Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Home: Wherever you are with me (Bulgan 3-season finale)

Ayolah update. . Udah ga tahan. . Ngebayangin titien di garap boy
 
Wah, ternyata ada juga yang gak setuju.
Usul @ian trg bagus juga...
Sekali sekali gak apa-apalah boy berhasil menikmati titien. Lebih lebih titien ikut menikmati juga hehehe.. ayo sis di tunggu update terbarunya.
 
Asekk akanada update baru...

Apa Dickhead bakal tampil lagi suhu? kangen mesum'na keke...
 
Bimabet
Episode 6: Aku terbuai juga

POV Titien



"Edo... kok jadi begini, aku gak mau!"

"Udah Tien, gak apa-apa. Anggaplah kita khilaf lagi... aku tahu kamu butuh ini, kamu terlalu stress!" Kata-kata Edo begitu menenangkanku.

Aku mendesah, cepat sekali sudah terangsang hebat. Kini Edo berhasil menurunkan baju yang aku pakai sehingga dadaku udah telanjang. Dan sentuhan Edo membuat aku bergelinjang kegelian.

"Aaahhhh Edoooo...!" Aku mendesah lagi.

"Kamu tutup mata yah sayang... nanti aku yang akan puaskan kamu. Malam ini kamu nikmati aja...!"

Entah kenapa kata-katanya membuat aku merasa terhipnotis.

Edo menarikku ke atas sofa dan membuat aku terlentang mengangkang, lalu membuka pakaianku sampai bugil. Aku hanya diam sambil menutup mata menikmati sentuhannya.

Aku merasa baju yang aku pakai sudah turun... bahkan pertahanan terakhirku pun ikut melorot turun, menyajikan pemandangan indah kepada semua lelaki yang beruntung.

"Eddooooo...!"

"Ssstttt...Diam sayang..."

"Aaaahhhhhh!" Ia menyentuh paha bagian dalam ku dengan begitu lembut. Aku makin mendesah kuat.

Tak lama kemudian aku merasakan lidahnya memandikan kakiku, dari lutut lalu naik keatas pelan-pelan. Aku menutup mata kuat-kuat mengantisipasi.

"Ohhhh... Edddooooooo!" Aku mendesah lagi.

Kini lidahnya sudah menyapu muara liang kemaluanku dan menyibak belahan itu sampai mereka. Kakiku juga sudah terkangkang selebar-lebarnya seakan mempersilahkan cowok itu menodai tubuhku....

"Aaahhhhhh..." Permainan lidahnya sungguh hebat. Aku benar-benar dimanjakan oleh sentuhan-sentuhan lidahnya di titik-titik sensitif tubuhku. Dengan ahlinya ia membuat aku bergetar dengan cepat...

"Aaahhhhh..." Kali ini jarinya ikutan menyerangku. Ihhh... panjang, juga nakal. Tahu aja kalo aku gak bisa tahan disentuh disitu.

Dua jari milik cowok itu terus membombardir liangku dengan tusukannya yang cepat dan mampu menjangkau titik rangsang. Aku jadi kegeliaan... kalo gini terus aku bisa squirt lagi.

"Aaahhhh terusss..." Aku mengantisipasi orgasmeku yang sangat indah... cepat sekali aku hanyut dalam kenikmatan. Tubuhku kini kejang-kejang... sementara otot-otot perut dan pinggul berkelojotan dibuatnya...

Serrrr serrrr.... aku merasakan memekku udah banjir.

Tangan Edo yang lainnya terus naik keatas, membelai ketiakku dan terus naik sampai kepegelangan, ia memegang tanganku, dan mengikat kedua tanganku rapat-rapat. Aku tak perduli lagi.

"Aaaaahhhhhhhhh!" Ini dia. Tubuhku melengkung, mengangkat pinggulku tinggi-tinggi seakan mengingikan lidahnya tertanam sedalam-dalamnya.

"Aaarrrrrrggggghhhhhhhhh!" Akhirnya dengan teriakan kuat aku memproklamirkan orgasmeku yang sangat dahsyat.

Tubuhku terus berkelojotan... kemaluanku mengedan dalam kontraksi yang kuat. Ini benar-benar nikmat...

"Enak kan sayang!"

Astaga itu bukan suara Edo.

Masih ngos-ngosan aku membuka mata, pelan-pelan aku menyatukan bayangan cowok yang kini berada di depanku. Wajahnya tak asing, memandangku dengan senyum menyeringai.

"Astaga...Boy?"

"Hai Titien...! Jangan bilang kamu gak menikmatinya?"

"Astaga!" Aku mencoba menggerakkan tanganku, tapi gak bisa. Aku baru sadar tanganku masih terikat, kakiku juga terikat sambil terus mengangkang diatas sofa. Entah kapan ia mengikatku aku gak tahu lagi.

"OMG!"

-----

"Boy, lepaskan aku!" Aku berteriak penuh emosi, aku melampiaskan kemarahanku kepada cowok ini.

Aku melirik dengan ujung mataku kalo Edo sementara merekam peristiwa ini menggunakan hape. Aku tambah marah! Teganya ia mengkhianatiku.

"Sayang, udah... nikmati aja. Aku akan buat kamu puas malam ini."

"Aku gak mau Boy, jangan!"

"Akhirnya kamu jatuh juga di tanganku cantik. Tahu gak udah lama aku bayangkan peristiwa ini."

"Tapi aku gak mau!" Aku kembali memberontak, berusaha sekuat tenaga melepaskan diri dari ikatan. Tapi sialnya aku gak bisa. Boy hanya tertawa...

"Kamu gak usah buang-buang tenaga, sayang!" Boy mengulas perutku.

Aku meronta lagi, menghindari tangannya dengan perasaan jijik. Aku kembali mencoba melepaskan diri sampai tangan dan kakiku terasa sakit. Boy hanya menatapku sambil tertawa melihat usahaku yang sia-sia. Sementara Edo masih terus memegang kamera. Jelas terlihat ia seperti ogah memandang kepadaku... sedangkan aku sendiri gak mau menatap wajah pengkhianat itu.

Boy menatapku sambil tersenyum, kini ia mulai membuka pakaiannya satu persatu secara perlahan-lahan, seakan menikmati kemenangannya.

Aku menarik nafas, mencoba berpikir dengan kepala dingin. Emosi tak akan dapat menyelesaikan masalah. Kondisiku sekarang sangat buruk, udah telanjang mengangkang dan memamerkan kemaluanku didepan cowok brengsek itu. Malah aku tadi sempat orgasme di ujung jari dan lidah cowok itu. Sementara itu aku masih merasakan nafsu yang menggebu akibat cairan perangsang yang tadi sempat ku teguk.

Parahnya lagi sahabat baikku sendiri mengkhianatiku dan menyerahkanku kepada cowok bajingan ini.

"Jadi begini caramu membalasku, Edo?" Kata-kataku kini tidak lagi bercampur emosi. Kalau tadi aku tak mau memandang wajahnya, kini aku mencoba mencari tahu apa yang mendasari pengkhianatannya.

"Maafkan aku Titien... maafkan aku!"

"Kenapa Edo? Apa kurang kebaikan aku selama ini?" Aku bertanya.

"Tien... kebaikanmu tak mungkin aku lupa. Nanti setelah ini aku akan bersujud meminta ampun kepadamu dan Ryno. Aku gak bisa menolak, Tien." Kata Edo sambil terbata-bata.

Aku melihat di pipinya ada air mata. Dari kata-katanya aku menyadari kalau Edo melakukannya karena terpaksa, entah apa yang menyebabkannya.

"Kenapa Edo? Jawab aku kenapa kamu buat itu?"

Edo diam aja.

"Tatap mataku Edo! Apa benar kamu mengkhianatiku?"

Edo menatapku takut-takut, dari pandangannya aku tahu kalo aku masih bisa mempercayainya.

'Kenapa Edo?'

-----

Lima belas menit telah berlalu, dan selama itu aku masih dapat bertahan tak mau melayani kemauan Boy. Walaupun aku dirangsang berulang-ulang aku tetap mengeraskan rahangku, tak mau memberikan respons ataupun mengikuti apa maunya.

Boy kelihatan stress sendiri. Dari tadi ia udah terangsang hebat. Ia terus memamerkan kejantanannya yang extra size, mungkin untuk mengintimidasi ataupun membuatku terkagum-kagum, tapi tetap aja aku cuek.

Boy mendekatkan batangnya dan menempatkannya tepat di depan wajahku. Tapi aku tidak bereaksi. Ia tampak jengkel...

"Cepat hisap, Tien!"

"Mmmmmppphhhhh...mmmpppphhhh!" Aku menolak membuka mulut ketika Boy memaksaku mengoral kontolnya.

Mau tak mau aku melirik batangnya yang tampak garang.

Pantesan cowok ini jadi ketua geng Kobe, batangnya sangat besar, mungkin sebesar milik Shaun, hanya kalah panjang aja. Padahal milik sohib suamiku sudah kuanggap sukar dicari bandingannya.

'Apa ia tahu kalo milik Ryno malah lebih besar?'

"Tien, ayo dong...!"

"Mmmmmppphhhhh...mmmpppphhhh!" Aku melawan sekuat tenaga, tak mau menajiskan mulutnya dengan batang pusaka cowok itu.

Walaupun Boy menekan pipi ku, ataupun menutup hidungku sehingga hampir kehabisan nafas, tetap aja aku tidak mau membuka mulutku. Gengsi sudah mengambil alih.

Hampir saja ia menamparku, untung Edo langsung datang dan mencegah Boy menggunakan kekerasan.

"Boy, perjanjiannya bukan begitu!" Teriak Edo.

"Tapi ia gak mau buka mulut!"

"Iya, tapi gak pake kekerasan!" Tegasnya lagi.

Akhirnya Boy tidak lagi memaksa. Tampak ia segera menenangkan dirinya lagi, tadi ia sempat emosi. Aku melihat ia pergi mengambil air minum.

Aku menarik nafas panjang, menyadari kalo ini baru permulaan penderitaanku.

"Hahaha... tenang Tien, aku masih bisa menikmati ini kok!" Kata Boy sambil meremas toket kiriku menbuat aku kaget.

Aku mencoba menghindar tapi gak berdaya, hanya bisa pasrah. Air ku mulai keluar satu persatu membayangkan malangnya nasibku. In iyah rasanya diperkosa...

Aku mencoba mengalihkan pikiran, tak mau hanyut dengan tangannya, tapi Boy memiliki suatu senjata rahasia. Ternyata ia membawa vibrator kecil seperti telur burung puyuh, yang pake ekor.

Tapi Boy tidak memperdulikan deritaku. Sambil tertawa-tawa ia menggunakan alat itu serta keahliannya meremas toketku dan memelintir pelan pentilnya. Dengan ahli jarinya mempermaikan puting kanan, sementara bibirnya mengisap kuat pentil di toket kiri. Boy memang hebat, lidah dan ujung-ujung giginya ikut aktif waktu nenen, menciptakan rasa geli yang hebat. Apa ia tahu kalo kelemahanku adalh toketku yang sensitif?

Ini benar-benar beda, selama ini aku belum pernah mengenal vibrator, memang sih aku sempat merasakan dildo yang dibeli Ryno waktu di Washington, tapi ini beda lagi. Rangsangan yang diberikan alat kecil itu telak aku kewalahan. Ini benar-benar beda, dan tubuhku tak bisa melawan.

Kali ini tangan kirinya mulai menjelajah ke bawah, mencari jarta terpendam dibawah sana melewati bulu-bulu tipis menuju ke pusat rangsang. Dengan ahlinya jari Boy menyibak ke kiri dan kanan, tepat diantara gundukan kecil, mendapati belahan sempit yang seakan menyedot vibratornya malu-malu.

Aku langsung kegelian... belum pernah merasakan yang seperti ini. Boy mengubah kecepatan alat itu membuat aku terombang-ambing oleh rasa nikmat yang aneh.

“Eh tumben, udah basah yah?” Boy meledekku lagi. Ia udah dapat kelemahanku.

Aku terus diam sambil memalingkan wajah. Mataku kini terpejam... oh, berap lama lagi siksaan nikmat ini harus kulalui.

Boy mendesis, pandangannya terus mempelajari air mukaku. Ia tahu aku sudah terbuai dengan jamahannya. Kali ini jarinya makin intens menyusup dan mendapatkan apa yang dicari. Detik selanjutnya, klitorisku dipermainkan dengan ganasnya. Paduan vibrator dan jari yang sudah ahli sangat sulit dilawan.

Tanpa dapat dicegah aku mengeluarkan desahan kecil, tubuhku telah mengkhianatiku. Walaupun aku menahan sekut tenaga, perut dan pinggulku kini bergetar hebat menahan orgasme.

Jari Boy makin nakal aja, menggesek dan menyentil dengan nakal membuat aku kejang-kejang gak mampu menahan rasa geli... aku gak perduli lagi, nafsuku sudah menguasai akal sehatku.

Bangsatnya lagi, tepat sebelum orgasmeku meledak, Boy menghentikan serangannya tiba-tiba. Getaran yang selama ini menggelikan, berhenti tanpa aba-aba.

“Gimana Tien, enak kan?” Boy meledekku dengan senyum seorang bajingan.

“Boy.. aah!” Aku mulai melayani ocehannya.

Boy tahu kalo ia sudah menguasai tubuhku. Kali ini aku hanya bisa pasrah.

“Duh, tembemnya memek kamu, kok bisa yah, udah cantik, bulat, bodi seksi lagi, eh ternyata punya onderdil premium. Kalo kamu pacarku, aku rela kok seminggu gak keluar-keluar rumah!” Boy terpekik ketika membuka kakiku sampai mengangkang. Ia sampai terpana memandang.

“Ehhh udah!” Aku malu sekali.

Boy hanya diam terus memandang ke arah kemaluanku seakan mengagumi suatu mahakarya seni. Aku benar-benar jengah... pada saat yang sama aku merasa bangga. Playboy sekelas Boy sampai terpana menatap miss-v yang selalu kupelihara.

Terasa angin semilir berhembus tepat mengenai belahan itu. Ketika ku lirik, ternyata ulah Boy. Mungkin itu cara untuk membangkitkan nafsu melalui hembusan nafasnya. Ih, geli.

Tipis sih, tapi efeknya besar. Terasa geli banget ketika kena daerah sensitif.

Kali ini aku diam aja, membiarkan penistaan ini berlangsung. Nafsu sudah menguasaiku, aku hanya ingin ini cepat berakhir. Hebat nian pesona cowok itu, hanya menatap sambil meniup udah mampu membuat aku terbuai.

“Benar-benar legit!” Katanya memuji. Aku makin penasaran apa yang akan dibuatnya.

Wajah Boy mendekat ... terus, dan pas hampir menyentuh, ia menegakkan kepala melirik wajahku yang udah harap-harap cemas. Ia tersenyum.

“Eehhhh!” Desahan halus kembali keluar tak terkontrol.

Lidah cowok itu akhirnya touch down tepat dibelahan panjang, menyapu dari ujung ke ujung seperti pesawat yang barusan mendarat. Suatu jurus pembuka yang menjanjikan.

Hangat... becek... geli... aku menutup mata.

Akhirnya kuluman itupun datang, bibir dan lidah cowok itu bergerak seirama menyentuh titik sensitif di labia minora. Dari situ menuju ke g-spot, balik ke muara liang, menyentil klitoris... sementara itu mulitnya menyeruput kuat, menyedot cairan vagina dan sebagian bibir luar dihisap dalam mulutnya. Lalu itilku digigit-gigit kecil sebelum dipeluk mesra oleh lidahnya yang hangat.

‘Aaaaaduhhh! Apa aku sudah di surga? Kok bisa seenak ini?’

Kembali tubuhku bergetar merespons otakku yang sudah larut dalam kenikmatan. Hanya dalam jitungan menit aku merasa banjir badang itu udah menumpuk di hulu, siap menenggelamkan apa aja yang menghalangi.

Serangannya datang tanpa henti seperti gelombang yang makin lama makin besar. Aku tak dapat mengontrol tubuhku lagi. Pinggulku naik melengkung keatas, mengejar lidahnya seakan tak mau melepaskannya.

“Aaahhhhhh Boy... aduh!” Aku merintih nikmat.

Tiba-tiba jari cowok itu masuk dan mengaduk tepat dititik sensitif! Ketika dicabut, Akibatnya sungguh dahsyat... bagaikan kolam renang yang dibuka sumbatnya.

“Aaaaaarrrgggghhhhh!” Orgasmeku datang begitu kuat, membuat tubuhku kelojotan hingga terlonjak.

Dan bersamaan dengan itu bendungan pun pecah, menyiram dengan deras dan kencang, menyemprot telak wajah didepannya yang masih tersenyum menikmati kemenangannya.

“Ehhhh!” Boy coba mengelak, tapi semburan cairan yang datang dengan banyaknya membenamkan wajah cowok itu hinggap basah kuyup.

Boy sampai terbatuk-batuk... tapi aku tidak perduli pagi. Nafasku masih pendek, seperri baru selesai sprint, mataku terpejam, dan ada senyuman mengembang dengan selebar-lebarnya membayangkan kenikmatan tiada tara.

Boy masih terus batuk, kayaknya tersedak.

“Eh kenapa Boy, kamu gak apa-apa?” Tanya Edo.

“Aku keminum jus sampai tersedak. Gila cewek ini, pake squirt banyak-banyak lagi.”

Aku hanya tertawa dalam hati. Siapa suruh buat aku nikmat... hahaha

Dan itulah kata-kata terakhir yang kuingat sebelum pulas dalam tidur setengah pingsan.

“Eh tunggu, kontolku belum masuk!”

—-

Tak lama kemudian aku merasakan jari-jari tangan membelai rambutku dan pipiku... lembut. Aku membuka mata dan mendapati Boy masih ada disitu.

"Titien.. kamu cantik sekali, persis waktu aku pertama kali melihatmu waktu lomba pidato di pemilihan putri kampus! Maafkan aku Tien, tapi aku buat ini karena aku menyukaimu... sejak dulu, dan aku tahu kalau hanya ini kesempatan aku bisa mencicipi tubuhmu. Kamu gak tahu upaya yang aku buat selama ini supaya bisa merasakan tidur denganmu. Kamu sungguh gadis yang istimewa..." Boy menciumi pipiku.

Walaupun rasa jijik itu masih ada, tapi sengaja aku menutupinya. Aku harus mengetahui alasan Edo mengkhianatiku, dan rencana Om Beni. Aku merasa ada sesuatu yang besar sedang terjadi, dan aku takut kalau-kalau itu menimpah suami ataupun teman-teman dekatku. Kalau memang aku harus diperkosa, biarlah aku jadi korban demi mereka.

"Tien, maafkan aku kali ini, ijinkan aku menyatu dengan mu malam ini. Mungkin cuma ini saatnya aku bisa bersamamu...!" Rayuan yang dangkal menurutku, pasti karena mau sesuatu.

"Kalau kamu menyukaiku, kenapa aku membiarkan aku jadi begini Boy? Kamu suka melihat aku menangis?" Aku bertanya pelan.

"Maaf Tien, aku...."

"Kenapa? Karena Om Beni?" Aku menjawabnya.

"Maaf Tien, aku sudah terlanjur. Aku gak bisa balik lagi." Kata Boy, aku melihat ada kebenaran di tatapannya.

"Kamu gak mau cerita soal Om Beni?"
Boy menggeleng. Kayaknya belum saatnya ia bicara.

"Kamu menyakitiku Boy!"

"Tidak, aku akan memberi kamu kenikmatan yang tertinggi malam ini. Kamu tak akan bisa melupakan ku, Titien!"

"Bagaimana aku bisa menikmatinya sementara kamu mengikatku?" Aku memohon.

Boy menggeleng kepala.

"Kamu jangan menipuku nona manis... aku tahu apa rencanamu!" Kata Boy.

"Ok, kalau memang kamu ingin malam ini bersamaku, lepaskan Edo. Ijinkan dia balas dendam kepada Deni!" Kataku lagi.

Boy terpana. Ia mungkin gak menyangka aku meminta seperti ini.

"Gini aja, kalau kamu mau menuruti semua permintaanku, aku akan ijinkan Edo pergi membalas dendam. Tapi buktikan dulu kesediaanmu." Boy menuntut. Cowok ini pinter sekali, gak bisa dibujuk...

----

Boy kembali menciumku, kali ini aku membalasnya. Aku menantikan ciuman yang ganas dan bergairah seperti Shaun, tapi kaget mendapati kalau ia menciumku dengan lembut dan penuh perasaan.

"Ehhhh...!" Aku kaget.

Dengan mudah aku menikmati perlakuannya, aku membalas pelan dan lembut, membiarkan diriku terhanyut. Biarlah kali ini aku membuat ia menang, supaya nanti ia jadi lengah.

Dan ketika disodori kontolnya, aku membuka mulut pasrah dan mengeluarkan keahlianku mengulum batang besar.

"Ohhh... Tiennnn... ahhh... enak banget...!" Boy sampai merem-merem.

Desahannya membuatku makin semangat, siapa tahu aku bisa membuat kepala geng Kobe ini klepek-klepek dengan oral-ku.

"Tien udahhh... ahhh.. aku gak tahan kalo lama-lama. Kamu hebat banget...!" Boy kembali memuji, entah kenapa aku merasa bahagia.

"Sekarang giliranku yah!" Lanjut Boy sambil menggerakkan tangannya.

Boy bergerak dengan halus, membuatku terbuai lagi dari gerakan-gerakan kecil. Ia mengulangi perbuatannya tadi pada kedua toket dan memekku membuat aku cepat terangsang. Dan ketika posisiku sudah terbaring nyaman, aku merasakan sebuah benda yang panjang mengetok di pintu kemaluanku.

"Boy...!" Aku menatap matanya dalam-dalam. Dan ia balas menatapku.

Akhirnya setelah lama, aku mengangguk kecil tanda pasrah, dan Boy mulai menggerakkan pinggul.

"Aaaahhhhhhh!" Batang itu mulai tergencet masuk, terasa keras... ini berbeda, ukurannya besar tapi keras seperti batu. Apa semua cowok pribumi, anunya keras yah seperti Edo?

Aku menutup mata, membiarkan penistaan ini berlangsung. Boy mulai memompa masuk, pinggulnya bergerak sesuai irama, sementara aku mengimbangi dengan gerakan pinggulku.

"Aaahhhhhhh!" Batang itu terselip masuk karena licin, mengesek dinding vagina menciptakan rasa nikmat. Aku merasa kegelian... batang ini besar tapi keras seperti kayu, dinding memekku harus menyesuaikan dengan bentuknya yang berbeda.

"Aaahhhhhhh" Aku menggerakkan otot memekku mencengkram dan memijit, mencoba membuat serangan balasan. Gila, aku benar-benar terbuai dengan tusukannya.

"Tien... enak banget.. ahhhh!" Boy juga mendesah kenikmatan.

Ia meningkatkan tempo... menggedor dengan kuat, sehingga harus ku redam dengan putaran pinggul. Penyatuan ini benar-benar nikmat...

Udah hampir sepuluh menit belum ada tanda-tanda orgasme, keduanya terus saling memanjakan saling menikmati. Aku harus angkat topi dengan senjata Boy yang benar-benar istimewa, jago memanjakan wanita.

Plok plok plok plok plok
Plok plok plok plok plok
Plok plok plok plok plok

Udah lewat 15 menit... ia masih terus memompa. Dari tadi kami udah gonta-ganti gaya... malah Boy sudah melepaskan ikatan tangan dan kakiku, setelah dilihatnya aku menikmati permainannya. Kepasrahanku kini mulai terbayarkan, Boy mulai mempercayaiku. Ia pasti merasa kalo aku sudah terhanyut dalam kenikmatan terlarang, dan akan menjadi budak seksnya dengan senang hati.

Plok plok plok plok plok
Plok plok plok plok plok
Plok plok plok plok plok

Boy menang dewanya ngentot... jago dalam menaklukan wanita. Kontol yang keras dan besar itu mampu membongkar pertahananku, membuat aku melayang dalam gairah.

Plok plok plok plok plok
Plok plok plok plok plok
Plok plok plok plok plok

Ini benar-benar seks yang luar biasa indahnya. Aku benar-benar menikmati. Kalau tadi Boy sudah membuktikan kehebatan kontolnya, agaknya ia juga ingin memamerkan staminanya padaku.

Plok plok plok plok plok
Plok plok plok plok plok
Plok plok plok plok plok

Akhirnya aku harus mengakui kehebatan cowok itu. Tubuhku gak mampu lagi bertahan dalam nikmat, dan mulai bergetar dalam nafsu...

"Boyyy.... cepat... terus....!" Aku meminta tanpa malu-malu lagi.

Boy memompa dengan cepat, bagaikan piston pada rpm maksimal.

Aku kembali melenting, melengkung keatas dengan pinggul terangkat. Tubuhku kelojotan, sementara menahan kedutan yang kuat.

"Aaaaaarrrrrggggghhhhhh!" Sebuah badai puncak kembali menerpaku.

Boy masih terus menggedor dengan cepat, tanpa dapat ku imbangi lagi. Aku hanya bisa membiarkan kontolnya berdenyut di dalam...

"Tien... aku nyampe..." Boy sempat menarik keluar tepat di waktu kritis. Kontolnya diarahkan ke wajahku.

"Aaaahhhhhhhh!" Aku merasakan beberapa kali semprotan lahar hangat mengenai mulut dan pipiku. Boy keluar di wajahku.... Aku membiarkan ia sampai puas, lalu melayaninya dengan membersihkan kontolnya dengan hisapanku.

"Boyyy... kamu hebat...!"

"Tien, makasih... nikmat banget."

Aku memeluk cowok itu dengan kuat. Ia pun jatuh ke tempat tidur kelelahan.

"Boy, aku ke WC dulu yah!" Ujarku sambil mengambil handuk dan masuk kedalam.

'Untung Boy gak tahu kalo Edo sudah pergi!'

-----

"Tien, mana Edo?" Boy kaget.

"Udah pergi tadi."

"Kapan ia pergi?" Boy baru menyadari kesalahannya.

"Waktu kamu hampir puncak tadi, kan perjanjiannya kamu akan bebaskan ia perg!" Kataku membela diri.

"Tapi bukan seperti ini!" Boy marah-marah, dengan cepat ia pergi mengambil hape lalu menelpon temannya. Ia melangkah ke ruangan sebelah supaya aku tidak mendengar percakapannya, tapi ia gak tahu kalo itu yang ku mau.

Segera aku pergi ke laci dan mendapati surat yang ditulis Edo. Hanya dua baris yang sempat ditulisnya. Dan ketika aku membacanya, aku jadi terhenyak!

"Tien, Darla ditangkap. Maaf...
Hanya ini caranya, kalo tidak Darla akan di gb.
Mereka juga mengincar Deya dan Naya, aku akan cari kontak Aldo malam ini"​

'Astaga! Aku kini mengerti apa yang terjadi. Pantesan Edo buat hal ini.'

Setelah merobek kertas dan membuangnya dalam toilet, aku mencoba cari dengar telpon Boy. Ia menyuruh Deni mencari Edo, yang menurutnya sudah pergi menjauh. Deni disuruh menjebak Edo di Pier dekat rumah besok jam 8, nanti ia yang akan telpon Edo dan menipunya lagi. Kali ini ia menyuruh Deni untuk menghabisi nyawa Edo yang menurutnya tidak berguna lagi.

Aku harus berbuat sesuatu, aku harus selamatkan Edo.

Bersambung!
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd