lanjutannya.......
Aku terbangun gara-gara morning call. Jam 5 pagi. Hembusan AC terasa dingin, tetapi aku harus bangun karena beban tanggung jawab jadi tour leader, menggembala 5 ibu-ibu keliling Eropa. Tante Dina yang tidur di sebelah kiriku langsung duduk dan Tante Venny di kiriku masih ingin menikmati bonus sedikit menambah tidurnya.
Aku langsung bersiap dan menyalakan lampu sehingga kamar jadi terang benderang. Kamar mandi adalah tujuan pertama. Aku berusaha buang hajat besar, meski belum ada desakan.. Mau mandi rasanya masih dingin dan badan juga terasa masih bersih, akibat tadi malam mandi bersih setelah marathon dengan 5 ibu.
Aku minta bu Dina segera berkemas dan Tante Venny juga ku bangunkan agar tidak menambah bonus tidurnya. Kamar sebelah yang dihuni Tante Shinta, Tante Henny dan Tante Vence ku telepon dan aku perlu mencek kesiapan mereka.
Tante Shinta memang paling rajin dia sudah siap. Aku minta jam 6 mereka sudah turun untuk bersiap berangkat ke stasiun. Setelah memeriksa kesiapan pasukan aku turun ke bawah dan memesan 2 taksi.
Kami tiba di stasiun Amsterdam Central sekitar pukul 6.30. Udara masih dingin. Ini adalah yang pertama kali aku ke stasiun kereta api di Amsterdam. Tante Vence yang rada lancar berbahasa Belanda aku minta bertanya di sebelah mana kereta yang menuju Brussel.
Setelah melalui perjuangan, kami akhirnya menempati kursi di dalam kereta cepat Thalys. Hatiku lega. Karena sejauh ini lancar dan aku ingin beristirahat sejenak. Menurut jadwal perjalanan dari Amsterdam ke Brussel 2 jam 49 menit. Ah 3 jam juga nggak apa-apa, beda-beda tipis. Tapi ketika jam di stasiun menunjukkan 6.56 kereta mulai bergerak. Kagum juga aku sampai ke menit bisa ditepati oleh kereta cepat ini. Kereta makin lama makin cepat sampai aku susah melihat keadaan di sekitar rel. Aku hanya bisa melihat pemandangan yang jauh. Katanya kereta ini bergerak dengan kecepatan 250 km per jam.
Dari pada bengong dan pusing lihat pohon yang berkelebat-kelebat, aku pilih tidur. Belum sejam enak tidur kami dibangunkan dengan hidangan sarapan pagi. Lumayan juga sarapannya cukup mewah.
Kami tiba di Stasiun Brussel Midi, mungkin ini stasiun pusatnya Brussel jam 9.45. Ibu ibu sambil jalan menuju pintu keluar udah mulai ribut. "Kita kemana ini," Aku jawab ke hotel. Di pintu keluar stasiun ada papan nama terpampang nama ku. Aku memang minta dijemput oleh hotel. Meski aku sudah melihat penjemputnya, ibu-ibu seperti biasa sudah ribut saling berebut menunjuk penjemputnya seperti dia sendiri aja yang melihat.
Ibukota Eropa Barat ini agak kurang aman karena , taksinya suka nakal dan minta bayaran lebih mahal dari seharusnya. Kalau aku naik taksi pasti harus pakai dua taksi. Nah di taksi kedua inilah aku khawatir karena isinya ibu-ibu semua. Biar agak mahal akhirnya aku memang memutuskan menyewa limosin dengan kapasitas 8 orang.
Aku duduk di depan dan mulai melakukan kontak dengan supir. Dia kelihatannya lancar berbahasa Prancis dari pada Inggris. Ngobrol sana –ngobrol sini , ternyata dia berasal dari Iran. Langsung aku lemparkan salam, Assalamualaikum. Dia kaget langsung menjawab alaikumsalam. Cairlah suasana. Si sopir Iran ini seterusnya akan membawa kami tour di Brussel ini. Tiba di Hotel Sh yang berada di pusat bisnis di Brussel. Hotel ini aku pilih juga karena di seberangnya ada pusat perbelanjaan Rue Neuve, Meskipun tidak untuk belanja mereka pasti senang dengan cuci mata di situ.
Seperti biasa kami menempati 2 kamar suite. Kamar di hotel ini besar sekali dan bednya dua buah tapi rasanya untuk orang Indonesia setiap bednya bisa ditiduri 2 orang. Emang mahal sih kalau nggak salah per malamnya 400 euro. Tapi bagi ibu-ibu ini nggak ada masalah, duit mereka nggak berseri .
Kami terlalu pagi untuk chek in, karena mereka menerapkan chek in adalah jam 12 keatas. Kami menyelesaikan dulu masalah chek ini meski belum dapat kamar dan barang-barang kami titipkan di front office. Tentu sudah di pesan bahwa koper-koper mana saja yang sekamar.
Seorang gadis manis tingginya mungkin 175, rambutnya pirang tergopoh-gopoh lalu bicara sebentar dengan petugas FO. Si petugas menunjuk aku. Dia lalu mendatangiku dan memastikan bahwa aku Jay. " Maaf saya terlambat ada masalah sedikit tadi," katanya dalam bahasa Indonesia yang agak terbata-bata. Dia adalah Rachel, pemandu kami, mahasiswi S2 yang sedang mendalami budaya Indonesia.
Aku segera mengenalkan Rachel dengan anggota rombongan ku. " Wah ayune," kata Tante Shinta. Rachel lalu berusaha menyimak apa yang dimaksud bu Shinta, tapi dia bingung. Pasti aja bingung, orang Tante Shinta berkomentar dalam bahasa Jawa. Aku terjemahkan lalu dia menjawab " terima kasih."
Aku membrief sebentar Rachel mengenai acara kami selama di Brussel, dia rupanya sudah paham dan mengenal tempat-tempat yang akan kami kunjungi. Aku meminta ibu-ibu yang perlu mengosongkan kandung kemih agar mengencingi hotel ini dulu. Untuk acara ngencingi hotel di wcnya saja aku harus menunggu sekitar 30 menit.
Selanjutnya dengan mini bus mercy yang membawa kami dari hotel tadi langsung bertolak ke Museum Coklat. Jaraknya tidak terlalu jauh dan kami sudah tiba di sana. Sekitar 1 jam kami di sana . Sebetulnya tidak terlalu banyak yang dilihat, tetapi acara icip-icip coklat itu jadi waktunya molor sampai sejam.
Aku kembali menggiring para stw untuk kembali ke mobil., tujuan berikutnya adalah mengunjungi semacam home industri yang membuat coklat . Letaknya agak di luar kota sedikit dan agaknya seperti pedesaan. Kedatangan kami memang sudah di tunggu pemiliknya. Kami disalaminya satu persatu dan tak lupa dia memberi welcome chocolate. Sebelum masuk ke dapur pembuatannya dia menjelaskan sebentar mengenai jenis-jenis coklat yang diproduksinya. Dia pun lalu menjanjikan akan mengajari ibu-ibu cara membuat coklat.
Namanya home industri, tetapi ruang produksinya besar dan peralatannya modern . Setiap jenis coklat yang dibuat di situ kami dipersilahkan mencicipi. Dasar emak-emak, setiap coklat yang disodorkan langsung di sambar. Ada pula yang diam-diam disimpan dalam tasnya. Si Rachel trampil benar dia menerjemahkan keterangan toke coklat itu.
Akhirnya kami di bawa ke satu ruangan dan di situ sudah disiapkan perlengkapan untuk membuat bahan coklat. Ibu-ibu jadi antusias memperhatikan cara membuat coklat, sedang aku menikmati pemandangan betapa indahnya tubuh si Rachel.
Aku hanya kesal dan menerima betapa bodohnya bangsaku. Coklat yang diproduksi disini berasal dari Indonesia. Tapi kenapa ya makanan atau kue asli Indonesia dari ujung Sabang sampai ke Merauke tidak ada yang menggunakan coklat. Maksudku masakan original Indonesia. Eh malah bule-bule di sini yang pinter mengolah coklat..
Hampir dua jam juga kami habiskan untuk menyimak coklat Belgia. Negara ini nampaknya sangat terkenal produksi coklatnya. Aku mengenal coklat Belgia hanya merk Leonidas.
Setelah bertolak dari pabrik coklat aku menunjukkan alamat kepada si sopir Iran satu restoran yang khas dengan masakan tradisional Belgia. Dia paham dan mengangguk-angguk. Kami tiba di satu restoran yang cukup besar. Wah kayak restoran di hotel mewah.
Di restoran ini si Rachel jadi repot, dia menjelaskan satu persatu menu yang tertulis di daftar menu. Kami akhirnya memesan makanan yang seragam. Abis bingung juga Rasanya rada aneh dan kurang pas di lidah kami, masalahnya lidah yang di instal selalu harus ada rasa pedasnya sekarang cuma berasa asin dan lada saja.
Acara berikutnya adalah yang dinanti-nanti para emak yaitu jalan ke mall. Aku kurang bersemangat tapi apa boleh buat. Kami selesai berputar-putar di situ sekitar jam 5 sore langsung balik ke Hotel. Ternyata hotelnya ada di seberang jalan.
Sampai di Front office key card kami sudah disiapkan dan office boy mengantar ke kamar kami. Sebetulnya tanpa diantar kami juga bisa mencari sendiri. Mungkin office boy dalam rangka usaha, maksudnya usaha supaya dapat ganjaran tips. Setelah kami periksa barang bawaan kami lengkap dan tidak ada yang tertukar di kamar sebelah beliau pun menerima tips.
Rachel ikut ke kamar kami dan dia ternyata supel dan suka ngobrol. Mungkin dia sambil memahami tabiat orang Indonesia. Tante Dina segera membereskan fee untuk Rachel. Namun Tante Dina menawarkan Rachel, jika dia tidak keberatan untuk mendampingi ibu-ibu jalan ke tempat shoping sampai jam 8 nanti. Aduh aku mabok kalau harus mengawal para ibu-ibu ini berkeliling tempat perbelanjaan. Para ibu-ibu tidak keberatan ketika aku absen tidak mendampingi mereka kali ini. Entah kemana mereka beramai-ramai turun lagi bersama Rachel. Aku memilih tidur setelah sebelumnya menenggak bir dari mini bar.
Aku terbangun ketika kamar mulai ramai, mereka baru kembali. Aneh juga mereka tidak bawa barang belanjaan. Baguslah permintaanku akhirnya dipenuhi. Tapi Rachel kok masih cekikan ama ibu-ibu. Tante Dina meminta aku berpakaian rapi pakai dasi segala dan jas. Acara malam ini dinner di hotel.
Emang repot banget nih bule, mau makan aja pakai syarat jas segala. Aku tidak punya jas, tapi ada jacket yang kalau dipasangi dasi masih pantas. Setengah jam kemudian kami siap turun. Wah ibu-ibu jadi kelihatan kembali wibawanya. Kalau melihat begini, pastilah aku nggak berani menggoda apalagi tiarap diatas mereka. Tapi nyatanya kan udah berkali-kali.
Semua tamu di restoran hotel ini memang mengenakan dasi, bahkan umumnya dasi kupu-kupu dengan stelan jas black tie. Kami mengelilingi meja oval, rupanya Rachel sudah memesannya tadi atas permintaan ibu-ibu. Di depanku perangkat makannya banyak sekali garpunya ada 2 pisau ada 3 mungkin tapi sendoknya cuma satu dan itu pun kecil. Piring ada di depan, diatas, di kiri. Ini makan yang bikin aku nggak PD. Belum pasti enak, tapi yang pasti adalah repot dan mahal.
Aku duduk bersanding dengan Rachel. Kata Tante Dina biar ngajari aku cara makan mulai pakai pisau yang mana dan minumnya yang sebelah mana, jangan sampai salah minuman orang diminum, malu-maluin nanti, katanya.
Makannya emang repot, entah apa aja pokoknya yang terhidang di depanku sebisa–bisanya aku santap ludes. Bagi ku yang menarik adalah Red wine yang selalu penuh di depan ku.
Setelah perut kenyang dan seri hidangan selesai, kami tidak segera bangkit. Rehat sebentar menikmati alunan musik klasik yang ditampilkan secara live. Suaranya tidak terlalu keras, sehingga kami masih bisa mengobrol santai.
"Jay malam ini kamu menemani Rachel, dia mau ikut nginap di kamar kita, " kata Tante Venny.
Rachel senyum-senyum. Aku berpikir, apalagi yang direkayasa sama mami-mami ini Rachel lalu memeluk pundakku dan dia menepuk-nepuk..
Besok pagi tidak perlu bangun terlalu pagi seperti tadi. Kami besok akan ke Paris dengan kereta api. Aku sejak di Jakarta sudah memesan tiket untuk berangkat agak siang.
Dalam perjalanan kembali ke hotel, Tante Dina mendekatiku . Dia membisik, "Cewek bule itu ikut nginep di kamar kita, kamu tidur sama dia, gimana kamu mau kan," kataku.
"Kalau nanti terjadi sesuatu yang tidak diinginkan gimana," tanyaku sambil senyum.
Tante Dina tidak menjawab hanya mencubit.
Sesampai di kamar, aku menenggak bir lagi. Negara ini terkenal produk birnya. Jadi setiap kali aku menghirup minuman berbuih ini selalu berbeda-beda merk. Rasanya ada yang manis, tapi ada juga yang rada asem. Aku tak pasti rasa asem itu karena aslinya memang begitu, apa sudah mulai rusak. Ah biarkan saja, yang penting hajar, mumpung gratis lagi.
Si Rachel, minta izin mau mandi. Tante Dina lalu menawarkan kaus oblong putih bercorak Bali. Kelihatannya masih baru dengan celana pendek bermotif Bali juga. Bule rupanya rajin mandi juga ya. Padahal aku seharian ini belum mandi.
Selesai mandi aku terkesiap melihat Rachel pakai kaus Bali. Bukan karena kausnya bagus, tetapi pentilnya itu lho menerawang. Mana teteknya gede pula, sampai kaus Bali itu jadi sempit di bagian dada.
Rachel cuek aja, meski aku menatap dadanya. Dasar bule, kemaluannya cuma dibawah. Malah mungkin di Eropa kemaluan sudah berubah jadi "kebanggaan" mungkin.
Kami ngobrol di ruang tamu sambil menikmati campagne. Rasanya manis seperti brem Bali. Ngobrol kesana kemari, sampai ibu-ibu di kamar sebelah kemudian ikut bergabung. Cewek kalau sudah ngrumpi ramainya melebihi pasar malam.
Semua menenggak campagne, tapi Rachel dia sudah hampir 2 gelas diteguknya. Mukanya mulai agak merah dan ngomong jadi makin lancar. Ibu Dina lalu angkat bicara. Dia mengatakan bahwa Rachel akan menghibur dengan tari-tarian. Aku diminta mengambil bed cover dan di gelar, Kursi-kursi dipinggirkan dan kami duduk melingkar. Lampu di atur remang-remang dan kembali musik dihidupkan dengan suara agak keras.
"Ayo Rachel mulai," kata Tante Dina.
Aku tidak tahu ada rencana beginian, pantes aja si Rachel diminta menginap, rupanya dia punya ketrampilan lain. Rachel tanpa canggung berdiri di tengah lalu meliuk-liukkan badannya. Gerakkannya makin sensual dan dia mulai mengangkat kausnya lalu perlahan-lahan mencopotnya. Ibu-ibu semua bertepuk, aku juga terpaksa ikut, tapi berpikir ini ujungnya apa.
Dengan keadaan nobra, Rachel kelihatan sexy . Susunya yang besar dengan puting merah jambu. Giliran berikutnya di mulai menurunkan celana luar lalu celana dalamnya juga dibuka. Rachel sudah menari telanjang bulat. Tepuk tangan makin panjang. Jembutnya dicukur rapi sehingga membentuk garis ke atas. Namun aku perhatikan, bibir kemaluannya menjuntai keluar, seperti bergelambir.
Aku berpikir apa memang cewek bule, tipe bibir kemaluannya panjang begitu. Orang Indonesia rasanya belum pernah kutemui yang kayak gitu. Apa mungkin sudah kendor, padahal Rachel kan masih muda, imut dan cantik pula, tapi bibir bawahnya kenapa memble.
Tiba-tiba aku ditariknya berdiri.Aku bingung, tapi ibu-ibu mendorong sambil berteriak ayoo.... Terpaksalah aku berdiri. Aku belum pernah belajar tari, jadi diam aja berdiri mematung.
Rachel merabai wajahku, lalu dadaku lalu kemaluanku dan turun ke kaki. Penisku pelan-pelan jadi bangun Rachel bangkit lagi sambil menarik kaus oblongku ke atas sampai lepas. Dia menciumi dadaku lalu berputar menciumi pungungku.
Dari belakang ditariknya celanaku pelan-pelan ke bawah. Celana luar berhasil dilepas. Rachel kembali meliuk-liuk di depanku sambil berlutut. Dia mengerayangi kemaluanku yang sudah menonjol di balik celana dalam. Bukan itu saja dia menciumi pula bagian situ, sampai aku merasa geli.
Dengan gerakan pelan ditariknya celana dalamku ke bawah sampai batangku lepas tegak mengacung. Ibu-ibu kembali tepuk tangan. Setelah aku akhirnya berdiri mematung telanjang Rachel tetap meliuk-liuk di depanku dengan posisi berlutut. Dia menciumi sekitar kemaluanku lalu menjilati. Aku udah kepalang tanggung ikut pula berakting. Sambil mendongakkan kepala aku mendesah-desah. Desahan itu membuat Rachel makin bersemangat demikian juga ibu-ibu penonton yang duduk bersila seperti nonton tari kecak.
Batangku dijilatinya lalu kedua zakarku . Kedua tangannya memegang lututku dan batangku mulai dikulumnya. Ibu-ibu kembali tepuk tangan. Kuluman Rachel ini luar biasa. Rasanya seperti aku bersenggama saja. Dia pandai memainkan tempo dan hisapan .
Dalam keadaan terangsang penuh, aku berkosentrasi ingin segera mencapai ejakulasi. Aku ingin tahu apa yang akan dilakukan Rachel jika spermaku nanti muncrat. Dia tidak lagi menari sambil berdiri, tetapi meliuk-liuk sambil berlutut dan terus menghisap batangku. Ibu-ibu yang ada dibelakangku pindah agar bisa melihat bagian depanku sedang diombang-ambingkan Rachel. Mereka kelihatannya antusias sekali memperhatikan permaian Rachel di penisku.
Karena aku berkonsentrasi ingin segera berejakulasi, maka segera datang rasa desakan untuk menyemprotkan cairan kental putih. Aku sudah memberi tanda akan berejakulasi eh si Rachel masih tetap mengulumku. "Mampuslah biarin aja," kata hatiku.
Mungkin sepersekian detik menjelang semprotan Rachel melepas kulumannya, tetapi malah mangap, membuka mulutnya lebar-lebar di depan penisku. Tidak bisa lain. Semprotan itu langsung masuk ke rongga mulut Rachel yang jaraknya sekitar 5 senti dari ujung penisku. Menjelang semprotan melemah lidah Rachel menjembatani lubang tempat cairan itu keluar ke mulutnya. Dia menjilati sisa-sisa mani yang keluar dan semua ditelannya, lalu dijilatnya kepala penisku dan dikulum serta dihisapnya keras sekali. Aku berteriak menahan rasa. Ini bukan karena nikmatnya, tetapi aku menahan geli dan ngilu yang rasanya sampai ke ubun-ubun. Ibu-ibu kembali bertepuk tangan.
Aku lemas dan terduduk. Rachel masih meliuk-liuk. Dadanya disodorkannya ke mulutku. Aku ngerti bahwa dia minta dijilat putingnya, Mengapa tidak dari tadi aku sudah penasaran ingin menetek ke Rachel. Aku hisap dan jilat putingnya sampai mengeras dan menonjol. Tanganku juga ikut meremas. Payudaranya kenyal sekali dan tanganku tidak mampu mencakup seluruh susunya..
Rachel kemudian berdiri. Kali ini dia mendekatkan kemaluannya ke mulutku. Aku paham dia minta dioral. Dalam posisi dia berdiri dan aku duduk aku mulai menciumi seputar kemaluannya. Gelambir kemaluannya aku tarik-tarik dengan gigitan bibirku. Dia merendahkan posisi dan aku mengikutinya. Dia berlutut lalu rebah ke belakang dan akhirnya dia telentang dengan kaki ditekuk ke belakang. Selangkangannya dibuka lebar-lebar sehingga terpampanglah kemaluannya di depanku. Aku mendekat dan dua bilah bibir kemaluannya aku jewer. Ternyata bibirnya memang panjang, sehingga menggelambir dan menonjol keluar dari lipatan kemaluan.
Kuteliti seluruh bagian kemaluannya dan yang paling menarik ternyata clitorisnya sangat menonjol hampir sebesar ujung jari kelingkingku. Aku langsung mencucup bagian itu dan lidahku juga langsung menyapu ujung clitnya. Dia mendesis-desis dan melenguh. Aku memainkan lidahku dengan gerakan cepat, sampai dia pun menggelinjang.
Mungkin 5 menit kemudian dia berteriak panjang entah dalam bahasa apa, mungkin bahasa fleming. Dia mencapai orgasme. Aku lalu melepas mulutku dari kemaluannya dan mencolokkan jari tengahku ke dalam vaginanya. Aku mengeksploitasi G-spotnya. Daerah itu mudah sekali ditemukan karena menonjol. Dalam gerakan halus kusapu g spotnya dan kurang dari 1 menit dia sudah menjerit lagi dan bagaikan menggelepar sambil merapatkan kakinya. Tanganku terjepit oleh kedua pahanya yang merapat. Ibu-ibu bertepuk lagi sambil mengangkat dua jempol kepadaku.
"Lanjut," kata para penonton.
Aku tahu yang mereka maksudkan. Penisku yang sudah tegak siap tempur segera kuarahkan menuju vagina Rachel. Dengan sekali dorong. Tenggelam sudah batangku. Aku kira vagina orang bule, longgar,nyatanya tidak juga, lumayan menggigit juga. Aku memompa perlahan-lahan untuk memberi pemandangan kepada para penonton proses keluar masuknya pistonku ini. Ibu-ibu mulai histeris dan berteriak lirih . Rachel yang tidak menyangka akan mendapat serangan begitu cepat juga ikut mendesis. Sambil duduk bersimpuh aku melakukan gerakan dan tangan kananku menggosok-gosok clitorisnya. Perpaduan antara penis dan gosokan tangan membuat Rachel kembali terengah-engah. Entah dia sengaja ingin membangkitkan nafsu penonton, atau memang begitu tabiatnya.
Rachel menjulurkan tangannya minta aku menindihnya. Aku mengubah posisi dan telungkup diatasnya. Badannya cukup tinggi sehingga aku masih bisa mencium kedua payudaranya. Dia menggelinjang, kemudian diam dan buru-buru menarik kepalaku. Aku diciumnya sehingga mulut kami menyatu. Tidak sampai 1 menit kemudian dia berteriak di dalam mulutku. Ku tunggu sampai orgasmenya tuntas lalu aku bangkit dan duduk berlutut kembali di kedua kakiku diantara kedua pahanya.
Penonton rupanya terpengaruh oleh permainanku dengan Rachel tadi. Tante Venny bangkit langsung mengangkang di pangkuanku . Dia mendudukiku tetapi dengan posisi membelakangiku. Aku terpaksa agak merebahkan badanku, karena pantatnya yang besar dan penuh daging mengganjal perutku.
Dengan posisi aku agak rebah ke belakang bersetumpu dengan kedua tanganku, maka Tante Vennylah yang mengendalikan gerakan. Dia rupanya sudah terangsang berat sehingga gerakannya penuh emosi. Sementara itu Rachel yang tadi terkulai sudah bangun lagi duduk di jajaran penonton. Dia menggeleng-gelengkan kepala. Entah apa sebabnya tetapi Tante Venny semangat sekali menghunjam-hunjamkan penisku. Dia mendesis-desis lalu segera mencapai puncaknya . " Aduh enaaakk," katanya berteriak panjang.
"Masih bisa nggak," tanya Tante Henny.
Aku mempersilahkan. Tante Henny lalu maju dan menurunkan celana dalamnya. Dia duduk di pangkuanku sambil memelukku. Setelah penisku tenggelam di vaginanya. Dia menggerakkan pinggulnya berputar seperti gerakan penari hawaii. Penisku serasa dibesut. Luar biasa gerakan Tante Henny kali ini aku belum pernah mengalami gerakan seperti ini. Aku konsentrasi dan mulai mengatur nafas. Aku harus menahan kenikmatan ini jangan sampai membuatku orgasme. Badanku berkeringat, karena olah nafasku. Hasilnya otakku mulai netral, bisa memblokir rangsangan persetubuhan. Sementara itu Tante Henny tidak lagi bergerak mengulek, tetapi maju-mundur. Dia merasa rangsangan yang diserap vaginanya maksimal. Tante Henny jago juga dia bisa bertahan cukup lama, mungkin sekitar 10 menit lalu memelukku kencang dan vaginanya berkedut.
"Gila enak banget," katanya lalu bangkit.
"Giliran berikutnya siapa" tanya ku.
Tante Shinta bangkit. Dia pun mengambil posisi duduk di pangkuanku dan memelukku. Sambil merendahkan posisi panggulnya, tangannya menuntun penisku masuk ke vaginanya. Aku memeluknya erat dan menahan agar dia tidak bergerak. Dalam posisi menyatu, aku kontraksikan penisku dengan irama tetap. Tante Shinta mendesis-desis. "Aduh enak banget Jay diapain Jay memekku, " katanya.
Setelah puas mengontraksikan penisku, aku melakukan gerakan maju mundur. Gerakan itu lalu diikuti Tante Sintha. Setelah Tante Sintha juga melakukan gerakan maju mundur, maka aku diam. Kubiarkan dia yang mengendalikan permainan. Aku memeluknya sambil menciumi telinga dan lehernya. Tante Sintha makin menggencarkan gerakannya lalu dia berteriak di kupingku, " aku hampir, aku hampir aduh terus, aduh terus "akhirnya dia melenguh panjang.
Aku beruntung melayani wanita-wanita yang mudah orgasme. Jika saja ada diantara mereka yang susah mendapat orgasme, aku harus bekerja keras. Itupun bisa jadi aku kalah di tengah jalan.
Belum lagi pikiranku habis berbicara, Tante Vence sudah menunggangiku. Dia pun memilih duduk dipangkuanku dan melingkarkan kedua kakinya di badanku . Dia menggerakkan pinggulnya agak kacau. Tetapi lama-lama dia bergerak dengan arah yang sama. Aku berpikir berarti dia sudah mendapat posisi yang paling enak. Lama juga Tante Vence mengeliat-geliat dipangkuanku. Padahal aku sudah mulai lelahn dan bosan. Kalau lelah mungkin bisa agak kutahan, tetapi kalau bosan akibatnya penisku bisa menciut. Untuk mempertahankan kekerasan penis, aku melakukan gerakan kontraksi. Meskipun kelihatannya gerakan itu lemah, tetapi ternyata terasa juga oleh Tante Vence. Dia makin semangat sampai akhirnya Orgasme juga. Selamat lah aku bisa mengantar dia orgasme.
Tante Dina yang seharusnya mendapat giliran berikutnya untung saja tidak langsung menerkamku. Aku ditariknya berdiri dan dirangkulnya lalu di bimbing ke kamar mandi. " Kasihan ah kamu kan capek, badannya aja udah berkeringat," katanya.
Aku menurut saja, memang aku capek dan sudah mulai bosan. Pintu kamar mandi ditutup dan dikuncinya. Diambilnya shower, aku dimintanya berdiri di bak mandi .Aku dimandikannya seperti bayi. Namun karena air terciprat ke sana kemari, Tante Dina lalu membuka bajunya. Dia hanya mengenakan celana dalam. Susunya yang besar jadi gondal-gandul ketika tangannya mengusap seluruh tubuhku. Nikmat juga rasanya jadi bayi gede gini. Diambilnya sabun cair lalu digosokkannya ke seluruh tubuhku, terutama di bagian vitalku. Di bagian itu dia teliti sekali membersihkannya. Penisku yang tadi sudah setengah hidup, setengah mati, kini jadi hidup lagi.
Airnya dimatikan dan aku dihanduki. Seluruh tubuhku disekanya dengan handuk. Bagian vitalku dibersihkannya sampai benar-benar kering. Tante Dina menciumi penis dan buah zakarku. " Udah wangi sekarang," katanya.
Aku kira acara mandinya sudah selesai, ternyata Tante Dina malah mengulum penisku. Dari kulumannya terasa jika di agak memburu. Dia lalu berdiri setelah merasa penisku menegang sempurna. Dicopotnya celana dalamnya dan dia naik ke meja wastafel. Kakinya ditekuk sehingga terpampanglah vaginanya yang setengah menganga. Dia minta penisku dimasukkan segera. Aku merapat dan kedua betisnya aku panggul lalu aku mulai menghunjam-hunjamkan penisku yang sudah mengeras sempurna. Tante Dina yang kemudian bersandar ke kaca cermin di meja wastafel, nyengir-nyengir menahan rasa nikmat. Aku terus memompanya sampai kakiku pegel berdiri sambil melakukan gerakan di pinggul. Rasanya sekitar 10 menit baru Tante Dina mencapai orgasme. Sementara aku memang menahan ejakulasi.
Aku tahan ejakulasiku, sebab jika badan yang demikian lelah, lalu berejakulasi, bisa-bisa staminaku drop dan besok aku lemes. Katanya orgasme berbeda dengan ejakulasi. Mungkin aku sudah berorgasme berkali-kali tetapi tidak sampai ejakulasi.Menurutku sih orgasme yang paling nikmat adalah yang berbarengan dengan ejakulasi.
Tante Dina dan aku kembali mandi mengulang lagi kami saling bersabunan. Aku senang menyabuni tetek Tante Dina yang kenyal dan besar. Dia pun kelihatannya senang. Tante Dina kembali berpakaian, dan aku keluar dengan melenggang bugil.
Kami disambut tepuk tangan oleh penonton yang masih duduk di bawah, termasuk Rachel. Aku setelah berpakaian diminta duduk di situ. Katanya ibu-ibu ingin mewawancaraiku.
Aku duduk bersila bersandar kursi. Tante Venny mulai melemparkan pertanyaan, katanya Rachel heran, kenapa aku bisa bertahan begitu lama dan sanggup melahap semua cewek yang ada disini. Padahal ketika dia oral tadi sebentar saja sudah keluar.
Rachel mengangguk-angguk.Aku bukalah rahasiaku. Pada dasarnya laki-laki pada persetubuhan di ronde kedua rasa sensitifnya sudah jauh berkurang. Emosi nafsunya juga tidak dititik puncak. Oleh karena itu laki-laki bisa lebih menahan diri di ronde kedua. Fakta berikutnya, selama persetubuhan tadi aku lebih banyak berada di posisi bawah. Pada posisi ini laki-laki lebih mampu menahan diri dan menahan nafsunya. Fakta berikutnya, aku mempunyai ketrampilan dalam olah nafas untuk pengendalian diri. Selama permainan tadi aku berkonsentrasi bukan pada persetubuhan, tetapi pada pengendalian diri. Oleh karena itu tadi aku sangat berkeringat. Konsentrasi pengendalian diri melalui olah pernafasan memang menghasilkan keringat yang banyak sekali.
Jadi fakta-fakta itu tadi semua saling dukung-mendukung. Fakta lainnya, perempuan jika mengendalikan gerakan, maka dia akan menemukan posisi yang dia rasa paling nikmat. Dia bisa bertahan pada posisi itu sampai mencapai orgasme, karena perempuan yang mengedalikan posisi persetubuhan.
Rachel tanya, apa itu olah pernafasan. Aku jelaskan olah pernafasan itu seperti meditasi. " Ha jadi kamu bersetubuh sambil meditasi," katanya cengang. Aku jelaskan bukan meditasi, tetapi seperti itu.
Rachel mengaku belum pernah menemukan laki-laki yang begitu kuat melayani banyak persetubuhan. Tante Dina lalu menyambung, " karena persyaratan itulah maka dia kami bawa," katanya.
Beredar lagi champagne dingin. Tidak lama kemudian ibu-ibu dari kamar sebelah cabut dan aku menarik sofa bed. Aku tidur dengan Rachel di sofa bed. Rasanya tidak ada sensasi kalau tidur dalam keadaan berpakaian. Aku menawarkan Rachel agar tidur bugil. Rachel menyambutnya. "Saya kalau dirumah juga tidur telanjang, saya penganut nudist," katanya.
Aduh memang enak tidur memeluk cewek bule yang cantik. Baunya lain dengan orang Indonesia. Mungkin karena pengaruh Prancis, bau Rachel semu-semu bau parfum.