Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT G I G O L O

Status
Please reply by conversation.
Part 10


Ketika aku ingin melihat sejauh apa Bu Kirana bisa merenggangkan jarak sepasang pahanya, ternyata dia bisa membuat paha kanan dan paha kirinya sampai seperti garis lurus. Jadi massalahnya cuma satu. Kalau berdiri tanpa tongkat, bisa ambruk. Yang lain - lainnya normal semua.

Termasuk memek tembem yang licin tanpa bulu ini, sangat normal. Bahkan aku makin bergairah setelah menciumi memek Bu Kirana. Tidak harum parfum. Tapi tidak ada aroma yang kurang sedap, seolah aroma air mineral saja. Ini suatu pertanda bahwa ia sangat menjaga kebersihan.

Awalnya Bu Kirana tersentak ketika ujung lidahku mulai menyapu - nyapu permukaan kemaluannya yang masih terkatup. Dan setelah sepasang pahanya direntangkan, memek ibu itu ternganga, sehingga bagian dalamnya yang berwarna pink itu tampak merangsang ... seperti ingin kujilati selahap mungkin.

Maka dengan gesit lidahku mulai menari - nari di bagian dalam vagina yang berwarna pink itu. Membuat Bu Kirana mengejut - ngejut dengan nafas yang mulai tak beraturan.

“Aaaaa ....aaaaa .... aaaaaaahhhhh .... aaaaaahhhh ....aaaaa .... aaaaaaaaaahhhhh ... ini pertama kalinya aku merasakan memekku dijilatin Seeef ... aaaaaaaaah ... Seeef ... aaaaaaaaaaahhhh .... Seeeef ... gimana kalau aku orgasme sebelum penetrasi nanti Sef ?”

“Kalau mau orgasme, jangan ditahan - tahan Bun ... lepasin aja ... “ sahutku setelah menghentikan jilatanku sejenak. Lalu kujilati lagi bagian pink itu dengan selahap mungkin. Sementara ujung jempolku mulai menggesek - gesek kelentit yang sudah muncul dan mengkilap tegang.

Bu Kirana semakin klepek - klepek ketika kelentitnya kujilati, lalu kuisap - isap sambil menggerak - gerakkan lidahku di permukaan kelentit itu. Bahkan kemudian Bu Kirana mengejang tegang, sambil meremas - remas rambutku yang berada di bawah perutnya.

Akhirnya Bu Kirana mencapai orgasmenya. Aku pun menghentikan jilatanku. Lalu meletakkan moncong kontolku di mulut memeknya yang sudah merekah setelah orgasme barusan.

Kudorong kontol ngacengku sekuatnya. Blessssss ... melesak amblas ke dalam liang memek yang sudah orgasme, tapi belum terlalu becek. Sehingga ketika aku mulai menggeser - geserkan kontolku, terasa betapa primanya liang memek Bu Kirana ini.

Ya, meski pun Bu Kirana sudah orgasme waktu kujilati barusan, liang memeknya terasa masih mencengkram dan ... nikmat sekali rasanya ... !

Pada saat itulah Bu Kirana merapatkan pipinya ke pipiku. Bahkan lalu berbisik terengah, “Gak nyangka ... aku masih bisa menikmatinya. Bersama cowok ... ysng ... yang masih belia dan tampan ... punya penis yang luar biasa panjangnya pula ... “

“Bunda masih sangat normal. Bahkan lubang vagina Bunda termasuk istimewa ... masih sangat menjepit dan legit. Aku suka sekali merasakannya, “ sahutku sambil melambatkan entotanku. Lalu kucepatkan lagi, sampai batas normal.

Tak cuma mengentot memeknya, aku pun menyerudukkan mulutku ke leher jenjangnya. Untuk menjilatinya, disertai gigitan - gigitan kecil.

Bu Kirana pun menyambutnya dengan remasan - remasan di kedua bahuku. Sementara nafasnya mulai mengikuti irama entotanku. Kalau entotanku diperlambat, irama nafasnya pun jadi pelan. Tapi kalau entotanku dipercepat, irama nafasnya pun jadi cepat.

Ketika mulutku mendarat di pentil toket kirinya untuk mencelucup dan mengisapnya, sementara tangan kiriku meremas toket kanannya dengan lembut, rintihan Bu Kirana pun terdengar perlahan. “Ooooo .... oooooh ... indah sekali rasanya Seeef ... ooooh ... Seeef ... ini luar biasa indahnya ... Seeef ... ooooh .... oooo ..... oooooooohhhhh .... “

Tadi aku mendapatkan bisikan dari Mbak Dijah, “Bangkitkan semangat hidup ibuku sebisamu. Supaya ibu pun akan bersemangat untuk melatih kakinya, agar dapat berjalan secara normal kembali. “

Karena itu aku berusaha membang kitkan semangat hidup Bu Kirana dengan caraku sendiri. Terkadang dengan mengucapkan kata - kata gombal juga, tapi tujuannya positif. Bukan sekadar prank.

Wanita setengah baya yang memang sangat cantik itu memang terhanyut oleh aksi fisik dan ucapan - ucapanku. Terlebih ketika aku menjilati ketiaknya yang bersih dari bulu, disertai gigitan dan sedotan kuat, ia benar - benar kelojotan dibuatnya.

Bahkan pada suatu saat, ia tak mampu bertahan lagi. Ia merengek kecil sambil mencengkram sepasang bahuku kuat - kuat. Dan .... “Aaaaaaaahhhhhhhhhhh ... aku or ... orrrgasmeee ... !”

Kali ini kutancapkan kontolku sedalam mungkin. Sampai terasa mendorong dassar liang memek Bu Kirana. Lalu kurasakan liang memek istimewanya berkedut - kedut indah. Disusul dengan meluapnya lendir libido Bu Kirana.

“Istirahat dulu sebentar ya, “ ucapnya sambil menatapku dengan sorot sayu. Sorot cantik wanita yang baru mengalami orgasme.

Aku mengikuti keinginannya. Bahkan setelah kedutan - kedutan liang memeknya berhenti, kucabut kontolku. Lalu merebahkan diri di sampingnya.

“Bunda bisa main dalam posisi doggy ?” tanyaku.

“Mungkin bisa, “ sahutnya, “ tapi perutku harus diganjal beberapa buaha bantal. Mau dicoba ?”

Aku mengangguk sambil tersenyum. Lalu mengambil 3 buah bantal dan mendekatkannya ke badan Bu Kirana. Aku pun ikut membantu agar ia bisa menelungkup di atas bantal itu. Berhasil. Ia bisa menungging, meski perutnya harus diganjal 3 buah bantal.

Yang penting aku bisa mengentotnya dari belakang.

“Awas ... jangan dimasukin ke anus ya, “ ucapnya memperingatkan.

“Tenang aja Bunda. Aku bukan penggemar lubang e’e ... “ sahutku sambil berlutut dan memegang kontolku yang sudah kuarahkan ke memek tembemnya yang tampil sepenuhnya meski dia sedang menungging.

Aku bisa membenamkan kontolku dengan mudahnya, karena Bu Kirana baru mengalami orgasme. Sehingga liang memeknya agak mekar dan basah.

Tapi begitu aku mengayun kontolku, terasa liang memek wanita setengah baya itu tetap prima. Tidak becek dan longgar. Kenyataan ini membuatku kagum.

Menurut pengalamanku, tiap wanita punya alat kelamin yang berbeda - beda sifatnya. Ada yang cepat becek, ada yang legit, ada yang gurih, ada yang kesat dan sebagainya ... hihihiiiiiii !

Sambil berlutut dan memegang pantat gede Bu Kirana, aku mulai menggencarkan entotanku. Terkadang kutepuk - tepuk pantat gedenya, seolah - olah sedang melecut kuda yang tengah kutunggangi. Bu Kirana malah tampak enjoy dengan semua yang kulakukan. Berkali - kali ia bersuara, “Iyaaaa ... sambil tepokin pantatku Seef ... tepokin yang keras juga boleh ... yang lebih keras ... yang lebih kerassss ... !”

Untuk meladeni keinginannya, tepukan - tepukanku di pantatnya berubah menjadi tamparan - tamparan keras. Sehingga dalam tempo singkat saja bokong indah itu sudah merah padam dibuatnya.

Tapi dia masih memintaku mengemplangi pantatnya sekuatku. Padahal kedua telapak tanganku sudah panas rasanya.

Ketika aku mencoba menarik - narik rambut Bu Kirana yang panjang terurai lepas itu pun, ia merasa senang. Sehingga aku bukan hanya menjambaknya, tapi menarik - narik dengan kuatnya, seolah sedang menarik tali sais seekor kuda.

Namun akhirnya Bu Kirana mengelojot lagi sambil merengek, “Aaaaa ... aku mau orgasme lagi Seeef .... “

Lalu sekujur tubuhnya mengejang. Dan liang memeknya berkedut - kedut lagi. Kemudian ia terkulai lemas lagi. Dalam keadaan masih menungging dengan tiga buah bantal mengganjal perutnya.

Lalu terdengar suaranya, “Kamu belum ejakulasi Sef ?”

“Belum, “ sahutku.

“Cabut dulu deh penismu, “ ucapnya sambil berusaha sendiri untuk menjauhkan ketiga bantal yang ditelungkupi oleh perutnya itu.

Aku siap - siap untuk membantunya. Tapi ternyata ia bisa melakukan semuanya sendiri.

Kini ia menelungkup di kasur, tanpa mengganjal perutnya dengan bantal. “Duduk sini Sep, “ ucapnya sambil menepuk - nepuk kasur di depan wajahnya.

Lalu aku disuruh duduk bersila, sementara ia tetap menelungkup di depanku. Kemudian ia bergerak maju, sehingga kepalanya berada di atas kakiku.

“Aku pengen ngemut penismu, “ ucapnya sambil memegang kontolku.

Aku pun merentangkan kedua kakiku, agar ia leluasa melakukan keinginannya.

“Kontolmu ini besarnya sih standar ... tapi panjangnya luar biasa Sef, “ ucapnya yang disusul dengan menjilati leher dan puncak kontolku, sementara tangan kanannya memegangi kontolku.

Gila ... ia tahu benar bagian yang terpoeka di kontolku, yaitu di urat leher dan moncong kontolku. Aku pun agak membungkuk, sambil menjulurkan tanganku ke arah toketnya yang agak tergantung.

Bu Kirana mulai memasukkan kontolku ke dalam mulutnya. Lalu mengalirkan air liur ke badan kontolku yang tidak terkulum olehnya. Dan mulailah ia beraksi. Menggeluti moncong kontolku dengan lidah di dalam mulutnya, sementara tangan kanannya mengurut - urut badan kontolku, seperti sedang coli.

Aku pun terpejam - pejam dalam nikmatnya permainan oral Bu Kirana.

Cukup lama Bu Kirana menyepong kontolku, sehingga aku mulai risau. Karena rasanya aku sudah hampir ngecrot dibuatnya. “Bunda, kalau aku mau ejakulasi nanti gimana ?”

Bunda menunjuk ke arah mulutnya sendiri.

“Lepasin di dalam mulut Bunda aja ?” tanyaku.

Bu Kirana melepaskan kontolku dari dalam mulutnya, untuk menjawab pertanyaanku, “Iya ... aku ingin minum air manimu Sef .... “ jawabnya. Lalu ia mengulum kembali kontolku.

Kini semakin lincah Bu Kirana mengoralku. Lidah, bibir dan tangannya beraksi semua. Membuatku sulit mengatur nafasku sendiri.

Sampai akhirnya aku tak kuasa lagi menahan kenikmatan ini. Maka meletuslah lendir kenikmatanku di dalam mulut Bu Kirana. Croooooootttt .... croootttttt .... crooooootttttt ... croooooooottttt ... crettt .... crooooooooooooottttttt ... !

Bu Kirana langsung menelannya semua ... gleekkkkkk ... ! Sampai habis, tak disisakan setetes pun ... !

“Biar kamu ingat aku terus nanti, “ kata Bu Kirana sambil tersenyum.

“Tentu aja. Aku akan inget terus pada Bunda, “ sahutku sambil menjinjing pakaianku yang bertumpuk di atas sofa, “Bisa aku numpang ke kamar mandi Bun ?”

“Iya, “ sahut Bu Kirana yang sudah duduk meski masih telanjang.

Aku pun melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Untuk kencing dan bersih - bersih.

Sesaat kemudian, ketika aku masih berada di dalam kamar mandi, Bu Kirana pun masuk ke kamar mandi dengan bantuan tongkat. Masih dalam keadaan telanjang, seperti aku.

Aku pun menyambutnya dengan pelukan dari belakang. Untuk membuatnya nyaman.

“Sebelum kecelakaan yang merenggut nyawa suamiku dan membuatku lemah begini, banyak yang bisa kulakukan di dalam kamar mandi. Tapi sekarang, berjalan pun harus hati - hati. Dengan bantuan tongkat pula, “ kata Bu Kirana bernada pilu.

“Kalau rajin berlatih, Bunda bisa pulih, “ sahutku sotoy. Padahal aku juga belum tahu apakah dia bisa normal lagi atau tidak.

“Dokter juga bilang begitu. Kalau rajin therapy dan berlatih, aku bisa berjalan normal kembali. Tapi aku memang malas latihan, “sahutnya.

“Apakah kehadiranku bisa membangkitkan semangat Bunda ?”

“Bisa ... sangat bisa, “ sahutnya sambil mengangguk, “Aku bahkan merasa seolah kembali ke masa remajaku. Karena kamu masih sangat muda Sef. Tapi ... kenapa kamu seperti suka benar padaku ? Apakah itu sikap yang dibuat - buat ?”

“Bunda ... aku tak pernah bersandiwara dalam setiap langkahku, “ sahutku, “Aku memang penggemar wanita setengah baya. Makanya begitu melihat Bunda, aku langsung suka. “

Bu Kirana tersenyum ceria mendengar ucapanku. Lalu ia memutar keran shower. Dan air hangat pun memancar dari atas kepala kami. Bu Kirana menyandar ke dinding kamar mandi, sambil tetap memegang tongkatnya.

Aku pun mengambil botol sabun cair untuk menyabuni tubuhku. Kemudian juga menyabuni tubuh bagian depan Bu Kirana. Terutama bagian di bawah perutnya, karena aku paling suka menyabuni memek ... !

Namun mengingat fisik Bu Kirana yang tidak memungkinkan untuk disetubuhi di kamar mandi, aku pun menyemprotkan shower manual ke sekujur tubuhnya yang sudah kusabuni. Kemudian aku pun membilas tubuhku sendiri yang penuh dengan busa sabun.

Setelah tubuh Bu Kirana bersih dari busa sabun, aku juga yang menghandukinya sampai kering. Karena Bu Kirana tak bisa menghanduki dirinya sendiri secara sempurna, mengingat tangan kanannya tetap dipakai untuk memegang tongkatnya.

Kemudian kubelitkan handuk itu di tubuh mulusnya. Tubuh yang seakan - akan belum pernah melahirkan itu.

Lalu Bu Kirana keluar dari kamar mandi, dengan bantuan tongkat tentunya.

Setelah tubuhku kering, kukenakan kembali pakaianku. Kemudian keluar dari kamar mandi.

Sebenarnya aku masih prima untuk menyetubuhi Bu Kirana di ronde kedua.

Tapi Bu Kirana berkata, “Sudah cukup Sef. Terima kasih ya. Baru sekali ini aku merasakan tiga kali orgasme secara berturut - turut. Tapi kalau bisa, seminggu ke depan ke sini lagi ya. “

Aku cuma mengiyakan. Lalu mencium bibir Bu Kirana, lalu pamitan untuk meninggalkannya.

Ketika aku menuruni tangga, kulihat Mbak Dijah sedang serius menghadapi laptopnya. Tapi ketika mendengar bunyi langkahku, ia menoleh ke atas, ke arahku. “Udahan ?” tanyanya.

Aku menjawabnya dengan anggukan kepala. Kemudian duduk di sofa dekat meja tulis yang sedang digunakan oleh Mbak Dijah.

Mbak Dijah menutup laptopnya, kemudian duduk di sampingku. Saat itu Mbak Dijah mengenakan daster berwarna hitam polos. Tapi sudah tidak mengenakan hijab. Mungkin karena sudah malam dan siap - siap untuk tidur.

“Berapa set sama Bunda tadi ?” tanyanya sambil menepuk lututku.

“Satu set, tapi dia sudah tiga kali orgasme. “

“Ohya ?! Sukurlah, Bunda sudah bisa merasakan orgasme lagi. “

“Rumah ini hanya dihuni oleh Mbak dan Bunda berdua ?”

“Iya, “ sahutnya, “kalau siang sih ada pembantu dan beberapa pegawaiku. Masih kuat main sama aku ? “ Mbak Dijah mengusap - usap celana jeansku, tepat di bagian yang menggembung seperti ada pisang di dalamnya.

“Masih kuat. Mau main tiga ronde juga siap, “ sahutku sambil balas mengusap - usap lutut dan pahanya yang tidak tertutupi daster hitamnya. Karena daster Mbak Dijah terlalu pendek.

Diraba - raba pahanya, Mbak Dijah malah mrenggangkan sepasang pahanya. Seolah mempersilakan tanganku untuk menjelajah lebih jauh lagi. Dan tanganku memang merayap lebih jauh ke dalam, sampai selangkangannya. Membuatku agak kaget, karena aku bisa langsung menyentuh memeknya. Ternyata Mbak Dijah tidak mengenakan celana dalam ... ! Mungkin dia sudah menyiapkan diri untuk dieksekusi olehku.

Tentu saja aku senang menemukan kenyataan ini. Sehingga jari tanganku mulai menyelinap ke celah memeknya, sementara Mbak Dijah cuma tersenyum dan merapatkan pipinya ke pipiku.

“Di sini aman ?” tanyaku.

“Aman, “ sahutnya, “Kan semua pintu sudah dikunci, semua tirai sudah ditutupkan. Sedangkan Bunda tak mungkin berani turun kalau tidak kubantu waktu menuruni tangga. “

Ketika ia berbicara itu, jari tengahku sudah sepenuhnya terbenam di dalam celah memeknya yang hangat dan mulai membasah. Namun ia pun mulai menurunkan kancing zipper celana jeansku. Lalu tangannya menyelusup ke balik celana dalamku. Dan berusaha menyembulkan kontolku.

Untuk mempermudah, kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai ke lutut. Sehingga Mbak Dijah leluasa menciumi puncak kontolku. Bahkan lalu ia mengulumnya. Sambil mengalirkan air liurnya ke badan kontolku yang sudah ngaceng lagi ini.

Tadinya kupikir ia akan mengoral kontolku, seperti yang telah dilakukan oleh ibunya tadi. Namun ternyata air liur yang dialirkan ke badan kontolku itu hanya semacam pelumas. Karena ia lalu berdiri membelakangiku, di antara kedua pahaku.

Aku yang masih duduk di sofa segera mengerti apa yang akan dilakukannya. Maka aku pun lebih maju ke depan pada saat ia menyingkapkan daster hitamnya sambil memegang kontol ngacengku.

Lalu, sambil membelakangiku Mbak Dijah menurunkan pantatnya. Sehingga kontolku yang sedang dipegangnya melesak masuk ke dalam liang memeknya.

Bokong Mbak Dijah sudah berada di atas pahaku ketika ia mulai mengayun bokongnya, naik turun laksana wanita penunggang kuda yang sedang beraksi di atas pelana. Aku pun tidak berdiam diri. Kusingkapkan terus daster hitam itu lebih tinggi lagi, bahkan sampai lepas lewat kepala Mbak Dijah.

Ternyata Mbak Dijah bukan hanya tak mengenakan celana dalam, tapi juga tak mengenakan bra. Sehingga setelah aku melepaskan dasternya, ia jadi telanjang bulat. Ia pun semakin asyik mengayun bokongnya, semakin asyik menggesek - gesekkan dinding liang memeknya pada kontol ngacengku.

Sementara aku yang tetap duduk di sofa dan dibelakangi oleh Mbak Dijah, masih bisa menjulurkan sepasang tanganku ke bawah ketiak Mbak Dijah. Lalu enjoy dengan meremas - remas sepasang toketnya.

Aku pun masih bisa menggerak - gerakkan kontolku dengan arah yang berlawanan dengan liang memek Mbak Dijah. Kalau liang memeknya turun, aku menaikkan kontolku. Dan kalau liang memeknya naik, aku pun menarik kontolku.

Meski begitu, aku masih bisa membisiki telinganya, “Lebih asyik kalau kita berhadapan Mbak. “

“Iiiyaaaa ... “ sahutnya sambil menghentikan ayunan bokongnya. Lalu ia berusaha memutar badannya, tanpa melepaskan kontolku dari liang memeknya.

Akhirnya Mbak Dijah jadi berhadapan denganku, dengan selangkangan menduduki selangkanganku. Sementara kontolku masih tetap berada di dalam liang memek legitnya.

“Kamu benar Sef. Kalau berhadapan gini, kita bisa sambil berciuman, “ ucap Mbak Dijah yang lalu disusul dengan ayunan bokongnya, naik turun dan naik turun terus, sambil memagut bibirku ke dalam ciuman lengketnya.

Mbak Dijah terasa sangat bersemangat mengayun bokongnya, diiringi desah - desah nafasnya yang tidak beraturan. Namun aku yakin bahwa posisi duduk ini akan membuat Mbak Dijah cepat orgasme. Karena posisi ini selaras dengan posisi WOT. Di mana “perabotan” di dalam memek Mbak Dijah turun dan mudah tergesek atau tersundul. Dengan sendirinya Mbak Dijah akan cepat mencapai orgasmenya.

Dugaanku benar. Baru belasan menit Mbak Dijah beraksi di atas pangkuanku, tiba - tiba tubuhnya bergetar. Lalu ambruk dalam dekapanku. Ayunan bokongnya pun berhenti.

“Kenapa Mbak ? Udah lepas ?” tanyaku.

“Iya ... terlalu enak sih ... jadi aja aku cepat orgasme, “ Mbak Dijah mengangkat memeknya sambil meringis. Kontol ngacengku pun tercabut dari liang memek wanita muda itu.

“Lanjutkan di kamarku aja yuk, “ Mbak Dijah menarik tanganku, “Kalau bisa aku ingin semalam suntuk bersamamu malam ini. “

Sebagai seorang gigolo, aku harus profesional. Tak boleh menolak ajakan klien, kecuali kalau semangatku sedang loyo. Dan sejauh ini kejantananku tak pernah loyo pada saat “bertugas”.

Di dalam kamar Mbak Dijah, kami bergumul. Mbak Dijah bahkan sempat curhat, bahwa tadinya ia seorang wanita yang sangat setia. Tapi setelah memergoki suaminya selingkuh dengan sahabat Mbak Dijah sendiri, maka Mbak Dijah menuntut perceraian. Dan setelah terjadi perceraian, Mbak Dijah tidak pernah punya niat bersuami lagi. Mbak Dijah ingin menjalani kehidupan menjanda dengan berkarier. Lalu ia kenal dengan Mbak Qulsum di dalam dunia bisnis. Dan ternyata ia merasa sehaluan dengan istri petambang batu bara dari Kalimantan itu. Sama - sama ingin bertualang sambil menikmati hasil bisnis mereka.

Menurut pengakuannya, pertemuan Mbak Dijah denganku adalah awal dari petualangannya. Tadinya ia hanya berani membicarakannya saja dengan Mbak Qulsum. Namun di dalam hotel yang bersatu dengan mall itu, mereka mulai melakukannya dalam kenyataan.

Ternyata apa yang telah terjadi di hotel itu mengesankan sekali di hati Mbak Dijah. Sehingga ia berjanji di dalam hati untuk melakukannya lagi denganku di hari - hari berikutnya.

Maka setelah berada di dalam kamarnya, Mbak Dijah seolah telah menjadi seekor cougar betina yang ingin mencapai kepuasan maksimal.

Tentu saja dengan senang hati aku meladeninya. Dan esok paginya aku menerima bayaran yang cukup banyak.

Tapi setibanya di rumah, kuberikan uang itu kepada Mama Lanny semua. Tanpa memberitahu dari mana aku mendapatkan uang itu. Dan aku tetap merahasiakan profesi utamaku kepada Ayah, kepada Ceu Imas dan kepada Mama Lanny. Dengan kata lain, keluargaku tak pernah kuberiahu bahwa profesi utamaku adalah sebagai seorang gigolo.



Kebetulan seminggu menjelang penerbanganku ke Singapura, Mama Lanny datang bulan. Sehingga aku bisa “berpuasa” sambil mempersiapkan fisik dan staminaku untuk melaksanakan tugasku di Singapura.

Sesuai dengan instruksi Mamih, dua hari menjelang penerbangan ke Singapura, aku harus dicek di laboratorium dulu, dengan surat rujukan dari seorang dokter langganan Mamih. Hasilnya menggembirakan. Aku bersih dari segala penyakit. Bahkan virus HIV pun negatif hasilnya.

Lalu aku dipertemukan dengan seorang ibu di sebuah counter pujasera. Ibu itu memperkenalkan dirinya sebagai Suzan. Kutaksir usianya di bawah 40 tahunan.

Ternyata Bu Suzan adalah ketua rombongan yang 7 orang itu, termasuk Bu Suzan sendiri.

Kemudian Bu Suzan memberitahuku, bahwa pada waktu tiba di bandara, aku tak boleh bergabung dengan rombongan yang 7 orang itu. Nomor kursi yang tertera pun berjauhan dengan nomor kursi mereka. Itu hanya untuk mencegah kecurigaan pihak keluarga mereka. Karena sangat mungkin mereka diantar ke bandara oleh suami atau anak mereka.

Setibanya di Singapura, barulah aku boleh bergabung dengan mereka yang sudah mencarter sebuah minibus menuju tempat yang masih dirahasiakan.

Begitulah, pada hari yang telah ditentukan, aku berangkat sendirian ke bandara Soetta, yang jaraknya cukup jauh dari kotaku.

Setibanya di bandara, aku tak menemui kesulitan apa pun pada waktu chek in dan pemeriksaan di bagian imigrasi. Kemudian aku boarding sambil menjinjing tas pakaianku yang tidak begitu besar, sehingga takkan merepotkan untuk disimpan di atas kursiku nanti.

Aku kebagian tempat duduk di deretan kedua dari depan. Sementara Bu Suzan dan kawan - kawannya duduk di bagian tengah pesawat. Dan seperti yang sudah diinstruksikan, aku bersikap seolah tidak kenal dengan Bu Suzan dan kawan - kawannya.

Inilah pengalaman pertamaku terbang ke luar negeri. Bahkan ini pula pengalaman pertamaku naik pesawat terbang. Tapi aku berlagak seperti sudah sering naik pesawat terbang. Semua seolah tiada yang baru bagiku. Semuanya seolah biasa - biasa saja.

Padahal waktu turun dari pesawat di bandara Changi, diam - diam aku terpesona menyaksikan betapa gemerlapannya bandara itu. Pantaslah bandara itu sering disebut sebagai salah satu bandara terbaik di dunia.

Tapi sikapku ya begitu juga. Seolah menyaksikan yang biasa - biasa saja.

Sebelum keluar dari bandara, aku harus menghampiri bagian imigrasi dulu. Yang bertugas di situ anak muda semua. Ramah - ramah pula.

Ketika berdiri di depan meja petugas imigrasi Singapura itu, aku baru sadar bahwa ada formulir yang harus kuisi, hanya dengan menyalin dari pasporku. Maka dengan sopan aku berkata kepada petugas imigrasi itu, “Sorry, I forgot to fill out the form. “

Tapi petugas yang masih muda dan bermata sipit itu tersenyum sambil menyalin pasporku ke atas kertas formulir itu, “Its okay. No problem, “ ucapnya.

Keramahan petugas imigrasi itu patut diteladani oleh petugas imigrasi negaraku.

Setelah selesai menyalin isi pasporku ke sehelai kertas formulir itu, bebaslah aku untuk keluar dari bandara Changi. Berarti sudah bebas memasuki Singapura.

Di depan bandara taksi berderet. Para calon penumpang taksi pun berderet mengantri secara tertib. Tapi aku tak usah antri bersama mereka. Karena kulihat Bu Suzan melambaikan tangannya padaku. Ternyata teman - teman Bu Suzan sudah duduk di dalam sebuah minibus. Sementara aku dipersilakan untuk duduk di depan, di samping driver minibus itu.

Ternyata tempat yang dituju oleh minibus ini cukup jauh. Beruntung lalu lintas Singapura sangat lancar. Sementara ibu - ibu di belakangku sedang ngobrol sambil bercanda dan haha - hihi, sehingga tanpa terasa kami tiba di tempat tujuan ibu - ibu itu. Kulihat nama jalannya Lavender Street. Banyak kelenteng yang kami lewati. Maklum penduduk Singapura mayoritasnya Chinese.

Dan akhirnya minibus ini memasuki pekarangan sebuah bangunan, entah rumah atau apartment.

Sambil menjinjing tas pakaian, aku mengikuti langkah mereka masuk ke dalam.

Meski bukan hotel namun di dalam bangunan itu tampak berderet kamar yang diberi nomor di pintunya masing - masing. Kelihatannya di lantai bawah ada 10 kamar, entahlah di lantai 2 dan 3. Karena bangunan ini terdiri dari 3 lantai.

Aku sendiri ditempatkan di kamar 8. Sementara ibu - ibu itu menempati kamar 1 sampai 7.

Bu Suzan memasuki kamarku sambil menyerahkan uang 1000 dollar Singapura, sambil berjata, “Sekarang kamu istirahat saja dulu. Ini uang untuk jajan. Ohya ... di ujung jalan ini ada semacam pujasera. Di seberangnya ada juga warung kecil, bertuliskan “muslim food”. Semuanya murah. Dengan dua dollar juga bisa kenyang perut kita. Tapi kalau makan di restoran Korea, tentu lain lagi ceritanya. “

“Iya Bu, terima kasih, “ sahutku. Padahal di dalam dompetku banyak dollar Singapura hasil penukaran di money changer di kotaku. Karena sambil menjalankan profesiku, aku pun akan menyempatkan diri ngeluyur kalau ada waktu senggang.

“Jadi acaranya begini, “ kata Bu Suzan lagi, “Nanti setelah makan malam kamu harus menemani ibu yang kebagian kamar nomor satu, besok malam harus menemani ibu yang menempati kamar nomor dua dan seterusnya sampai kamar nomor tujuh. Kebetulan aku menempati kamar nomor satu. Jadi wanita pertama yang harus kamu temani adalah aku nanti malam. Hihihiii ... “ Bu Suzan menggelitik pinggangku sambil ketawa cekikikan.

Aku cuma mengangguk - angguk sambil tersenyum. Senang juga aku dengan berita itu. Bahwa nanti malam aku harus menemani Bu Suzan. Karena bentuk tubuhnya yang tinggi langsing tapi tidak kurus itu termasuk typeku.

Lalu Bu Suzan menjelaskan bahwa ketika ibu - ibu mau shopping, jalan - jalan dan sebagainya, aku tidak boleh ikut bersama mereka. Karena takut ketemu kenalan yang bisa menyebar gossip di tanah air kelak. Kalau aku mau tour atau shopping tidak dilarang. Tapi aku harus pergi sendiri.

Peraturan itu pun malah menyenangkanku. Karena aku pun bakal rikuh kalau berjalan bersama mereka. Mendingan pergi sendirian, biar bebas.

Setelah menuturkan beberapa aturan main dengan grup ibu - ibu itu, aku pun mandi sepuasnya di kamar mandi yang sudah tergolong modern di wisma itu.

Setelah mandi, aku iseng keluar dari wisma. Begitu keluar dari kamar nomor 8 itu, udara Singapura terasa panas sekali. Terasa lebih panas dari Jakarta. Padahal hari masih pagi, baru jam 10. Sedangkan aku berasal dari kota yang sejuk hawanya. Tentu saja kenyataan ini kurang nyaman bagiku.

Namun aku tetap berjalan ke luar gerbang wisma. Lalu melangkah ke ujung Lavender Street. Ada 2 bangunan kelenteng yang kulewati di kanan jalan. Maklumlah, penduduk mayoritas Singapura memang chinese.

Sebelum mencapai ujung jalan, memang di sebelah kiri ada food market. Aku pun masuk ke dalamnya. Banyak penjual seafood. Namun tak seekor lalat pun tampak di foodmarket itu. Dalam hal ini aku kagum juga. Kemudian aku menghampiri penjual kopi. Aku meminta kopi without sugar alias kopi tanpa gula. Tapi pedagangnya bilang coffee O. Rupanya istilah kopi tanpa gula di Singapura itu disebut coffee O.

Setelah membayar, kopi dalam cup plastik itu kubawa ke atas meja yang kosong dan berdekatan dengan makanan berbentuk silinder. Tertulis di situ “fish cake”. Mau nyoba juga, beli dua buah dan kubawa ke mejaku. Harganya cuma 1 dollar/buah. Lumayan untuk teman minum kopi pahit.

Ternyata enak fish cake ini. 2 buah membuatku kenyang juga. Pantasan Bu Suzan bilang harga makanan di Lavender Street ini murah - murah. Tapi lumayan jauh dari pusat kota. Nanti aku akan main juga ke Orchard Road, daerah ramai yang katanya serba ada.

Di hari pertama ini aku tak berani pergi jauh - jauh. Setelah menghabiskan kedua fish cake dan kopi pahit itu, aku pun pulang lagi ke wisma.

Terasa nyaman lagi setelah berada di dalam kamarku. Karena ACnya cukup dingin. Sehingga aku pun bisa rebahan di bed. Sambil membayangkan apa yang akan terjadi nanti malam. Seperti apa bentuk Bu Suzan kalau sudah telanjang nanti.

Hahahaaaaa .... !
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd