Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT G I G O L O

Status
Please reply by conversation.
Part 26





K
ontolku serasa dimanjakan oleh liang memek Bu Linda yang bergerinjal - gerinjal empuk dan hangat ini.

Dalam keadaan seperti inilah aku sering berpikir, tidak dibayar pun gak apa - apa. Asalkan aku mendapatkan memek wanita setengah baya yang seperti Bu Linda ini.

Aku memang sering tenggelam dalam kenikmatan pada waktu menyetubuhi wanita yang akan membayarku jutaan rupiah. Sehingga aku lupa, bahwa semua yang kulakukan hanya untuk menyenangkan hati dan memuaskan birahi pengguna jasaku. Seperti waktu menyetubuhi Bu Linda ini. Setelah merasakan betapa nikmatnya rasa liang memek Bu Linda yang bergerinjal - gerinjal empuk ini, aku jadi tak peduli lagi pada masalah bayaran dari Bu Linda nanti. Perasaanku hanya ingin menikmati luar biasanya memek Bu Linda ini saja. Soal bayaran adalah soal kedua.

Tadinya aku melihat betapa bibir luar vagina Bu Linda bisa ditarik selebar mungkin ke kanan dan ke kiri. Tapi ternyata liangnya kecil sekali. Sehingga pada waktu aku asyik mengentot liang kecil itu, sempat juga aku melontarkan pujian secara lisan di dekat telinga Bu Linda, “Vagina Bu Linda ini seperti vagina gadis. Seperti vagina yang belum pernah melahirkan. “

“Memang aku belum pernah hamil dan melahirkan, “ sahutnya.

“Ooooo ... pantesan memeknya enak sekali gini Bu. “

“Kontolmu juga luar biasa enaknya Yosef ... ini terus - terusan nyundul dasar liang memekku. Ooooh ... belum pernah aku merasakan kontol sedahsyat ini ... berapa senti sih panjang kontolmu ini ?”

“Pada waktu usiaku baru limabelaqs, pernah iseng ngukur ... saat itu duapuluhdua senti Bu. Gak tau sekarang nambah panjang lagi apa gak. “

“Pantesan .... mmm ... punya suamiku cuma limabelas sentimeter. Kalah jauh sama punyamu. “

Aku tahu Bu Linda itu wanita dari kalangan terhormat, yang pasti selalu dihormati orang - orang di sekitarnya. Karena itu aku pun tak mau sembarangan bicara. “

Mungkin karena itu pula Bu Linda merasa terkesan olehku. Sehingga menjelang berpisah keesokan paginya, Bu Linda menciumi bibirku bertubi - tubi. Dan berjanji akan berjumpa lagi denganku.

“Sekarang aku kan sudah punya nomor hapemu. Jadi kalau nanti mau ketemuan lagi, berundingnya lewat hape aja ya, “ kata Bu Linda menjelang perpisahan itu.

Lalu Bu Linda menyerahkan sebuah amplop besar padaku. Tentu saja isinya uang yang cukup banyak. Bahkan setelah dibuka, isinya jauh lebih banyak daripada tarif baruku.

Aku tidak tahu berdasarkan apa Bu Linda membayarku jauh lebih tinggi daripada tarifku yang sebenarnya. APakah ia sengaja “pasang bendera” bahwa ia paling tajir di antara kelompoknya yang cuma 7 orang itu ? Ataukah diam - diam dia mengharapkan “sesuatu” dariku seperti Tante Sharon dan Mbak Mona ?

Entahlah.

Yang jelas, aku tidak pulang ke rumah mau pun ke hotel. Aku sengaja mengontrak rumah kecil dan sederhana, tapi letaknya di pinggir jalan perumahan. Sehingga mobilku bisa masuk.

Rumah ini sengaja kukontrak selama 4 bulan saja. Karena aku membutuhkannya untuk benar - benar istirahat seperti waktu pulang dari villa yang dipakai pertemuanku dengan Bu Linda. Setibanya di rumah kecil ini aku langsung melompat ke atas bed. Lalu tertidur sampai sore.

Di rumah kontrakan sederhana ini, tidak ada musik, tidak ada televisi. Sengaja, agar jiwaku hening manakala sedang beristirahat di sini.

Malamnya, aku makan di warung nasi yang letaknya dekat dengan rumah kontrakanku. Cukup jalan kaki saja untuk mencapainya.

Setelah makan malam di warung nasi sederhana itu, aku pulang dan mengaktifkan laptopku. Tadinya mau memantau bursa saham. Tapi di rumah sederhana ini tidak ada internet. Sehingga akhirnya aku tidur lagi sepuasnya, sampai keesokan paginya.

Selesai mandi, kupanaskan mesin sedan hitamku.

Beberapa saat kemudian aku sudah berada di dalam mobil yang kutujukan ke hotelku. Hanya ingin menyaksikan pembangunan hotel baru di belakang hotel lamaku. Kemudian melangkah ke ruang kerjaku yang masih tetap berada di hotel lamaku.

Anggraeni baru datang. Mengangguk sopan padaku, dengan senyum manis di bibirnya.

Seperti biasa, ia melakukan tugasnya cuma untuk mempelajari buku - buku managemen perhotelan yang setumpuk itu.

Berbeda dengan biasanya, aku yang sedang duduk di kursi kerjaku, merasakan sesuatu yang lain dari biasanya. Kupanggil Anggraeni dan kusuruh dia duduk di atas pangkuanku.

Anggraeni tampak heran karena aku memperlakukannya berbeda dengan biasanya. Ketika ia sudah duduk di atas sepasang pahaku, kuciumi pipinya yang masih dingin karena masih pagi. Lalu kubisiki telinganya, “Rasanya aku mulai merasakan cinta padamu, Sayang. “

Ini adalah untuk pertama kalinya aku mencetuskan cintaku kepadanya. Maka tentu saja Anggraeni tampak sumringah dan menyahut, “Oooh ... aku senang sekali mendengarnya Bang. “

“Tapi masalahnya ... sudah ada dua cewek kembar yang sudah kulamar sebelum aku berjumpa lagi denganmu, “ kataku sambil membelai rambut Anggraeni yang terurai dan diikat oleh bondu.

“Nggak apa, “ sahutnya lirih, “Kalau Abang mau, nikah siri pun aku mau. Supaya aku siap hamil kalau Abang ingin punya anak dariku. “

“Kalau soal hamil sih masih jauh. Orang - orang di Eropa, terkadang sampai sepuluh tahun menikah, belum mau punya anak. Apalagi kita ... usia pun baru delapanbelas. Mungkin enam atau tujuh tahun lagi barulah patut kita pikirkan. “

“Iya Bang. Yang jelas aku bahagia sekali mendengar ucapan Abang tadi, “ ucap Anggraeni sambil mengecup bibirku.

“Iya, “ aku mengangguk sambil mengusap - usap pipinya yang kemerahan, “Tapi aku selama empat bulan akan sibuk mengurus bisnisku yang lain. Jadi kamu harus bisa menjadi wakilku secara tidak resmi. Terutama harus sering memantau pembangunan di belakang itu. “

“Siap Bang. Memantaunya sambil bawa buku gak apa - apa kan ?”

“Gak apa - apa, “ sahutku, “yang jelas, selama empat bulan ke depan, aku bakal jarang datang ke sini. Karena ada kesibukan lain yang membutuhkan campur tanganku. “

“Iya Bang. “

Sebelum aku meninggalkan hotelku, masih sempat Anggraeni berkata padaku, “Aku semakin cinta pada Abang. “

Kemudian aku meninggalkan hotel. Karena jadwal pertemuanku dengan wanita kedua adalah jam 13.00, bukan menjelang malam seperti Bu Linda.

Jam tanganku baru menunjukkan pukul 09.15 pagi. Berarti masih ada waktu untuk istirahat dulu di rumah kontrakanku. Sambil mempersiapkan fisik dan mentalku untuk “bertempur” dengan wanita kedua itu.















2. Bu Mae



K
lien berikutnya bernama Mae. Entah nama lengkapnya Maemunah atau Maesaroh atau apalah gitu. Yang jelas dia memesanku dengan jadwal yang telah ditetapkannya. Jam 13.00. Tempatnya di sebuah hotel yang terletak di pinggir jalan kecil dan sepi. Entah kenapa dia memilih tempat yang tersembunyi begitu. Mungkin dia memang ingin bersembunyi, mungkin takut terpantau oleh keluarga dan sebagainya.

Pada waktu baru memasuki jalan kecil itu, aku merasa mobilku terlalu bagus untuk menginjak jalan sempit dan susah kalau berselisih jalan dengan mobil lain itu. Tapi begitu tiba di hotel yang alamatnya sudah diberikan oleh Mamih, ternyata di pelataran parkir hotel itu sudah ada sebuah sedan sport yang harganya belasan milyar. Ada pula sedan yang harganya jauh lebih mahal daripada sedan hitamku.

Hal itu membuatku sadar diri, bahwa sedan hitamku ini gak apa - apanya kalau dibandingkan dengan mobil - mobil mahal yang sedang trending di negeriku.

Dan aku turun dari mobilku. Melangkah ke dalam hotel kecil tapi segalanya tampak baru itu. Memang bukan hotel berbintang, tapi suasananya terasa tenang dan elit.

Tanpa bantuan bellboy aku mencari sendiri pintu kamar 207. Mudah mendapatkannya, karena hotel ini hanya terdiri dari 2 lantai. Berarti kamar 207 ada di lantai 2.

Setelah menemukan nomor itu, kuketuk pintunya tiga kali. Pintu bernomor 207 itu pun dibuka dari dalam oleh seorang wanita berperawakan tinggi montok, mengingatkanku pada Bu Yola, teman Tante Sharon yang belum pernah berjumpa lagi sejak menyerahkan keperawanannya padaku. Tapi wanita ini tidak segemuk Bu Yola, makanya aku hanya menyebutkan montok saja. Bukan gendut.

Wanita yang kuperkirakan belum 30 tahun itu tersenyum manis dan menyapaku, “Yosef ?”

“Betul, “ aku mengangguk, “Bu Mae kan ?”

“Iya, ayo masuk, “ ajaknya ramah.

Aku masuk ke dalam kamar 207 yang tercium harum aroma terapi.

Setelah berada di dalam kamar itu aku sadar, bahwa hotel ini layak menjadi hotel berbintang. Tapi mungkin karena jumlah kamarnya hanya beberapa puluh, letaknya pun di jalan kecil, maka hotel ini tidak berbintang. Karena aku sudah tahu bahwa hotel berbintang itu banyak juga syaratnya.

Ketika Bu Mae memegang kedua bahuku, harum parfum mahal tersiar ke penciumanku. Lalu ia berkata, “Yosef ... kamu cute banget sih ? Gak sia - sia aku datang ke kota ini untuk mendapatkan hiburan di sela - sela kegiatan bisnisku. “

Seperti biasa, aku selalu ingin menyenangkan hati wanita yang membayarku. Maka sahutku, “Ibu juga cantik sekali. “

“Masa ?!” Bu Mae tampak senang mendengar pujianku, “Tapi gendut ya ?”

“Nggak, “ aku menggeleng, “Ibu ngepas dengan seleraku. Tinggi montok itu seksi Bu. Apalagi Ibu cantik begini. “

“Mmmm ... begitu yaaa ... emwuaaaah ... “ Bu Mae mengakhiri ucapannya dengan ciuman di bibirku.

Lalu ia menggandeng pinggangku, untuk duduk berdampingan di atas sofa yang menghadap ke jendela kaca rayban, memperlihatkan keramaian kota di bawah sana.

“Sengaja aku meminta kamu datang jam satu siang, karena nanti malam aku harus kembali ke kotaku, “ ucap Bu Mae sambil menyebutkan nama kotanya.

“Iya Bu. Mendingan juga siang. Karena pandangan malam suka menipu. Yang jelek kelihatan cantik. Warna -warna pun lebih jelas kalau dilihat siang hari. Heheheee ... “

“Jadi kamu bisa melihatku dengan jelas kan ?” tanya Bu Mae sambil memegang kancing zipper celana denim abu - abuku. Mungkin dia ingin melihat bentuk kontolku.

“Iya. Aku gak nyangka bakal ketemu dengan wanita muda secantik Bu Mae. “

“Aku memang masih muda. Umurku baru duapuluhsembilan tahun, “ sahut Bu Mae sambil menurunkan kancing zipper celana denimku.

Maka aku pun membantunya, untuk menurunkan kancing zipperku. Sekalian memelorotkan celana denim sekaligus celana dalamku, supaya Bu Mae lebih mudah mencapai tujuannya.

“Aduuuuh ... panjangnyaaaa ... “ seru Bu Mae tertahan, sambil memegang kontolku yang sudah ngaceng ini.

Memang sejak masuk ke dalam ka,mar bernomor 207 ini aku sudah membayangkan seksinya Bu Mae kalau sudah telanjang bulat. Bahkan aku penasaran, ingin tahu seperti apa bentuk toket dan memek wanita bertubuh tinggi montok berkulit putih mulus itu.

Pada saat itu Bu Mae mengenakan gaun putih yang mengkilap dan bergoyang. Entah bahan apa yang dipakai untuk membuat gaun itu. Yang membuatku langsung tergiur adalah belahan di depannya itu. Karena ketika duduk di sampingku pun paha putih mulusnya sudah terpamerkan lewat belahan gaun itu.

Keingintahuanku terpenuhi ketika Bu Mae menanggalkan gaun putih itu di depan mataku. Sehingga tingga beha dan celana dalam serba putih yang masih melekat di tubuhnya.

Lalu ia berdiri dan bertolak pinggang di depan sofa yang masih kududuki. “Bagaimana ? Apakah aku ini masih kelihatan seksi di matamu ?”

“Wah ... semakin seksi dan ... merangsang Bu, “ sahutku sambil melepaskan celana denimku yang sudah dipelorotkan tadi.

Tadinya kupikir Bu Mae akan melepaskan beha putihnya untuk mempertontonkan toket gedenya. Tapi ternyata tidak. Ia melepaskan celana dalamnya, sehingga memek tembemnya terpamerkan padaku. Memek yang pasti sudah diwaxing, karena tampak bersih dan licin sekali bentuknya.

Yang sangat menarik bagiku adalah, bibir luar memek Bu Mae sanpai tidak kelihatan, karena tertutup oleh tembemnya memek itu. Jadi yang kelihatan hanya garis yang seolah terlipat ke dalam saja. Hal ini membuatku semakin penasaran. Ingin tahu seperti apa bentuk bagian dalam memek tembem itu.

Maka ketika Bu Mae duduk lagi di sofa, aku berdiri dan duduk di depan kaki wanita montok yang usianya 29 tahun itu. “Boleh kan dimulai ?” tanyaku sambil memegang kedua betis Bu Mae.

Bu Mae menyahut, “Tentu saja boleh. Kita jangan buang - buang waktu kan ?”

Bu Mae mengakhiri ucapannya sambil merenggangkan sepasang paha gempal tapi mulus itu. Pasti dia tahu apa yang akan kulakukan.

Dan tanpa keraguan kuraba - raba paha gempal tapi mulus itu sampai ke pangkalnya. Lalu tanpa keraguan juga kuciumi memek Bu Mae yang “menyembunyikan diri” di antara ketembemannya. Dan kubukakan sepasang “pipi” memek wanita itu, sampai bagian dalamnya tampak jelas. Sepasang labia mayoranya tampak, labia minoranya pun kelihatan, bahkan kelentitnya pun tampak jelas nyempil di atas mulut vagina wanita tinggi montok berkulit putih mulus ini.

Lalu kujulurkan lidahku, untuk “menyapu bersih” bagian dalam memek Bu Mae yang berwarna pink itu. Hmmm ... memeknya sudah diberi pengharum rupanya. Sehingga aroma aslinya tidak tercium olehku. Tapi justru hal ini membuatku sangat bersemangat untuk menjilatinya secara habis - habisan.

Meski agak sulit karena tersembunyi di balik ketembeman pipi memek Bu Mae, namun ujung jemariku berhasil mengelus - elus kelentit yang kecil tapi mengkilap dan basah itu.

Bu Mae mulai terpejam - pejam sambil menahan - nahan nafasnya. Terlebih setelah aku mengintensifkan elusan ujung jariku di kelentitnya. Dalam tempo singkat saja aku telah berhasil membuat liang memek Bu Mae basah. Karena aku sempat juga memasukkan jari tengah tanganku ke dalam liang memek wanita tinggi montok itu.

Bu Mae juga menyadari hal ini rupanya. Ia berkata, “Langsung masukkan aja penismu Yos. Jangan nunggu terlalu becek ... nanti kita gak merasakan enaknya ... “

Ini untuk pertama kalinya aku mendengar orang memanggilku Yos. Kayaknya enak juga kedengarannya.

Kebetulan sofa yang diduduki oleh Bu Mae agak pendek. Sehingga aku bisa berlutut sambil memegang kontolku dengan tangan kiri dan meraba - raba memek Bu Mae dengan tangan kanan. Aku selalu memegang memek dengan tangan kanan, karena tangan kananku lebih sensitif daripada tangan kiri. Jadi dengan sendirinya tangan kananku lebih “membangkitkan” daripada menyentuh dengan kiri.

Bu Mae agak maju duduknya, supaya memeknya berada di luar batas sofa. Dan aku bisa dengan mudah membenamkan kontolku ke dalam liang memeknya yang ... hmmm ... ternyata liang memek Bu Mae tidak sebesar dugaanku. Masih lumayan sempit dan empuk, meski tidak sesempit liang memek Bu Linda kemaren dulu.

Bu Mae bahkan meletakkan kedua kakinya di atas bahuku, sehingga aku merasa lebih leluasa mengentot memek tembemnya.

Maka tanpa basa - basi lagi aku pun mulai mengentot liang memek tembem itu. Bu Mae pun menanggalkan behanya, sehingga sepasang togenya terbuka penuh kini. Tadinya kedua tanganku dipakai untuk memegangi kedua paha gempal putihnya. Tapi Bu Mae menarik kedua tanganku dan meletakkannya di permukaan sepasang toketnya. dengan sendirinya kedua kakinya terjatuh, tidak terletak di sepasang bahuku lagi.

Tentu saja hal ini menyenangkan bagiku. Karena sambil berlutut aku bisa mengentot Bu Mae sambil meremas sepasang toket gedenya pula.

Sementara itu Bu Mae tampak baru menyadari salah satu kelebihanku. Bahwa ketika aku mulai mengentot memek tembemnya, moncongku terus - terusan menyundul dasar liang memeknya.

Hal itu dilisankan oleh Bu Mae ketika aku mulai asyik mengentotnya. “Yosss .... ini untuk pertama kalinya aku merasakan moncong penis yang terus - terusan mentok di dasar liang vaginaku ... saking panjangnya penismu ini Yooossss ... !”

Aku cuma tersenyum tanpa mengurangi kecepatan entotanku. masuk di akal jika kontol yang biasa - biasa saja takkan berhasil mencapai dasar liang memek Bu Mae. Karena selain terganjal oleh paha gempalnya, liang memek Bu Mae memang cukup dalam,. Kontol yang biasa - biasa saja takkan bisa menabrak - nabrak dasar liang memek Bu Mae.

Sedangkan rasa dari liang memek Bu Mae ini ... nikmat mana lagi yang mau kudustakan ? Aku tak mau mendustakan nikmatnya heunceut alias memek. Liang memek Bu Mae ini nikmat sekali rasanya. Karena itu aku harus memberikan nikmat yang lebih pula padanya nanti.

Bahwa setelah orgasme, Bu Mae mengajakku pindah ke atas bed. Di situ aku mulai memberikan nikmat yang lebih buat Bu Mae. Bahwa ketika liang memeknya sudah banjir dan becek, aku justru semakin giat menyentuh bagian - bagian peka di tubuh wanita tinggi montok itu. Kujilati lehernya yang sudah keringatan dengan lahap. Kujilati ketiaknya yang harus deodoran dan bersih dari bulu ketek. Kujilati dan kusedot - sedot pentil toket gedenya. Dan banyak lagi yang kulakukan.

Sehingga Bu Mae kubuat edan eling, klepek - klepek dalam nikmat yang sedang dirasakannya. Aku sendiri sedang menikmati enaknya pergesekan batang kontolku dengan dinding lubang memek Bu Mae.

Bu Mae pun tampaknya ingin memberi nikmat yang lebih untukku. Dengan lincah ia menggeol - geolkan bokong gedenya, tanpa mengenal lelah. Terkadang ia pun mencium dan melumat bibirku tanpa ragu. Yang kubalas dengan lumatan hangat pula.

Namun pada suatu saat Bu Mae orgasme lagi untuk yang kedua kalinya. Ia terkapar dan terkulai lemas. Padahal aku belum apa - apa. Masih mampu bertahan memainkan kontolku di dalam liang memek wanita tinggi montok itu.

Sesaat kemudian, ketika fisik Bu Mae pulih kembali, wanita yang memang masih muda itu mengajakku untuk melanjutkannya dalam posisi doggy. Aku sih oke - oke saja. Bahkan aku sangat bersemangat ketika Bu Mae merangkak lalu menunggingkan bokongnya seperti pacet (lintah darat) yang mau melompat dari pohon ke pohon lain.

Sambil berlutut dan menghadap ke memek Bu Mae yang sedang ditunggingkan, aku pun membenamkan kontolku kembali.

Sambil memegang sepasang buah pantat gede - gede itu, aku pun mengentotnya lagi. Mengentot liang memek yang sudah 2 kali orgasme itu.

Sejak awal disetubuhi, Bu Mae hanya mendesah - desah perlahan. Tapi dalam posisi doggy ini ia mulai merintih - rintih histeris, “yoooossss ... penismu memang luar biasa enaknya Yossss ... kalau aku belum punya suami sih, pasti aku akan ngajak kamu nikah denganku. Ayo entot terus Yosss ... kalau bisa, sambil kemplangin pantatku Yosss ... “

Aku sudah sering diminta untuk mengemplangi pantat pada waktu sedang ngentot dalam posisi doggy. Karena itu aku tidak merasa aneh lagi mendengar permintaan Bu Mae itu.

Maka sambil mempergencar entotanku, kedua telapak tanganku ikut beraksi untuk menampar - nampar kedua sisi pantat gede itu. Sehingga menimbulkan bunyi khas, “Plaaaaaaakhhhh .... ploooookkkk .... paaaaaaaakhhhh .... ploooookkkkkkk .... plaaakkk ... plooooooookkkkkhhhh .... plaaaaaakkkkkkkkkkkhhhh ... plooooooooooookkkkhh ... ! “

Kedua telapak tanganku sudah mulai kepanasan. Pantat Bu Mau pun sudah merah kehitaman. Tapi ia bahkan merengek - rengek keenakan kedengarannya, “Iya Yosss ... kemplangin terus Yooosss ... ini sangat nikmat Yooossss .... kemplangin terus sekuat mungkin ... iyaaaa ... iyaaaa .... iyaaaaaaa ... enak Yos ... enaaaaaak ... enaaaaak ... “

Memang aku pernah membaca dalam sebuah buku mengenai perilaku seks yang membuat wanita puas. Antara lain, ada juga wanita yang ingin disakiti pada waktu sedang disetubuhi. Ada yang minta dicupang lehernya sampai meninggalkan bekas merah - merah kehitaman sebesar coin. Ada juga yang pantatnya ingin dikemplangi pada waktu sedang dientot. Bahkan ada juga yang lehernya ingin digigit sampai mengeluarkan darah. Yang terakhir itu mengerikan bagiku. dan aku tak mungkin tega melakukannya.

Aku mengemplangi pantat Bu Mae pun dengan setengah hati. Karena pada dasarnya aku tak mau menyakiti hati wanita mana pun. Maka ketika pantat Bu Mae sudah merah - merah, aku menghentikannya. Lalu konsen untuk mengentot liang memeknya saja. Liang memek yang empuk tapi terasa sekali pergesekannya.

“Kenapa berhenti ngemplanginnya Yos ?” tanya Bu Mae yang tetap sibuk menggeol - geolkan bokong gedenya.

“Telapak tanganku sudah panas Bu. Ternyata tanganku kalah sama bokong Ibu yang seksi abis ini, “ sahutku.

“Tapi aku sudah mau orgasme lagi Yosss ... ayo gencarin entotannya ... iyaaaa iiiyaaaa ... entot terus yang keras Yoosssss ... ooooo ... ooooooohhhh .... Yoooosssss .... “.

Tiba - tiba saja Bu Mae mengejang tegang. Nafasnya pun tertahan. Lalu ... brukkkkkk ... badan tinggi montok itu ambruk, jadi tengkurap di atas kasur. Dengan sendirinya kontolku pun terlepas dari liang memek Bu Mae.

Lalu terdengar suara Bu Mae yang sedang menelungkup, “Aku kecapean Yos. Sedangkan kamu belum ejakulasi ya ?”

“Iya Bu. Santai aja, “ sahutku sambil mengusap - usap pantat Bu Mae yang sudah merah - merah akibat kemplanganku.

Kemudian Bu Mar membalikkan badannya, jadi celentang. “Baju kausmu kok masih nempel aja. Kapan mau telanjangnya ? “ tanyanya.

“Heheheee ... tadi terlalu sibuk memenuhi permintaan Ibu. Sampai lupa ngelepasin baju, “ sahutku sambil melepaskan baju kausku yang sudah terbasahi keringat di sana - sini.

“Tuuuh ... bodymu bagus gini, kenapa gak dilihatin sejak tadi ?” Bu Mae mengusap - usap dada ku yang bidang dan perutku yang sixpack ini.

“Maaf, tadi aku lupa segalanya, gara - gara melihat seksinya body Bu Mae, “ sahutku. Memuji lagi. Demi kesenangan wanita yang membayarku. Karena prinsipku, My User is My Queen.

“Aku udah tiga kali orgasme. Sekarang aku malah lapar Yos. Kita makan di resto hotel ini aja yok, “ ajak Bu Mae.

“Boleh. Tapi aku mau bersih - bersih dulu Bu. Banyak keringat yang mengering dan terserap lagi oleh pori - pori kulit. “

“Ya udah, kita mandi dulu ya. Mandi bareng mau ?”

“Oke. Sapa takut ?” sahutku sambil menepuk - nepuk memek tembem Bu Mae dengan lembut.

Lalu kami masuk ke dalam kamar mandi hotel. Ternyata peralatan mandi hotel ini pun tak kalah oleh kamar mandi hotel - hotel berbintang.

Kami pun mandi bersama. Dan saling menyabuni dengan telatennya. Hal sekecil ini pun bisa meninggalkan kesan tersendiri kelak.

Selesai mandi, Bu Mae mengenakan busana yang sopan. Mengenakan gaun abu - abu polos tanppa lengan. Jadi hanya ketiaknya yang dipamerkan. Menurutku, gaun itu sudah cukup sopan. Karena tidak memamerkan paha dengan belahan sepasang toket gedenya.

Kemudian kami keluar. Turun ke lantai satu dan menyantap makanan di resto hotel.

Biasanya makanan di hotel jarang yang enak. Ada saja kurangnya. Kurang garamlah, kurang matanglah dan sebagainya. Tapi di hotel kecil ini ternyata masakannya enak - enak. Sehingga aku bisa makan sampai benar - benar kenyang.

Selesai makan, kami lanjutkan dengan berbincang - bincang, terutama masalah bisnis. Ternyata bisnis Bu Mae di bidang busana untuk diekspor ke timur tengah. Tentu hanya busana muslim yang diekspor olehnya.

Aku serasa dingatkan, untuk memberi masukan kepada Tante Sharon. Karena salah satu bisnis Tante Sharon adalah pabrik garment. Mungkin aku harus memberi saran kepada Tante Sharon, agar merintis produksi busana muslim, seperti yang telah dilakukan oleh Bu Mae itu. Jangan terlalu fanatik memproduksi busana modern untuk dipasarkan di dalam negeri belaka.



Setelah isi perut turun, kami kembali ke kamar 207.

Bu Mae langsung menelanjangi dirinya lagi. “Mau nagih hutangmu Yos. Karena Yos belum menyirami lembahku, “ ucapnya sambil menelentang di atas bed. Dengan kedua kaki dikangkangkan seolah membentuk hurup M, karena kedua lututnya berada di sisi sepasang toket gedenya.

Diriku masih dalam fase “pandangan hidup”. Baru memandang sesuatu, si johni langsung hidup. Maka aku pun melepaskan seluruh busanaku. Meraba - raba memek Bu Mae yang ternyata sudah basah lagi. Lalu kuletakkan moncong meriam pusakaku di ambang mulut memek Bu Mae. Mendorongnya sambil meletakkan kedua tanganku di atas kasur, menahan kaki Bu Mae agar tetap pada posisi hurup M begitu. Agar kontolku bisa masuk sedalam - dalamnya.

Lalu dengan gerakan seperti slow motion kontolku mulai kuayun. Perlahan - lahan kudesakkan sampai mentok di dasar liang memek Bu Mae, lalu kutarik lagi perlahan sampai hampir terlepas dan kudorong lagi perlahan sampai menumbuk dasar sumur licin dan hangat itu.

“Hmm ... pelan - pelan begini membuatku jadi romantis ... membayangkan dirimu seolah sang Pangeran yang sedang bercinta dengan sang Puteri ... “ gumam Bu Mae sambil tersenyum.

“Sedang menikmati kenyal dan hangatnya lembah Ibu ... “ sahutku sambil tersenyum. Dan tetap mengayun kontolku dalam slow motion.

Namun semua itu hanya kulakukan selama beberapa detik saja. Kemudian sedikit demi sedikit entotan zakar kupercepat, sehingga hempasan pelerku di mulut anus wanita itu mulai menimbulkan bunyi unik. Plap ... plap ... plaaap ... plap ...plaaap ... plap ... plaaaap ...

kedua tanganku pun tidak menekan kasur dan menahan lipatan lutut Bu Mae lagi. Pindah ke permukaan sepasang toket gede itu.

Dunia pelampiasan nafsu birahi memang pantas dijuluki surga dunia. Karena pada waktu pelampiasan ini terjadi, manusia akan lupa segalanya. Bahkan seandainya pun ada bom meletus, takkan dipedulikannya lagi. Segalanya terassa nikmat dan indah tiada taranya.

Perasaanku pun begitu. Setelah menghempaskan dadaku ke permukaan sepasang toket gede itu, aku mulai merasakan tengah dimanjakan oleh keindahan dan kenikmatan. Bahwa Bu Mae menyambutku dengan geolan - geolan pantat gedenya, dengan pelukan erat dan ciumannya yang bertubi - tubi di pipiku, di kelopak mataku dan di bibirku.

Mulutku pun membalasnya dengan menjilati lehernya lagi, disertai dengan gigitan - gigitan kecil. Sehingga goyangan pinggul Bu Mae semakin menjadi - jadi. Sehingga liang memeknya terasa membesot - besot kontolku dengan lincahnya. Ini membuatku semakin gencar mengentotnya, sementara mulutku terkadang nyungsep di ketiaknya yang harum. Menjilati dan menyedot - nyedotnya dengan kuat. Membuat nafas BVu Mae sering tertahan.

Meski AC di kamar ini membuat udara terasa dingin, namun tubuh kami mulai bersimbah keringat lagi. Bahkan Bu Mae sudah orgasme lagi. Namun aku seolah tak peduli dengan hal itu. Aku tetap melancarkan entotanku, meski liang memek Bu Mae mulai becek lagi.

Beceknya memek perempuan yang baru mencapai orgasme, justru merupakan hal yang nikmat bagiku. Karena aku merasa telah mencapai kemenangan. Telah berhasil membuat Bu Mae orgasme lagi. Dengan lelaki lain, belum tentu Bu Mae bisa menikmati orgasme yang berulang - ulang seperti ini.

Kemenangan ini membuatku bangga pada kemampuanku sendiri. Akibatnya, aku bahkan semakin gencar mengentot liang memek yang punya rasa berbeda dengan wanita lain ini.

Sampai pada suatu saat, aku pun merasakan sudah berada di puncak kenikmatanku. Sehingga aku berkata terengah, tanpa menghentikan entotanku, “Lep ... lepasin di ... di ma ... mana Bu ?”

“Di dalam aja, “ sahutnya, “Aman kok. Tapi tahan dikit ya. Aku juga ... ma ... mau lepas lagi, lep ... lepasin bareng yaaaa ... “

“Iiii ... iyaaaa ... Buuuu ... “ sahutku sambil agak melambatkan entotanku.

Beberapa detik kemudian kugencarkan lagi entotanku. Gencar dan keras sekali, mirip gerakan hardcore di bokep - bokep.

Sampai pada suatu saat ... sekujur tubuh Bu Mae mengejang tegang. Dengan nafas tertahan. Dengan remasan kuat di sepasang bahuku. Pada saat itu pula kutancapkan kontolku sedalam mungkin. Dan tidak kugerakkan lagi di dasar liang memek wanita tinggi montok itu.

Sesuatu yang sangat indah pun terjadi. Bahwa ketika liang memek Bu Mae mengedut - ngedut, kontolku pun mengejut - ngejut sambil memuntahkan lendir kenikmatanku.

Crooooooottttttt ... cretttt ... crooooooooooottttt ... croooottt ... cretttt ... jrooooooooootttttt ... jrooooooooooooooooooottttttttttttttt ... !

Lalu kami sama - sama terkapar sambil saling peluk. Dengan keringat membanjiri tubuh kami.



Menjelang malam, kami pun siap - siap untuk meninggalkan hotel itu. Aku tak sekadar menerima bayaran dari Bu Mae, tapi juga ada point bisnis yang sudah menginspirasi benakku.

Ketika kami berada di pelataran parkir hotel itu, Bu Mae masuk ke dalam sedan berwarna cokelat yang jauh lebih mewah daripada sedanku. Aku pun masuk ke dalam sedan hitamku. Lalu sama - sama melambaikan tangan. Dan kubiarkan sedan Bu Mae meninggalkan pelataran parkir, kemudian kugerakkan mobilku di belakangnya.



















Komentar para suhu tetap dipantau dan diperlukan. Selain membangkitkan semangat, juga untuk menjaga agar thread ini jangan terpelanting ke bawah sampai hilang dari page1.

Terima kasih untuk perhatian dan solidaritasnya.
Matur suwun Updatenya suhu @Otta
Sehat selalu & teteps semangat berkarya
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd