Chapter 52
POV Shifa.
Setelah makan malam dan diajak keliling kota Jakarta oleh Angga. Aku akhirnya diantar pulang ke rumah, pulangnya larut malem banget lagi. Iyaa mungkin bagi sebagian orang gak terlalu larut, aku baru sampai rumah sekitar jam 1 pagi. Tapi untungnya besok hari minggu.
“Ayaaahh… Ibuuu… Aku pulaang. Maaf aku pulang terlambat hari ini,” ujarku sambil membuka pintu rumah yang belum dikunci. Aku tau aku akan dimarahi oleh kedua orang tuaku. Jadi aku mencoba gandeng tangan Angga, supaya aku gak dimarahin sendirian, hahaha.
“Sudah jam berapa ini, Shifa? Ayah gak pernah ngajarin kamu pulang larut seperti ini! Kamu itu diajarkan untuk hidup baik-baik! Maksimal pulang sampai rumah jam 10!” bentak ayahku sambil memarahiku. Namun sikap ayahku seketika berubah, ketika dia melihat Angga.
Angga dengan santunnya mengangguk pelan, dan meminta maaf telah membawa aku pulang malam. “Om… Tante… Mohon maaf, saya nganterin pulangnya kemaleman. Tadi Shifa sempat minta diajak jalan-jalan keliling kota dulu. Sama makan malam di pinggiran Sudirman.”
Ayahku yang menerima sikap Angga yang sopan, dia langsung gak jadi marah, hahaha. “Ohhh, Mas Angga toh? Ohh yaa saya kira Shifa pergi bareng siapa. Kalo Mas Angga kan sering main ke sini. Iyaa seenggaknya tenang deh, kalo memang perginya sama sahabat dekat.”
Ayahku itu paling gak bisa marah sama Sarah dan Angga. Karena aku sering cerita, kalo mereka berdua sering kasih aku uang. Bantuin aku bayar sekolah, dan juga sering nyenengin aku. Ayahku tau, dia gak bisa membahagiakan aku. Iyaa sebenarnya di mataku jelas bisa.
Ayah sering banget membuatku bahagia. Namun di pandangan ayah, kebahagiaan anak seumuranku itu yaa masih tentang uang. Ayah selalu berpikiran, kalo aku masih berpikir seperti anak-anak. Dan beliau yang juga kesulitan memenuhi kebutuhan hidupku, dia berterima kasih.
Dia merasa sangat berterima kasih, dengan Angga dan Sarah yang selalu membantu aku. Iyaudah akhirnya ayah gak jadi marah, aku langsung dibolehin masuk kamar. Dan Angga pun juga langsung pamitan pulang. Malam yang rasanya sangat indah, aku sempat foto berdua.
Sempat foto berdua dengan Angga, momen yang langka dan jarang banget. Gak nyangka aku bisa foto berduaan sama cowo idaman aku. Singkat cerita, aku dan Angga malah jadi semakin dekat. Banyak hal gak terduga, yang bisa aku lakukan berdua bersama dia.
Hubungan kedekatan kami berjalan selama 1 bulan, sepanjang liburan sekolah. Aku pun mulai nunjukin sifat manjaku ke Angga. Sifat manja yang gak bikin dia risih. Yang pasti laki-laki itu akan tunduk dengan diberikan perhatian dan pengertian. Iyaa itu kata ibuku dulu sih.
Selama liburan sekolah, aku dan Angga selalu pergi seminggu 2 sampai 3 kali. Aku udah berani cubit pipi Angga, udah berani ngelus rambutnya, udah berani ngelap keringetnya, dan melakukan berbagai perhatian. Yang selama ini pengen banget aku lakukan ke Angga.
Aku mencoba masuk ke dunia Angga, dan menjadikan aku salah satu dunianya. Tentunya dengan cara yang lembut, perlahan, dan penuh kasih sayang. Kalo kata orang-orang pelan gak masalah, yang penting sampai ke tujuan. Bisa dapetin apa yang menjadi tujuan aku.
Hingga akhirnya tepat 1 bulan setelah aku menemuinya di lapangan futsal. Aku inget banget waktu itu hari kamis malam. Sepulang kami berdua dari Ancol, aku sampai di rumah sekitar jam 10 malam. “Haaahhh… Badan aku cape dan pegel banget. Hari yang seruuu!”
“Hahaha, kamu main wahana banyak rasa takutnya begitu. Ayoo lah besok-besok, kamu harus lebih berani lagi. Iyaudah aku gak masuk ke rumah yaa. Titip salam aja buat kedua orang tua kamu,” jawabnya sambil buka kunci pintu. Dia gak ikut keluar lagi karena udah cape.
“Boleh gak? Aku posting satu foto aja kita berdua? Selama 1 bulan ini, aku punya puluhan foto berdua sama kamu. Rasanya aku pengen tunjukin ke dunia ini. Kalo aku bisa deket sama cowo kaya kamu,” tanyaku minta izin posting foto berduaan sama Angga.
Angga mengerutkan keningnya, dia keliatan bingung dan kemudian tertawa kecil. “Hahaha, kamu ini apaan sih? Yaa akun kan punya kamu. Upload yaa upload aja kalo kamu mau. Buat apa juga minta izin ke aku? Gak ada yang melanggar juga, dari kamu upload foto itu.”
Mendengar perkataan Angga, aku coba gombalin dan kasih kode sedikit ke dia. “Kalo aku minta izin buat nyayangin dan cintain kamu. Menurut kamu aku akan melanggar gak? Hahahaha.”
Keringet dingin sumpah aku ngomong begitu. Seorang Shifa? Yang biasanya ditembak cowo, sekarang harus kasih kode-kode ke cowo kaya Angga. Cowo yang super gak peka, cuek mampus, dan bodo amatan banget jadi orang. Iyaa siapa tau kan, namanya juga usaha hahaha.
Angga seketika ketawa geli, denger perkataank aku kaya gitu. Aduuhh, bukannya langsung direspon malah diketawain dulu. Iyaa tapi aku kan gak nembak Angga, cuma kasih kode aja ke dia. Siapa tau dia peka, dan melakukan sesuatu yang sesuai harapan aku?
“Hahahaha, iyaa aku minta maaf. Wajah kamu itu keliatan lucu banget ngomong begitu. Kenapa kamu gak percaya diri aja? Haruskah kamu ngomong malu-malu kaya gitu? Kamu minder sama diri kamu?” tanya Angga yang malah ngebahas tingkah dan sikap aku.
“Iyaa, aku sadar diri aja. Cewe secakep Sarah aja kamu tolak. Apalah aku yang cuma anak tukang warung. Sebenarnya aku ini orang yang cukup percaya diri. Tapi iyaa namanya orang harus tau diri juga kan?” jawabku yang langsung ngerendahin diri aku sendiri.
Aku tau Angga gak mungkin ngerendahin aku. Tapi entah kenapa tingkahku mulai kacau. Sedangkan Angga keliatan tenang-tenang aja. Udah biasa dia nempelin dan berhadapan sama cewe yang suka sama dia. Aku lagi diem, sambil termenung dengan pikiran yang gak karuan.
Udah mau buka pintu dan pergi aja dari mobilnya Angga. Malu aku, bodoh banget aku ini sumpah. Kalo waktu bisa diputer beberapa menit ke belakang, mungkin aku akan menunda bilang seperti itu. Terkesan kaya aku cewe murahan banget, dan gak sabaran sama cowo.
“I-Iyaudah, aku masuk dulu yaa. Sampai ketemu lagi setelah masuk sekolah.” Aku buka pintu, dan hendak keluar dari mobil Angga. Udah mau nangis aku rasanya, pasti nyampe kamar langsung nangis penuh rasa malu. Tapi pas aku hendak keluar dari mobilnya Angga.
Angga tiba-tiba narik tanganku dengan lembut, wajahku juga ikut ditarik olehnya. Gak ada basa basi dan omongan apapun. Angga langsung mencium bibir aku, sumpah langsung lemes aku. Jantungku berdebar kencang, bukan main deg-degannya. Wajahku memerah.
Selama 1 bulan kami dekat, kami berdua hanya bagaikan teman main bersama. Gak pernah ada kontak fisik, yang menunjukkan bahwa aku istimewa. Ciuman gak pernah, pelukan gak pernah, apalagi sampai berhubungan intim. Paling banter yaa pegangan tangan aja udah.
Malem itu, Angga mencium bibirku. Tubuhku juga dipeluk dan didekap dengan eratnya. Hangat, udara mobil yang dingin karena AC. Tidak bisa menembus hangatnya pelukan Angga. Badannya yang sangat besar itu, mampu menghangatkan hati dan seluruh tubuhku.
Kami berdua saling menempel bibir, selama 2 menit tanpa bergerak. Aku coba untuk menggerakkan bibirku, sedikit memainkan bibir bawah Angga. Dia menyambutnya dengan memainkan bibir atasku. Aku hisap bibir bawahnya, dengan penuh nafsu dan kasih sayang.
Bibirnya Angga lembut banget, pertama kali seumur-umur ciuman sama cowo. Langsung sama cowo yang kaya Angga. Kami berdua berciuman bibir selama 5 menit, waktu itu aku masih polos. Gak berani masukin lidahku ke dalam mulut Angga, kaya yang sering dilakukan Sarah.
Kedua tanganku memegang kedua pipinya, setelah selesai berciuman kami berdua bertatapan cukup lama. Aiihh, meleleh banget aku, merinding sampai ke sekujur tubuh. Angga tersenyum dan dengan ringannya dia berkata. “Mulai sekarang, jadi pacar aku yaa?”
Aku yang udah kaya anak kucing ilang, butuh indukan atau sosok yang mau ngerawat. Aku langsung mengangguk dengan polosnya.”I-Iyaa, tu—tunggu! I-Ini bukan mimpi kan? Jangan sampai setelah ini, aku terbangun dari tempat tidur. Dan ngeliat realita kehidupan yang pahit.”
“Hahaha, coba cubit pipi kamu sendiri yang keras. Kalo kamu terbangun dari tidur yaa nasiblah, hahaha. Kalo aku sih ngerasa ini bukan mimpi yaa? Udah kaya apaan aja, udah sering ditembak cowo kan? Masa ditembak aku sampai nanya ini mimpi apa bukan?” jawab Angga.
