Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Hamilin Aku Mas

GAS suami pinjaman nya di update hu
Nah ada cerita dikit nih tentang suami pinjaman. Jadi cerita ini awalnya aku kasih judul Suami Pinjaman, tapi sayangnya ma platform merah gak lulus sensor. Terpaksa ganti penampilan n ganti judul juga jadi ‘Antara Aku & Iparku’. Tapi kok kurang greget rasanya. Akhirnya ganti lagi jadi ‘Hamilin Aku Mas’ dan bertahan sampai sekarang 🙂
Mas deva jgn bikin kita JD kentang dunk😅😅
🤣 Maapkan yah buat yang udah menanti lama lanjutannya 🙏
Gak nyangka ternyata banyak yang nyariin Deva. Yuuu bentar lagi dilanjut…
 

Chapter 5. Malamku Bersama Rini

Malam harinya kami langsung menjalankan kesepakatan yang sudah kami buat bertiga. Aku sebelumnya menyempatkan diri untuk mengucapkan selamat malam kepada Kinar yang sedang menggosok gigi. Kemudian aku melangkahkan kakiku ke sebuah kamar yang berada di lantai dua.

Tok-tok-tok” suara ketukanku pada pintu kamar terdengar cukup kencang. Pintu kamar pun terbuka dari dalam. Maya sudah menyongsongku dari dalam kamar. “Gimana Kinar?” tanya Maya.

“Udah lagi sikat gigi,” jawabku singkat.

“Oh ok, aku turun kalau gitu.” Maya melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Namun, aku menggenggam pergelangan tangannya dan membuat langkahnya terhenti. Ia pun membalikkan tubuhnya dan memandangku.

“Kamu yakin say?” tanyaku kepadanya untuk terakhir kali. Aku masih ingin memastikan untuk terakhir kalinya.

“Iya,” jawabnya penuh keyakinan diikuti dengan anggukkan. Ia kemudian mendekatkan wajahnya dan langsung menempelkan bibirnya di bibirku. Ciuman itu langsung menenangkan hatiku, aku mengartikannya sebagai sebuah penegasan bahwa ia tetap mencintaiku meski aku bercinta dengan wanita lain.

Maya pun berpaling dan berjalan meninggalkanku. Malam ini ia bertugas untuk menemani Kinar tidur di kamar bawah. Sementara aku dan Rini diberikan kesempatan untuk berdua saja di dalam kamar tamu yang terletak di lantai dua.

Jujur saja jantungku saat ini berdegup kencang. “Dug-dug… dug-dug” kira-kira seperti itulah suara jantungku. Padahal aku hanya sedang duduk saja di atas sebuah ranjang berukuran Queen menantikan Rini yang sedang berada di dalam kamar mandi. Ada sedikit rasa tidak sabar dalam diriku yang ingin segera melihat Rini keluar dari kamar mandi. Aku pun mulai membayangkan hal apa yang akan terjadi nanti.

Ketika aku sedang asik berkhayal, tiba-tiba saja pintu kamar mandi terbuka. Mataku langsung tertuju pada Rini yang mengenakan lingerie hitam transparan dan G-string dengan warna senada. Ia terlihat sangat seksi dalam balutan lingerie hitam tersebut dan membuatku tidak dapat memalingkan pandanganku darinya.

Payudara Rini yang bulat dan padat membuatku tersihir. Ditambah lagi puting Rini yang tersembunyi di balik lingerie hitam tersebut dapat kulihat dengan jelas. Seketika itu juga aku mulai terangsang. Aku tidak dapat menahan saat penisku mulai membesar di balik celana dalamku.

“Mas Deva, kok ngeliatinnya sampe kaya gitu sih? Rini aneh yah pakai ini?”

Mendengar itu aku langsung tersadar dan menggelengkan kepalaku, “Ng-nggak kok Rin, kamu cocok pakai itu. Kamu seksi banget.”

Rini pun menundukkan wajahnya dan tersipu malu, “Ah Mas Deva bisa aja, Rini jadi malu. Abis tadi Kak Maya maksa aku buat pakai ini, katanya Mas Deva pasti suka.”

“Iya, bener kok. Kamu emang cocok pakai itu.” kataku sambil beranjak dari ranjang untuk mendekati Rini yang masih berdiri di depan kamar mandi. Aku meraih tangannya dan kugenggam tangannya. Kurasakan tangannya sangat dingin, sepertinya ia gugup sama sepertiku.

“Rin, kamu yakin?” tanyaku singkat. Rini hanya membalas dengan sebuah anggukkan yang kuartikan bahwa ia sudah yakin dengan keputusannya.

Aku kemudian mendekatkan tubuhku hingga menempel dengan tubuhnya. Sesaat Rini sempat menatap mataku sebelum akhirnya ia memejamkan matanya. Melihat hal itu aku pun sudah tak kuasa lagi untuk menahan gairah yang bergejolak dalam diriku.

Kudekatkan wajahku ke wajah Rini dan kemudian kucium bibirnya. Rini pun membalas ciumanku dengan lembut. Hasratku mulai naik dan lidahku mulai ikut bermain. Aku sisipkan lidahku ke dalam mulutnya dan lidah kami pun bertaut. Ciuman kami semakin memanas. Rini terlihat semakin bernafsu, aku bisa merasakan dari caranya menciumku. Ciuman yang ia lakukan menjadi semakin mengganas.

Aku tidak menyangka, Rini yang biasa terlihat tenang ternyata menyimpan nafsu yang besar. Hal ini dapat kurasakan saat ia tiba-tiba saja memegang bagian bawah bajuku dan menariknya ke atas saat kami tengah berciuman. Bajuku pun terlepas dan dilemparnya ke lantai. Ia kemudian menciumku kembali, tapi kali ini berbeda. Tangan Rini kini mulai menjelah ke bagian bawah tubuhku.

“Mas, dari tadi aku bisa ngerasain punya Mas di perutku. Mas horny yah?”

“Kamu cek aja sendiri,” bisikku nakal di telinga Rini. Kemudian aku menggigit kecil daun telinganya. Kuhembuskan nafasku di telinganya secara perlahan. Aku sengaja melakukan hal itu untuk memancingnya agar ia semakin terangsang.

“Aaahhh…” benar saja dugaanku, Rini mulai mendesah.

Rini pun menarik kepalanya mundur menjauh dariku. Ia sepertinya tidak dapat menahan sensasi kenikmatan yang kuberikan di telinganya. “Geli mas, liat nih bulu kudukku sampai berdiri.” ucap Rini sambil memperlihatkan pahanya yang putih mulus.

Aku pun tertawa, “Tapi kamu sukakan?”

Rini hanya tersenyum malu. Ia kemudian berlutut di hadapanku sambil kedua tangan meraba-raba penisku yang masih terbalut celana. Sesaat kemudian Rini sudah mulai menurunkan celanaku bersamaan dengan celana dalamku dan melepaskannya. Otomatis penisku yang sudah tegang langsung menyeruak keluar dan mengarah ke wajahnya.

Rini kemudian menggenggam penisku dengan tangan kanannya sambil memperhatikan penisku dengan seksama. “Kenapa Rin? Lagi ngebandingin sama punya Abi yah? Panjangan Abi yah?” tanyaku ketika melihat Rini terdiam memandangi batang kemaluanku.

“Punya mas lebih besar,” katanya sambil jarinya mulai memainkan kepala penisku.

Rasa geli menjalar di tubuhku. Namun, rasa geli tersebut malah membuat kemaluanku semakin mengeras. Tak berhenti di situ, kini tangan Rini mulai bergerak maju mundur di sepanjang penisku. Ia mulai mengocok penisku.

Apa yang sedang Rini lakukan sangatlah enak. Aku akui permainan tangannya sangat enak. Tapi, tidak cukup sampai di sana. Aku ingin merasakan dioral oleh Rini. “Rin, masukin dong kemulut kamu.” pintaku sambil kubelai rambutnya. Rini langsung menengadah dan menatapku. Ia kemudian menggelengkan kepalanya menolak permintaanku.

“Rini kocokin aja yah mas,” ucap Rini.

Kenapa dia tidak mau? Jangan-jangan dia tidak pernah melakukannya. “Jangan-jangan kamu belum pernah yah?” tanyaku penasaran.

Rini pun mengangguk, “Iya, aku geli (jijik).”

Ah sayang sekali, padahal aku sudah membayangkan nikmatnya dioral oleh Rini. Tapi, aku tidak menyerah begitu saja. “Yah sayang banget Rin, padahal katanya kalau diisepin bakal lebih manjur loh buat kehamilan.” kataku dengan pasang wajah yang meyakinkan. Jujur saja untuk hal itu aku hanya mengarang. Entah setan apa yang merasukiku sehingga aku sampai mengarang sebuah teori asal-asalan seperti itu. Sepertinya Rini sudah berhasil memikatku dan membangkitkan gairah serta sisi nakalku.

Rini yang masih ragu pun menatapku kembali. Tentu saja aku memasang tampang serius dan meyakinkan. Aku berharap Rini termakan teori asal-asalan karanganku.

Rini terdiam tak berkata apa-apa. Tapi, tiba-tiba saja ia mendekatkan wajahnya ke penisku dan menempelkan bibirnya di kepala penisku. Secara perlahan ia pun mulai membuka mulutnya dan mencoba untuk mengulum kepala penisku.

Aku terkejut melihat apa yang dilakukannya. Rasanya aku tidak percaya Rini berhasil termakan oleh omonganku. Saat itu aku hanya bisa terdiam menikmati momen langka ini. Kapan lagi aku dapat kesempatan dioral oleh Rini.

Terus terang saja selama ini, aku memang selalu memperhatikan Rini setiap ada kesempatan. Pasalnya Rini terlihat lebih cantik dan anggun dibandingkan dengan Maya. Namun, meskipun demikian aku tetap menjatuhkan pilihanku pada Maya. Sifat Maya yang lebih terbuka membuatku merasa lebih cocok bersamanya. Aku memilih Maya bukan karena kami memiliki kepribadian yang sama, melainkan karena kami memiliki kepribadian yang berlawanan yang tentunya saling melengkapi satu sama lain. Walaupun demikian, aku selalu menaruh perhatian kepada Rini setiap ada kesempatan.

Oleh karena itu, ketika kesempatan langka seperti ini datang aku tak mau menyia-nyiakannya. Karena mungkin saja ini akan menjadi persetubuhan kami yang pertama dan terakhir. Aku pun kemudian kembali fokus kepada Rini yang sedang mencoba menjajaki penisku dengan mulutnya.

“Rin coba kamu jilat ujungnya,” ucapku. Aku mencoba memberi petunjuk kepada Rini.

Rini ternyata menuruti perkataanku. Ia mulai memainkan lidahnya di kepala penisku. Setelah ia mulai terbiasa dengan hal itu aku pun memintanya untuk coba memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Namun, ternyata Rini masih ragu-ragu untuk melakukannya. Aku pun mulai memegang bagian belakang kepalanya dan secara perlahan memberikan dorongan. Penisku mulai masuk secara perlahan ke dalam rongga mulutnya.

Akan tetapi, Rini tampaknya belum terbiasa. Rini lantas menaruh kedua tangannya di sekitar pinggulku untuk melawan doronganku pada kepalanya. Sepertinya ia masih belum bisa menikmati batang kemaluanku yang sudah mulai masuk ke dalam mulutnya. Sayangnya aku pun tak mau menyerah begitu saja. Aku tidak melonggarkan doronganku dan malah kutambah lagi dengan menggerakkan pinggulku ke depan. Rini tampak kewalahan, namun ia tidak dapat berbuat terlalu banyak karena tenagaku lebih besar darinya.

Namun, aku pun tak tinggal diam begitu saja. Aku tahu ini pengalaman pertama bagi Rini untuk melakukan oral seks. Oleh karena itu, aku berusaha untuk menyemangatinya.

“Iya, bagus Rin. Nah kaya gitu. Kamu hebat banget,” pujiku kepada Rini berharap ia menjadi semakin termotivasi.

Benar saja, setalah mendengar perkataanku Rini mulai menggerakkan kepalanya sehingga penisku keluar masuk di dalam mulutnya. Lama kelamaan ia semakin terbiasa dan mambuatku merasakan kenikmatan yang tak terkira. Hisapannya yang begitu hebat ditambah situasi yang mendukung membuatku melayang.

Akan tetapi, setelah beberapa saat Rini mengoralku, dengan terpaksa aku harus menghentikannya. Aku tidak mau mencapai klimaks sekarang.

Aku pun menarik penisku keluar dari dalam mulut Rini. Rini sempat terlihat kebingungan. Namun, aku membiarkannya saja tanpa berkata apa-apa. Setelah itu aku menuntunnya untuk beridiri di hadapanku. Kemudian aku langsung melepaskan lingerie yang sedang ia gunakan. Kini ia sudah telanjang dengan hanya menyisakan G-string di bawah sana.

Kutuntun Rini ke arah ranjang dan kudorong tubuhnya hingga ia terjatuh dan terbaring di atas ranjang. Kemudian aku naik di atasnya dan kutindih tubuhnya seraya mencium bibirnya. Kami saling berpelukan sambil berciuman. Rini kini sudah semakin berani, tidak ada lagi keraguan yang kurasakan pada ciumannya. Ia melumat bibirku dangan ganas.

“Hmmmphhh… emmmhhhh…”

Ah apa yang dilakukan Rini benar-benar membuatku semakin bergairah. Aku kemudian melepaskan bibirku dari bibirnya. Sudah tidak sabar rasanya untuk aku menjamah payudaranya. Meskipun payudaranya tidak sebesar milik Maya namun rasa penasaran tetap menyelimutiku. Tanganku mulai meremas kedua payudaranya. Sesekali aku juga memainkan putingnya yang sudah berdiri kaku.

“Aaaahhh…” desahan Rini pun mulai terdengar tatkala aku memainkan putingnya. Tubuhnya terlihat menggelinjang.

“Gimana Rin, kamu suka?” tanyaku penasaran.

Namun, Rini hanya mendesah dan tidak menjawab pertanyaan yang kuajukan. Aku kemudian berinisiatif untuk mencari tahu sendiri. Aku mengarahkan tanganku ke selangkangannya. Kugunakan jari telunjuk dan jari tengahku untuk meraba bibir vaginanya. Ternyata di bawah sana sudah begitu basah.

“Basah banget Rin, berarti kamu suka yah aku isepin kaya gini?” kataku sambil menghisap payudaranya dan meraba bibir vaginanya.

“Ahhh mass…” desah Rini sambil memegang tanganku yang sedang bergerak di bawah sana. Ia menahan dan menghentikan permainan jariku di bibir vaginanya.

Kuikuti keinginanannya. Aku terus memainkan payudaranya selama beberapa saat. Setelah itu aku mencoba untuk turun ke bawah untuk mencicipi cairan cintanya. Namun ketika bibirku mendekat tangan Rini langsung menutupi area kewanitaannya dengan tangan.

“Jangan mas… itu kan tempat pipis.” tolaknya.

“Gak apa-apa Rin, mas pengen banget ngerasain punya kamu yang udah basah kaya gitu.” tanganku kugunakan untuk menyingkirkan dan menahan tangan Rini agar ia tidak dapat lagi menghalangi niatku untuk menjilati vaginanya.

Dengan sigap aku langsung menjulurkan lidahku dan menyapu area kewanitaannya. Aku kini bisa merasakan rasa asin dari cairan cintanya dan mencium wangi khas dari vaginanya. Gairahku langsung bangkit. Kujilati terus bibir vagina Rini selama beberapa saat. Setelah itu aku mulai mencoba mengarahkan jilatanku agak ke atas untuk mencari klitorisnya.

“Aaaaaahhhhh… mas Deva…” dari desahannya aku bisa tahu kalau aku berhasil menemukan klitorisnya. Lidahku terus kumainkan di sana hingga akhirnya Rini pun tak kuasa lagi menahan kenikmatan dari jilatanku itu.

“Mas… udah mas… aku mau pipis… aaarrrgghh… aaahhhh.” tubuh Rini pun menggelinjang dan kepalanya menengadah menahan kenikmatan dari orgasme yang baru saja ia alami.

Cairan cintanya pun mengalir keluar dari celah vaginanya. Aku pun enggan untuk menyia-nyiakannya, kujilat kembali bagian luar vaginanya tersebut, rasanya begitu nikmat. Tubuh Rini pun terus menggeliat tatkala aku menjilati area sensitif miliknya. Hal itu membuatnya menjambak rambutku berusaha menghentikan apa yang sedang aku lakukan, namun aku tetap saja berusaha untuk menjilatinya tanpa henti.

Setelah beberapa saat aku menikmati cairan cintanya, aku pun menghentikan aksiku. Aku kemudian langsung mencium Rini. Tangan Rini pun dilingkarkannya di leherku dan membuat bibir kami menempel satu sama lain. Rini pun kemudian menciumku tanpa ragu. Aku pun membalas ciumannya. Ciumannya terasa semakin panas. Sepertinya ia sudah terhanyut dalam kenikmatan dan permainan ini.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd