Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Hamilin Aku Mas

Chapter 4. Ide Gila​

Rini duduk terdiam di sofa ruang keluarga. Ia tidak beranjak dari sofa sejak kami sampai di rumah tadi sore. Wajahnya terlihat muram. Matanya pun sembab karena ia menangis cukup lama sehabis pulang dari klinik kehamilan. Entah bagaimana perasaannya sekarang karena aku pun tidak berani menanyakannya. Aku lebih memilih untuk menyiapkan makan malam dan mendiamkannya sendiri dulu.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam, tapi Maya dan anakku tak kunjung datang. “Mungkin sebentar lagi mereka sampai, sebaiknya aku siapkan sekarang makan malamnya.” pikirku. Aku pun mulai menyiapkan makanan yang tadi sudah kubuat dan menatanya di atas meja makan. Empat buah piring lengkap beserta peralatan makan lainnya telah kusiapkan di atas meja.

Tak berapa lama, aku mendengar suara pintu pagar terbuka. “Ah, itu pasti mereka.” pikirku. Ternyata tebakanku benar, Maya dan Kinar sudah pulang. Maya kemudian membuka pintu dan Kinar langsung berlari kearahku. Kinar langsung melompat ke dalam pelukanku. “Papah!”

“Hai kesayangannya Papah!” kataku sambil mencium pipi anak kesayanganku. Tidak lupa aku pun menyambut kepulangan istriku dengan sebuah ciuman yang dibalasnya dengan hal yang sama.

Perhatianku pun kembali tertuju pada Kinar. “Kinar pasti lapar yah?” Kinar pun mengangguk-angguk menjawab pertanyaanku.

“Okei, tapi sekarang mandi dulu sebentar yah.”

“Yah…!” protesnya sambil manyun. “Mau makan dulu!”

“Mandi dulu yah, biar bersih dan gak gatel-gatel.” bujukku.

Akhirnya Kinar pun menyerah. Aku menggendongnya untuk menuju ke kamar mandi. Namun, sebelum itu aku melihat ke arah Maya. Aku memberikan isyarat kepadanya dengan menggunakan lirikan mata dan sedikit gerakkan kepala untuk menyuruhnya memeriksa keadaan Rini. Mungkin Maya lebih bisa menenangkan Rini yang sedang bersedih pikirku.

Maya tampaknya mengerti apa yang kumaksud dan ia segera menghampiri Rini. Sementara itu aku menggendong Kinar sampai ke kamar mandi. Sepanjang malam itu aku menemani Kinar, mulai dari mandi, makan malam hingga tidur malam. Untungnya Kinar anak yang mudah diatur dan sangat pengertian.

Akhirnya, sekitar jam setengah sembilan malam Kinar pun sudah tertidur lelap. Aku kemudian keluar dari kamar Kinar dan mendapati Maya dan Rini masih mengobrol. Mereka berdua masih belum menemukan solusi untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi oleh Rini. Namun, setidaknya kini Rini sudah terlihat lebih tenang.

“Rin, kamu tenang aja dulu yah. Coba nanti kakak bantuin kamu cari solusinya yah,” ungkap Maya sambil mengelus-elus punggung Rini.

“Mending sekarang kamu kasih tau dulu ke Abi kalau kamu menginap di sini sampai hari Minggu. Hari Minggu kan kita ada seminar, nanti berangkat bareng aja dari sini. Besok juga kita sama2 aja dari sini ke rumah mamah,” ucap Maya. Rini pun mengangguk menyetujui usulan kakaknya.

Syukurlah Rini sekarang sudah lebih tenang dan sedikit tersenyum, meskipun aku yakin dia masih memikul beban pikiran yang sangat berat. Namun, aku dan Maya berusaha untuk membuatnya lebih ceria dan mengalihkan perhatiannya sehingga ia bisa mengesampingkan dahulu masalah yang sedang membebaninya itu.

Keesokan harinya Rini sudah terlihat lebih ceria meskipun ia mengakui bahwa ia malas untuk bertemu dengan mamahnya. Sayangnya, kegiatan hari Sabtu ini sudah menjadi rutin yang tidak dapat dilewatkan di dalam keluarga Maya dan Rini karena sebenarnya tujuannya baik agar hubungan keluarga mereka tetap terjaga dengan baik.

Seperti hari Sabtu yang sudah-sudah Maya dan Rini sibuk di dapur. Tentu saja Kinar tidak mau ketinggalan. Ia senang membantu menusukkan daging menggunakan tusuk sate. Sementara itu aku banyak berbincang dengan Abi dan mertuaku. Hari ini Maya dan Rini membuat soto dan sate. Menu ini merupakan salah satu menu andalan Rini.

Seperti yang sudah kuduga, semua menyukai sate buatan Rini. Bumbunya menyerap ke daging dan membuat sate ini sangat lezat. Semua orang terlihat sangat lahap, saking lahapnya sampai-sampai Abi sempat tersedak ketika sedang makan. Rini pun sempat meledeknya,

“Pelan-pelan donk yang, kamu doyan apa kelaparan? Kaya gak pernah aku kasih makan.” Yang lain pun ikut tersenyum.

Untuk menu hari ini memang tidak perlu waktu lama untuk menghabiskan semuanya. Semua orang makan dengan lahap. Baru 45menit berlalu, tapi makanan di atas meja sudah bersih. Kami pun melanjutkannya dengan obrolan santai.

Menjelang sore akhirnya kami berpamitan untuk pulang. Seperti yang sudah dijanjikan, Rini pulang bersama kami. Saat hendak pulang aku melihat mertuaku berbisik kepada Rini dan Rini pun membalasnya dengan suara pelan hingga tidak ada orang lain yang dapat mendengarnya. Entah apa yang mereka bicarakan. Namun, dari raut wajahnya aku bisa melihat perasaannya begitu kesal. Aku pun langsung memalingkan pandanganku berpura-pura tidak melihat dan langsung menuju ke mobil bersiap untuk pulang.

Semakin sore udara terasa semakin panas. Sesampainya di rumah Kinar tidak henti-hentinya mengibaskan tangannya. Keringat bercucuran membasahi bajunya. Aku merasa kasihan melihatnya, sesekali aku bantu mengusap keringatnya.

“Ah, gimana kalau kamu berendam di bathtub? Mau ga Kin?” ide itu muncul ketika aku mencuci tangan.

“Mauuuu…” jawabnya panjang. Kinar terlihat sangat riang mendengar ideku.

Aku memenuhi bathtub dengan air hangat dan mengangkat Kinar masuk kedalamnya. Kuajak dia main sebentar dan kemudian membiarkannya main sendiri bersama dengan mainan-mainan kesayangannya yang ia ajak masuk ke dalam bathtub.

Akhirnya aku punya waktu kurang lebih satu jam untuk melakukan hal lainnya. Aku pun menuju ruang keluarga dan mendapati Maya dan Rini yang sedang mengobrol. Hasratku untuk ikut bergosip pun timbul. Aku memilih untuk duduk di seberang mereka berdua agar lebih enak untuk mengobrol.

“Iya kak, tadi aja mamah udah nanyain lagi. Gimana kamu udah isi belum?” Rini merubah gaya bicaranya mengikuti gaya bicara mamah. Kekesalan terhadap desakkan untuk segera hamil rupanya masih melekat dalam dirinya. Meskipun demikian, Rini bukan orang yang bisa melawan dan mengutarakan perasaannya dengan mudah. Alhasil ia hanya dapat diam saja jika berhadapan dengan mamah.

“Aku harus gimana lagi kak? Aku bingung,” keluh Rini.

“Hmmm… gimana yah? Ah, kalau gini gimana?” Maya langsung mendekatkan mulutnya ke telinga Rini.

“Pssssh…ppssst…pssstt” Aku tak dapat mendengar apa yang sedang Maya bisikkan. Namun, Rini tiba-tiba berteriak, “APA? KAKAK GILA YAH?”

Maya menoleh ke arahku dan sekilas aku melihat sebuah senyuman yang mengisyaratkan makna terselubung. Melihat senyumannya itu membuat perasaanku langsung tidak enak. Firasatku mengatakan sepertinya ada yang tidak beres dengan ide yang Maya bisikkan ke telinga Rini.

“Nggak dong Rin, justru kalau kayak gini kan kamu jadi bisa tau pasti seperti apa orangnya. Daripada dokter ga jelas itu. Coba kamu bayangin klo kamu sampe di blackmail gimana? Klo kamu sama Deva kan hal-hal kaya gitu bisa dihindari.”

“HAH? Bentar-bentar, apa maksudnya barusan?” aku langsung dibuat terkejut oleh ucapan Maya barusan. Mereka berdua pun langsung menoleh ke arahku.

“Iya mas, idenya Kak Maya gak masuk akal kan?” sahut Rini dengan cepat.

“Rin, coba kamu tenang dulu. Pikirin lagi deh sama kamu. Di kondisi kaya kamu saat ini kamu gak punya banyak pilihan. Lagi pula kalau kamu sama orang lain yang gak jelas bisa aja rahasia kamu ini malah nyebar kemana-mana. Coba deh kamu pikirin. Atau kamu lebih memilih buat menceraikan Abi?” poin yang Maya katakan ada benarnya, tapi kenapa aku? Bisa-bisanya istriku sendiri menyuruhku untuk menghamili adiknya sendiri. Dari mana dia bisa dapat ide gila seperti itu?

Rini terdiam dan mencoba untuk berpikir. Ia tertunduk, menggigit bibir bagian bawah dan memegang keningnya. Rini tampaknya sedang berpikir keras mencerna setiap kalimat yang baru saja diucapkan oleh Maya.

“Sebentar, jadi maksud kamu aku harus bercinta dengan Rini dan membuatnya mengandung anakku? Itu maksud kamu?” tanyaku berusaha memastikan kembali maksud dari perkataan yang keluar dari mulut Maya.

Maya melihat ke arahku dan mengangguk penuh keyakinan. Dari raut wajahnya aku bisa melihat keseriusannya. Tampaknya ia tidak sedang main-main dengan ucapannya. Tangannya kemudian menggenggam tanganku seolah berkata “Ayolah yang, demi Rini. Kamu mau kan?” Aku hanya bisa terdiam dan memikirkan semuanya, baik dan buruk serta konsekuensi atas ide gila istriku tersebut. Aku mencoba membayangkan semua kemungkinan terburuk yang dapat terjadi jika Rini mengikuti ide dari Maya. Namun tiba-tiba saja otakku berhenti bekerja tatkala aku mendengar suara Rini.

“Kak, aku pinjam Mas Deva yah.” ucap Rini sambil menatap ke arah Maya. Sontak aku terkejut mendengar perkataan adik iparku itu. Aku tidak menyangka ia akan menyetujui ide dari Maya.

Maya langsung melepaskan genggamannya dari tanganku. Ia kemudian menggenggam ke dua tangan Rini. Maya menatap mata adiknya dan memberikan sebuah anggukkan yang menandakan ia mengizinkan Rini untuk meminjamku. Rini langsung memeluk Maya dan berbisik, “Terima kasih kak.”

Aku tidak dapat menghindar lagi. Maya dan Rini sudah mencapai kata sepakat. Mereka berdua terus memohon dan merengek kepadaku. Mencoba meyakinkanku dengan sekuat tenaga. Tidak hanya istriku saja yang gila, ternyata adik iparku juga sama saja. Akhirnya aku pun harus mengalah dihadapan dua wanita ini.

Sebenarnya, bagiku hal ini tidak terlalu berpengaruh terhadap kehidupanku. Toh nantinya bukan aku juga yang hamil dan punya anak. Lagi pula anak ini tetap akan punya orang tua, tapi tetap saja suara hati kecilku mengatakan hal ini salah. Namun, akhirnya aku pun harus menyerah dan menutup mataku. Yang dapat kulakukan hanya mencoba mencari pembenaran dan tetap berpikir positif. Tampaknya sekarang aku harus menerima kenyataan kalau sekarang aku mendapat gelar baru, gelar sebagai ‘suami pinjaman’.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd