#9 Ibu Teringat Kejadian Semalam?
Hamidah semakin nyaman dengan pijatan Anwar, pegal-pegal di badannya mulai berkurang. Namun sesekali ia merasakan geli saat tangan Anwar menyentuh pinggangnya.
Hamidah pun makin tidak perasaan aneh pada Anwar. Tidak ada kecurigaan pada Anwar. Ia yakin Anwar tidak akan berbuat jauh. Ia seperti melupakan kejadian semalam.
Anwar terus bersemangat memijat ibunya. Hamidah terlihat menikmati pijatan Anwar.
Anwar lebih fokus memijat pinggang ibunya. Tekanan tangannya ia kurangngi. Kini jadinya jemarinya lebih seperti mengelus-elus tubuh ibunya.
Anwar yang bersila di belakang ibunya kemudian mendekatkan menempelkan badannya ke tubuh ibunya. Lalu mendekatkan mulutnya ke telinga kiri ibunya.
“Gimana ibu, enak pijatan Anwar,” tanya Anwar dengan nada berbisik.
Hamidah pun tak curiga Anwar tiba-tiba menempelkan badannya, karena secara bersamaan Anwar bertanya padanya.
“Enak nak, pegal-pegal di tubuh ibu sepertinya mulai hilang,” jawab Hamidah.
Tak terasa sudah sekitar 15 menit, Anwar memijat ibunya.
Mendengar jawaban ibunya, Anwar kini mengarahkan pelan-pelan tangannya ke bagian depan perut ibunya. Anwar seperti tak lagi memijat ibunya, namun seperti mengelus.
“Perut ibu gak kenapa-kenapa nak,” kata Hamidah, merespon tangan Anwar yang berada di perutnya.
“Gak papa bu, biar perutnya enak juga,” jawabnya sambil menarik tubuh ibunya ke belakang. Hingga posisi Hamidah bersandar pada dana Anwar.
Kini posisi Anwar seperti sedang mendekap ibunya. Sambil ia terus mengelus-ngelus perut ibunya dengan lembut.
Hamidah sebenarnya sedikit terkaget. Namun ia tidak menolak. Ia masih meyakini, apa yang dilakukan Anwar, bagian dari kebaikan Anwar yang peduli pada ibunya yang sedang sakit.
Anwar kini perlahan menaikkan tangannya ke arah payudara ibunya. Tangan Hamidah pun merespon dan memegangi tangan Anwar agar tidak naik lagi. Karena sedikit lagi, tangan Anwar akan meraih payudara ibunya,
Melihat respon ibunya, Anwar memberikan pertanyaan yang cukup mengejutkan Hamidah. Sekaligus mengubah momen malam itu.
“Ibu ingat kejadian semalam?” tanya Anwar. Hamidah kaget. “Kenapa nak?,” jawab Hamidah, tanya balik.
“Ibu marah? maafin Anwar ya,” jawab Anwar. Namun tangannya kini perlahan mulai menyentuh payudara Hamidah yang menggantung di balik daster. Tanpa BH. Tangan Hamidah masih tetap berusaha menahan tangan Anwar.
Hamidah diam sejenak beberapa detik. Pikirannya akhirnya teringat kejadian semalam. Teringat betul tubuhnya dinikmati oleh anaknya sendiri.
“Kenapa kamu lakukan itu pada ibu? tanya Hamidah.
“Anwar sayang sama ibu,” jawab Anwar. Hamidah hanya diam.
Tangan Anwar makin berani. Ia mulai meremas pelan payudara ibunya. Tangan Hamidah masih tak melepas tangan Anwar. Masih berusaha menahan, meski sepertinya sia-sia. Anwar tak menghentikan aksinya atau memindah tangannya.
Hamidah terdiam dengan jawaban Anwar. Jemari Anwar kini menyentuh puting Hamidah yang menyembul di balik dasternya. Anwar terus memainkan puting ibunya.
“Anwar mau lagi, bu,” kata Anwar. Hamidah menggelengkan kepalanya.
Anwar memang sengaja meminta untuk memijat ibunya, supaya bisa melancarkan aksi keduanya pada Hamidah.
Tangan Anwar lebih lembut kini meraba tubuh ibunya. Tak seagresif semalam. Meski Hamidah menggeleng, ia tak memberikan penolakan yang keras seperti semalam. Namun tetap ia memegangi tangan Anwar, seperti penanda agar Anwar tak melakukan yang berlebihan pada dirinya. Namun Anwar tak menghiraukan tanda itu.
Tubuh Hamidah yang tak begitu sehat, masih lemas, ia tak punya banyak tenaga untuk melawan anaknya. Ia masih bersandar pada dekapan Anwar.
Tangan Anwar mulai berani. Anwar meremas payudara ibunya dengan lembut. Sesekali puting ibunya ia pilin dari balik daster.
“Sebentar aja ya bu, keburu kakak dan adik datang,” kata Anwar. Hamidah pun masih terdiam. Tak menjawab satu atau dua kata pun.
Melihat ibunya tak merespon, Anwar kini mengangkat daster ibunya dan memasukkan tangannya ke dalam daster Hamidah. CD warna putih Hamidah pun terlihat. Tangan Anwar menyusup di balik daster.
Tangan Anwar kini meraba pinggang ibunya secara langsung. Hamidah bergoyang tubuhnya. Ia merasakan geli, lebih geli dari tadi, saat Anwar memijitnya dari luar daster.
Tangan Anwar terus meraba halus menuju payudara ibunya. Hamidah tetap terdiam dan mulai merasakan hal aneh pada tubuhnya. Perasaan yang lama tidak ia rasakan.
Hamidah tak lagi memegangi tangan anaknya. Kedua tangannya kini berada di samping. Anwar lebih luluasa, tangannya kini sudah meraih payudara ibunya. Dua-duanya ia pegang. Ia remas dan pilin puting ibunya.
Tubuh Hamidah kembali bergerak. Seperti menggelinjang. Tubuhnya juga serasa makin lemas. Seperti tak bertenaga.
Tak ada penolakan dari ibunya, membuat Anwar semakin berani lagi. Ibunya yang terlihat pasrah, tangan kanan Anwar kini turun dan berani memegang gundukan vagina ibunya yang terbungkus CD.
Hamidah tetap diam. Anwar pun mengelus-ngelus vagina ibunya dengan lembut.
(Bersambung)