Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG G I W A N G

BAB 25


Mantan Kepala Chef Kastara Indonesia yang dipecat secara tidak terhormat itu tampak tengah menelepon seseorang di seberang sana, dirinya sedang duduk di meja makan dengan hidangan sarapan pagi yang sudah tersedia di hadapannya.

"Jadi kamu dites di Restoran Kastara hari ini?" Tanya Mantan Kepala Chef itu pada seseorang di seberang sana.

Lelaki yang bernama Teguh itu sedang duduk di dalam taksi online sambil menggunakan handphone-nya, "Ini saya sedang menuju ke lokasi, Pak," Jawab Teguh pada Mantan Kepala Chef Kastara Indonesia itu.

"Sebentar lagi saya akan tiba” Pungkasnya.

"Pokoknya kamu atur segalanya agar kamu yang terpilih hari ini! Kamu yang harus menjadi Kepala Chef di sana. Jika tidak, nyawaku bersama nyawa seluruh mantan koki akan terancam!” Tegasnya.

"Tenang, Pak. Saya sudah bekerjasama dengan Manager F&B untuk menangani hal ini. Saya jamin CEO muda itu akan memilih saya" Jawabnya dengan tersenyum kecut.

"Bagus! Kamu harus melanjutkan apa yang sudah aku kerjakan di sana! Jika kamu berhasil dipilih, hari ini juga Pak Dirga akan mengirimkan uang bonus untukmu."

"Siap, Pak!".

Teguh menurunkan handphonenya dengan tersenyum senang. Mobilnya terus melaju menuju Restoran Kastara.

----------------------------------

Azka keluar dari dalam rumah. Dirinya merasa heran melihat Juki sudah berdiri di dekat mobil operasional milik Macan Kumbang.

"Kenapa kamu bawa mobil markas? Bukannya sudah ku bilang dari semalam, tidak usah masuk kerja dulu hingga pesanan mobilku datang”.

“Maaf, Bang! Saya gak mau aja makan gaji buta” Juki beralasan.

Azka hanya menghela nafas dan segera masuk kedalam mobil dan Juki melajukannya menuju gerbang untuk keluar dari pekarangan rumah.

Handphone Azka berbunyi, rupanya itu dari Sekretarisnya.

"Halo" Azka menjawab.

"Pagi, Azka. Aku ingin mengingatkanmu bahwa pagi ini ada jadwal tes dengan dua Chef yang baru bersama Manager HRD di Restoran Kastara pusat. Jadi langsung ke Restoran saja jangan ke kantor perusahan”.

"Terima kasih sudah mengingatkan, Bu” Jawab Azka.

"Tidak usah sungkan begitu, Azka. Baik, kalau begitu aku tunggu di Restoran Pusat.."

"OK!" Jawab Azka lalu dirinya mengirimkan alamat yang akan dituju ke nomor Juki.

“Antarkan ke alamat yang barusan aku kirim ke nomormu” Pinta Azka.

"Baik, Bang."

Juki pun memeriksa lokasinya. Dia terkejut karena melihat jalanan yang akan dilaluinya tidak akan melewati jalanan seperti biasanya, sementara dia sudah mengabarkan pada anggotanya untuk berjaga di titik-titik yang sudah ditentukan semalam.

Diam-diam Juki mengabarkan pada Marwan sebagai pemimpin baru sebagai pemegang komando. Dengan sigap, Marwan segera mengubah titik penjagaan dan memberitahukan pada para anggotanya untuk berpindah tempat secepat mungkin.

Saat Juki sudah memasuki jalan raya menuju Restoran Kastara, Azka merasa heran melihat anak buahnya tampak berdiri di tepi jalan.

"Juki" Panggil Azka.

"Siap, Bang!"

"Dari tadi, kuperhatikan kenapa banyak anggota Macan Kumbang? Mereka tidak sedang berjualan kan? Aku hafal dengan wajah-wajah mereka.”

Juki menelan ludah. Dia tidak mau rencananya semalam bersama Marwan dan Nugi untuk menjaga Ketuanya menjadi ketahuan.

"Mungkin kebetulan aja, Bang!”

Azka mengerutkan kening mendengar jawaban Juki, menatapnya sesaat lalu mengabaikan perasaan curiganya.

Lantas dia menyandarkan tubuhnya, memikirkan mengapa Syifa tak menghubungi dirinya. Seperti mana biasanya mereka saling berbincang di sepanjang jalan hingga Azka tiba di kantor.

Entah kenapa hatinya tergerak untuk menghubungi Syifa duluan. Saat dia memberanikan diri untuk menghubungi Syifa duluan, sambungan teleponnya tidak diangkat oleh Syifa. Azka heran, lalu memilih untuk menyimpan kembali handphone-nya.

Seketika handphone-nya berbunyi. Saat melihat ke layar, rupanya Syifa yang menghubunginya. Azka senang lalu bergegas mengangkatnya.

"Halo" Sapa Azka.

"Tadi nelpon apa gak sengaja kepencet?" Tanya Syifa penasaran.

"Nelpon lah!”

"Tumben nelpon duluan?"

"Sepi aja gak ada yang gangguin pas berangkat ke kantor” Azka menjawab dengan jujur.

Syifa di seberang sana tampak senang mendengarnya, "Sepi aja apa kangen?"

"Entahlah" Jawab Azka. "Lo udah di kampus?"

"Ini lagi di jalan, nanti pulang kuliah mau shooting dengan Jonathan."

Azka mengernyit, "Shooting apa?"

"Shooting di puncak" Jawab Syifa. "Film yang waktu itu mau shooting di luar negeri tapi akhirnya jadi."

Azka terkejut mendengarnya, "Jadi nanti shootingnya dengan Jonathan di luar negeri?"

"lya, beberapa hari ini shootingnya di puncak dulu." Jawab Syifa.

"Asisten sama Bodyguard ikut kan?"

"Ikut!" Syifa terheran. "Emang kenapa?"

"Nggak kenapa-napa. Pokoknya kalo shooting bareng Jonathan, mereka semua harus ikut, biar ada yang jagain lo!"

Syifa menangkap aroma cemburu dari perkataan Azka.

"lya" Jawab Syifa. "Pokoknya setiap shooting dengan Jonathan, pasti bakal gue ajak asisten sama bodyguard."

"Sama yang lain juga?" Tambah Azka.

"Yang lain?"

"lya, kalo ada lawan main cowok selain Jonathan. Entah siapapun itu."

Syifa semakin senyam-senyum mendengarnya, "lya, tenang aja, bawel banget sih!”

"Yaudah, hati-hati dan kabari gue kalo udah jalan ke puncak" Pinta Azka.

"lya!” Jawab Syifa.

Azka menurunkan handphone-nya sambil senyum-senyum sendiri. Juki yang sedari tadi mendengar juga, ikutan senyum-senyum sendiri. Membuat Azka yang melihatnya menjadi terheran.

"Kenapa kamu ikutan senyum-senyum?"

Juki terkejut. "Nggak, Bang! Tadi ada badut di pinggir jalan, lucu banget."

Azka mengernyit heran. Juki menghela nafas lega.

---------------------------------

Nasution datang ke ruangan Dirga. Dirga langsung beranjak dari meja kerjanya lalu berjalan menuju sofa dan mempersilakan Nasution duduk di hadapannya.

"Terima kasih, Pak" Ucap Nasution.

"Bagaimana soal urusan Kepala Chef yang dipecat itu?" Tanya Dirga setelah Nasution duduk.

"Sudah beres, Pak. Saya sudah mengirimkan calon Kepala Chef yang baru ke Restoran sana. Dia sudah lulus interview, dan hari ini tes terakhirnya yang akan diuji oleh Azka langsung" Jawab Nasution.

"Kandidat yang terpilih ada dua. Bapak tenang saja, semua sudah direncanakan agar Chef itu bisa dipilih dan kembali kita kendalikan."

Dirga senang mendengarnya.

"Bagus! Lalu soal hacker itu,? Kamu sudah mendapatkan informasi dari Boby? Siapa hacker yang dicurigai yang telah membantu anak bau kencur itu?"

"Telepon saya tidak pernah diangkatnya, Pak. Dan saat saya temui di kampus, kata Kepala Jurusan Tuan Muda Boby sudah beberapa hari ini tidak masuk, Pak," Jawab Nasution.

Dirga mengernyit heran. Dirinya yang memang selalu pulang malam dan berangkat pagi hingga luput akan hal itu. Dirga pun menghubungi istrinya, ternyata istrinya juga heran mengapa anaknya tidak pulang-pulang ke rumah.

"Kemana Dia?"

Nasution berpikir dan dia teringat sesuatu, "Waktu itu Tuan Muda Boby pernah meminta tolong pada saya, dikarenakan kartu kreditnya tidak bisa digunakan di Club Twenty Four”

“Maaf, apa mungkin Tuan Muda sedang berada di sana, Pak? Soalnya bukan sekali saja dia meminta tolong pada saya di sana."

"Club Twenty Four?"

"lya, Pak. Club milik anda yang baru saja diresmikan setelah Pak Santanu meninggal dunia."

Dirga geram mendengar itu, lantas dia berdiri.

“Kamu ikut denganku ke sana! Kita harus segera cari hacker itu! Kalau tidak perusahaan ini bisa dibajak oleh anak bau kencur itu!"

"Ba.. Baik, Pak."

Keduanya keluar dari ruangan itu untuk mencari Boby yang tidak tahu keberadaannya entah di mana.

-------------------------------------

Juki menghentikan mobilnya di depan Restoran Kastara. Di depan pintu masuk sudah berdiri Manager F&B dan para karyawan untuk menyambut kedatangan Azka.

"Kamu tunggu di mobil" Pinta Azka pada Juki.

"Siap, Bang."

Security yang berjaga di sana membukakan pintu mobil untuk Azka.

"Silakan, Pak" Ucap Security dengan ramah.

"Sebentar, Pak."

Security mengangguk. Azka pun mengirim pesan pada Ari.

GUE UDAH DI RESTORAN KASTARA. TOLONG SADAP CCTV-NYA DAN AWASI JIKA ADA YANG MENCURIGAKAN DI ANTARA KEDUA CHEF YANG AKAN GUE PILIH ITU.

Ya. Semalam Azka sudah mengirimkan foto kedua chef itu berikut data-data mereka pada Ari. Dengan melihat fotonya, Azka berharap Ari mampu mengenali wajah keduanya meski hanya melalui rekaman CCTV.

Tak lama kemudian Azka mendapatkan pesan balasan dari Ari.

SIAP! CCTV KASTARA SUDAH MUNCUL DI LAYAR MONITOR GUE. TUNGGU INFORMASI SELANJUTNYA.

Azka pun membalas pesannya.

OKE. THANKS!.

Azka menyimpan handphone-nya lalu turun, kemudian berjalan menuju pintu masuk restoran yang dihiasi dengan ornamen batik emas. Manager F&B mempersilahkan Azka masuk.

Azka tersenyum ramah padanya dan kepada karyawan lain yang berada di sana. Saat Azka sudah berada di dalam restoran, dia melihat Manager HRD dan Sekretarisnya yang sudah lebih dulu menunggu di sana tampak berdiri dengan tersenyum ramah menyambutnya, lalu mempersilahkan Azka untuk duduk.

Di dekat mereka sudah ada dua calon Kepala Chef yang akan ditentukan hari ini juga, siapa yang pantas untuk menjadi Kepala Chef Kastara selanjutnya.

Manager HRD mengenalkan dua Chef itu pada Azka.
Kedua Chef yang bernama Teguh dan Nyoman itu bergantian berjabat tangan memperkenalkan dirinya masing-masing.

Azka menatap Teguh dan Nyoman dengan tatapan serius dan dia berkata.

"Kastara mengedepankan makanan khas Indonesia. Namun kedepannya kami juga akan menyajikan beberapa menu tambahan dari menu luar negeri”

“Sebagai tes terakhir kalian hari ini, aku menginginkan kalian menyuguhkan menu Nasi Uduk. Dan untuk menu luarnya, kalian bebas menentukan sendiri.

"Baik, Pak!" Jawab Teguh dan Nyoman bersamaan.

“Silahkan dimulai!” Azka memberi perintah dan kedua Chef itu bergegas pergi ke dapur restoran.

Sementara itu, Ari yang berada di kamar rahasianya sedang menatap layar laptop yang menunjukkan video bagian dapur Restoran Kastara. Video sadapan pada CCTV yang berada di ruang dapur sana.

Saat kedua Chef itu sudah selesai menyajikan Nasi Uduk di atas piring dengan kreasi masing-masing, Ari melihat pelayan yang hendak menyajikan dua piring nasi uduk itu menukar piring berisi nasi uduk buatan Nyoman dengan piring berisi nasi uduk lain. Ari terkejut melihat itu.

Ari yakin, orang-orang yang berada di restoran itu seperti sudah bekerjasama dengan Chef yang bernama Teguh itu.

Kini dua piring Nasi Uduk yang memiliki bendera bertuliskan nama-nama Chef itu sudah tersaji di atas meja tepat di hadapan Azka. Dua gelas teh tawar juga sudah tersaji di samping piring-piring itu.

Teguh dan Nyoman berdiri di hadapan Azka. Manager HRD, Sekretaris dan Manager F&B juga tampak menunggu.

Sesaat kemudian, Azka mendapatkan pesan dari Ari. Sebelum dia mencicipi kedua nasi uduk itu, dia meraih handphone-nya lalu membaca pesannya.

MENU BUATAN NYOMAN TELAH DITUKAR. ADA ORANG DALAM YANG SENGAJA MELAKUKANNYA UNTUK MENDUKUNG TEGUH.

Azka menyimpan handphone-nya dengan tenang agar orang-orang yang berada di sana tidak merasa curiga. Azka kembali menatap dua piring berisi nasi uduk yang sudah disajikan dengan tata boga yang menawan dan menggoda lidah.

Teguh berdiri tampak tenang, sementara Nyoman terlihat gugup.

"Dari tampilan penyajian, dua-duanya cukup menggoda lidahku" Puji Azka. "Namun entah bagaimana rasanya nanti”.

Teguh masih tampak tenang. Sementara Nyoman kian gugup mendengar itu.

"Selama ini, hanya nasi uduk buatan ibuku lah yang paling enak dan tiada duanya" Lanjut Azka

"Aku sudah mencoba berbagai nasi uduk yang dijual di tempat-tempat lain, namun hingga sekarang aku belum menemukan yang bisa melebihi enaknya nasi uduk buatan ibuku.”

Setelah mengatakan itu, Azka berdiri dari duduknya yang membuat Teguh mengerutkan dahi karena merasa heran.

"Biasanya kalau ibuku membuat nasi uduk, aku tidak akan memakan sajiannya. karena aku lebih suka mengambilnya sendiri karena takut mubazir jika kebanyakan”

“Apakah di dapur sana masih ada?" Tanya Azka pada Teguh dan Nyoman.

Seketika wajah Teguh tampak memucat.

"Masih ada, Pak" Jawab Nyoman.

"Masih ada" Jawab Teguh sedikit lemas.

"Kalau begitu, antarkan aku ke dapur dan biarkan aku yang mengambil dan meraciknya sendiri.”

"Baik, Pak" Ucap Nyoman dengan semangat.

Sementara Teguh berkeringat dingin dan Manager F&B masih terlihat kebingungan. Manager itu pun mengantar Azka ke dapur diikuti kedua Chef, Manager HRD dan Sekretarisnya.

Sesampainya di dapur, Nyoman menunjukkan nasi uduk yang sudah dibuatnya bersama lauk pendamping dan segala macamnya di sebuah tempat. Dan seorang pelayan langsung memberikan sebuah piring pada Azka.

Azka pun mengisi piringnya dengan nasi uduk lalu mengisinya dengan lauk pendamping dan pelengkapnya. Dia mulai mencicipinya, entah mengapa menurutnya nasi uduk buatan Nyoman masih terasa mengandung banyak minyak hingga membuat sedikit enek di lidahnya. Saat mencicipinya itu, Azka tidak menunjukkan ekspresi apapun.

Setelahnya Azka menikmati nasi uduk buatan Teguh. Saat dia mencicipinya, Azka menyembunyikan keterkejutannya karena rasanya hampir sama dengan buatan ibu asuhnya.

Nasi uduk buatan Teguh itu, terasa tidak banyak mengandung minyak dan gurihnya tidak membuatnya enek, meski dicampur dengan bakwan, kerupuk dan lauk pendamping lainnya.

Karena Azka tidak menunjukkan ekspresi apa-apa, Teguh dan Nyoman pun tidak tahu mana yang sesuai di lidah Azka.

Azka keluar dari ruangan dapur lalu kembali duduk di mejanya yang tadi. Melanjutkan mencicipi menu luar negeri yang sudah dihidangkan.

Setelah selesai mencicipi hidangan lokal dan luar. Azka menatap Teguh dan Nyoman dengan lekat.

"Aku sudah menikmati hasil karya kalian" Ucap Azka.

"Besok aku akan kirimkan langsung surat keputusannya ke alamat kalian. Tentu, yang mendapatkan surat itu adalah yang diterima sebagai Kepala Chef di Kastara”

“Jika dalam tiga hari ke depan, salah satu diantara kalian tidak mendapatkan surat itu, berarti kalian tidak diterima di sini."

Teguh dan Nyoman mengangguk. Setelah itu Azka bergegas pergi meninggalkan Restoran Kastara menuju Kantor Perusahaan Kastara. Sesampainya di ruangannya, dia langsung menghubungi Ari.

"Elu udah dapetin data soal Teguh?" Tanya Azka penasaran.

"Gue nemu foto dia bersama Pak Dirga di sebuah restoran di luar negeri. Di foto itu, gue lihat Teguh sedang menggunakan pakaian Chefnya. Sepertinya hidangan yang disajikan di dalam foto itu hasil karyanya sendiri.”

Azka terkejut mendengarnya.

“Kalau dia merasa kompeten kenapa harus berbuat curang? Lantas siapa yang mengganti menu buatan Nyoman?”

“Seorang pelayan menggantinya disana. Dan sepertinya dia hanya orang suruhan, wajahnya menyiratkan penyesalan setelah melakukan aksinya.”

Semula, Azka menyangka Teguh memiliki orang dalam di Kastara hingga ada yang membantunya untuk berbuat curang. Mendengar penjelasan dari Ari, sekarang dia yakin bahwa Teguh adalah kiriman dari Dirga, yang bertujuan mengendalikan Restoran Kastara seperti dulu, dan Azka tidak akan membiarkan itu terjadi lagi.

"Lalu dengan Nyoman?"

"Dia bersih!" Jawab Ari di seberang sana.

Azka meraih dua lembar kertas HVS lalu menuliskan sesuatu di kertas tersebut.

----------------------------------

Esoknya, Teguh bergegas keluar saat mendengar suara kurir di luar sana. Dia mendapatkan sebuah surat. Kop Surat itu bertuliskan Kastara Indonesia, wajahnya langsung terlihat senang karena dia mendengar sendiri ucapan dari Azka kemarin, jika mendapatkan surat itu berarti diterima.

Padahal semalaman dia tidak dapat tidur karena sewaktu Azka menilai hasil kreasinya, Azka malah ingin mencicipi nasi uduk yang masih tersisa di dapur restoran. Teguh sudah khawatir rencananya akan gagal dan dia akan dihabisi oleh Kepala Chef yang sudah dipecat tidak hormat sebelumnya.

Dengan perasaan senang, Teguh duduk di teras rumahnya lalu membuka amplop dan mengeluarkan suratnya. Dia heran surat itu justru ditulis dengan tulisan tangan. Teguh pun mulai membacanya.

"Aku kira tidak akan ada lagi yang bisa membuat nasi uduk seenak buatan ibuku, ternyata dugaanku salah. Sungguh, aku menikmati nasi uduk buatanmu, aku seakan mengenang kembali masa-masa itu. Nasi uduk buatanmu berhasil memutar kembali kenangan indahku bersama ibu.”

Teguh kian senang membaca itu.

"Ku akui anda adalah seorang chef handal, namun sangat disayangkan aku tidak dapat memilih anda untuk menjadi Kepala Chef di Restoran Kastara."

Teguh terbelalak lemas membaca itu.

"Seandainya saja anda tidak berbuat curang dengan bekerjasama dengan orang dalam untuk menggantikan sajian nasi uduk yang dibuat rival anda itu, tentu aku sudah memilih anda dan pastinya aku akan selalu meminta anda membuat nasi uduk untukku, berapapun permintaan gaji anda akan aku penuhi”

“Dengan terpaksa, aku memilih rival anda untuk menjadi Kepala Chef di Restoran Kastara, meski rasanya masih tidak seenak nasi uduk buatanmu, tapi dia tidak mencoreng gelar chef yang diterimanya”

“Terima kasih telah melamar di Kastara, semoga ini menjadi bahan intropeksi anda untuk melamar di tempat lain. Semoga hari anda menyenangkan ke depannya."

Teguh langsung merobek halus surat itu lalu menghamburkannya ke udara.

Sementara itu di ruang kerja Azka, Nyoman duduk dengan gugup di hadapannya.

"Selamat bergabung di Kastara!" Ucap Azka padanya dengan tersenyum.

Lalu Azka menyodorkan buku resep rahasia padanya.

"Anda pasti sudah mengetahui segala perjanjiannya setelah menerima resep rahasia ini. Aku yakin anda bisa bekerja dengan baik untuk bersama-sama berlayar denganku di kapal Kastara Indonesia."

"Terima kasih telah memilih saya, Pak!” Ucap Nyoman dengan rasa haru.

--------------------------------

Di tempat lain, di dalam sebuah mobil. Dirga yang masih mencari keberadaan anaknya tampak mengamuk hingga membuat laju mobilnya hampir kehilangan kendali, dikarenakan supirnya yang mendadak ketakutan.

"Bajingan! Aku yakin bahwa hacker itu yang membantunya, dia pasti terlibat atas semua ini!" Teriak Dirga dengan geram.

"Kalau tidak, mana mungkin dia bisa tahu ada yang menukar menu itu!"

Nasution terdiam takut.

"Kita harus ke kantor polisi untuk membantu kita mencari Boby! Dan kamu harus selidiki di kampus, siapa saja para mahasiswa yang jago IT, perlu kamu awasi!"

"Baik, Pak!" Jawab Nasution dengan takut.

--------------------------------

Adirata duduk di tengah ranjang di tempat Santanu dan Rahayu terbaring dengan segala peralatan medisnya. Dokter baru saja keluar memeriksanya.

Adirata menatap Tuan dan Nyonya nya yang masih terbaring koma.

"Tuan Muda sudah bekerja di Kastara Indonesia, Nyonya" Ucap Adirata.

"Kabar dari Pak Manopo, putra anda sama seperti suamimu, tangguh dan pantang menyerah atas segala rintangan yang menghadangnya.”

“Tuan Muda sudah berhasil menemukan masalah utama penyebab Kastara Indonesia mengalami kemunduran, Tuan Besar!. Dan aku meyakini, bahwa dia akan bisa mengembalikan kejayaan Kastara Indonesia seperti dulu. Sama seperti Tuan Besar mengembangkan Nusantara Group dahulu" Adirata tersenyum mengatakannya.

Setelah itu dia bangkit berdiri.

"Kami semua menantikan Tuan dan Nyonya untuk kembali seperti sediakala. Bertahanlah… Semoga keajaiban datang”.

Adirata berjalan hendak keluar dari ruangan itu. Dua penjaga pintu ruangan tampak berdiri dengan senjata api di tangannya masing-masing. Saat Dia hampir saja tiba di depan pintu, langkahnya terhenti mendengar handphone-nya berbunyi.

Dia meraih handphone-nya lalu bergegas menggunakannya.

"Halo" Jawab Adirata saat tahu yang menghubunginya adalah Manopo.

"Bagaimana keadaan Tuan dan Nyonya?" Tanya Manopo penasaran.

"Masih belum membaik" Jawab Adirata.

“Tapi dokter mengatakan, masih ada harapan keduanya untuk kembali pulih"

Diseberang sana Manopo tampak lega mendengarnya.

"Syukurlah."

"Bagaimana Tuan Muda di sana?" Adirata balik bertanya.

"Tuan Muda sudah mulai menunjukan taringnya"

"Melihat kegigihan dan kecerdasannya, aku merasa tidak pantas diamanahi perusahaan sebesar ini oleh Tuan Santanu” Keluh Manopo.

“Di tanganku, Kastara malah mengalami kemunduran."

"Kau jangan merasa bersalah, Manopo! Tuan Santanu hanya ingin kau melindungi Perusahaan itu agar tidak diketahui oleh siapapun, siapa pemilik aslinya. Dia sudah menyiapkan itu untuk berjaga-jaga, bilamana Nusantara Group mengalami masalah.”

“Tuan Santanu sudah mengetahui kebusukan adik tirinya itu sejak dulu. Makanya diam-diam dia menyimpan uangnya di luar negeri tanpa diketahui satupun oleh pihak keluarga dan membuat Perusahaan Kastara”

“Perusahaan itu, sejatinya untuk diwariskan pada Tuan Muda. Tugasmu adalah melindungi perusahaan itu dan menjaga Tuan Muda dengan baik di sana, sampai kita menunggu keajaiban itu datang pada Tuan dan Nyonya."

"Baik, Pak!"

Manopo memutuskan sambungan telepon di seberang sana. Dan Adirata menurunkan handphone-nya, sejenak dia memperbaiki celananya yang agak keduduran dan lanjut berjalan keluar dari ruangan itu.

------------------------------------

Syifa baru saja keluar dari kawasan apartemen dengan mobilnya. Satu bodyguardnya tampak sedang fokus menyetir dan satu bodyguard lainnya di sebelah kemudi.

Syifa duduk di bangku tengah ditemani asisten pribadinya. Tak lama kemudian berdatanganlah sepuluh pemotor yang memiliki tubuh kekar menguntitnya dari belakang. Syifa panik karena trauma pernah dikejar-kejar dengan senjata api.

"Berhenti!" Teriak Syifa.

Bodyguard menepikan mobilnya lalu berhenti di pinggir jalan, “Kenapa, Non?"

Syifa tidak menggubris pertanyaan bodyguardnya, dia malah memperhatikan sepuluh pemotor bertubuh kekar tadi di belakang. Rupanya mereka juga ikut berhenti di belakang mobilnya.

"Tolong turun dan tanya siapa mereka" Pinta Syifa pada bodyguardnya dengan ketakutan.

"Baik, Non!."

Bodyguard yang duduk di sebelah supir turun, lalu berjalan mendekati sepuluh pemotor yang berhenti di belakang mereka. Syifa memperhatikan bodyguardnya yang tengah berbicara dengan mereka. Tak lama kemudian bodyguard kembali masuk kedalam mobil untuk melapor.

"Katanya mereka diutus Pangeran Berkuda Putih untuk mengawal Non sampai masuk tol, dan nanti pas Non keluar dari tol menuju kawasan puncak, akan ada sepuluh pemotor lagi yang sudah menunggu Non di sana. Mereka akan mengawal non hingga shooting di puncak selesai" Bodyguardnya menerangkan.

Syifa mengernyit, "Pangeran Berkuda Putih?"

"Bang Azka, Non!" Senyum bodyguardnya.

Mendengar itu, Syifa langsung tersenyum senang.

"Oh... si Tengil!" Tebak Syifa dengan tersenyum haru.

"Yaudah jalan, Pak!"

"Siap, Non."

Mobil kembali melaju dan sepuluh pemotor itu kembali mengawalnya. Syifa langsung meraih handphone-nya dan menghubungi Azka di seberang sana.

Azka yang masih duduk di meja kerjanya mendapatkan telepon dari Syifa. Dia mengabaikan laptopnya lalu bergegas mengangkat telepon.

"Udah jalan ke Puncak?" Tanya Azka.

"Udah!" Jawab Syifa. "Kok repot-repot segala sih pake ngirim sepuluh preman buat jagain Tuan Puteri?"

Azka tersenyum, "Gue gak mau lo celaka"

"Enggak mau gue celaka, apa gak mau gue digoda sama cowok lain?" Goda Syifa.

“Udah, ya! Ini gue lagi banyak kerjaan. Pokoknya lu hati-hati dan jaga diri baik-baik ya, Bye!"

Azka langsung menyimpan handphone-nya. Dia benar-benar tidak bisa untuk bersikap romantis pada gadisnya. Tak lama kemudian, Azka tidak enak hati telah mematikan handphone-nya begitu saja. Dia pun kembali menghubungi Syifa.

Syifa yang kesal dimatikan begitu saja telponnya oleh Azka langsung tersenyum kembali ketika melihat Azka menghubunginya lagi.

"Kenapa? Bukannya tadi katanya sibuk kerja?" Ketus Syifa.

"Shooting di luar negerinya di mana?" Tanya Azka.

"Di Australia sama di Hong Kong" Jawab Syifa.

"Berapa lama?"

"Di Australia selama seminggu dan di Hongkong juga seminggu."

"Yaudah, nanti kabarin gue berangkatnya tanggal berapa, biar gue anterin lu ke Bandara."

"lya" Jawab Syifa.

Azka terdiam, dia bingung mau bicara apa lagi, sementara mau mengakhiri telepon duluan serasa tidak enak hati.

"Azka!" Panggil Syifa.

"lya"

"Lo jangan khawatir! Gue bisa jaga diri dan gue gak bakal tergoda dengan siapapun. Karena sekarang gue udah punya Pangeran Berkuda Putih yang suatu saat nanti bakal dateng ke orang tua gue buat meminang gue..."

Azka terdiam mendengar itu.

"Meski elo punya sifat dingin yang menyebalkan dan gak bisa romantis. Tapi… saat ini lo segalanya buat gue. Gak ada yang bisa ngegantiin lo di hati gue".

Azka masih terdiam mendengar itu.

"Terima kasih udah sayang ama gue dengan cara lo. Selamat bekerja, nanti gue bakal kabari lo lagi kalo udah kelar shooting dan udah mau pulang. I Love You..."

Lantas Syifa memutuskan sambungan teleponnya dengan tersenyum. Azka pun menyimpan handphone-nya dengan tersenyum.

"I love you too.." Ucap Azka dengan pelan. "Gue bakal belajar untuk menjadi seperti yang lo inginkan. Terima kasih udah sayang ama gue juga".

Azka menarik napas lalu menghembuskannya dengan pelan. Tak lama kemudian pintu ruangannya diketuk, Azka meminta Sekretarisnya masuk.

Risma datang lalu berhenti di hadapannya, "Manager HRD sudah tiba di depan tuh".

"Suruh dia masuk!" Pinta Azka.

Risma mengiyakana dan langsung keluar dari ruangan.
Tak lama kemudian Manager HRD datang lalu duduk di hadapannya.

"Ada apa, Pak?" Tanya Manager HRD heran karena mendadak Azka memanggilnya ke ruangannya.

"lbu masih ingat siapa saja karyawan yang bertugas saat tes masak di Restoran tadi?” Tanya Azka.

"Masih, Pak. Datanya juga ada pada saya. Memangnya ada apa ya, Pak?"

"Tolong pecat Manager F&B dan periksa semua bawahannya apakah semuanya terlibat”.

Manager HRD terkejut dan dia bertanya, "Memangnya kenapa dia harus dipecat, Pak?"

Azka menyodorkan laptop yang berisi rekaman CCTV yang menunjukan aksi karyawan di sana sengaja mengganti menu buatan Nyoman dengan menu yang lain.

Manager HRD terbelalak melihat kenyataan itu, "Astaga!"

"Sekarang sudah tahu bukan? Mengapa aku meminta anda untuk memecat Manager itu!” Ucap Azka.

"Masalah ini aku serahkan pada anda. Jika semuanya terlibat dalam hal ini, maka seluruh pekerja di Restoran Kastara Pusat harus segera diganti.."

"Ba... Baik, Pak" Jawab Manager HRD yang bernama Susilawati, dia masih tidak menyangka jika di sana ada kejadian seperti itu.

"Mengenai seluruh koki yang akan menggantikan koki-koki yang lama apa sudah mendapatkan kandidatnya?"

"Sudah, Pak."

"Besok semuanya harus mulai bekerja di setiap cabangnya, karena Kepala Chef yang sudah aku pilih mulai besok sudah mulai bertugas."

"Baik, Pak."

Azka mempersilahkan Manager HRD keluar dari ruangan itu. Setelahnya, dia meminta Sekretarisnya untuk datang kembali ke ruangannya.

Saat Sekretarisnya sudah berdiri di hadapannya, Azka berkata padanya, "Kirim undangan meeting untuk besok lusa kepada seluruh team utama."

“Baik!!” Risma mengangguk.

Saat Sekretarisnya keluar dari ruangan itu, Azka kembali menatap layar laptopnya lalu memperhatikan sekali lagi setiap detail bahan presentasi untuk kemajuan Kastara Indonesia kedepannya. Dirinya berharap semuanya setuju dan tidak ada kendala untuk mewujudkannya.

Tak lama kemudian Hardika masuk ke ruangan Azka dengan paksa, dia menunjukkan wajah kesalnya dan Azka menatapnya dengan heran.

"Kenapa kau seenaknya memecat seluruh karyawan di Restoran Pusat?" Tanya Hardika dengan geram.

"Jika kau ingin memecat, pecat saja yang sengaja menggantikan menu itu, jangan semuanya!"

Sekarang Azka mengerti apa penyebab kemarahannya.

"Aku tidak memecat semuanya" Jawab Azka.

"Aku memang memecat Manager Food and Beverage itu sebagai orang yang paling bertanggung jawab. Sementara yang lain aku meminta Manager HRD untuk menyelidiki lebih dulu, jika mereka terbukti bersalah, maka mereka akan bernasib sama dengan Manager F&B pusat itu”

"Memangnya apa ruginya jika Manager F&B berpihak pada Chef yang dikenalnya? Toh mereka memiliki kompeten yang sama? Sekarang ini bukan masalah apa yang Manager F&B lakukan. Tapi bagaimana caranya agar memilih Chef yang bisa dipercaya. Bukankah itu tujuannya sekarang?" Papar Hardika.

Azka berdiri dan berkata dengan nada tinggi, “Apa kau tahu alasanku memecat Kepala Chef yang lama dan semua kroni-kroninya?!"

"Karena mereka tidak berhasil membuat Kastara maju kan?" Dengus Hardika dengan membuang muka.

"Bukan!" Ungkap Azka dengan tegas.

"Memangnya karena apa?"

"Jadi kau tidak tahu masalah yang sebenarnya?" Ledek Azka. “Pantas saja ayahmu melepas jabatanmu sebagai CEO sebelumnya, rupanya pekerjaanmu tidak becus!”

"Brengsek! Kau nilai pekerjaanku tidak becus?!" Bentak Hardika dengan menggebrak meja.

"Oke! Anggap saja yang kau katakan itu benar! Lalu apa prestasimu sendiri? Memecat karyawan?”

“Cih! Memecat saja sudah merasa berkuasa! Jangan sok mengajariku! Aku lebih senior darimu!”

Azka tersenyum kecut lalu dia balas mencibir, “Senior? Jangan bangga dengan senioritasmu jika hanya bekerja dengan dengkul!”

“Dengarkan penjelasanku baik-baik! Perusahaan lain sudah bekerja sama dengan Kepala Chef yang lama untuk sengaja menurunkan cita rasa Restoran Kastara agar ditinggalkan oleh para pelanggan. Tujuan mereka adalah untuk menjatuhkan Kastara Indonesia dengan cara itu.

“Aku mendapatkan bukti kelicikannya. Itu sebabnya aku memecat Kepala Chef yang lama dan seluruh koki yang dibimbingnya. Mereka semua bekerjasama dengan Kepala Chef itu. Dan sekarang, aku tidak akan diam jika perusahaan lain itu kembali mengirimkan seseorang yang ingin kembali menjatuhkan Restoran Kastara. Apa lagi jika ada orang dalam yang berusaha menolongnya agar bisa masuk ke Restoran Kastara!”

Hardika terdiam mendengar itu. Dia yang baru pulang dari liburan baru mengetahui masalah itu dari mulut Azka sendiri.

"Apa kau masih mau membela Manager F&B itu dan orang-orang yang membantunya?" Tanya Azka dengan mencondongkan tubuhnya ke hadapan Hardika.

“Atau kau memang berpura-pura tidak tau? Karena sebenarnya kau sendiri adalah bagian dari mereka?”

“Jangan memfitnahku!” Tunjuk Hardika dan bergegas menuju pintu keluar.

“Berhenti!!” Bentak Azka kemudian dia berkata.

“Jangan pernah lagi menguping di pintu jika kau tidak ingin kehilangan kedua telingamu!”

Hardika geram, dia membuka pintu dan menutupnya dengan keras.

Azka kembali duduk lalu berusaha untuk menenangkan dirinya.

“Jika lu terbukti bersekongkol! Gue tidak akan segan menyingkirkanmu, sekalipun kau anak dari Pak Manopo!” Gumam Azka.

-----------------------------------

Malam itu, di dalam gudang kosong yang luas. Dirga berdiri di sebelah Nasution sambil menghadap Mantan Kepala Chef bersama seluruh kokinya yang sudah terikat tali di kaki dan tangan mereka, kepala mereka juga sudah tertutupi kain hitam.

Mereka semua tampak tidak bisa berbicara karena mulutnya sudah dilakban. Di sekeliling mereka sudah melingkar puluhan lelaki bertubuh kekar dengan senjata api di tangan masing-masing.

Dirga menoleh pada Nasution yang sedang berdiri gemetar di sampingnya.

"Kau sudah menemukan Boby?" Tanya Dirga dengan sorot mata tajam.

"Su... sudah, Pak."

"Apa katanya?"

"Dia mencurigai seseorang, Pak. Katanya Azka sekarang berteman dengan seorang mahasiswa dari kampus kita dan dari jurusan IT. Mahasiswa itu pernah membobol WEB pemerintahan negara asing" Jawab Nasution.

"Apa kau sudah bergerak?"

"Saya sudah mengirimkan orang untuk menyeledikinya diam-diam, Pak."

"Bagus!"

Dirga pun menatap kembali tawanannya.

"Sekarang sudah tidak ada lagi yang bisa menyelamatkanmu!" Teriak Dirga pada Mantan Kepala Chef yang berada paling depan."

“Kamu sudah gagal menyisipkan seseorang ke dalam Restoran Kastara! Dan saat ini mereka sedang berusaha membawa ini ke jalur hukum. Untuk menghilangkan bukti dan agar namaku tidak terlibat, maka kalian semua malam ini harus lenyap!"

Mantan Kepala Chef itu gemetar tubuhnya dan tidak bisa berteriak untuk memohon ampun karena mulutnya ditutupi lakban. Begitu pun para koki di belakangnya. Semuanya tidak dapat berbuat apa-apa untuk menyelamatkan diri.

"Inilah akibatnya jika kalian gagal bekerja sama denganku! Aku sudah memberikan kemewahan pada kalian! Dan aku rasa kemewahan itu sudah cukup untuk keluarga yang kalian tinggalkan!"

Dirga menatap salah satu pria kekar yang memegang senjata api lalu memberinya kode untuk menghabisi mereka. Setelah itu, Dirga mengajak Nasution keluar dari sana.

Saat Dirga dan Nasution berjalan keluar dari gudang itu, di belakang mereka terdengar suara tembakan bertubi-tubi. Nasution bergidik ngeri sembari berjalan lemas di belakang Dirga.

---------------------------------

Azka sedang menikmati makan malam di lantai atas rumahnya, dia ditemani para haremnya, yaitu Mawar dan keempat istri Basar.

Mawar yang mendapat informasi dari Satpam yang berjaga di bawah berkata pada Azka.

"Ada tamu dibawah tuh”.

"Siapa, Ka?" Tanya Azka penasaran.

"Katanya sih namanya Ari”.

"Oh! Katakan pada Satpam, Kak. Suruh dia masuk”

Lalu Azka berkata pada ke emapt istri Basar, “Kalian semua masuk ke kamar masing-masing” Pinta Azka.

"Baik, Tuan!” Jawabnya kompak.

“Kamu juga, Kak! Masuk juga ke kamar”

“Iya!” Jawab Mawar dengan mengerucutkan bibirnya.

Setelah para haremnya masuk kedalam kamar masing-masing. Azka menemui Ari di lantai bawah, Ari datang membawa koper dan tas sandang yang tampak sangat kembung. Azka mengernyit melihatnya.

"Lo mau kemana?"

"Gue mau tinggal di sini aja” Sahut Ari yang langsung menurunkan tas sandangnya lalu duduk terlentang di sandaran sofa.

"Memangnya kenapa?" Tanya Azka heran.

"Kemarin hape gue ngehang, gue curiga ada yang mencoba ngehack. Dan tadi sore, banyak orang lalu lalang gak dikenal di depan rumah. Mereka pake motor bolak-balik liatin rumah gue".

"Apa sudah ada yang curiga kalo lo bantuin gue?" Tanya Azka.

"Gue juga mikir gitu" Jawab Ari.

"Gue mau libur dulu kuliah dan sembunyi dulu di sini. Gue khawatir mereka orang-orang suruhan Dirga."

Azka terkejut mendengar itu, "Yaudah, lo di sini aja dulu. Nanti kalo mau keluar biar gue suruh anak buah nemenin lo ke mana-mana."

“Eh!” Sedetik kemudian Azka menyadari sesuatu, dia memijat mijat keningnya.

“Kenapa?” Tanya Ari melihat Azka seperti sedang berpikir.

“Gak apa-apa kok! Lu bisa tinggal disini, tapi jangan coba-coba naik ke lantai atas!” Azka memperingatkan.

Ari sontak memalingkan pandangannya menatap anak tangga, “Emangnya ada apa di lantai atas?” Tanyanya penasaran.

“Gue khawatir lu bunuh diri karena nyesel jadi jomblo!”

Ari terhenyak, “What? Maksud lo apaan bangke?”

“Gue gak mau nutupin dari lu! Di lantai atas ada kakak gue dan keempat pembantu.”

“Setan! Lo pikir gue bakal naksir?” Dengus Ari.

“Enak banget jadi lo! Diangkat jadi CEO, dikasih fasilitas rumah dan mobil mewah, di pacarin sama artis terkenal pula, punya banyak anak buah preman lagi”

“Jangan-jangan yang di lantai atas itu bukan kaka dan pembantu lo, Kan? Selir lo ya?” Selidik Ari.

Azka seketika melempar bantal sofa ke wajah Ari, “Pembantu, Dodol!”

“Cih! Jangan-jangan lo sebenarnya anak konglomerat yang disembunyikan!” Tebak Ari.

Azka terbatuk mendengar itu.

“Ngawur!” Untuk kedua kalinya Ari ditimpuk bantal sofa.

Lalu Azka menyodorkan walkie-talkie pada Ari, “Pake ini kalo lu butuh makan dan sesuatu, tapi jangan minta bantuan pada Mawar, dia kaka gue yang lain terserah lu.”

"Siap, Tuan Muda!" Canda Ari.

Azka kemudian menggunakan walkie-talkie dan meminta pada salah satu pembantunya turun kebawah untuk membawakan kopi dan camilan.

Tak berselang lama, Kedasih turun dari anak tangga dengan membawa nampan di tangannya. Azka melihat Ari menatap pembantu itu dengan tatapan nanar, dia memegang dadanya seolah sesang sesak nafas.

“Terimakasih!” Ucap Azka saat Kedasih telah meletakan hidangannya di meja dan dia segera kembali ke atas.

“Tadi… tadi itu siapa, Anjir! Pembantu? Kenapa pakaiannya transparan begitu?”

“Wah! Gak beres lu, Az! Ngaceng gue, Setan!”

Azka tertawa terbahak lalu dia menjawab, “Sekarang lu ngerti kan kenapa gue minta lu ngelarang ke atas?”

“Namanya Kedasih, dia pembantu disini. Dan asal lu tau aja, dia adalah salah satu dari keempat istri Basar. Gue suruh bi Mayang yang juga merupakan istri Basar untuk mengajaknya kemari.”

Mendengar penjelasan itu, Ari berulang kali menggelengkan kepalanya, sama sekali tidak percaya apa yang telah didengarnya barusan.

“Jujur gue katakan ke elu nih ya! Kelima wanita di lantai atas adalah harem-haremku! Lu hanya berhak memandangnya. Ingat! Hanya memandang! Tidak untuk disentuh!”

Ari menggebrak sofa, “Gak disangka! Ternyata lo itu seorang bajingan! Hahaha…” Bentaknya dan kemudian berkelakar.

“Anggap saja itu adalah bayaran buat elo yang udah mau bekerjasama dengan gue” Ujar Azka.

“Jadi gue boleh ngapain aja nih, selain nyentuh mereka gitu?” Tanya Ari memastikan.

“Iya! Lu mau suruh mereka telanjang ataupun lo mau coli di depannya juga gak masalah. Tapi ingat! Mawar tidak berlaku untukmu”

“Kenapa?” Tanya Ari kemudian dia sadar. “Astaga! Lo incest?”

“Bukan! Dia kaka angkat bukan kaka kandung!” Azka menjelaskan.

“Oke, deal! Gue semangat kerjanya kalo begini. Hahaha…” Ucap Ari puas.

Tak berselang lama, walkie-talkie yang diletakan di meja mengeluarkan suara.

“Diluar gerbang ada Non Syifa. Siapa saja yang mendengar, tolong sampaikan pada Tuan Azka” Ucap Satpam yang berjaga.

Azka yang mendengar itu terkejut entah ingin menangis atau senang. Dirinya merasa menyesal telah memberitahu alamat rumah pada Syifa.

Azka menjawab informasi dari Satpam, “Biarkan dia masuk, Pak!”

“Astaga…. Syifa bagian haremmu juga, Az? Jadi tiap malam dia tinggal disini?”

“Ngawur!” Azka melotot.

Saat Azka sudah keluar, dia melihat Asisten pribadi Syifa dan dua Bodyguardnya berdiri di dekat mobil. Dia tidak melihat Syifa bersama mereka.

"Syifa mana?" Tanya Azka.

"Di mobil, Bang. Dia ketiduran."

Azka mengernyit, “Ketiduran? Terus kenapa kalian bawa ke sini?”

Bodyguard mendekati Azka lalu berhenti tepat di hadapannya. "Tadi ada kabar, kalau di apartemen sebelahnya terjadi pembunuhan”

“Sekarang sudah heboh di berita. Nah, Non gak berani pulang ke apartemen. Tadi pas kelar shooting, Non minta dianterin ke sini, katanya mau nginep di sini dulu sebelum di apartemen aman. Pas sampe sini Non nya malah ketiduran."

"Hah?"

Azka bingung sendiri dengan keberadaan para harem di rumahnya, tapi mengingat di sebelah apartemen Syifa terjadi sesuatu, dia mengerti Syifa pasti trauma sudah dua kali mengalami kejadian mengerikan bersamanya.

"Ya sudah, kalian turunkan semua barang-barangnya”

“Soal Syifa sendiri, biar aku yang menggendongnya”

"Siap, Bang!."

Azka dengan terpaksa membiarkan Syifa tinggal dirumahnya berikut bodyguard dan asistennya. Dia tidak mungkin memisahkan Syifa dengan asisten dan kedua bodyguardnya itu.

Sementara kalian bisa tinggal disini” Ucap Azka.

"Makasih, Bang!"

Sebelum Azka menuju mobil Syifa, dia lebih dulu memberitahu para harem nya untuk berpakaian biasa saja dan untuk segera turun kebawah, menyiap dan membersihkan kamar kosong untuk para tamu yang datang.

Setelah kamarnya telah siap, barulah Azka menggendong Syifa turun dari mobil dan membawanya menuju kamar. Setibanya di kamar, dia membaringkan Syifa di atas kasur lalu melepaskan sepatunya dengan hati-hati.

Setelah itu dia menyelimuti Syifa, Azka berdiri memandangnya dengan senyuman.

"Selamat tidur” Ucap Azka dengan suara pelan.

"Mimpi indah ya.. Maaf udah ngebuat lo jadi trauma. Gue bakal selalu jagain lo, gue gak akan ngebiarin musuh-musuh gue nyakitin lo lagi”.

Azka menyalakan lampu duduk lalu mematikan lampu utama, kemudian dia keluar dari kamar dan menutup pintu dengan pelan.

Di depan kamar telah berdiri dua Bodyguardnya bersama asisten pribadinya. Di dekat mereka koper-koper besar berdiri tegak dan beberapa tas milik Syifa.

"Ratu kalian sedang pulas tidur, untuk sementara simpan saja dulu di kamar kalian” Pinta Azka.

Asisten dan dua bodyguardnya mengangguk. Setelah itu Azka memanggil bi Jum, bi Mayang dan Wulan untuk mengantarkan ketiganya ke kamar lain yang sudah disiapkan dan dibersihkan.

Sedangkan Kedasih, dia sudah kembali naik ke lantai atas setelah selesai membersihkan kamar untuk Ari.

“Jika kalian bertiga butuh apa-apa. Minta saja pada mereka”

"Siap, Bang!”

Kemudian Azka pergi menuju kamar Ari yang berada di teras belakang rumah yang menghadap kolam renang.

“Kenapa lu pilih kamar ini?” Tanya Azka setibanya di pintu kamar Ari.

“Biar bisa cuci mata, ngeliatin ciwi-ciwi yang lagi berenang!” Sahut Ari sambil menata pakaiannya kedalam lemari.

Azka membalas, “Jangan bertindak yang aneh-aneh selama Syifa dan yang lainnya tinggal disini!”

-------------------------------

Nasution mendapatkan telepon dari anak buahnya. Dia sedang duduk gemetar di teras belakang rumahnya karena masih trauma melihat pembantaian langsung dari Tuannya tadi.

Selama menjadi orang kepercayaan Dirga, baru kali ini dia melihat langsung bagaimana kekejaman Tuannya.

"Bagaimana?" Tanya Nasution pada anak buahnya di seberang sana.

"Kita sudah geledah rumahnya, Pak!" Jawab anak buahnya di seberang sana.

"Orangnya tidak ada di rumah. Di dalam rumahnya juga tidak ada yang mencurigakan kalau dia seorang hacker."

Nasution geram. Dirinya tidak ingin bernasib sama seperti para koki yang sudah dibantai habis oleh Dirga.

"Sepertinya anak itu sudah tahu jika kita sedang mencarinya” Ucap Nasution. “Makanya dia kabur!”.

"Apa perlu kita meminta bantuan Penguasa Kuda Hitam untuk mencarinya, Pak?"

"Tidak perlu! Mereka sudah mengecewakan Pak Dirga! Pastinya beliau akan marah jika mengetahui aku meminta bantuan pada mereka."

"Dia sudah mengajukan cuti kampus, Pak. Saya sudah tanyakan itu kepada pihak kampus" Ucap anak buahnya.

Nasution terkejut, "Dia mengajukan cuti?"

"lya, Pak."

"Sudah tidak diragukan lagi. Ini semua memang ulah dia dan sekarang aku tahu di mana tempat dia bersembunyi."

"Memangnya dimana, Pak? Biar saya datangi dia sekarang juga!"

"Kita tidak bisa masuk ke tempatnya. Tempatnya tersembunyi dan sepertinya dijaga ketat oleh Kelompok Naga” Terang Nasution.

“Sepertinya kita harus memancingnya agar keluar dari sarangnya, Pak!”

“Benar! Itu ide yang bagus. Begini saja, besok aku akan mengosongkan Club Twenty Four. Dan kalian ajak seluruh anak buah untuk menyamar menjadi tamu di sana”

“Aku jamin dengan cara ini dia pasti mau datang”.

"Baik, Pak."

Nasution mematikan handphone-nya lalu mulai tersenyum kembali setelah tadi tubuhnya tak berhenti gemetar karena trauma.

-------------------------------

Ari duduk di dekat Azka yang di hadapannya sudah tersaji dua gelas kopi dan camilan. Keduanya menghadap kolam renang yang memantulkan cahaya rembulan di atas langit malam.

"Jadi beneran kalau Syifa akan tinggal disini sementara?”

"Iya! Bodyguardnya bilang jika disebelah apartemennya itu baru saja terjadi pembunuhan. Dia tidak berani pulang karena trauma”.

“Enggak kebayang jika di luaran sana pada tahu, kalo lo sekarang pacaran dengan Syifa” Ledek Ari.

"Emang kenapa?" Tanya Azka sembari mengupas kacang kulit di tangannya.

"Di luar sana taunya kalo Syifa itu sudah tunangan dengan Jonathan! Gue khawatirnya lo bakal digoreng oleh media sebagai perebut tunangan laki orang”

"Dan lo tahu kan bar-barnya netizen indo? Yang ada akun sosmed lo diserang habis-habisan oleh penggemar Syifa dan Jonathan."

"Gue gak peduli! Lagian gue udah kebal dengan cacian orang. Asal lu tau, dari usia sepuluh tahun, gue udah hidup dijalanan dan kerap kali mendapatkan caci maki”

“Tidak mudah untuk sampai ketitik ini!” Pungkas Azka.

Ari menatap Azka dengan terenyuh, memang tidak mudah menjalani kerasnya hidup terlebih seorang diri.

"Baru ini gue nemuin temen yang totalitas dalam bekerja. Pertama lo udah berhasil bikin cafe Syifa menjadi ramai, sekarang gue liat usaha lo buat majuin lagi Kastara gak main-main. Serius banget, gak seperti yang lainnya, nyatai, dan apa adanya”

“Pantas saja lo bisa melewati masa sulit dan bisa meraih sukses sekarang ini. Gue salut, Bro!”

"Kalo lu mau sukses, lu harus masuk lebih dalam. Jangan hanya menjadi pengamat saja, dunia bisnis itu berbeda, Ri!”

“Pertama kita harus suka, kalo udah suka baru totalitas, kalo sudah total, lu harus persiapkan mental karena lu bakal dihadapi segala rintangan dan lu harus siap mencari cara untuk menyelesaikannya. Itu lah salah satu yang diajari sebuah buku ke gue”

“Kalo kita niatnya cuman karena duit dan mengesampingkan soal suka, kedepannya pasti timpang dan mudah goyah, apalagi pas tahu tidak menghasilkan."

Ari mengangguk. Kemudian dia berpikir lalu kembali menatap Azka seperti ada yang ingin dia debatkan.

"Tapi kan tujuan bisnis itu uang, Bro?

“Kayaknya gak perlu suka dulu, kan?"

"lya, memang uang! Tapi kalo suka, lo bakal lebih nyaman mencari uang di bidang yang lo suka!"

"Bener kata lo, Az!” Ari setuju.

"Nanti kalo lo ada duit, elu bisa tanam saham kecil-kecilan di Kastara! Perusahaan gue lagi buka saham tuh!"

"Siap!" Sahut Ari.

Azka berdiri, "Gue mau tidur. Besok gue harus kerja. Dan gue ingetin sekali lagi untuk tidak yang aneh-aneh selama Syifa tinggal disini.”

Ari mengangguk. Saat Azka beberapa langkah berjalan, Ari berteriak memanggilnya.

Azka menoleh padanya dengan heran, "Kenapa?"

"Gue lupa ngasih tahu, kalo gue dapet job gede nih, Bro! Ntar gue bisa investasi saham di Kastara meski kecil-kecilan."

Azka penasaran lalu kembali mendekati Ari dan kembali duduk di sebelahnya, "Job apaan?"

"Biasalah… Job sebagai hacker! Dia berani ngasih satu miliar kalo berhasil! Barusan orangnya udah transfer DP seratus juta! Besok dia ngajak ketemuan di Club Twenty Four."

Azka mengernyit, "Club Twenty Four?"

"Emangnya kenapa?"

"Gue curiga! Jangan-jangan lu dapetin duit banyak, hingga bisa beli rumah dan mobil dari hasil hacker, bukan karena main pasar saham kan?”

Ari tertawa, "Masa hacker ngebongkar kerjaannya dengan orang yang baru deket? Waktu itu kan lo baru deket banget sama gue."

"Kupret!" Dengus Azka.

"Tapi tenang Bro, gue ini hacker putih. Gue hanya terima tawaran kalo untuk menolong kebaikan! Nah ini… dia minta ke gue buat membongkar kebusukan Club Twenty Four yang katanya meresahkan anak muda di Jakarta”

“Dia ingin tahu siapa di balik Club itu. Apa ada pejabat atau aparat yang bermain? Soalnya tempat itu jadi tempat peredaran narkoba terbesar di Jakarta, Bro."

"Yang minta tolong lo itu dari BNN?" Tanya Azka.

"Bukan, Bro. Ini klien baru, gue tanya temen-temen juga belum pernah dapet orderan dari dia."

"Namanya siapa?"

"Dia cuman nulis inisial aja, Bro. Inisial N."

"Kenapa dia ngajak ketemuan kalo udah tahu apa yang harus lu kerjain sebelumnya? Bukannya aneh, Ri?"

"Lo belum denger istilah live hacker, Az?"

"Live hacker?"

"lya. Gue akan live hacker di Club itu. Dan maaf, gue gak bisa jelasin sekarang bagaimana itu metode live hacker, yang saat ini lagi tren di kalangan para hacker."

Azka mendapatkan firasat buruk mendengar itu.

"Kayaknya lu gak usah ngambil job itu dulu deh, Ri! Apalagi dia minta lo dateng langsung. Elu kan lagi ngerasa dicari orang sekarang, dan kita mencuriganya Pak Dirga, bagaimana kalo orang itu adalah suruhan dia?"

"Lo tenang, Bro. Kalo dia udah berani bayar satu miliar, itu artinya dia orang bener!".

"Lo udah cek datanya?"

"Udah! Dia dari orang sipil, Bro. Dia nyuruh gue ketemu di sana jam sepuluh pagi."

Azka berpikir sesaat lalu kembali menatap Ari dengan tatapan seriusnya.

"Gue punya cara biar lu aman, karena kita gak tahu siapa dia sebenarnya. Kalo lo nekat, gue khawatir itu dari orang-orang Pak Dirga. Menurut gue lebih baik hati-hati dari pada lu nganterin nyawa."

Ari berpikir, "Caranya gimana?"

Azka berbisik pada Ari cukup lama. Ari mengangguk setelah itu dia tersenyum setuju pada apa yang dibisikkan Azka padanya.

-----------------------------------

Nasution terbangun saat mendengar handphone-nya berbunyi. Sementara istrinya sudah tidur lelap di dekatnya. Dia beranjak dari kasurnya lalu berjalan keluar kamar, kemudian menggunakan handphone-nya dengan gemetar saat tahu yang menghubunginya Pak Dirga.

"lya, Pak" Jawab Nasution di depan pintu kamar.

"Sudah kamu culik orangnya?" Tanya Dirga di seberang sana.

"Be... belum, Pak."

"Bukannya sudah tahu rumahnya?"

"Dia lebih dulu kabur dari rumahnya, Pak. Dan sekarang saya lagi menyiapkan rencana untuk bertemu dengannya di Club Twenty Four. Saya yakin besok dia bakal datang dan setelah itu saya akan bawa dia ke hadapan Bapak."

"Rencana apa yang kau buat?" Dirga penasaran.

Nasution pun menceritakan semua rencananya.

"Bagus! Sebelum orang itu membocorkan data-data yang dia dapat dari Kepala Chef itu, kita harus menangkapkannya."

"Ba... Baik, Pak."

Sambungan telpon Dirga pun terputus, Nasution menurunkan handphone-nya sembari mengatur napasnya.

-------------------------------

Pagi sekali Syifa sudah terbangun dari tidurnya. Dia menuju dapur dan melihat begitu banyak para wanita disana.

"Bi.." Panggil Syifa membuat kelimanya menoleh bersamaan.

Mawar bertanya-tanya kenapa dirinya dipanggil bibi? Setua itukah? Dirinya sedikit kesal.

Bi Mayang yang lebih dulu mengenal Syifa tersenyum kearahnya dan mendekat.

"lya, Non."

“Bi… Siapa mereka?”

“Pembantu baru, Non!” Jawabnya.

Syifa hanya mengatakan ‘Oh’ dan dia bertanya lagi.

“Azka belum bangun?”

"Udah, Non."

Syifa mengernyit, "Kok gak keliatan? Masih di kamar?".

"Tuan kalo pagi buta sudah lari keliling komplek, Non. Pulang-pulang pas udah terang, abis itu dia mandi, sarapan, terus berangkat kerja deh" Jawab Bi Mayang.

"Yaudah, sarapannya biar aku yang buat saja ya, Bi."

"Jangan, Non!"

"Kenapa?"

"Biar saya aja, Non mau apa? Saya bikinin. Kemaren abis disuruh belanja sama Tuan ke supermarket. Bahan-bahan lagi lengkap."

"Enggak! Aku yang buat aja, Bi!”

Bi Mayang terpaksa mengiyakan.

Mawar yang mendengar itu merasa cemburu, dia membanting serbetnya dan melangkah pergi.

Saat berpapasan dengan Syifa, Mawar berhenti dan menatapnya.

Dia berkata dengan nada menyalak, “Apa liat-liat? Lain kali jangan pernah panggil aku dengan sebutan bibi!”

Syifa mengeratkan giginya, dia berpikir pembantu baru ini sangat kurang ajar. Dirinya berniat untuk menampar.

Bi Mayang sigap menengahi, “Sudah sudah!”

Syifa menatap punggung Mawar yang berlalu begitu saja.

“Pembantu seperti dia harus diberi pelajaran, Bi! Dia pikir dia siapa? Belagu sekali!” Kesal Syifa.

“Tapi, Non! Dia….”

“Tapi apa, Bi?”

“Dia bukan pembantu, Non. Namanya Mawar, dia adalah Kakaknya, Tuan.”

Syifa terkejut, dirinya baru tau jika Azka punya saudara dan ikut tinggal dirumah ini.

“Astaga! Pantas saja dia marah” Batin Syifa. “Tapi bodo amat, gue gak tau ini kok!” Cueknya.

"Biasanya Azka suka sarapan apa, Bi?" Tanya Syifa mengalihkan topik.

"Nasi goreng, Non."

Syifa mengangguk, "Yaudah, aku yang buatkan saja”

"lya, Non. Saya bantu siapin bahan-bahannya, ya?"

Syifa mengiyakan, keduanya sibuk menyiapkan bahan-bahannya.

"Emangnya Non bisa masak? Biasanya kalo artis terkenal, ada yang masakin loh, sampai gak ada waktu buat belajar masak" Ujar bi Mayang

"Aku punya cafe, Bi. Kenapa aku buka cafe? Ya karena dari dulu memang hobinya masak.”

"Oooh….” Toleh bi Mayang sambil mengupas bawang.

"Ngomong-ngomong ada perempuan yang suka main kesini gak, Bi?" Tanya Syifa menyelidik.

"Selama Tuan tinggal di sini, cuman Non aja yang main ke sini, selain itu gak ada, Non".

Syifa senang mendengarnya.

“Terus tiga wanita itu namanya siapa, Bi?”

“Non mau kenalan?”

Syifa menolak dia hanya ingin mengetahui namanya saja.

“Kalo yang seumuran bibi itu namanya bi Jum”

“Nah kalo yang dua dan masih muda itu namanya Wulan dan Kedasih” bi Mayang menjelaskan.

“Gak keganjenan kan kalian semua, Bi?” Bisik Syifa yang merasa curiga pada keduanya karena potongannya tidak seperti pembantu pada umumnya.

Sontak saja Bi Mayang menelan berat ludahnya saat mendengar itu.

“Gak, Non!” Bi Mayang menggoyangkan tangannya.

"Kalo Azka teleponan, pernah denger dia kayak ngomong mesra-mesra gitu gak di telepon, Bi?"

Dalam hati bi Mayang berkata, “Jangankan mesra, Non. Bahkan Tuan sering tusbolin kita semua, Non!”

"Perasaan gak pernah. Tuan kalo di rumah sibuk di ruangan kerja, baca buku-buku sama mainin laptopnya" Bohong bi Mayang.

Syifa lega mendengarnya.

"Non emang ada hubungan apa sama Tuan? Emangnya tunangan Non gak marah?" Tanya bi Mayang tiba-tiba.

Syifa baru sadar kalau di luar sana orang-orang sudah menganggapnya bertunangan dengan Jonathan.

"Bibi sering nonton berita gosip di TV?"

"Kalau lagi nyantai aja, Non!”

Tak lama kemudian terdengar suara orang membuka pintu lalu menutupnya di depan sana.

"Itu kayaknya Tuan udah pulang dari lari pagi" Ucap bi Mayang.

Syifa pun langsung buru-buru menyelesaikan membuat sarapannya.

Di dalam kamar, Azka baru saja keluar dari kamar mandi dan hanya menggunakan handuk saja. Tak lama kemudian pintu diketuk. Azka bergegas membukanya, dia yakin itu Ari.

Saat Azka membuka pintu, dia terkejut mendapati Syifa berdiri di depan sana.

"Ada apa?" Tanya Azka tanpa malu.

"Mau ngajak sarapan" Jawab Sifa dengan pipi merona.

“Tunggu saja di meja makan, gue mau pakai baju dulu”

Syifa langsung berbalik, jantungnya masih berdegup kencang sembari jalan ke ruang makan.

Tak berselang lama, Ari sudah duduk menghadap nasi goreng bungkus berlauk telur ceplok dan sosis karya Syifa tak lupa teh manis hangat juga tersedia.

Ari menelan ludah karena belum diperbolehkan Syifa untuk mencicipi nasi gorengnya sebelum Azka datang.

Saat Azka sudah datang dengan setelan jasnya, dia heran melihat menu nasi goreng sudah tersaji diatas meja, lengkap dengan kerupuk udang di dalam toples besar.

"Bi Mayang tumben buat nasi goreng bungkus ala restoran" Celetuk Azka lalu duduk menghadap Syifa.

"Bukan bi Mayang yang buat! Tapi istri lo!" Canda Ari.

Azka menatap Syifa dengan tidak percaya. Syifa justru tersenyum malu.

"Emang iya?" Tanya Azka pada Syifa.

"lya, dong! Emangnya lo gak tau kalo gue bisa masak?" Jawab Syifa.

"lya, tahu."

"Yaudah ayo makan. Yuk Ari, sekarang lo udah boleh makan" Ujar Syifa pada Ari.

Mereka bertiga mulai menikmati nasi gorengnya.

"Bodyguard dan asisten elu gak diajakin sarapan juga?" Tanya Azka setelah menelan nasi gorengnya.

"Mereka udah duluan! Tuh lagi sarapan di kolam renang” Jawab Syifa.

Azka mengangguk dan menyuapkan kembali nasi goreng ke dalam mulutnya.

"Enak gak?" Tanya Syifa tiba-tiba.

"Enak! Enak kok" Puji Azka.

Syifa sedikit cemberut, "Kok ngomong enaknya kayak gak meyakinkan."

"Beneran! Enak kan, Ri?" Tanya Azka sembari menatap ke Ari meminta dukungan.

"lya! Cafe-cafe kalah dah sama masakan lo, Fa!”

Syifa sedikit manyun lalu tersenyum.

"Elu gak kuliah?" Tanya Azka kemudian.

"Habis ini mau berangkat" Jawab Syifa.

"Emangnya ada pembunuhan apa di apartemen sebelah lo?" Azka penasaran.

"Ada pembantu yang gak digaji selama dua tahun, terus gak dibolehin keluar, saat polisi datang ke sana pembantunya sudah meninggal dua hari lalu" Jawab Syifa.

"Yaudah, kalo masih takut pulang ke apartemen, lo di sini aja dulu."

Syifa mengangguk.

"Maunya!" Celetuk Ari.

Azka sedikit menginjak kaki Ari.

"Awww!!!!" Pekik Ari kesakitan.

Syifa malah tertawa melihatnya.

-----------------------------

Nasution memasuki Club Twenty Four yang tampak sepi. Tak lama kemudian anak buahnya datang lalu berhenti tepat di hadapannya.

"DJ dan sebagainya sudah disiapkan?" Tanya Nasution pada anak buahnya.

"Sudah, Pak."

Nasution melihat jam di tangannya, setelah itu dia kembali menatap anak buahnya.

"Suruh semuanya masuk!” Pinta Nasution. "Ingat! Semuanya harus menyamar layaknya tamu."

"Baik, Pak."

Setelah anak buahnya pergi. Nasution duduk di salah satu meja yang berada paling tengah sambil tersenyum puas.

-------------------------------

Azka keluar dari dalam rumah menuju mobil ditemani Ari. Di dekat mobil, Juki sudah bersiap membuka pintu mobil.

"Pokoknya ikuti arahan gue semalem!" Ujar Azka pada Ari.

Ari mengangguk, saat Azka hendak naik ke mobil, Syifa datang memanggil Azka sembari membawa dua kotak bekal yang sudah disimpannya dalam kantong berbahan kertas.

Azka menoleh heran padanya.

"Itu apaan?"

"Makanan ringan buat cemilan di kantor" Jawab Syifa.

“Satu kotaknya lagi puding susu, buat di makan setelah jam makan siang."

Azka menahan rasa senangnya mendengar itu.

"Nih"

Azka meraihnya dengan senang, "Terimakasih."

"Kabarin kalo udah sampe kantor."

"lya” Jawab Azka.

Ari berpura-pura terbatuk, Azka dan Syifa menoleh padanya dengan heran. Karena merasa terancam, dia pun bergegas kabur ke dalam rumah.

"Yaudah jalan sana" Pinta Syifa sambil tersenyum pada Azka.

"lya! Lo juga kabari gue kalo udah sampe kampus."

“Ok!”

Azka naik ke mobil. Syifa berdiri di sana sampai mobil keluar dari gerbang rumah dan menghilang dari pandangannya.

Kini Azka sudah tiba di Perusahaan Kastara. Ditempat parkir, Azka menatap Juki dan berkata.

"Kerjakan sesuai rencana!"

"Siap, Bang!" Jawab Juki dengan semangat.

Lalu Azka keluar dari mobil sembari membawa dua kotak bekal dari Syifa. Saat dia tiba di ruangan kerjanya, Azka menyimpan dua kotak bekal itu ke dalam lemari lalu duduk di meja kerjanya.

Dua puluh menit kemudian, Azka membuka laptopnya. Link sadapan CCTV sudah dikirimkan ke Azka oleh Ari. Azka bergegas mengkliknya di laptop lalu melihat suasana Club Twenty Four.

Suasana di dalam Club itu sudah tampak ramai dengan kaula muda-mudi. Para wanitanya berpakaian seksi, mereka tengah berjoget ria mengikuti irama DJ.

Di meja-mejanya juga sudah dipenuhi oleh orang-orang berdasi yang ditemani wanita cantik. Berbagai minuman keras juga sudah tersaji. Beberapa ada yang terlihat berjoget dengan linglung karena mabuk.

Di area parkiran Club Twenty Four, sebuah mobil putih berhenti. Seorang lelaki yang mengenakan celana jeans dan berpakaian Hody merah berpenutup kepala, turun dari mobil itu.

Dia mengenakan masker hitam yang memiliki ornamen kode-kode algoritma. Dua penjaga pintu utama saling pandang lalu sama-sama mengangguk. Mereka yakin itu adalah tamu Nasution yang sudah menunggu di dalam.

Dua penjaga mempersilahkannya masuk. Lelaki itu berjalan di lorong hitam yang memiliki pencahayaan yang unik. Ketika tiba di pintu kedua, seorang wanita berpakaian seksi dengan buah dada yang hampir mencuat menyambutnya dengan ramah.

"Anda tamunya Bapak N, ya?" Wanita itu bertanya genit.

Lelaki itu mengangguk.

"Mari saya antar ke mejanya" Ucap wanita tadi.

Lelaki itu mengangguk lalu masuk ke dalam mengikuti wanita itu. Saat mereka sudah tiba di meja paling tengah. Nasution yang sudah duduk bersama dua wanita sexy langsung berdiri dan menyambut kedatangan lelaki itu dengan ramah.

"Sendirian saja?" Tanya Nasution dengan keras karena suara musik DJ sedang mengalun keras.

Lelaki itu hanya mengangguk. Nasution mempersilahkannya duduk.

Saat lelaki itu duduk, dua wanita sexy di sampingnya pergi meninggalkan mereka. Nasution menuangkan minuman ke dalam gelas lalu memberikannya pada lelaki itu.

Lelaki itu memberikan kode dengan tangannya bahwa dia belum mau minum dulu.

Azka yang masih duduk di meja kerjanya masih fokus menatap rekaman CCTV di laptopnya. Dia tidak bisa melihat dengan jelas sosok N yang sedang duduk bersama seorang lelaki yang baru datang itu.

Tak berapa lama, tiba-tiba saja sosok lelaki berinisial N itu langsung menodongkan pistolnya di kening lelaki itu.

Azka terkejut, dugaannya benar. Dia langsung menghubungi anak buahnya.

"Segera serbu Club Twenty Four itu!" Perintah Azka.

Sementara di dalam Club itu, musik DJ langsung berhenti. Orang-orang yang tadi menjadi tamu di dalam sana mendadak mengelilingi lelaki bermasker itu. Para wanita sexy langsung berlarian.

"Lepaskan maskermu!" Tegas Nasution yang masih menodongkan pistolnya di kening lelaki itu.

Lelaki itu diam saja dan tampak tenang. Tak lama kemudian terdengar suara teriakan di luar sana. Para wanita sexy yang hendak keluar tadi berlarian panik masuk ke dalam lagi.

Nasution menoleh ke arah pintu dengan heran. Dengan sigap lelaki bermasker itu langsung menendang perut Nasution dan mengambil pistol yang terjatuh di lantai.

Para anak buah Nasution yang menyamar menjadi tamu itu menyerang lelaki bermasker.

Lelaki bermasker itu dengan piawainya melawan mereka.

Tak lama kemudian, puluhan anggota Macan Kumbang yang menggunakan masker hitam berdatangan. Mereka semua berlarian menyerang para anak buah Nasution.

Sementara lelaki bermasker itu langsung menarik kerah pakaian Nasution kemudian meninju wajahnya bertubi-tubi, menendang perutnya hingga terkapar lemas dan mulutnya dipenuhi darah.

Lelaki bermasker itu kembali menarik kerah pakaian Nasution dan menatap wajahnya dengan bengis.

"Jangan coba cari perkara dengannya! Jika kamu berani mengusiknya lagi, kalian semua akan mati!” Ancam lelaki bermasker itu dan kembali menjatuhkan Nasution ke lantai.

Lelaki bermasker hitam itu menoleh kearah anak buahnya yang sudah berhasil membuat seluruh anak buah Nasution terkapar lemah. Dia memberi kode untuk segera pergi dari sana.

Lelaki bermasker itu akhirnya keluar dari club. Di saat para wanita bersembunyi ketakutan di bawah meja.

Di luar sana, Marwan sudah menunggu di dalam mobil. Lelaki bermasker itu langsung bergegas masuk kedalam mobil di saat seluruh anak buahnya berpencar menuju motornya masing-masing.

Marwan melajukan mobilnya. Lelaki bermasker itu melepaskan maskernya hingga terlihat jelas wajahnya kini.

Dia tak lain adalah Juki. Tak lama dari itu, dia meraih handphone-nya lalu menghubungi Azka.

"Misi selesai, Bang!”

"Terima kasih!" Ucap Azka lalu menyimpan handphone-nya dengan tenang.

Dia berdiri lalu meraih bahan presentasinya untuk meeting bersama tim utama yang sudah menunggunya di ruangan meeting sana sejak tadi.

Sementara Ari sedari tadi ternganga di dalam kamar menatap laptopnya. Dia tidak menyangka feeling Azka benar adanya. Jika saja dia tidak mau mendengarkan Azka semalam, mungkin hari ini nyawanya sudah melayang.


Bersambung….
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd