Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG G I W A N G

BAB 20


Ari membuka tasnya lalu mengeluarkan laptop dari dalam dan menyalakannya.

"Lihat ini! Yang gue temuin adalah bukti bahwa Pak Santanu sedang mencari anak kandungnya. Gue menemukan video rekaman Pak Santanu yang sedang menyampaikan pesan pada anak kandungnya di luar sana. Kalau seandainya anak gadisnya yang sekarang anak kandungnya, mana mungkin Pak Santanu membuat video ini, benar kan?”

Azka terdiam mendengar itu. Ari langsung memutar video itu di laptopnya. Seketika muncul wajah Pak Santanu yang sedang duduk disebuah kursi dan sedang tersenyum menghadap kamera.

"Anakku… Dimanapun kamu berada, maafkan atas kelalaian Papa yang tidak bisa menjagamu dengan baik. Maafkan Papa juga yang telah membuatmu hidup menderita di luar sana. Ini semua terjadi diluar kendali Papa..."

Azka terpaku menatap wajah sedih Pak Santanu di dalam video itu.

"Papa terlambat mengetahuinya. Kenapa harus disaat kamu sudah tumbuh dewasa papa baru mengetahui semua ini…”

“Jika saja papa tahu sejak dulu... mungkin kamu sudah kembali pada papa dan mama sekarang ini..."

Tanpa Azka sadari, air matanya sudah jatuh menetes.

"Anakku… Jika video ini telah sampai padamu, itu artinya kamu memang terbukti sebagai anak kandungku. Papa tidak tahu, apakah besok masih diberi umur. Yakinlah… bahwa papa dan mama selalu merindukanmu, berharap kita bertiga bisa berkumpul bersama, memelukmu dalam dekapan kasih sayang kami”

Azka memalingkan wajahnya, matanya dipaksa terpejam kuat, mencoba menahan agar air matanya tidak semakin tumpah.

“Anakku… Ini adalah wasiatku pada orang-orang kepercayaan papa. Jika memang papa ditakdirkan harus meninggalkan dunia ini untuk selamanya. Papa tidak akan membiarkan hidupmu menderita kedepannya”

“Papa sudah menyiapkan segalanya untukmu. Kamu harus tetap hidup dan memiliki pendidikan tinggi agar kamu siap menerima semuanya, dan kamu bisa menaklukkan orang-orang yang ingin menjatuhkanmu. Semua warisanku papa serahkan kepadamu”

“Untuk itu, pantaskan dirimu menjadi orang yang berilmu, jika tidak tunggulah kehancurannya.”

Setelah itu, Azka mendengarkan permintaan Pak Santanu yang menyuruhnya pergi ke sebuah rumah tua yang terletak di daerah Soreang Bandung. Katanya di rumah itu semua surat-surat peninggalannya disimpan.

Rumah tua itu dijaga Adirata dan dialah yang akan mengurus semuanya. Santanu meminta untuk segera ke sana karena hanya Adirata lah yang tahu rumah tersebut. Di akhir video, pak santanu mengangkat selembar kertas, dimana tertulis alamat rumah yang dimaksud.

"Jadi selama ini, Adirata bersembunyi di sana? Dan sedang menungguku?” Batin Azka.

“Keliatannya lo baper ya? Sama gue juga ampe nangis lihat video ini. Jadi gimana, apa perlu kita sebagai orang luar turut membantu?” Tanya Ari.

“Gak ada salahnya kita cari tahu” Sahut Azka datar.

Dia sengaja menyembunyikan nya, tidak ingin orang lain tahu. Lagian kesempatan ini adalah jalan baginya mencari kebenaran akan statusnya. Dirinya sangat begitu penasaran.

“Apa gak bahaya toh?” Tanya Ari terkekeh mengikuti meme yang lagi viral di medsos.

“Mending kita skip aja ya, gak usah ikut campur masalah keluarga mereka” Ujar Ari memberikan saran.

“Kalau lu gak berani biar gue aja yang kesana!”

“Tapi lo mesti hati-hati, Az!”

"Ternyata bener ya Pak Santanu punya anak yang tertukar" Lanjut Ari.

"Gimana lo bisa dapet video ini?" tanya Azka penasaran.

"Awalnya gue ajak temen-temen sesama hacker buat ngehack data-data penting dari perusahaan Pak Dirga, rupanya semuanya terkunci dengan aman dan kita sama sekali gak bisa membobolnya, tapi ada satu data yang bisa kita buka, di dalam data-data itu ada riwayat kesehatan Pak Santanu dan istrinya, nah video ini terselip di data kesehatan itu” Papar Ari.

"Menurut lu, apa Pak Dirga sengaja melakukan ini? Dengan meletakan file video di data kesehatan yang gak dikunci? Dengan kata lain, dia sedang memasang perangkap?” Selidik Azka.

“Bisa jadi seperti yang lo pikirin! Tapi bisa jadi juga dia gak tahu tentang video tersebut” Jawab Ari.

Azka ingin pergi ke alamat rumah yang diberitahukan Santanu di dalam video tadi. Dia ingin mencari tahu apakah Adirata memang benar ada disana dan sedang menunggunya.

Ari mengemasi laptopnya.

“Yaudah, gue balik dulu! Kalau lo butuh apa, tinggal telpon aja gue."

"lya!" jawab Azka, "Makasih juga udah bantu gue."

"Sama-sama."

Ari langsung pergi dari kosan. Dan Azka langsung menghubungi Marwan.

"Salam Bahagia, Ketua Besar! Marwan siap menerima perintah!" sapa Marwan di seberang sana.

"Ajak Juki! Antarkan aku ke Soreang Bandung sekarang juga" Pinta Azka.

"Siap, Ketua Besar!!"

Azka langsung bersiap-siap setelah mencatat kembali alamat yang dia hafal setelah menonton video tadi.

Akhirnya Marwan datang dengan mobilnya. Rupanya bukan membawa Juki saja, Marwan juga membawa Nugi si bendahara Penguasa Macan Kumbang.

"Salam bahagia, Ketua Besar!” Nugi memberi sapa

"Maaf saya terpaksa ikut karena ini perjalanan jauh, jadi saya harus hadir untuk membantu semua biaya perjalanan kita, karena saya bendahara utama Penguasa Macan Kumbang".

"Tidak perlu mengeluarkan biaya dari markas" jawab Azka.

"Ini cuma urusan pribadi, jadi pakai biaya dari uangku saja."

"Tapi, Bang.."

"Jalan!" Sela Azka meminta Marwan untuk melajukan mobilnya.

"Siap, Bang!!" Marwan langsung melajukan mobilnya.

Azka duduk di bangku tengah bersama Nugi. Sementara Juki duduk di depan di sebelah Marwan yang mengemudi.. Mobil itu akhirnya melaju menembus jalanan kota Jakarta menuju Bandung.

-----------------------------------

Di dermaga para nelayan, Tuan Naga yang sedang mengenakan peci hitam dan berkaos partai sedang duduk di warung kopi sederhana dengan lelaki gemuk berkacamata bernama Muin. Mereka menatap laut yang berombak cukup tinggi sambil berbicara serius.

"Jadi anak itu sudah berhasil menyelesaikan masalahnya sendiri?" Tanya Tuan Naga.

"Benar, Tuan! Dia sudah menemukan cara untuk mengatasi masalahnya. Padahal kelompok naga sembilan sudah siap menyerang jika anak itu ditangkap saat pengepungan di rumah kosnya” Jawab Muin.

"Bagaimana dengan kuliahnya?"

"Dia sudah dikeluarkan oleh pihak kampus, tapi melihat cara dia menyelesaikan masalahnya, sepertinya tak lama lagi dia akan kembali kuliah" jawab Muin.

Tuan Naga menarik nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan.

"Rupanya dia sama cerdasnya dengan mendiang ayahnya." Tuan Naga mengangkat pecinya lalu membenarkan rambut berubannya dan memakai kembali pecinya.

Sayang ayahnya ceroboh, kalau saja dia tidak keluar dari Organisasi Cahaya Bumi, mungkin sekarang dia tidak akan mati sia-sia"

Muin hanya mengangguk-anggukan kepalanya saja.

Tuan Naga menyeruput kopi lalu meletakkan kembali gelas kopi itu di hadapannya.

"Bagaimana dengan Dirga? Apakah dia masih mencurigai anak itu sebagai anak kandung Santanu?"

"Sepertinya sekarang dia sudah mulai tidak yakin jika Azka adalah anak kandung Pak Santanu" jawab Muin.

Tuan Naga mengernyit, "Bagaimana bisa?"

"Kami telah mengirimkan sebuah video kepada Dirga" jawab Muin.

"Video apa?"

"Video saat Pak Santanu dan Pak Adirata menemui seorang anak lelaki di panti asuhan.”

Tuan Naga mengernyit mendengarnya.

“Video itu sebenarnya video rekayasa, Tuan! Sengaja dibuat untuk mengaburkan musuh-musuhnya!”

“Dan Dirga terpancing lalu membunuhnya!” Tebak Tuan Naga.

"Benar sekali, Tuan! Anak itu dibunuh oleh Dirga satu jam yang lalu. Mata-mata kita yang mengabarkannya padaku" jawab Muin.

“Kenapa videonya bisa berada di tanganmu?”

“Video itu, saya terima langsung dari Pak Santanu saat dia belum keluar dari Organisasi Cahaya Bumi”

"Kau mengorbankan seorang anak hanya untuk melindungi anak bau kencur itu?"

"Anak itu terkena penyakit kanker dan tidak lama lagi akan meninggal. Secara diam-diam saya sudah mendonasikan dua miliar untuk panti asuhan tersebut, sebagai bentuk kompensasi. Uang itu juga milik Pak Santanu yang dititipkan padaku saat memberikan videonya” Papar Muin.

"Jadi menurut saya tidak apa-apa untuk dikorbankan demi Azka, agar tidak diganggu lagi oleh pamannya yang biadab itu!"

Tuan Naga akhirnya tertawa, "Bagus! Dengan begitu Dirga tidak akan mengganggu anak itu lagi!"

Tuan Naga berhenti tertawa lalu menatap Muin dengan tatapan seriusnya.

"Tapi ingat, tugas kita bukan membantu anak itu untuk merebut kembali harta ayah kandungnya. Tugas kita hanyalah melindungi anak itu agar tidak ada satu tetes darahpun yang keluar dari tubuhnya!"

"Siap, Tuan Naga!"

"Dan ingat, ini bagian dari tugas kita, jika ada yang berkhianat membantu Dirga! Dipastikan akan mati, siapapun tak akan bisa menemukan mayatnya lagi" ancam Tuan Naga.

Muin gemetar mendengarnya. "Si... siap, Tuan Naga!”

Tuan Naga berdiri lalu pergi meninggalkan Muin menuju sebuah perahu yang akan mengantarkan lelaki tua itu ke sebuah villa di pulau terpencilnya.

Muin pun berjalan keluar dari dermaga menuju jalanan yang sudah ditunggu sebuah mobil mewah di sana.

-------------------------------------

Sebuah mobil melintasi jalanan yang di kiri dan kanannya adalah area persawahan yang menguning. Di dalamnya Azka membuka jendela.

Dia menikmati angin sawah yang menyapu wajahnya dengan lembut. Mereka sudah tiba di jalanan Soreang dan tengah menuju sebuah alamat.

Saat hampir tiba di alamat rumah tersebut. Azka meminta Marwan untuk menyetir pelan, karena Azka ingin mengawasi rumah itu. Dia khawatir rumah itu sudah dikuasai oleh Dirga.

Dan benar saja, saat mereka melewati gerbang rumah tua yang di halamannya ditumbuhi pohon rambutan dan nangka, rupanya rumah itu sudah dijaga ketat oleh anak buah Dirga. Azka pernah melihat salah satu penjaga diantara mereka saat dia menyelamatkan Suripto.

"Cari warung kopi" pinta Azka.

Marwan, Juki dan Nugi heran karena Azka tidak jadi memasuki rumah itu. Akhirnya mereka turun di warung yang sudah agak terbengkalai. Mereka bertiga turun dan duduk-duduk disana.

"Memangnya kenapa bang?" tanya Juki.

"Kenapa abang tidak jadi masuk ke rumah itu? Kalau ada sesuatu, saya bisa memanggil pasukan Macan Kumbang untuk di wilayah Soreang ini.”

Azka melirik pada Juki, “Ada juga anggota macan kumbang di daerah ini?” Tanya Azka memastikan karena dirinya juga baru tau.

“Ada bang! Banyak anggota kami yang tinggal di Bandung. Saya tinggal kontak mereka untuk membantu kita.”

“Kalau gitu coba tanyakan, apakah ada yang tinggal di dekat perumahan disini.”

Setelah Juki menyebarkan whatsapp pada anggotanya di komunitas bandung, barulah dia mendapatkan jawaban.

“Maaf bang! Tidak ada anggota Macan Kumbang yang tinggal di dekat sini. Tapi ada anggota yang punya teman yang tinggal di dekat sini”.

"Kalau begitu suruh anggota tersebut untuk menelpon temannya itu dan tanyakan siapa pemilik rumah tua itu”

"Baik" Jawab Juki.

Komandan Penguasa Macan Kumbang menghubungi temannya. Setelah mendapatkan informasi yang diinginkan Azka, dia menyimpan handphone-nya dan segera memberitahukan.

"Katanya rumah itu sudah dimiliki oleh pengusaha di Jakarta yang bernama Dirga."

Azka terhenyak mendengar itu. Tapi dia ingin membuktikan langsung. Dia ingin mendengar langsung dari para penjaga rumah itu.

Azka berdiri, "Kalian tunggu di sini!"

Marwan, Juki dan Nugi terheran.

"Abang mau kemana?"

"Ada urusan sebentar!" jawab Azka.

"Kami temani!" pinta Juki.

"Tidak perlu! Tunggu aku di sini saja" tegas Azka.

Marwan, Juki dan Nugi terpaksa menuruti permintaan ketua besar mereka.

Azka berjalan menuju rumah tua itu sambil mengeluarkan slayer penutup wajah dari saku celananya, lalu memakainya saat sudah jauh dari anak buah. Azka berbelok ke sebuah kebun lalu memasukinya dan menuju tembok belakang rumah yang tingginya satu setengah meter.

Kemudian Azka memanjat tembok itu dan mendarat di lahan kosong, tak jauh darinya ada seorang penjaga yang sedang kencing dari balik pohon.

Mendengar suara ke debug saat Azka mendarat, penjaga itu terkejut dan segera menarik resletingnya, tapi naas justru kulit burungnya malah terjepit.

Melihat penjaga itu mengerang kesakitan, Azka segera mendekat dan memiting kepalanya.

Sontak penjaga tersebut berusaha melepaskan kuncian di lehernya sambil menahan rasa perih kulit burungnya yang terjepit. Entah perbuatan buruk apa yang dilakukannya di masa lalu, sehingga si penjaga itu mendapat karmanya sekarang ini.

"Diam! Dan jangan berontak!!”

"Siapa pemilik rumah ini sekarang?" bisik Azka.

"Si.. siapa kamu?" Tanya penjaga dengan menahan rasa sakit.

“Jawab saja! Kalau tidak, kupatahkan lehermu!!” Ancam Azka.

Sakit bercampur takut si penjaga berkata, “Milik Pak Dirga”

KRAKK!!

Si Penjaga tak menyangka dirinya akan mati sia-sia seperti itu. Matanya terbuka menyalak.

Azka bergegas memanjat tembok lagi dan kembali berjalan menuju anak buahnya yang masih menunggunya di warung.

Azka membuka slayer penutup wajahnya dengan geram. Dia tidak menyangka rumah itu sudah dikuasai oleh Dirga. Azka pun menarik kesimpulan bahwa Dirga memang sengaja memasang perangkap melalui video tersebut.

“Apa karena alasan ini, pak adirata sampai harus menghilang? Karena merasa bersalah tidak bisa menyampaikan amanat Pak Santanu?”

“Kurang ajar si Dirga keparat itu, ternyata dia lebih dulu tau. Sekarang apa yang gue harus kulakukan?”

Saat Azka tiba di hadapan Marwan, Juki dan Nugi, dia mengajak mereka untuk kembali ke mobil lalu kembali ke Jakarta.

Saat Azka sudah berada di dalam kamar kosnya, dirinya duduk termenung di pinggiran kasur. Sekarang dia sudah tahu alasan apa yang membuat Adirata menghilang.

Saat tengah merenungkan hal itu, Ari menghubunginya dan Azka langsung mengangkatnya.

“Hallo” Sapa Azka.

"Cek di internet! Boby sudah menggelar konferensi pers soal video perundungan lo!" Kata Ari dari seberang sana.

Azka bergegas searching di internet untuk mengetahui apa yang dikatakan Boby di konferensi pers itu. Saat menemukannya, dia langsung menonton.

"Rekaman cctv itu sengaja di cut dan diedit oleh orang yang ingin menghancurkan nama baik sahabatku" Ujar Boby.

“Azka adalah sahabatku, aku mengenalnya sejak SMA. Kami mencintai gadis yang sama. Hari itu kami berantem di kampus karena gadis itu lebih memilihku di banding sahabatku”

“Sebelum Azka memukulku, aku lebih dulu memukulnya. Jadi perkelahian kami bisa disebut seimbang karena kami saling membalas.”

“Aku menginformasikan bahwa video itu bukanlah perundungan. Melainkan perkelahian antar sahabat dan sekarang kami sudah kembali akur”

“Aku tidak berniat melaporkan Azka ke polisi. Dan dengan ini aku mengatakan bahwa Azka akan kembali kuliah di Kampus Nusantara seperti biasanya, jadi mohon jangan anggap sahabatku itu sebagai perundung lagi."

Boby langsung pergi dari hadapan wartawan. Azka tersenyum kecut melihat video itu. Dia tidak menyangka Dirga menyuruh Boby menggunakan cara itu.

Tapi setidaknya, Azka sekarang sudah tenang. Teman-teman di kampusnya pasti tidak akan menganggapnya sebagai perundung lagi.

"Paman Dirga!! Tunggu saja, aku akan membalas semua perbuatanmu pada ayahku!" Gumam Azka sambil mengepalkan tinjunya.

----------------------------------------

Dirga duduk di hadapan managernya yang membantu mengelola Nusantara Group. Lelaki itu bernama Nasution.

"Rupanya selama ini saya sudah salah sasaran" ucap Dirga.

"Anak yang bernama Azka itu bukanlah anak kandung Santanu!”

Nasution mengernyit.

"Memangnya bapak sudah menemukan anak kandung aslinya?"

Dirga terbahak.

“Anak kandung Santanu, sudah aku bunuh!”

“Benarkah?"

"Anak buahku sudah menemukan dia telah mendapatkan bukti yang akurat. Sekarang tidak ada lagi penghalang bagiku untuk meneruskan Nusantara Group. Sekarang tinggal mencari keberadaan Adirata saja untuk merebut tabungan rahasia kakakku.”

“Setelah menemukannya, semua harta milik Santanu akan menjadi milikku semua!”

Dirga tertawa puas.

Nasution tampak ikut senang, "Selamat, Pak!"

"Untuk itu, semua Perusahaan Nusantara Group aku percayakan padamu untuk mengurusnya! Bila perlu harus lebih maju lagi dari sebelumnya" pinta Dirga.

"Kau sendiri tahu, aku tidak begitu jago mengurusi bisnis ini!"

"Siap, Pak!" Jawab Nasution.

"Apa kau sudah mendapatkan semua data dari kampus, siapa saja mahasiswa dan mahasiswi baru yang berpotensi untuk membantu perusahaan kita ke depannya? Tentu mereka yang sudah teruji dan bisa dipercaya untuk bekerjasama dengan kita saat mereka sudah lulus nanti!”

“Itulah tujuannya didirikan kampus ini. Jangan sampai mereka direkrut oleh perusahaan lain, mereka sudah kuliah di universitas kita yang sudah teruji terbaik di negeri ini!" Papar Dirga.

"Sementara ini hanya ada satu mahasiswa yang sangat menonjol kecerdasannya di kampus kita, Pak!” Jawab Nasution.

Kecerdasannya di atas rata-rata. Bahkan kata kepala jurusan, pengajuan konsep bisnis yang dipresentasikannya saat ujian mata kuliah mendapat nilai yang sempurna dari penguji yang didatangkan langsung pihak kampus dari luar negeri."

"Siapa mahasiswa itu?" Dirga penasaran.

"Namanya Azka, Pak. Yang kemarin viral karena bermasalah dengan anak bapak”

Mata Dirga membulat, "Apa tidak ada yang lain selain dia?"

Nasution menggeleng.

"Ilmu bisnisnya sudah diatas rata-rata, itu menurut para dosen saat menyaksikan presentasi makalah materi perkuliahannya di kelas! Dia aset untuk perusahaan Nusantara Group, Pak. Sepertinya harus diperhatikan dan kita tunggu bagaimana nilainya saat kelulusan nanti."

Dirga tampak tidak terima, "Aku yakin masih ada mahasiswa dan mahasiswi lain yang belum menunjukkan diri saja! Untuk anak itu, aku tidak setuju jika harus direkrut di perusahaanku!”

Biarkan saja dia menyelesaikan kuliahnya, setelah dia lulus nanti, biarkan dia mencari jalan nya sendiri."

"Tapi apa bapak tidak khawatir akan kehilangan emas berharga? Jika anak itu direkrut perusahaan lain dan mampu mengguncang perusahaan bapak. Jelas itu akan menjadi masalah, Pak!” Ujar Nasution.

Dirga menggebrak meja, “Tidak ada yang bisa menghancurkan perusahaanku! Dan aku tidak peduli dengan anak sialan itu! Cari mahasiswa lain, jika berprestasi langsung rekrut saja!”

Nasution terdiam.

-------------------------------------

Azka dikagetkan oleh suara Kurir di luar kamar kos. Dia bergegas keluar karena khawatir itu paket misterius dari Organisasi Cahaya Bumi lagi. Namun saat dia keluar, rupanya hanya paket berupa surat saja dari pengirim tak dikenal.

Saat Azka membukanya, dia terbelalak ternyata isinya sebuah surat yang mengatasnamakan Cafe Syifa Hadju.

"SURAT PENOLAKAN RESIGN?" Pekik Azka tak percaya.

Tanpa membaca isi suratnya, Azka langsung meraih handphone-nya lalu menghubungi nomor Syifa.

"Halo, dengan Syifa di sini, ada yang bisa dibantu?" jawab Syifa dari seberang sana.

"Maksudnya apa ngirim surat penolakan resign ke gue? Kemaren kan udah jelas kalo gue menyatakan keluar dari cafe dan selama enam bulan kedepan tidak sesuai dengan konsep yang udah gue buat, maka gue bakal ganti semua kerugiannya” Kata Azka.

"Lo lupa dengan isi perjanjian kontrak yang lo udah tandatangani?" Kata Syifa.

"Perjanjian yang mana?" Tanya Azka.

“Cek di nomor sepuluh!” Pinta Syifa.

Azka terdiam, otaknya mulai beroperasi mencari file-file yang tersimpan di otaknya.

No. 10 : DILARANG MENGUNDURKAN DIRI SELAMA ENAM BULAN KEDEPAN TANPA ALASAN APAPUN. JIKA MELANGGAR WAJIB MENGGANTI RUGI SEPULUH KALI LIPAT DARI JUMLAH BIAYA PROYEK YANG SUDAH DIKELUARKAN

Azka menghela nafas saat sudah mengingatnya.

“Emang iya gitu?” Tanya Azka.

"Katanya cerdas? Surat perjanjian aja nggak dibaca dengan teliti? Gimana sih?"

"Kalo gue tetep mau resign gimana?"

"Cek nomor terakhir!"

"Sebutin aja! Males gue ngingetnya!”

"Jika melanggar perjanjian maka akan dilakukan proses hukum sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku!" Tegas Syifa.

Azka langsung mematikan handphone-nya dengan kesal.

Tak lama dari itu handphonenya berbunyi lagi. Syifa kembali menghubunginya dan Azka dengan malas mengangkatnya.

"Maksud lo matiin telepon dari bos lo, apa?" Tanya Syifa kesal.

"Kepencet!" Jawab Azka ngasal.

"Pokoknya nanti malam lo wajib dateng ke cafe! Kita harus melanjutkan meeting untuk buka cabang di Bogor! Kalau gak datang dan tetap pengen resign, gue udah siapin pengacara untuk memproses hukumnya!"

"Tapi gue anggota preman! Nanti kalau musuh-musuh gue pada dateng ngancurin cafe lu, emang mau?" ucap Azka menakut-nakuti.

“Ehh… Eee… Gue gak peduli! Gue juga bisa sewa banyak preman buat jagain cafe gue! Jadi biarin preman lawan preman yang berantem!”

"Gue perundung! Nanti pramusaji di cafe lo pada bonyok gimana?"

"Gue gak percaya!" Ketus Syifa.

Azka bingung, mencari alasan lain agar Syifa membiarkannya resign tanpa harus memprosesnya ke jalur hukum. Dia berpikir, lalu setelah menemukan solusi, dia kembali bicara pada Syifa.

"Gue psikopat! Kalau jiwa psikopat gue muncul gimana? Lo gak takut?”

“Aduuuh… Dibilang gue gak percaya! Kalau emang lo itu sikopet! Udah lama gue mati jadi daging rebus!” Jawab Syifa dengan sebel.

“Pokoknya nanti malam gue tunggu di cafe! Titik! Gak pake koma!!”

Kali ini Syifa yang lebih dulu mematikan handphone-nya dari seberang sana. Azka menghela napas dengan kasar.

"Gimana?" Tanya Udin yang duduk di dekat Syifa di dalam cafenya.

"Aman! Temen lo gak bakal bisa berkutik lagi! Dia bakal kembali kerja di cafe ini" Jawab Syifa.

"Yess!" Udin malah kegirangan.

Syifa mengernyit, "Kok elo yang kesenangan?"

"Soalnya gak seru kalau gak ada Azka di cafe ini. Gue udah lama kenal sama dia. Udah kayak pasangan gitu, ibarat kata habis boker gak cebok, rasanya gimana gitu!”

Syifa yang sedang mengunyah pasta di mulutnya langsung tersedak.

“Waduh gawat! Bisa dipecat nih gue. Kabur ah…” Kata Udin sambil melipir menjauh.

Hari itu tak terasa waktu sudah menjelang malam.

"Mbak! Mbak!" Panggil Udin setelah mengetuk ruang kerja Azka.

Syifa membuka pintu dengan mengangkat piring plastik di tangannya.

“Kenapa? Mau gue kemplang lagi?”

"Gak mbak, saya kan tadi pagi udah bilang minta maaf! Itu.. saya cuma mau kasih tau kalau Azka udah datang!”

“Azka sudah datang?” Raut jelek Syifa langsung berubah girang.

Dia langsung berlari kecil ke depan, mengintip dari balik kaca. Melihat Azka turun dari ojek online mengenakan pakaian biasa. Syifa mengernyit heran melihat Azka tidak mengenakan pakaian seragam yang dibelikan dirinya.

Syifa berjalan menuju pintu masuk cafe lalu menghadang jalan Azka yang hendak masuk kedalam.

"Kenapa pakaian seragamnya gak dipake?"

Azka menatap wajah Syifa dengan kesal.

“Kalau elu masih mau gue kerja disini, bebasin gue pake pakaian apa aja!" Jawab Azka lalu melangkah masuk ke dalam cafe.

Syifa senyum-senyum sendiri lalu bergegas menyusul Azka ke dalam sana dengan girang.

Saat Azka hendak memutar gagang pintu ruang kerjanya, Syifa menahannya agar tidak masuk kedalam. Dirinya akan merasa malu karena meninggalkan jejak kesehariannya di ruangan tersebut.

“Minggir, gue mau masuk!” Pinta Azka yang merasa heran.

Dengan tenang Syifa menjawab, "Meetingnya di ruangan gue aja!”.

"Sekarang juga meetingnya?"

"lya! Bawel ah" Jawab Syifa.

"Gak ada waktu lagi, gue cuman punya waktu satu jam di sini, setelah itu gue mau shooting sampe pagi."

“Lo duluan ke sana, nanti gue nyusul!”

Tanpa curiga, Azka pun mengiyakan.

Setelah Azka pergi, Syifa meminta salah satu pramusaji untuk membersihkan ruangan kerja Azka. Setelah itu dia bergegas menuju ruang kerja pribadinya di lantai atas.

"Jadi gimana?" Tanya Azka yang keduanya sudah berada di dalam ruang kerja Syifa.

Syifa mengeluarkan kertas print yang sudah dibuatnya seperti makalah dari dalam laci meja kerjanya lalu menyerahkannya kepada Azka.

"Itu foto-foto bangunan tempat yang akan dijadikan lokasinya" Jawab Syifa.

"Silakan dicek dan gue pengen denger langsung menurut lo konsepnya gimana?"

Azka mengamati satu persatu foto tersebut berikut keterangan di setiap fotonya.

"Ini gak bisa dibuat kayak di Cafe sini!" Ucap Azka.

Syifa mengernyit, "Hah? Harus beda lagi?"

"lya" jawab Azka.

"Kalo beda, bukan Cafe Syifa Hadju dong namanya? Kan setiap cabang biasanya berisi menu dan konsep yang sama kan?" Protes Syifa yang masih tidak mengerti.

"Terlalu sempit kalau pola pikir lu seperti itu!” Sahut Azka.

“Dengerin gue! Lokasi ini di pinggir jalan raya kota bogor. Lu tau kan kota bogor adalah kota wisata? Pastinya akan banyak dikunjungi oleh berbagai kalangan baik dari kelas bawah hingga kelas atas”

“Untuk kelas atas mereka biasanya mencari restoran yang terlihat mewah dan nyaman untuk menyegarkan mata mereka."

Syifa terdiam dan fokus mendengarkan penjelasan Azka.

"Jika elu bangun lokasi disini, ini bisa menargetkan pengunjung kelas menengah atas, karena dibelakang bangunan yang akan dibuat nanti menghamparkan pemandangan gunung salak dan rumah-rumah penduduk. Itu bisa dijadikan penyegaran untuk mata pengunjung”

“Kasarnya kalau lu mau serakah, lu bisa juga menggaet para calon pengunjung kelas bawah dengan menambahkan kios-kios di dalamnya. Kios itu menjual berbagai olahan makanan dan cinderamata sebagai oleh-oleh. Karena biasanya di lokasi ini dijadikan tempat mencari makan para wisatawan yang baru turun dari puncak atau persinggahan dari orang-orang yang baru saja liburan di Kebun Raya dan tempat-tempat lainnya."

"Oke!" Syifa dengan semangat menanggapi pemaparan Azka.

"Oke oke… emang elu udah yakin dan bakal maju bangun cafe di bogor? Cafe lu yang ini kan masih dalam pengembangan. Saran gue, mending lu fokus dulu aja di cafe ini, kalau dirasa sudah untung dan balik modal baru elu buka cabang di sana”

"Emangnya kenapa?"

"Biar lebih fokus dan tidak gegabah saja!” jawab Azka.

"Kecuali memang modalnya bukan dari pinjaman bank. Karena kalau dari hasil meminjam ke bank, sementara Cafe ini saja masih dalam tahap pengembangan, maka resiko yang dihadapi sangat tinggi. Banyak pengusaha yang bangkrut karena terlalu berani menantang resiko."

"Modal yang gue keluarin buat cabang baru, bukan dari pinjaman bank kok, tapi dari tabungan gue. Cafe yang ini juga dari tabungan gue” Kata Syifa.

"Bagus! Tapi apakah elu sudah menyiapkan kebutuhan jangka panjang dan massa pensiun?”

"Ngapain lo nanya itu? Emang ada hubungannya?"

"Pebisnis yang baik, dia akan fokus memajukan di satu bisnisnya hingga memiliki tabungan yang cukup untuk masa tuanya, setelah itu baru dia mengembangkan bisnis-bisnis baru atau cabang dari bisnisnya itu!"

“Apalagi jika modal awal hasil dari pinjaman bank, dia wajib melunasinya hutangnya dulu lalu menyiapkan untuk masa tuanya dan baru mulai ke pengembangan usahanya”

"Kayaknya gue baru denger petuah ginian! Di materi kuliah gak ada tuh?" Kata Syifa terheran.

Azka melanjutkan.

"Itu untuk keselamatan diri pebisnis dari resiko kebangkrutan. Ya kalau masih hidup sampai hutangnya lunas, kalau meninggal di tengah jalan? Anak istrinya yang bakal mewarisi segala hutang piutangnya, belum lagi yang mewarisi mengerti bisnis, bakal makin runyam!”

Syifa menelan air liur merasa ngeri mendengarnya.

“Gue udah kasih gambaran, selebihnya elu yang mutusin!” Kata Azka.

“Ya..ya.. yaudah gue serahin ke elo aja”

“Kok gue? Gue kan udah ngurus cafe yang ini!” Protes Azka.

“Ya gimana lagi, lo yang ngerti! Pokoknya besok konsepnya udah harus jadi, biar gue langsung transfer uangnya!” Jawab Syifa sembari berdiri dan meraih tasnya.

Azka terbelalak, "Besok pagi?!"

“Iya! BE…SOK…PA…GI… Denger gak?”

“Gak bisa gitu dong! Udah nyerahin ke gue! Minta cepet lagi! Gak sekalian aja lu tusuk gue pakai pisau!!” Dengus Azka.

"Seminggu kalau mau! Cafe ini aja lu kasih waktu seminggu ke gue!" protes Azka.

"Seharusnya ini udah kelar lama! Karena insiden pengejaran musuh-musuh lo itu yang gak jelas di kota Bogor, jadi terhambat!" Jawab Syifa.

"Jadi nyalahin gue?”

"Siapa yang nyalahin elo?" Syifa mengelak.

Pokoknya besok udah kelar. Gue cabut dulu mau shooting! Bye-bye!"

Syifa keluar dari ruangan itu. Azka menghela napas lalu bergegas turun dari lantai dua menuju ruangannya.
Menuangkan segala konsep yang ada di dalam otaknya, menuliskannya dalam lembaran kertas hvs lembar demi lembar.

Dalam kesibukannya membuat konsep, Udin masuk membawakan segelas kopi dan meletakkannya di atas meja.

Azka terheran, "Gue kan gak pesen kopi?"

"Nyonya besar yang nyuruh bikinin, katanya biar Tuan Azka gak ngantuk!" Jawab Udin.

Azka mengernyit, "Nyonya besar?"

"Siapa lagi kalau bukan pemilik cafe ini! Ah Cieeee!" Canda Udin.

Azka bangkit dari tempat duduknya lalu mendorong Udin keluar paksa dari ruangannya, lalu mengunci pintunya dari dalam.

"Pisang bakar kejunya belum nih! Tadi disuruh dibikinin juga!" teriak Udin di luar sana.

"Gak usah! Sana kerja!" teriak Azka.

Setelah tak terdengar lagi suara Udin di luar sana. Sesaat kemudian Azka memandangi kopi yang sudah tersaji di meja kerjanya. Tak lama kemudian dia tersenyum sendiri karena sedikit tersentuh mengetahui Syifa meminta Udin untuk menyediakan kopi untuknya.

Tak lama, senyumnya padam. Azka memukul mukul kepalanya pelan.

"Gak boleh baper! Tujuan utama lebih penting dari perasaan!" gumam Azka lalu kembali fokus membuat konsep.

---------------------------------------

Syifa baru saja selesai shooting di sebuah taman kota. Dia curiga dengan dua orang yang bertubuh kekar yang sejak tadi seperti mengawasinya dari kejauhan.

Diam-diam dia mengamati dua orang bertubuh kekar itu, dia teringat saat diantar dua bodyguardnya tadi ke lokasi shooting, dua lelaki kekar itu membuntuti dengan motor di belakang laju mobilnya.

"Apa dia sengaja ngikutin gue ya?" Gumam Syifa dalam hatinya.

Seketika dia was-was untuk keluar dari area lokasi shooting. Di sana masih ada dua aktor yang sedang shooting dipandu oleh sutradara.

Syifa dengan terburu-buru menghampiri bodyguardnya.

“Kalian lihat itu! Dua orang bertubuh kekar yang duduk di tukang mie ayam” Tunjuk Syifa.

"Sadar gak sih kalian berdua, kalau mereka sedari tadi merhatiin gue!”

"Mungkin mereka ngefans sama Non!" sahut salah satu bodyguardnya.

"Gak! Gak mungkin! Dia pasti anak buah Boby! Kalian tolong diam-diam samperin mereka dan tanya siapa mereka" pinta Syifa.

"Siap Non!" Dua bodyguardnya langsung pergi.

Syifa duduk di dekat sutradara yang sedang mengarahkan dua aktornya yang hendak berakting berkelahi di taman kota itu.

Tak lama kemudian handphone Syifa bergetar. Syifa menjauh dari sutradara lalu mengangkat telepon dari bodyguardnya itu.

"Orangnya udah berhasil kita tangkap satu, Non! Sekarang lagi di bekep sama kita berdua di dalam mobil" Lapor Bodyguardnya di seberang sana.

"Ngapain kalian bekep? Gue pengen kalian tanya aja mereka siapa!"

"Tapi pas kita tanya dia langsung ngelawan, Non. Kita sampai berkelahi. Benar kata Non, kayaknya mereka orang suruhan Boby.

“Non buruan kemari! Biar tanya langsung"

Syifa merasa takut, "Gak! Ntar malah dia berontak lagi!"

"Gak bakal, Non! Non tenang aja! Buktinya kita berhasil lawan dia. Meski yang satunya gak ketangkep!”

"Yaudah! Tunggu gue di sana!"

"Siap, Non!"

Syifa mengatur nafas agar tenang. Lalu dia meraih tasnya dan memperhatikan tasnya sebentar. Dia berpikir tasnya akan mampu membuat preman itu pingsan jika dia memukulnya dengan tas kulit asli jikalau preman itu memberontak.

Setelah mengumpulkan keberanian, akhirnya dia berjalan menuju parkiran mobil. Saat Syifa sudah masuk kedalam mobilnya, dia melihat dua bodyguardnya sedang mengapit lelaki kekar yang di jeragal dengan kuat. Kepalanya ditutupi kresek hitam.

"Buka aja plastiknya, Non!" pinta Bodyguardnya.

Syifa langsung menarik kantong plastik hitam yang menutupi kepala preman itu.

“Non Syifa?” Seru Preman itu.

"Kamu siapa? Dan kenapa ngikutin aku?" tanya Syifa.

"Maaf, Non Syifa. Saya… saya….." jawab preman itu ragu.

"Buruan jelasin!" Bentak bodyguard.

"Saya sebenarnya disuruh Bang Azka buat jagain Non Syifa dari jauh”

Mulut Syifa terbuka lebar, “Hah??”

“Bener yang kamu bilang barusan?” Tanya Syifa memastikan.

“Saya gak bohong Non, beneran sumpah!”

“Lo kenapa gak bilang dari awal? Kita kan gak harus berantem tadi!” Sela Bodyguard.

“Lo main kasar duluan! Dateng-dateng langsung ngajak ribut! Gue jadi emosi!” Sahut si preman.

“Udah jangan ribut!!” Syifa menengahi.

Lalu Syifa menanyakan kebenaran pada Bodyguardnya itu.

“Maaf, Non! Tadi kita itu diam-diam dengerin mereka lagi bisik-bisik soal, Non! Kita berasa curiga jadinya, langsung saya tendang aja tuh Non, gelas kopinya!”

“Nah… Dengerkan Non! Emang songong dia mah!” Sahut preman itu.

“Gue gak tau bahlul!!” Protes Bodyguard gak terima.

“Diam!!” Bentak Syifa

“Awalnya saya melawan karena emosi, tapi lama-kelamaan saya menyadari bahwa mereka berdua ini adalah pengawalnya Non Syifa, jadi saya mengalah karena takut di omelin Bang Azka nantinya.”

"Enak aja ngalah! Emang lo nya aja yang gak bisa ngalahin kita!" protes Bodyguard lagi.

“DIAM!!” Dan lagi Syifa menengahi.

Ketiganya langsung terdiam mengkeret bagai ayam sayur. Yang satu takut dilapori dan yang dua takut kena pecat.

“Kalau Non Syifa gak percaya, silahkan telpon bang Azka sekarang. Bang Azka bilang, tiap kali Non Syifa shooting kita harus jagain dari jauh” Kata Preman itu.

Syifa tampak senang mendengarnya. Dia tidak menyangka Azka diam-diam sekhawatir itu pada dirinya.

"Emang beneran, kalau Azka itu preman sepertimu?” Tanya Syifa selidik.

Preman itu hanya diam karena bingung mau menjawab pun nantinya akan serba salah.

"Aku bukan orang lain loh! Kalo orang lain, mana mungkin Azka nyuruh kalian buat jagain aku kan? Jadi kalo ngasih tahu rahasianya, bakal aman kok. Aku gak bakal ngasih tahu ke Azka soal kamu!” Rayu Syifa.

"Beneran gak bakal ngasih tahu ke Bang Azka? Tanya preman itu memastikan.

Syifa mengangguk sambil tersenyum.

"Bang Azka itu... dia sengaja nyewa saya dan temen saya, Non!" jawab Preman itu yang tidak ingin memberitahukan siapa Azka sebenarnya.

Bagaimana pun dia harus tetap merahasiakannya pada siapapun meski itu adalah orang terdekat Azka sekalipun.

"Sengaja nyewa preman buat jagainku doang gitu?" tanya Syifa yang mulai salah tingkah.

"lya, Non! Kata Bang Azka, jangan sampai ada luka sedikit pun di tubuh Non. Kalo sampe Non kena luka karena dijahati orang lain, bang azka bakal kasih saya hukuman, Non!"

Syifa kian baper mendengar itu.

"So Sweet banget sih lo Azka… " ucap Syifa dalam hatinya.

Ketiga pria berbadan kekar saling menatap, mereka heran Syifa senyum-senyum sendiri.

"Ini boleh dimakan, Non?" tanya Preman menunjuk Dus Pizza yang diletakan di dekat persneling.

Syifa sedikit terkejut, "Dimakan aja, gak apa-apa kok"

"Kalo masih lapar, di dekat sini ada rumah makan tuh, sok makan ajah nanti uangnya aku kasih”

Dua bodyguardnya menatap Syifa dengan tatapan sedih, "Kita gak ditawarin makan, Non?"

"Kalian kan udah makan nasi kotak tadi!"

Membuat dua bodyguard menghela napas.

Syifa memandangi preman itu yang sedang lahap memakan pizza.

"Pokoknya kamu jangan bilang kalo aku udah tahu ya?" pinta Syifa.

"Siap, Non!" Sahut si preman.

Syifa senyum-senyum sendiri karena merasa diperhatikan oleh Azka.

-----------------------------------------

Syifa tiba di cafe hampir tengah malam, dia membawa puding dan minuman jus untuk Azka lalu meletakkannya di atas meja kerja, Syifa melihat Azka yang masih sibuk membuat konsep.

"Nih, makan dulu" ucap Syifa dengan sikap manisnya.

Azka mengernyit, "Siapa yang pesen makanan sama minuman? Bukannya lu mau shooting sampai pagi?”

Syifa tidak menghiraukan, malah langsung menyingkirkan kertas-kertas di meja, lalu membuka kotak puding dan meletakkan sendok di atasnya, kemudian mendekatkannya ke hadapan Azka.

"Makan dulu!" pinta Syifa

"Hargai pemberian orang!”

Azka meraih sendok dengan menatap Syifa dengan heran. Lalu mencicipi puding di hadapannya itu.

Syifa membuka minuman jus botol lalu memasukkan sedotan di dalamnya dan mendekatkannya ke hadapan Azka.

"Ini juga diminum ya?" Syifa mengatakannya dengan tersenyum.

Azka semakin heran melihat tingkah Syifa yang mendadak bersikap manis padanya. Azka langsung menyentuhkan punggung tangannya ke kening Syifa.

"Lo lagi sakit?"

Syifa kesal mendengarnya.

"Lo ngira gue lagi sakit?"

"Ya, Enggak! Ini tumbenan pake beliin puding kesukaan gue sama minuman jus yang gue suka juga? Gue kan udah ingetin lu, buat jangan berlebihan sama gue?"

"Terserah! Pokoknya dimakan sampai habis yang udah gue belin! Kalo belum kelar dengan konsepnya, lanjutin aja besok, gak usah dipaksa!"

Azka terbelalak, "Katanya harus selesai besok?"

"Masa gue sejahat itu sih? Kalo emang gak bisa kelar besok juga gak apa-apa."

Azka semakin ngeri melihat sikap Syifa yang aneh. Dia pun membawa puding dan minuman jusnya keluar.

Syifa menjadi bete.

"Tengiiil!!! Lo mau kemana?!!!"

Syifa menyusul Azka yang duduk di meja cafe lalu berdiri di dekatnya.

"Yaudah gue balik! Terima kasih ya, udah nyewa preman buat jagain gue! lo perhatian banget, ternyata!"

Syifa langsung buru-buru pergi setelah mengatakan itu.

Azka terbatuk karena tersedak puding yang dimakannya.

“Sialan! Tau dari mana?” Ucapnya lalu menyusul Syifa ke luar.

Rupanya mobil Syifa sudah keburu pergi. Azka menepuk jidatnya dengan bingung.

"Aduuh! Jadi ketahuan deh! Ini pasti gara-gara mereka yang ember nih!"

------------------------------------------

Dirga berdiri di hadapan Ketua Penguasa Kuda Hitam di pinggir danau. Dirga menatap wajahnya dengan lekat dan penuh amarah.

"Jadi sampai sekarang kalian masih belum berhasil mengetahui siapa Ketua Besar yang menjadi pimpinan Penguasa Macan Kumbang?" Tanya Dirga dengan sorot mata tajamnya.

"Mereka bermain rapih!" Jawab Ketua Penguasa Kuda Hitam itu.

"Mereka tidak seperti dulu saat Suripto menjadi penguasa mereka. Anggota mereka tidak ada yang mau diajak kerjasama lagi dengan kami. Mereka sekarang begitu setia dengan ketuanya yang sekarang.”

Dirga geram mendengarnya, "Kau masih ingin seluruh anak buahmu bekerja di perusahaanku? Kalau masih ingin, segera cari tahu siapa sosok orang itu”.

"Aku akan mengusahakannya, Pak" Jawab Ketua Penguasa Kuda Hitam.

"Aku butuh jawaban secepatnya! Karena aku ingin membangun apartemen di kawasan perkampungan yang menjadi markas mereka itu!" Teriak Dirga.

"Ini proyek pertamaku setelah memimpin Nusantara Group! Jika kalian masih ingin mendapatkan aliran dana dariku, kalian harus membantu mensukseskannya!" Tegas Dirga.

“Siap, Pak!”.

Dirga segera pergi, lalu turut diikuti anak buahnya menuju mobil mewah yang sudah menunggu tak jauh dari mereka.

Saat Dirga sudah pergi dengan mobilnya, Ketua Penguasa Kuda Hitam langsung meraih handphone-nya dan menelepon seseorang di seberang sana.

"Tolong bergerak cepat! Malam ini juga kita harus tahu siapa pimpinan macan kumbang yang baru!!"

Lalu dia menyimpan handphone-nya dan bergegas pergi dari sana.

--------------------------------------------

Tepat di tengah malam itu, Azka baru saja selesai membuat konsep cabang cafe. Dia merenggangkan tangannya lalu keluar dari ruangan kerjanya.

Cafe sudah sepi. Pengunjung sudah pada pulang. Hanya ada dua satpam yang duduk di pos yang sedang berjaga. Kedua satpam itu ditarik oleh Azka dari anggota macan kumbang.

Handphonenya berdering saat sedang minum di dapur.
Azka curiga di tengah malam begini Juki menghubunginya.

"Halo!" jawab Azka

"Bang! Nugi ditangkap anggota kuda hitam. Sekarang lagi entah dibawa kemana. Katanya mereka tidak akan mencelakai Nugi jika Abang menunjukkan jatidiri pada mereka”

“Semua anggota sudah memencar untuk mencari Nugi. Saya akan kirimkan nomor telpon, nomor itu dari mereka yang menculik, katanya abang disuruh untuk menghubunginya.”

“Kirimkan nomornya sekarang juga!”

"Abang di cafe atau dikosan? Biar kita sama-sama pergi temui mereka!" Tanya Juki

"Kalian tidak perlu ikut denganku! Sekarang juga kirimkan nomornya!!" Tegas Azka.

"Baik, Bang!"

Azka menurunkan handphone-nya sambil menghela nafas. Tak lama kemudian Juki mengirimkan nomor handphone-nya. Azka bergegas menelepon nomor itu.

"Halo!" Ucap Ketua Penguasa Kuda Hitam.

"Anda siapa? Urusan apa nyulik anak buahku?" tanya Azka dengan geram.

Si Ketua terdengar tertawa di seberang sana.

"Aku sekedar ingin berkenalan denganmu! Tapi kedengarannya sombong sekali? Tidakkah mau menunjukan diri? Kalau anak buahmu ingin selamat, beritahu siapa kamu sebenarnya!”

“Share Loc sekarang juga!”

"Ingat! Jangan libatkan polisi! Jika kamu lakukan berarti mengajak perang denganku!!”

“Gak usah banyak bacot! Kirim sekarang juga lokasinya!!”

Tak lama kemudian, Azka mendapatkan lokasinya.

Azka bergegas keluar Cafe, namun segera dicegat oleh kedua satpamnya.

“Bang! Nugi beneran di culik? Siapa yang menculiknya bang?”

“Kalian tenang saja! Aku akan membawanya pulang! Kalian berdua tetap jaga cafe ini!”

“Ba.. baik, Bang!”

Azka berlari ke arah motor dan menyalakan vespanya.
Lagi dan lagi kedua satpam itu menghalanginya.

“Kalian minggirlah!” Bentak Azka menjadi emosi.

“Tapi bang… Maaf anu itu…”

Sebuah mobil masuk ke dalam parkiran cafe, lalu keluarlah Juki dan berlari mendekati Azka.

“Sebaiknya Abang jangan dulu ke sana. Biar kita aja yang ke sana. Abang tunggu aja laporan dari kami” Saran Juki.

"Mereka menculik Nugi karena ingin mengenalku" jawab Azka

"Aku harus datang untuk menyelamatkannya, soal jati diriku aku tidak peduli lagi, kalian adalah tanggung jawabku! Jadi biarkan aku pergi sekarang!”

"Tapi ini bukan soal jatidiri aja, Bang!”

“Penguasa Kuda Hitam ingin mengetahui siapa Abang karena ada maksud lain” ujar Juki.

"Maksud lain apa?" Tanya Azka.

"Firasatku mengatakan, ini ada hubungannya dengan para pejabat atau orang-orang penting yang ingin menundukkan Penguasa Macam Kumbang. Semenjak abang menjadi pemimpin kami, tidak ada dari pejabat di wilayah Jakarta yang terhubung dengan kita, kecuali pihak kepolisian yang hanya mengetahui keberadaan anggotanya saja" Papar Juki.

"Ini mengenai hidup dan mati Nugi! Aku tidak ingin Nugi terbunuh oleh mereka hanya karena aku yang egois”

“Lagipula ada baiknya juga jika mereka mengetahui siapa jati diriku. Biar mereka tidak selalu menganggu kita kedepannya”.

"Kalau begitu, izinkan aku ikut menemani, Abang!"

"Tidak perlu! Biar aku pergi sendiri!”

Azka menarik dalam pedal gasnya, membuat vespanya meluncur meninggalkan mereka bertiga disana.

“Gimana nih bang? Gue khawatir dengan Ketua Besar?” Kata Satpam yang bernama Arul itu.

“Gue juga khawatir, Bang!” Timpal Sani yang turut bicara.

Juki memainkan tusuk gigi didalam mulutnya sambil berpikir. Lalu mengirimkan kabar di grup whatsapp, bahwa ketua besar sedang menuju markas penguasa kuda hitam, dan meminta beberapa orang untuk diam-diam mengikuti untuk menyelamatkannya.

“Kalian berdua, tetap disini jaga cafe!” Pinta Juki.

“Baik, Bang!” Serentak dua satpam itu menjawab.

Lalu Juki berlari menuju mobilnya dan melajukannya dengan kencang, mengejar Azka diam-diam dari belakang.

Kedua satpam itu kembali ke pos jaga, tak lama dari itu handphone Arul berdering.

“Siapa?” Tanya Sani.

“Non Syifa yang telpon!” Jawab Arul.

“Ya udah angkat! Loudspeaker, gue pengen denger juga!”

“Hallo, Non!” Jawab Arul.

“Azka sudah pulang?”

“Tadi bang Azka kayaknya gak langsung pulang, Non!”

“Tadi pas mau pulang, ada temennya yang datang nyamperin, kayaknya lagi ada masalah dan bang Azka pergi mau ngurus masalahnya itu”

“Masalah apa?” Tanya Syifa

“Gak kedengaran jelas mereka bahas apa, Non! Tapi saya denger sedikit, katanya ada temannya yang diculik dan bang Azka mau nyelametin temennya itu!”

Sani langsung berdiri, meninju udara kosong.

“Siapa yang diculik?”

“Saya gak tau, Non! Tadi denger ada kata kuda… kuda… kuda hitam gitu!”

Syifa panik mendengarnya. Dia langsung menyimpan handphonenya lalu bergegas mencari dua bodyguardnya.

“Eh bego! Kenapa lo ceritain?!!” Sani marah pada Arul yang ceroboh.

“Bang Azka bilang gak boleh bohong saat kerja! Gue bingung mau jawab apaan, San!”

“Aduuuuh… Lu jadi orang bego banget dah! Ya gak harus jujur juga kali, Ah!! Cari perkara aja luh! Kalau Bang Azka tau, jadi perkedel luh!!”

“Gimana nih, San?” Kata Arul khawatir.

“Minum baygon sana! Biar otak lo encer!!” Sewot Sani.

Di apartemen Syifa, dua bodyguard yang sedang asik nonton bola sambil makan kacang yang kulitnya berserakan, langsung kedubugan saat melihat Ratunya datang.

Syifa langsung bertanya, "Kalian tahu soal kuda hitam gak?" Tanya Syifa to the point.

"Saya tahu, Non" jawab salah satu bodyguarnya.

"Tolong jelasin!" pinta Syifa.

"Kuda Hitam itu nama geng preman yang terkenal di Jakarta, Non. Bersama Geng Macan Kumbang keduanya sering perang memperebutkan wilayah”.

Syifa mengusap tengkuk karena merinding mendengarnya. Jantungnya berdekup keras, khawatir Azka kenapa-napa, dia langsung menghubungi nomor Azka, namun setelah dihubungi ternyata sudah tidak aktif. Semakin panik lah Syifa dibuatnya.

"Tolong anterin aku ke cafe sekarang!” Pinta Syifa.

“Baik, Non! Saya akan siapakan mobilnya” Ucap salah satu anak buahnya lalu bergegas pergi.

Syifa balik ke kamar berganti pakaian, lalu kemudian turun ke basement. Setelah berada dalam mobil, ketiganya bergegas menuju Cafe.

Saat mereka tiba di depan cafe, Syifa turun dari mobil dan mendekati satpam dengan tergesa-gesa.

"Bapak tahu kemana tempat tujuan Azka pergi?"
tanya Syifa dengan panik.

Sebelum Syifa mendekat, Sani sudah memperingatkan Arul untuk tidak banyak bicara.

“Maaf, Non! Untuk soal itu, saya dan Arul gak denger begitu jelas, cuman sedikit-sedikit aja seperti yang sudah Arul sampaikan ditelpon tadi”

Syifa semakin bingung harus berbuat apa, dirinya hanya bisa mondar mandir tak jelas.

“Lihat kelakuan lo tuh! Gak kasihan apa lihat Non Syifa jadi kayak setrikaan?” Bisik Sani sambil menginjak sepatu Arul.

------------------------------------

Azka menggeber motornya menuju lokasi yang dikirimkan oleh ketua penguasa kuda hitam. Tak lama kemudian, dari kaca spion dirinya melihat sebuah mobil yang dia kenali sedang mengikutinya dari belakang bersama sepuluh motor lainnya.

Azka langsung menepi dan menghentikan motornya. Juki dan sepuluh anak buahnya menghentikan kendaraannya dengan terkejut.

Azka memutar balik motornya lalu berhenti tepat di depan mobil yang dikendarai Juki. Lalu juki keluar dan berdiri disamping mobilnya.

"Tadi aku suruh kamu apa?" Bentak Azka dengan wajah garangnya.

"Tadi abang nyuruh saya buat jangan ngikutin" jawab Juki ketakutan.

"Lalu kenapa kamu sekarang malah bawa pasukan?!!” Pekik Azka dengan kesal.

"Maaf, Bang! Abang gak bisa sendirian ke sana! Sangat beresiko, abang bisa ditawan oleh mereka!" ujar Juki dengan khawatir.

Azka menghela nafas.

"Kalian tidak percaya denganku?"

"Ki.. ki... kita percaya, Bang!" jawab Juki.

"Kalo percaya, sekarang juga kalian semua balik ke markas dan tunggu aku pulang dengan membawa Nugi dengan selamat!” Tegas Azka.

"Si... siap, Bang!" jawab Juki.

Namun Juki dan sepuluh anak buahnya belum beranjak pergi juga.

Azka semakin kesal dibuatnya, dia menarik nafas dalam lalu berteriak, “PULAAAANG!!!"

Bak mendengar auman sang raja hutan, membuat mereka semua menutup telinganya masing-masing, dan pergi kocar-kacir meninggalkan Azka sendirian disana.

Azka kembali putar arah dan kembali menuju lokasi lawan.

Akhirnya, dia tiba dengan motor vespanya di depan sebuah bangunan pergudangan yang terlihat sangat luas. Mungkin bangunan itu bisa dikatakan sebagai bangunan pabrik yang sudah lama ditinggalkan.

Azka datang sudah menggunakan slayer penutup wajah. Para anggota kuda hitam sudah berjaga di depan pintu masuk utama. Mereka bersiap menyambut kedatangan musuhnya dengan awas.

Di pintu masuk utama itu, Azka dihadang oleh para penjaga disana.

“Lepas topengnya!!” Seru penjaga

“Tidak akan kulepas sebelum bertemu dengan ketua kalian!”

“Dan katakan pada ketuamu, aku akan melepas topengnya jika anak buahku lebih dulu dibebaskan.”

Si Penjaga saling berbisik, kemudian seorang penjaga berlari entah kemana.

“Tunggu disini!” Kata Si penjaga satunya.

Tak berapa lama, penjga yang berlari tadi akhirnya kembali ketempatnya semula dan saling berbisik lagi.

“Masuk! Aku akan menunjukan tempatnya.

Azka akhirnya dipersilahkan masuk dan mengikuti penjaga itu ke sebuah tempat, setelah tiba Azka disuruhnya masuk kedalam dan penjaga itu lalu menguncinya dari luar.

Didalam bangunan itu, mata Azka memandang ke segala arah, suasananya terlihat sepi, hanya ada barang-barang bekas yang bertumpuk dan sebuah lampu yang menyala dengan cahaya yang redup.

“Keluar! Aku tahu kalian bersembunyi!!” Teriak Azka.

Barulah lampu utama menyala dengan terang benderang, disusul dengan keluarnya banyak orang dari balik persembunyian.

Azka tidak gentar dengan itu.

"Dimana Ketua kalian?! Seru Azka.

KRIEEEET

Sebuah pintu rahasia terbuka dari dalam ruangan tersebut, terlihat Nugi keluar dengan tangan terikat dan mulut tertutup lakban.

Di sebelahnya berdiri seorang lelaki bertopi koboy dengan mengenakan jaket kulit berwarna hitam. Dia memakai celana jeans bolong-bolong dan sepatu boots berwarna hitam. Di pinggangnya tergantung sebuah pistol.

"Kau punya nyali juga ternyata!" Ucap Lelaki koboy itu.

"Anda Ketua Penguasa Kuda Hitam?" Tanya Azka memastikan.

"Ya! Siapa lagi kalau bukan aku? Jadi kau belum kenal aku? Sungguh terlalu!!

Azka terdiam, lelaki koboy itu melangkah pelan ke arah Azka dan berhenti saat jaraknya tidak begitu jauh dan tidak juga begitu dekat.

"Aku bingung… gimana caranya anak bau kencur sepertimu bisa jadi penguasa macan kumbang?" Ujar penguasa kuda hitam terdengar meremehkan.

“Setahuku, pergantian penguasa ditentukan oleh pertarungan, apa orang sepertimu bisa bertarung?” Ejeknya.

“Gak usah banyak bacot! Lepaskan anak buahku!”

“Hahaha… Tidak semudah itu Ferguso!” Kata si koboy mengikuti sindiran meme yang lagi viral di medsos.

“Lepaskan dulu topengmu! Baru anak buahmu aku lepaskan”

Azka berjalan perlahan ke hadapan Ketua Penguasa Kuda Hitam dan dia berhenti saat jaraknya sangat dekat. Itu membuat seluruh anak buahnya bergerak selangkah, berjaga jikaulau Azka bermain curang dengan menyerang si Ketua duluan.

"Aku bakal melepaskan topengnya, tapi dengan satu syarat! “Tegas Azka.

Si Ketua penguasa kuda hitam mengernyit.

"Syarat? Nyawa anak buahmu di tangaku! Untuk apa meminta syarat segala?!”

“Syaratku sederhana, cuma bertarung! Jika aku kalah, aku akan lepas topengnya. Dan kalau aku menang, anda serahkan anakbuahku! Bagaimana?”

Sebuah syarat yang terdengar rancu ditelinga Si Ketua penguasa kuda hitam, kepalanya ia telengkan seolah sedang berfikir.

“Kau pikir aku akan kalah dengan anak bau kencur sepertimu, Hah? Aku tidak takut!!”

“Ayo kalau kau ingin bertarung, bocah!!”

“Tapi ingat dengan janjimu! Jika kau ingkari, maka tidak pantas lagi menjadi penguasa kuda hitam.”

Penguasa Kuda Hitam meludah kesamping, dirinya semakin tertantang dan geram.

"Oke! Aku terima tantangan mu!!”

Azka mulai mengepalkan kedua tangannya. Seluruh anak buah kuda hitam yang sedang mengepung tampak bersiap menyerang Azka. Ketuanya mengangkat tangan untuk mencegah tindakan mereka.

Akhirnya seluruh anak buahnya itu tetap di tempatnya sambil menatap Azka dengan awas. Si Ketua menarik pistolnya lalu melemparnya ke arah dinding di belakangnya. Keduanya akan bertarung tanpa senjata.

Kini Si Ketua Penguasa Kuda Hitam sudah bersiap mengeluarkan jurus bela diri yang dikuasinya. Azka pun sudah mulai mengambil ancang-ancang. Walau kuda-kudanya terlihat kaku karena memang tidak pernah belajar beladiri, hanya sebatas tahu cara menyerang dan bertahan saja.

Sementara itu, di sekeliling kawasan pergudangan, diam-diam telah dikepung oleh anggota naga sembilan yang bersembunyi di kegelapan malam. Seorang anggota naga sembilan berhasil menyamar menjadi anggota kuda hitam dan tengah melihat akan jalannya pertarungan. Dia akan memberikan kode khusus pada pasukan naga sembilan diluar.

Pemimpin pasukan naga sembilan sedang menghubungi seseorang.

“Anak itu sudah menemukan cara menyelamatkan anakbuahnya!”

"Cara seperti apa?"

"Dia akan bertarung dengan Ketua Penguasa Kuda Hitam. Jika dia menang, maka anak buahnya akan diserahkan padanya dan dia tidak akan menunjukkan siapa dirinya. Dan jika dia kalah, dia akan menunjukkan wajahnya dan membawa kembali anak buahnya."

"Awasi terus dan jangan sampai anak itu celaka!" pinta seseorang di seberang sana.

"Siap, Tuan Naga."

Sementara itu, keduanya sudah mulai bertarung. Beberapa kali serangan Azka dipatahkan dengan mudah oleh penguasa kuda hitam.

Saat Azka menyerang tadi, tendangannya mampu ditepis dengan tangannya dan menyerang balik dengan mendorong kaki Azka hingga terjatuh di lantai.

Azka dengan sigap menyeimbangkan tubuhnya. Kini dia telah berdiri sempurna dan bersiap kembali menyerang.

"Mantap juga jurusmu!" Puji Ketua Kuda Hitam, yang sebenarnya itu bukanlah pujian tapi sebenarnya meremehkan.

Kini giliran ketua kuda hitam yang menyerang, pukulan dan tendangannya berulang kali diarahkan ke dada Azka dengan seporadis. Dengan gerakan cepat Azka menangkis semua itu. Sepersekian detik melihat celah terbuka, dia melayangkan tinju ke dada lawan yang membuat terdorong ke belakang meski tidak berhasil membuatnya roboh.

"Ayo! Keluarkan semua jurusmu!" Tantang Ketua Kuda Hitam dengan sombongnya.

Keduanya saling bertatap mata dengan tajam sembari mengatur nafasnya masing-masing. Setelah itu, ketua kuda hitam berlari ke arah Azka sambil berteriak lalu kembali menyerangnya dengan jurus pukulan dan tendangan.

Dengan sigap Azka mampu menahan semua serangan yang diarahkan pada dirinya.

Serangan demi serangan terus dilancarkan ketua kuda hitam tanpa henti membuat Azka sedikit lengah, akibatnya sepatu ketua kuda hitam berhasil mendarat di wajah Azka yang tertutup slayer di wajahnya.

Tendangan itu membuat Azka berputar terpelanting jatuh ke tanah dengan sangat keras.

“Mana?!! Segini saja kemampuanmu, Hah?!!”

Azka merasa panas di wajah dan perih di sudut bibirnya, di balik slayer yang dipakainya, dia menjilat darahnya yang keluar dari bibir.

Ketua kuda hitam berjalan mendekat di samping Azka yang telah roboh di lantai. Dia mengangkat sebelah kakinya dan hendak menginjak dada Azka dengan kekuatan penuh.

Sebelum kakinya menyentuh, Azka lebih dulu menangkap pergelangan kakinya.

Mata Azka berkilat, dari balik slayernya tersungging senyuman yang mengerikan, “Cukup bermainnya!!”

KREKKK KREKKK

Patahan tulang terdengar renyah yang disusul jeritan ketua kuda hitam yang merasakan sakit pada pergelangan kakinya yang dirasa bergeser.

“AAAAAAAAHH!!!” Jeritnya sambil memegang sebelah kakinya yang teramat sakit.

Azka bangun berdiri, dengan tidak melepaskan pergelangan kaki si ketua kuda hitam di tangannya, membuat posisi berdiri lawannya menjadi tidak seimbang.

Lalu dilemparkannya si ketua kuda hitam hingga tubuhnya melayang hingga membentur tembok dengan sangat keras, dan jatuh ke lantai meninggalkan suara berdebum.

Ketua kuda hitam akhirnya berhasil dikalahkan, dengan kondisi pingsan.

Semua anak buah yang melihat hasil jalannya pertarungan memandangnya dengan tatapan meringis.

“Kekutan macam apa itu? Di luar nurul!!” Celetuk salah satu anak buahnya.

Seorang pasukan naga sembilan yang sedang menyamar menjadi anak buah anggota kuda hitam di dalam gudang segera mengirim laporan dengan kode rahasia.

Pemimpin pasukan naga sembilan yang menerima kode tersebut, langsung memberi instruksi pada seluruh pasukannya melalui earphone yang terpasang di telinga.

“Semuanya bubar!”

Sementara di dalam gudang, Azka sudah membebaskan Nugi dari jerat tali dan sumbatan lakban. Keduanya berjalan dengan lenggang tanpa ada yang berani menghalanginya lagi, semua anak buah anggota kuda hitam tak berani melawan.

Sebelum keluar dari pintu gudang, Azka membungkukkan tubuhnya ke arah pemimpin kuda hitam yang tergeletak pingsan sebagai bentuk penghormatan diri kepadanya.

“Kita pulang!” Seru Azka dengan merangkul pundak Nugi dengan tersenyum.


Bersambung….


 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd