau yang paling buruk meninggal tak akan ada yang mengurusnya. Arci menghela nafas, ia merasa kasihan kepada wanita ini. Wanita yang dulu pernah menyewanya menjadi gigolo kemudian dia berjanji akan mengembalikan uang yang dia dapat, tapi ternyata itu cuma akal-akalannya saja. Bahkan sampai ketika Arci mengira bahwa Andini adalah Iskha, hingga kemudian semuanya telah jelas bahwa Andini adalah Andini.

Arci melihat ke sebuah potret keluarga. Ada Andini, Bu Susiati dan suaminya. Hanya tiga orang. Foto terbaru yang diambil ketika Andini menjadi direktur Cabang dari PT Evolus Produtama. Arci sangat merindukan Andini sama seperti Bu Susiati.

"Sebaiknya Mama tinggal bersama dengan Ibuku, itu kalau Mama nggak keberatan," kata Arci.

"Aku tidak keberatan. Kalau kamu memperbolehkan," kata Bu Susiati.

"OK, ayo aku antar sekarang," ujar Arci.


oOo


"Siapa dia?" tanya Kenji ketika Ryuji menyerahkan seorang lelaki yang sudah babak belur. Tangannya terikat dan matanya menatap tajam ke arah Kenji dan Ryuji.

"Dia yang membunuh Bagong, ketika ditanya alasannya membunuh ia tak mengaku," jawab Ryuji.

Kenji kemudian berjongkok di depan lelaki yang berlutut di hadapannya. Mata lelaki itu menyipit seolah-olah mengisyaratkan kalau dia sekarang tak bisa berbuat apa-apa kecuali pasrah.

"Katakan siapa namamu?" tanya Kenji.

Mulutnya tetap tertutup tidak menjawab.

"Bagaimana kamu menangkapnya?" tanya Kenji.

"Salah seorang teman Bagong memberitahu kalau orang ini membawa tongkat pemukul kasti dengan bersimbah darah. Awalnya tak ada yang curiga, sampai kemudian salah seorang anak buahku menyelidikinya. Dan memang ia masih meyimpan tongkat itu di rumahnya. Aku yakin darah yang ada di tongkat itu cocok dengan darah Bagong."

"Betulkah itu?"

"CUIH!" lelaki itu meludahi Kenji. Kenji memejamkan matanya, sementara Ryuji hampir saja menghajar lelaki ini, tetapi Kenji menahannya. Kenji berdiri.

"Kamu tahu, kamu sudah berhadapan dengan orang yang salah. Kamu juga harus mengerti konsekuensi dari apa yang kamu lakukan. Habisi dia!" kata Kenji.

Salah satu anak buahnya maju membawa senapan Shotgun. Dikokang senapan itu kemudian.... BLAR! beberapa peluru brust menghancurkan separuh kepala lelaki tadi. Tubuhnya pun ambruk ke tanah. Kenji mengusap wajahnya dengan sapu tangan sebelum beranjak meninggalkan tempat itu dengan ditemani Ryuji.

"Dia hanya orang yang disuruh. Dia orang yang siap mati. Hal ini akan terus berlanjut," kata Kenji.

"Kamu yakin paman?" tanya Ryuji.

"Aku yakin. Aku sudah pernah lihat tipe-tipe orang seperti mereka. Berani mati hanya untuk tuannya. Sebaiknya kamu tak perlu menceritakan apapun kepada Arci, aku yang akan menghandle semuanya. Takutnya akan terjadi kesalah fahaman yang mengakibatkan perang antar kelompok. Selama ini Arci telah merangkul banyak kelompok, kalau sampai ini menjadi awal pemicu peperangan maka kita juga yang kena."

"Aku mengerti."

"Dan satu lagi."

"Ya paman?"

"Ini bukan urusanku sebenarnya, aku hanya bisa memberi nasehat. Jangan merusak rumah tangga orang."

"Maksud paman?"

"Aku tahu kedekatanmu dengan Nyonya Bianca. Aku tak suka kalau kamu sampai terlalu jauh dan merusak rumah tangganya."

"Itu...."

"Sekali lagi itu bukan urusanku, aku hanya menasehatimu saja."

"Baik paman," Ryuji membungkuk kepada Kenji.


oOo


"Betulkah itu?" tanya Bu Susiati ketika mobil Arci sudah melaju meninggalkan rumahnya.

"Iya, aku bertemu dengan orang yang sangat mirip dengan Andini. Aku tadi secara sembunyi-sembunyi memotretnya," kata Arci sambil memberikan ponselnya kepada Bu Susiati.

Pengacara ini pun melihatnya. Ia terkejut, seolah-olah seperti melihat hantu. Ia menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Matanya berkaca-kaca, tentu saja perasaan rindunya kepada Andini tak bisa dia sembunyikan.

"Dia berada di Panti Asuhan, Mama mau menemuinya?" tanya Arci.

Bu Susiati menggeleng. "Nggak usah, aku takut jadi lepas kendali nanti. Tapi, aku akan membantumu untuk menyelidiki siapa dia sebenarnya. Aku heran bagaimana dia bisa sangat mirip dengan Andini"

"Aku juga sedang menyelidikinya, Ma," kata Arci. "Mungkin nanti kita bisa dapatkan informasi-informasi yang berkaitan dengan dirinya."

Tak berapa lama kemudian mobil pun tiba di sebuah rumah besar di mana Lian dan Putri tinggal. Arci membantu Bu Susiati membawa barang bawaannya sebelum masuk ke dalam rumah. Pintu terbuka dan Lian pun segera menyambut kedatangan pengacara terkenal ini. Mereka melakukan cipika cipiki sebelum masuk ke dalam rumah.

"Lho, mana Putri?" tanya Bu Susiati.

"Sudah tidur, kecapekan katanya," jawab Lian.

Arci masuk sambil membawa tas milik Bu Susiati. "Mama bisa pakai kamarku. Aku toh tidak tinggal di sini lagi."

"Makasih kamu memang menantu yang baik," ujar Bu Susiati.

"Sudah menjadi kewajibanku," kata Arci.

Arci membawa tas-tas itu ke kamarnya. Dia memang sudah tidak tinggal di sini lagi, tapi sesekali masih berkunjung. Dia tinggal bersama Ghea di rumahnya. Setelah membawa tas-tas itu masuk ke kamarnya dia mulai mengingat-ingat lagi ruangan kamarnya ini. Dulu kamar ini menjadi saksi bagaimana dia dan Safira memadu kasih. Ia masih ingat dan rindu saat-saat itu. Dia menghirup aroma kamar setelah itu keluar dari ruangan itu.

Ponsel Arci berbunyi, dia mengamati si penelpon yang tak lain adalah GHEA. Arci segera mengangkatnya.

"Halo sayang?!" sapanya.

"Masih lama?" tanya Ghea.

"Nggak koq, barusan nganter Mama ke rumah Ibu. Ada sesuatu yang terjadi."

"Kenapa? Beliau baik-baik saja kan?"

"Nanti aku akan cerita"

"Cepet pulang yah!?"

"Iya, ini juga mau pulang. Bagaimana Alex?"

"Alex sudah tidur, dia capek banget hari ini tadi aku ajak jalan-jalan ke Water Park. Malam ini Bu Aminah memasak makanan seafood, semuanya atas permintaan Alex, kepingin makan masakan seafood. Jadi ada udang goreng, cumi asam manis, sama gulai ikan tuna. Kamu suka pastinya."

"Uh.... denger aja sudah bikin ngiler. OK aku berangkat."

"Eh, tunggu dulu. Bagaimana Putri? Lulus?"

"Dia dapat nilai memuaskan"

"Kereeenn...! OK sayang aku tunggu yah?! Muuacchh"

"Muuuacchh!"

Arci menutup teleponnya. Dia bergegas menemui ibu dan mertuanya, "Maaf aku harus pulang. Mama baik-baik saja di sini yah?!"

"Iya, mama akan baik-baik saja. Tapi sekali lagi Arci, tolong jangan sakiti Rio. Dia cuma tidak tahu, sadarkan dia atas apa yang terjadi sebenarnya!"

"Aku tak akan menyakiti orang yang menyayangi Andini. Lagipula dia masih kakak iparku."

"Terima kasih."

Setelah itu Arci pulang ke rumahnya.


oOo


"Bukan salahku!" kata seorang laki-laki yang saat itu terikat di sebuah kursi.

"Lalu?? Katakan dengan jelas!" bentak Ghea.

"Seorang yang membocorkannya, tapi aku tak tahu siapa. Armada yang terakhir itu sepertinya sudah jadi target sejak lama."

Ghea mengambil sebilah katana yang berada di pinggir ruangan, sementara itu beberapa orang tampak sedang mengamatinya. Katana tercabut dan hampir saja menebas lelaki yang terikat di depannya.

"Ampuuun... aku benar-benar tidak tahu. Hanya sebuah nama, tapi aku tak bisa mengatakannya di sini," ujar lelaki itu dengan ketakutan.

Ghea pun mendekatkan telinganya ke wajah lelaki itu. "Bisikkan kepadaku"

Lelaki itu pun berbisik. Ghea sepertinya sedikit terkejut mendengarnya. Dia menghela nafas kemudian kembali ke posisinya. Katananya pun disarungkan kembali. Dia mendengar sebuah suara mesin kendaraan dari halaman.

"Big Boss datang!" kata anak buah Ghea.

"Lepaskan dia! Ingat jangan beritahu suamiku tentang hal ini!" kata Ghea.

"Baik madam," kata semuanya.

Lelaki yang terikat itu pun dilepaskan ikatannya. Namun Ghea sebelum melangkah keluar dari ruangan itu berkata, "Maksudku adalah lepaskan seluruh tulang belulangnya."

"TU...tunggu dulu bbhhhffffmmm!" Lelaki itu pun disumpal mulutnya dengan lakban. Sebuah pemandangan yang menyedihkan ketika dia dipaksa oleh beberapa orang kemudian dibaringkan di lantai. Salah seorang anak buah Ghea mengambil sebuah palu godam besar. Lalu diayunkan telapak tangan pria itu hingga telapak tangannya hancur. Lelaki itu hanya bisa menjerit tertahan.

Ghea segera buru-buru menuju ke dalam rumah. Di rumahnya ada sebuah bangunan yang memang khusus milik dia pribadi. Semua urusan tentang keluarga Zenedine biasanya memang dibicarakan di rumah itu. Sedangkan rumah Arci ada tak jauh dari tempat itu sekitar sepuluh meter. Halaman rumahnya sangat luas. Ghea segera pergi ke dapur, mencuci tangannya yang masih ada percikan darah dengan sabun. Setelah itu ia bercermin untuk merapikan rambutnya. Ia mengembangkan senyumnya. Sebuah hal yang lumrah bagi seorang istri untuk menyambut suaminya seperti itu. Ghea kemudian buru-buru pergi ke kamarnya, melepaskan bajunya dan menggantinya dengan kimono.

Arci masuk ke rumah, melepaskan sepatunya kemudian pergi ke kamar anaknya. Dilihatnya Alex kecil sedang tertidur pulas. Pintu kamarnya memang sedikit dibuka, sehingga Arci bisa melihat anaknya yang tertidur. Setelah itu ia berjalan melewati lorong hingga membuka sebuah pintu kamar di mana Ghea sudah ada di dalamnya duduk di depan meja rias.

Aroma parfum Vanila dan Paris tercium begitu Arci masuk ke kamarnya. Dia melepaskan jasnya, lalu dilemparkannya ke sebuah hanger di pojok ruangan, dekat dengan lemari pakaian. Ia juga melepaskan kemejanya sehingga menampakkan otot kekar dan tubuh yang penuh dengan bekas luka. Dia ingat semua bekas luka yang ada di tubuhnya. Semuanya sangat bermakna baginya. Bisa saja dengan kekayaan dia sekarang ini melakukan operasi plastik untuk menutupi lukanya, tapi tidak dia lakukan. Justru ia terlihat lebih garang dengan bekas-bekas luka itu.

Arci membelai dan mengusap pundak istrinya yang berbalut kimono "Belum tidur?"

"Menunggumu," jawab Ghea sambil membelai tangan suaminya.

Arci menarik tubuh Ghea hingga berdiri. Sesaat kemudian dia pun sudah menciumi leher istrinya. Disibakkannya rambut merah Ghea sehingga lehernya yang jenjang bisa dia nikmati.

"Nggak mandi dulu?" tanya Ghea.

"Aku tak bisa mandi kalau di depanku sudah disuguhi seorang bidadari bermata jeli sepertimu"

"Ohhh...." Ghea mendesah ketika tangan Arci sudah masuk ke dalam kimononya meremasi dua buah dadanya. Putingnya pun dimainkan secara lembut. Wajah Ghea menoleh ke belakang, kedua bibir pasangan ini pun bertemu dan saling melumat. Nafas mereka beradu membakar gairah yang tiba-tiba hadir.

"Mamaa? Papaaa?" terdengar suara Alex memanggil Arci dan Ghea.

Arci dan Ghea langsung menghentikan aktivitas mereka. Mereka tertawa cekikikan karena momen itu tiba-tiba buyar karena suara anak mereka.

"Kita sebaiknya melihat Alex dulu," kata Arci.

"Iya," Ghea setuju. "Maaf ya?"

"Nggak apa-apa."

Arci dan Ghea pun menuju ke kamarnya Alex. Ternyata anak itu baru saja terbangun dari mimpi buruk. Arci langsung duduk di tepi ranjang bocah itu.

"Ada apa? Mimpi buruk?" tanya Arci.

"Papa, aku melihat burung yang sangat besar. Paruhnya sangat besar sampai-sampai aku dilahapnya. Aku berusaha lari dari kejaran burung itu tapi tak sanggup," kata Alex.

"Sudah, itu cuma mimpi. Nggak akan terjadi apa-apa denganmu," kata Arci. "Kamu anak hebat, seorang anak super. Punya papa jagoan. Kamu akan baik-baik saja."

"Papa, aku mau pipis, bisa temenin?" tanya Alex.

Arci menoleh ke arah Ghea yang tersenyum ke arah mereka berdua. Arci mengusap-usap kepala anaknya, "Tentu saja. Ayah akan temenin kamu."

Ghea memperhatikan ayah dan anak itu beranjak dari ranjang. Arci menuntun Alex sampai ke kamar mandi. Ghea sangat bangga punya suami seperti Arci. Ingin sekali dia bisa punya anak lagi, tapi dia sudah mencoba dan berusaha. Hanya saja mungkin memang sedang tidak diberi oleh Yang Kuasa. Dia berusaha menjadi istri yang baik selama ini. Namun dia juga tetap memegang peranan penting di keluarga Zenedine. Karena sekarang ini dia merasakan ada kekuatan yang ingin menggoyahkan kekuasaan Arci. Ia tak ingin Arci mengetahuinya terlebih dahulu, ia tak ingin kebahagiaan Arci dengan kehadiran Alex sirna begitu saja. Dia akan menyimpannya rapat-rapat hingga pada akhirnya nanti ia akan cerita. Tapi tidak sekarang. Kalau misalnya bisa dia selesaikan sendiri, maka ia tak perlu menceritakannya kepada suaminya.

o o bersambung o o
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd