Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT G I G O L O

Status
Please reply by conversation.
Part 55



Tadinya aku berpikir masalah penting itu menyangkut transaksi dengan Bu Davina. tapi ternyata bukan. Mbak Manti menjelaskan masalah penting itu :

“Aku kan punya kakak, yang biasa kupanggil Mbak Ayu. Dia itu sudah tujuh tahun menjadi istri seorang pengusaha yang usianya jauh lebih tua. Tapi sampai saat ini belum punya anak juga, “ kata Mbak Manti di awal penuturannya.

“Terus ?” tanyaku.

Mbak Manti menghelka nafas, lalu berkata, “Dia sudah memeriksakan diri ke dokter spesialis. Tapi ternyata dia normal. Yang jadi masalah adalah suaminya itu. Mungkin karena sudah terlalu tua atau bagaimana, entahlah. Bahkan suaminya sudah mengijinkan kakakku untuk mencari lelaki lain yang biusa menghamilinya. Asalkan jangan sembarangan lelaki. Harus yang tampan dan yakin tidak penyakitan, supaya anaknya kelak bagus dan sehat. “

“Terus apa hubungannya denganku sehingga Mama menceritakan masalah pribadi dan dianggap sangat penting itu ?” tanyaku.

“Aku mau minta tolong padamu Honey, “ sahut Mbak Manti sambil merapatkan pipinya ke pipiku, “Dengan kalimat yang lebih jelas lagi, aku minta tolong untuk menghamili kakakku itu Honey. “

“Mama gak salah ngomong nih ?”

“Tentu tidak. Dia bahkan sudah menunggu di salah satu kamar di rumah ini. “

“Haaa ?! “ aku terkaget - kaget, “Mama tau kan kalau untuk membuat hamil itu tidak selalu sukses seketika. “

“Iya, tau. Kalau belum sukses, Papa harus selalu datang ke sini di setiap masa suburnya. “

“Tapi kita kan mau menikah Beib. Apakah hal itu takkkan jadi masalah dalam hubungan cinta kita nanti ?”

“Tidak. Dia kan kakak kandung yang sangat menyayangiku. Jadi untuk sementara anggaplah dia istri keduamu Honey. Aku rela dan ikhlas ... untuk menolong kakak yang sangat kusayangi itu. Please ... jangan tolak permintaan tolongku ini ya. “

Aku terdiam. Permintaan tolong ini agak aneh bagiku. Tapi aku tak pernah menolak apa pun yang diinginkan oleh Mbak Manti itu. Lagian apa susahnya ngentot perempuan ?

“Setuju ?” tanya Mbak Manti sambil meremas tanganku.

“Aku tak pernah membantah apa pun yang Mama inginkan/ “

“Berarti sudah setuju kan ?”

“Tapi Mama harus berjanji bahwa kelak cinta kita jangan sampai retak di tengah jalan ya.”

“Bukan cuma takkan meretakkan cinta kita. Aku malah berjanji akan semakin mencintai dan menyayangimu setelah permintaanku dilaksanakan. “

“Serius ya, “ ucapku sambil membelai rambut Mbak Manti.

“Aku sangat serius Honey. Kan aku sudah sering bilang, dirimu adalah pelabuhan terakhirku. “

Lalu Mbak Manti berdiri sambil meraih pergelangan tanganku. “Ayo kita temui Mbak Ayu yang sudah menunggumu Honey, “ ucapnya sambil melangkah ke lorong yang di kanan kirinya berderet pintu - pintu.

Lalu Mbak Manti membuka salah satu pintu.

Seorang wanita setengah baya, mengenakan blouse putih dan rok mini berwarna biru peacock tampak sedang duduk di sofa, lalu berdiri setelah aku dan Mbak Manti masuk ke dalam kamar itu.

“Ini calon suamiku Mbak. Dan sekarang aku meminjamkannya pada Mbak, karena aku sangat sayang sama Mbak Ayu, “ kata Mbak Manti sambil mempersilakanku berkenalan dengan kakaknya yang bernama Ayu itu.

“Memangnya kamu benar - benar ikhlas meminjamkan calon suamimu yang setampan dan semuda ini Ti ?” tanya Mbak Ayu kepada adiknya.

“Kalau sama orang lain tentu tidak ikhlas. Tapi sama Mbak Ayu tersayang, aku ikhlas meminjamkannya, “ sahut Mbak Manti.;

Lalu Mbak Manti melangkah ke arah pintu lagi sambil berkata, “Biar tenang dan nyaman, kunci aja pintu ini Mbak. Aku takkan mengganggu. Semoga Mbak Ayu benar - benar bisa hamil yaaa ... “

Lalu Mbak Manti keluar dan menutupkan pintu itu dari luar.

Tinggallah aku dan wanita yang bernama Ayu itu. Seperti yang sudah dikatakan oleh adiknya, Mbak Ayu langsung menguncikan pintu kamar itu. Sehingga Mbak Manti takkan bisa masuk ke dalam kamar ini sebelum “urusan”ku dengan Mbak Ayu “selesai”.

“Manti memang seorang wanita yang baik hati dan pemurah. Kamu beruntung mendapatkan calon istri seperti dia, “ kata Mbak Ayu yang lalu duduk di samping kiriku, dengan bertumpang kaki. Sehingga paha kanannya terbuka full, tidak tertutup oleh rok mininya.

Dalam sekejap mata pun aku bisa menilai bahwa Mbak Ayu kalah cantik kalau dibandingkan dengan Mbak Manti. Tapi Mbak Ayu lebih seksi, dengan tubuh tinggi gedenya, membuatku ingin secepatnya menelanjangi kakak Mbak Manti ini.

“Benarkah Mbak belum pernah hamil ?” tanyaku sambil merayapkan tanganku ke paha putih mulusnya.

“Benar, “ sahutnya sambil melingkarkan lengan kanannya di pinggangku, membuatku berani melanjutkan gerayanganku ke arah pangkal pahanya, “Umurku sudah tigapuluhenam tahun. Tapi punyaku masih rasa gadis ... hihihiii ... “

Ucapan itu diakhiri dengan menurunkan tumpangan kakinya. Lalu kedua kakinya direnggangkan ... seolah mempersilakanku menggerayanginya lebih jauh.

Dan tanganku memang ingin menggerayangi lebih jauh sampai ke pangkal pahanya yang terasa hangat. Lalu menyelinap ke balik celana dalamnya, sampai menyentuh memeknya yang terasa tidak berjembut.

Pada saat itulah Mbak Ayu memagut bibirku ke dalam ciuman lengketnya, yang lalu kutanggapi dengan lumatan ... sehingga akhirnya kami saling lumaty bibir, sementara jari tanganku sudah menyelinap ke dalam celah memek Mbak Ayu.

Setelah bibir kami menjauh, aku berkata, “Memek yang bersih dari bulu gini enak jilatinnya. “

“Kalau mau jilatin silakan aja, “ sahut Mbak Ayu sambil melepaskan celana dalamnya. Lalu duduknya agak maju, sehingga setengah dari bokongnya tidak di atas sofa lagi.

Aku pun duduk di atas karpet tilam lantai, di antara kedua kaki Mbak Ayu.

“Biasanya jembutku lebat. Tapi Manti menyuruhku membersihkannya. Takut diketawain oleh cowok semuda Yosef, “ ucapnya ketika aku masih mengusap - usap memek Mbak Ayu yang lebih tembem daripada memek Mbak Manti.

“Hmmm ... memang kalau plontos gini seolah menantang untuk diciumi dan dijilatin, “ sahutku yang diakhiri dengan menciumi memek tembem yang menyiarkan harum parfum mahal ke penciumanku. Lalu kungangakan kedua labia mayoranya dan kuijilati bagian dalamnya yang berwarna pink itu.

Gila ... rasanya bagian dalam memek Mbak Ayu ini memang enak sekali untuk dijilati. Entah apa bedanya dengan memek lain. Namun jelas aku jadi lahap sekali menjilatinya. Sementara Mbak Ayu hanya mengusap - usap rambutku yang sudah agak gondrong ini.

Namun ketika ujung jempol kiriku mulai mengelus - elus kelentitnya yang sudah kutemukan, Mbak Ayu mengepak - ngepakkan tangannya ke sofa. Dengan kedua kaki mengejang - ngejang.

“Oooooh .... oooooo .... oooooh .... oooooooohhhhhh .... Yossseeeeeefffff .... ooooooo ... oooooh .... ja ... jangan terlalu lama jilatinnya Yosss ... nanti keburu becek gak enak lho ... oooooh ... Yoooosssss ... ooooooh ... udahan dulu Yooosssss ... masukin aja punya Yossssss ... “

Mbak Ayu mendorong dahiku agar menjauh dari memeknya. Lalu ia berdiri dan bergegas melangkah ke arah bed. Di situlah ia melepaskan blouse putihnya. Lalu juga rok mini dan behanya. Sehingga tubuh seksinya langsung telanjang bulat.

Aku pun tak mau buang - buang waktu lagi. Karena kontolku sudah ngaceng berat. Maka kulepaskan seluruh busanaku, sampai telanjang bulat seperti Mbak Ayu.

Kemudian aku pun naik ke atas bed bertilamkan seprai beludru merah hati ini. Di mana Mbak Ayu sudah menelentang sambil mengusap - usap memeknya, seolah ingin segera kuterkam. Aku pun berlutut sambil meletakkan kepala kontolku di bagian yang berwarna pink itu. Namun tiba - tiba Mbak Ayu terduduk sambil memegang kontolku dengan mata terbelalak, “Astagaaaa ... pantesan Manti cinta setengah mati sama Yosef ... ternyata senjata Yosef sepanjang ini ?! Wah .... wikwik sama yang sangat panjang gini sih pasti kenyang. Hihihiiiii ... ayo masukin Yos ... “

Lalu Mbak Ayu menelentang kembali, sambil merenggangkan kedua belah pahanya.

Aku cuma tersenyum. Lalu meletakkan moncong kontolku di mulut memek Mbak Ayu yang berwarna pink itu.

Lalu kudorong kontolku sekuatnya. Ternyata benar, umur 36 tahun tapi memeknya masih rasa gadis. Liang memek Mbak Ayu masih sempit sekali. Untung aku sudah menjilatinya tadi, sehingga sedikit demi sedikit kontolku bisa melesak masuk ke dalam liang memek kakak Mbak Manti ini. Sampai mentok dik dasarnya.

“Anjaaaay ... sampai mentok gini. Gak bisa masuk semuanya ya ?” cetus Mbak Ayu sambil merentangkan kedua tangannya.

“Iya, “sahutku, “ Kalau dipaksakan sih bisa masuk semua, tapi takut Mbak kesakitan nanti. “

“Ya udah ... lama kelamaan juga pasti bisa masuk semua, “ kata Mbak Ayu sambil mendekap pinggangku.

Aku pun mulai mengayun kontolku, bermaju mundur di dalam liang sempit Mbak Ayu.

“Memang benar ... Mbak ini rasa gadis, “ cetusku ketika entotanku masih perlahan, “Suka minum jamu ya ?”

“Nggak pernah minum jamu. Aku gak suka yang pahit - pahit. “

“Terus diapain biar sempit begini ?”

“Gak diapa - apain. Memang jarang dipakai aja. Suamiku kan sudah tua. Pada masa pengantin baru juga cuma seminggu sekali bisanya. Makin lama makin jarang. Sekarang bisa sebulan sekali aja udah untung. “

Aku tidak menanggapinya lagi, karena mulai asyik mengentot liang memek yang masih sempit tapi sudah terlicinkan ini. Makin lama memang liang memek Mbak Ayu makin beradaptasi dengan ukuran kontolku. Ketika aku mendorongnya, kontolku bisa masuk semuanya. Karena liang memek Mbak Ayu bukan terbuat dari tembok.

Dan setiap kali moncong kontolku “berdesakan” dengan dasar liang memek Mbak Ayu, wanita 36 tahunan itu menahan nafasnya, lalu mendesah “Aaaaaa .... aaaa ... aaaahhh .... Yooossss ... aaaaaa ... aaaaah .... Yossssss ... aaaa .... aaaaah ... “

Suaranya seperti ditahan - tahan. Perlahan sekali. Mungkin takut terdengar oleh adiknya di luar kamar ini.

Namun ketika aku sudah mulai menggencarkan entotanku, pantat semoknya pun mulai bergeol - geol dengan lincahnya. Sementara rintihan - rintihan histerisnya pun mulai tak terkendalikan lagi.

“Oooo ... oooooh ... Yooooossss ... oooooooo ... ooooooh ... Yoooossss ... ra ... rasanya ... ini wikwik yang paling nikmat dalam hidupku ... ta ... tapi ... mungkin aku takkan tahan lama ... ini ... sudah mulai terasa ... ma ... mau lepasssss ... entot terus Yosssss .... ini luar biasa enaknyaaaa ... Yoooosssss ... ooooh Yooooossssss ... aku ... mau lepassss ... Yoooosssss .... “

Kali ini aku tidak ingin merasakan gerakan reflex liang memek pasangan seksualku. Karena aku sedang enak - enaknya mengayun kontolku sambil meremas - remas toket gede Mbak Ayu.

Lalu Mbak Ayu mengejang tegang di puncak orgasmenya. Namun aku tetap gencar mengentotnya. Karena mengentot liang memek Mbak Ayu ini, oh, luar biasa nikmatnya.

Walau pun begitu, aku tak mau ejakulasi prematur (menurut levelku).

Sambil mengayun kontol, aku malah mulai asyik menjilati leher Mbak Ayu yang sudah basah oleh keringat, disertai gigitan - gigitan kecil yang takkan menyakitkan.

Hal ini membuat rintihan Mbak Ayu menjadi - jadi lagi : “Aaaaaaaa .... aaaaaaaahh ... Yooooosssss ... apa pun yang Yosef sentuh ... membuatku gila Yosss .. gila sama kontolmu ... gila sama lidah dan bibirmu ... gila sama mulutmu ... semuanya nikmaaat Yosss ... aaaaa ... aaaaaahhhhh ... luar biasa eee ... enaknyaaaa ... kalau dengan Yosef ... wikwik sehari semalam pun aku maaaauuuu ... Yooooosssss ... ooooooh ... Yooooooosssss .... “

Terlebih lagi setelah aku menjilati ketiak kirinya, sambil meremas toket kanannya pula, Mbak Ayu pun semakin klepek - klepek dibuatnya.

“Adududuuuuuh .... Yoseeeef ... ini semakin enak Yoooossss ... pasti aku bakal lepas lagi nih Yoooossss ... ooooooooooooooohhhh .... ooooooooohhhhh .... Yoseeeeeeeeffff ... aku mau lepas lagi .... “

“Ayo barengin lepasnya Mbak .... uuuughhhh ... aku juga mau ngecrooootttt ... “ sahutku yang memang mulai merasakan betapa enaknya liang memek sempit yang hangat dan licin ini.

“Iyaaaaa ... barengin Yooosss ... biar nikmaaaaaaaat ... “ Mbak Ayu mulai berkelojotan. Dan ketika ia sedang mengejang sambil menahan nafasnya, aku pun sudah menancapkan kontolku sedalam mungkin, sampai terasa mendorong dasar liang memek kakak Mbak Manti itu.

Lalu detik - deitk indah itu kurasakan. Liang memek Mbak Ayu berkedut - kedut kencang. Lalu ada gerakan seperti spiral, seolah ingin memuntahkan kontolku ke luar. Namun pada saat itu pula kontolku mengejut - ngejut sambil menembak - nembakkan lendir kenikmatanku.

Creeetttt ... croooooooooooooootttttt ... croooooooooooooooooooottttt ... croooootttt ... cretcretttt ... croooooooooooooooooooootttttttttttt ... !

Mbak Ayu memelukku erat - erat. Lalu terkulai di bawah himpitanku yang juga sudah terlunglai - lunglai.

Sesaat kemudian, ketika aku mencabut kontolku dari liang memek Mbak Ayu, wanita itu cepat menutup mulut memeknya dengan telapak tangannya. “Sperma Yosef takkan kubiarkan mengalir ke luar ... biar jasdi anak, “ ucapnya.

“Kalau mau jadi anak, wikwiknya harus di masa subur, “ sahutku.

“Sekarang aku sedang berada di masa subur Yos, “ kata Mbak Ayu, “Dua hari yang lalu aku baru bersih mens. “

“Lebih bagus lagi kalau pada masa subur, Mbak harus kugauli tiap hari. Karena telur wanita sulit memprediksi harinya secara tepat. Yang jelas pada masa subur itu akan ada telur yang siap dibuahi. Tapi entah pada hari keberapa telur itu munculnya. “

“Yosef kok kayak udah pengalaman sekali. Memangnya pernah menghamili perempuan ?”

“Pernah ... tiga orang wanita sudah kuhamili. Semuanya atas permintaan suaminya masing - masing. “

“Terus kenapa Manti belum hamil juga ya ? Bukankah Yosef sudah sering menggaulinya ?”

“Dia kan pasang alat KB Mbak. Dia hanya mau hamil kalau sudah resmi menikah denganku. “

“Ogitu ... “

Tiba - tiba handphoneku berdenting ... tiiiing ... !

Cepat kuambil hape dari saku celanaku. Ternyata call dari Bu Davina. Lalu :

“Hallo Bu ... “

“Udah dicek saldo di rekening perusahaan sampeyan ? Sisa pembayaran sudah kubayar lunas tuh. “

“Ohya ?! Sudah selesai AJBnya ?”

“Sebenarnya belum selesai sih. Baru seperempatnya yang selesai. Tapi karena semuanya berjalan lancar, aku percaya saja bahwa semuanya akan berjalan lancar. Karena itu kubayar lunas saja, biar gak ada beban di antara kita. “

“Iya Bu. Terima kasih. Sebentar lagi akan kucek. “

Setelah hubungan seluler dengan Bu Davina ditutup, aku mengepalkan tanganku sambil berseru “Yesssssss ... !”

Lalu lewat hape kucek saldo rekening perusahaanku. Benar saja. Saldoku jadi “gajah bengkak” ... ! Dengan dana segunung gitu, apa pun bisa kulakukan. Beli pesawat jet pribadi 3 buah pun bisa.

Tapi aku tak mau seroyal itu. Aku harus tetap jadi manusia yang low profile. Bahkan kedua mobilku pun pemberian dari Tante Sharon dan Mbak Mona. Kalau tidak diberi oleh mereka, mungkin aku akan tetap mencukupkan diri dengan bersepeda, atau paling mahal aku hanya akan membeli sebuah motor bebek. Karena aku tak mau jadi sorotan publik. Tak mau disebut orang tajir melintir.



Ketika aku keluar dari kamar itu, Mbak Manti memeluk dan mencium bibirku. “Bagaimana ? Sukses ?”tanyaku.

“Iya sukses, “ sahutku, “Tapi kalau serius mau hamil, sepanjang masa subur itu harus digauli tiap hari Mam. “

“Iya. Nanti kalau kita sudah nikah, hal itu bisa Papa lakukan dengannya. “

“By the way, Bu Davina sudah membayar lunas. “

“Oh ya ?! Cepat sekali ya. “

“AJBnya baru selesai seperempatnya. Tapi dia merasa punya beban kalau tidak segera dibayar lunas. “

“Baguslah. Lagian semua sertifikat itu gak ada satu pun yang bodong. Semuanya asli dan bisa dibuktikan kebenarannya. “

Aku mengangguk sambil meremas tangan Mbak Manti.

“Pergunakanlah dana itu untuk mengembangkan perusahaan - perusahaanmu Honey. “

“Iya Mam. “

Tiba - tiba Mbak Manti membisiki telingaku, “Masih kuat untuk menggauliku ?”

“Masih. Barusan kan to the point aja. Makanya tidak lama selesainya. “

Lalu aku diajak masuk ke dalam kamar Mbak Manti.

“Aku jadi horny berat, gara - gara ngebayangin apa yang sedang terjadi di antara Papa dengan kakakku tadi, “ kata Mbak Manti sambil menanggalkan gaun rumahnya.

Dan begitulah ... aku menyetubuhi calon istriku yang cantik dan baik hati itu. Bahkan kali ini aku habis - habisan melakukannya. Sampai lebih dari dua jam aku mengentot Mbak Manti. Maklum ini adalah ronde keduaku, tentu durasinya jauh lebih lama daripada ronde pertama.

Aku bahkan menginap di rumah Mbak Manti.

Keesokan paginya, aku mengajak Mbak Manti ke kotaku. Aku akan memperlihatkan rumah yang kubeli dari Mbak Masitoh dan sudah direnovasi menjadi rumah megah dan besar itu.

Tapi aku merahasiakannya dulu kepada Mbak Manti. Setelah tiba di rumah besar dan sangat megah itu, barulah aku berkata padanya. “Meski pun tidak seberapa nilainya buat Mama ... tapi rumah ini akan kujadikan mahar pernikahan kita nanti. Rumahnya masih kosong, karena aku tidak berani membeli sembarangan perabotan. Nanti Mama sendiri yang bisa memilih perabotannya, yang sesuai dengan level dan selera Mama. “

“Waduuuuh ... rumah sebesar dan semegah ini sangat berharga bagiku Honey. Dindingnya dilapisi marmer, kamarnya besar - besar, ada kolam renangnya juga. Sedikit pun aku tak menduga kalau Papa sudah menyiapkan mahar yang sangat mahal ini. “

“Jadi setelah menikah, Mama harus tinggal di sini nanti. Bagaimana ?”

“Iya. Kalau sudah menjadi istrimu, tentu saja aku harus ikut suami. Soal perabotan rumah, gak usah dipikirin. Nanti sebagian perabotan di rumahku akan dipindahkan ke sini setelah kita menikah. Sebagian yang bisa dibeli di kota ini nanti aku aja yang membelinya. “

“Iya. Pokoknya aku tidak mau membelikannya karena takut ditertawakan nanti sama Mama. “

“Ah, jangan berpikir sejauh itulah. Aku takkan pernah menertawakan apa pun yang Papa berikan padaku. Lagian rumah ini mantap sekali. Aku malah sangat terkesan oleh semuanya. Terutama oleh kolam renangnya, luas sekali. Tak kalah sama kolam renang umum. Bisa dipakai oleh puluhan orang. “

“Syukurlah kalau Mama senang sih. Ohya, sekarang Mama mau kukenalkan pada ibu kandungku. Bersedia ?”

“Mau. Kan Papa pernah cerita bahwa ibu Papa sudah meninggal, tapi ternyata masih ada ya. Aku jadi penasaran, ingin bertemu dengan ibumu Honey.”

Kepada Mbak Manti, aku memang sudah menceritakan latar belakang keluargaku. Bahwa aku punya ibu tiri dua orang. Sedangkan ibuku sudah meninggal kata ayahku. Tapi baru - baru ini aku mendapat berita bahwa ternyata ibuku masih ada tapi jauh sekali di Indonesia paling utara, dekat perbatasan dengan Filipina.

Semua itu sudah kuceritakan kepada Mbak Manti. Begitu juga ketika Ibu sudah berada di kotaku, diceritakan juga kepada Mbak Manti.

Tak lama kemudian Mbak Manti sudah berada di dalam sedan hitamku yang kujalankan menuju perumahan elit di luar kota itu. Menuju rumah yang sudah kuberikan kepada Ibu itu. Namun sebelum menuju perumahan di luar kota itu, Mbak Manti ngajak beli pizza dan burger dulu sebagai oleh - oleh untuk Ibu.



Ibu tampak kaget ketika melihatku datang bersama seorang wanita. Lalu kujelaskan kepada Ibu siapa wanita cantik yang kubawa ke rumah Ibu itu, “Kenalkan dulu Bu. Ini calon menantu Ibu yang beberapa hari lagi akan kunikahi. “

“Ini calon istrimu Sep ? Masya Allah ... cantiknyaaaa ... “ Ibu memeluk Mbak Manti dan disusul dengan cipika - cipiki.

Kemudian Ibu mengajak Mbak Manti duduk berdampingan di sofa ruang tamu.

“Kenapa gak bilang - bilang mau bawa calon istrimu ? “ tanya Ibu padaku, “Kalau tau kalian mau datang, tentu ibu akan masak - masak buat nyuguhin calon mantu. “

“Aaaah ... gak usah repot - repot Bu. Dengan ketemu sama Ibu aja hatiku sudah senang, “ sahut Mbak Manti.

“Bukan repot - repot, ibu hanya ingin memperlihatkan perasaan bahagia saja, karena didatangi calon mantu yang begini cantiknya. “

“Ibu muji terus. Padahal Ibu sendiri cantik, “ kata Mbak Manti sambil mengusap - usap punggung tangan Ibu yang sedang dipegangnya dengan tangan satunya lagi.

Tiba - tiba Mbak Manti menoleh padaku, “Oleh - olehnya ketinggalan di mobil ?” tanyanya.

“Oh iya ... lupa, “ sahutku sambil bergegas menuju mobilku yang terparkir di pinggir jalan.

Kantong kertas tebal yang tersimpan di seat belakang mobil kubawa, kemudian kuberikan kepada Ibu, “Ini oleh - oleh dari dia Bu. “

“Waduuuh ... apa ini Nak Manti ?” tanya Ibu.

“Cuma makanan aja Bu. Tadi mendadak sih diajak ke sininya, jadi gak sempat nyari oleh - oleh yang bagus. ”

Ibu tampak senang sekali melihat sikap dan perilaku Mbak Manti. Sehingga waktu kami pamitan, Ibu masih sempat menasehati kami berdua, “Semoga cinta kalian abadi sampai tua renta kelak ya. “

“Amiiin, “ sahutku serempak dengan Mbak Manti.

Dalam perjalan kembali ke kota Mbak Manti, calon isteriku itu berkata, “Mulai saat ini hapus aja istilah Mbak untukku. Gak enak rasanya calon suami memanggilku Mbak. Apalagi kalau sudah menikah nanti.

“Iya Mama Sayang, “ sahutku sambil tersenyum.

Dengan demikian, sejak saat itu aku menghilangkan istilah Mbak kepada calon istriku. Langsung menyebut namanya saja.



Beberapa hari kemudian akad nikah dilaksanakan di rumah Manti yang megah dan besar itu. Ayah dan ibu Manti hadir. Tentu saja walinya adalah ayah Manti itu.

Dari pihakku hanya Ibu, Tante Lien dan Ceu Imas bersama suaminya yang hadir. Upacara akad nikah itu dilaksanakan secara sederhana, karena tidak mengundang orang luar. Hanya keluarga yang menghadirinya. Selain seperangkat alat shalat dan perhiasan, maharku disebutkan juga ... sebuah rumah siap huni di kotaku.

Rumah besar itu memang sudah dilengkapi segala perabotannya sebelum akad nikah dilaksanakan. Karena seusai akad nikah dan makan bersama, aku akan membawa Manti ke rumah itu.

Sorenya para tamu bubar, pulang ke rumahnya masing - masing. Ibu, Tante Lien dan Ceu Imas pun pulang. Kebetulan mereka bisa muat di mobilnya Ceu Imas.

Aku pun siap - siap untuk kembali ke kotaku.

Pada saat itulah Manti membisiki telingaku, “Mbak Ayu mau diajak, gak apa - apa ?”

Aku agak kaget mendengarnya. Karena sudah terbayang kalau Mbak Ayu diajak, bisa terjadi “sesuatu” nanti di rumah yang sudah menjadi mahar untuk istriku itu.

Tapi aku tak bisa mengatakan tidak kepada istriku yang sudah melimpahkan dana segitu besarnya padaku. Bahkan jumlah dana pelunasan dari Bu Davina itu jauh lebih besar daripada seluruh harta yang sudah kumiliki sebelumnya.

Bukan hanya membawa Mbak Ayu. Dua orang pembantu setia yang sudah terbiasa melayani Manti pun diajak serta. Sehingga di seat belakang diduduki oleh tiga orang. Oleh Mbak Ayu dan kedua pembantu itu. Sementara istriku duduk di depan.

Biasanya mobil pengantin itu dihias dengan kertas dan bunga yang berwarna warni. Tapi mobilku tidak dihiasi apa pun. Bahkan pernikahanku dengan Manti tadi, hanya dihadiri oleh keluarga dekat kedua belah pihak. Tidak ada pesta besar - besaran. Padahal kalau Manti mau, mudah saja baginya untuk menyelenggarakan pesta semewah apa pun.

Di belakang mobilku, ada mobil Manti yang dikemudikan oleh sopirnya. Membawa pakaian Manti yang banyak sekali. Seat belakang dan bagasinya sampai penuh sesak oleh busana Manti yang sudah menjadi Nyonya Asep sekarang.

Mobil Manti cuma mobil Jepang yang sudah dirakit di Indonesia. Manti bilang, investasi dalam bentuk mobil adalah investasi paling bodoh. Karena harga mobil makin lama akan makin melorot harganya. Sedangkan investasi dalam bidang properti, makin lama akan makin mahal pasarannya. Manti pun pernah bilang padaku, bahwa tanah itu takkan hilang walau dibom sekali pun. Beda dengan mobil, kalau sudah masuk jurang, selesailah riwayatnya.

Aku seprinsip dengan istriku dalam soal itu. Makanya aku selalu ingin low profile. Tak usah pamer harta pada publik. Bahkan kalau tidak dikasih oleh Tante Sharon dan Mbak Mona, mungkin aku masih suka naik motor bebek atau sepeda sekali pun.

Lalu kenapa aku menikah dengan Manti ? Bukankah aku sudah berjanji untuk menikahi Gabby, Dhea, Anggraeni, Tina dan Tini ?

Apakah karena Manti luar biasa tajirnya, sehingga aku melupakan mereka semua ? Tidak. Aku hanya mengikuti apa yang sudah tersurat dalam takdirku.

Memang Manti sudah sedemikian banyaknya mengalirkan dana padaku. Tapi hal itu sebagai bukti betapa tulus dia mencintaiku. Karena itu aku akan mengiyakan usul mengenai apa saja darinya, sebagai tanda aku pun mencintainya. Hanya dengan itu aku bisa membalas segala kebaikannya.



Setibanya di rumah yang sudah kujadikan mahar untuk Manti itu, sang sopir sibuk mengangkut pakaian majikannya, dari mobil jepang itu ke dalam rumah yang kubeli dari Mbak Masitoh dan sudah direnovasi besar - besaran itu. Sehingga sang sopir berkomentar, “Wah ... ini rumah laksana istana saja ... “

Sopir yang usianya sudah kepala 5 itu bernama Momon. Dan Manti biasa memanggilnya Mang Momon.

Sopir dan kedua pembokat bernama Esih dan Yuyun itu mendapat kamar masing - masing di belakang. Karena rumah itu memang besar sekali. Kamarnya sampai belasan. Belum lagi yang di lantai atas.

Kamar utama diisi oleh aku dan Manti. Kamar di sampingnya diisi oleh Mbak Ayu.

Dan inilah masalahnya. Bahwa Mbak Ayu diajak oleh Manti, karena sebelum hamil Mbak Ayu akan tetap tinggal di rumah ini, katanya. Kalau sudah positif hamil, barulah Mbak Ayu akan pulang ke rumahnya. Dan menurut pengakuan Mbak Ayu, semua itu sudah direstui oleh suami yang usianya sudah 68 tahun itu.

Dunia oh dunia ... sudah sedemikian berwarna - warninya dunia ini sekarang. Aku tak bisa membayangkan seperti apa rasanya kalau istriku ingin hamil lalu kubiarkan dihamili oleh orang lain. Apakah kalau aku sudah tua renta akan seperti itu juga ?

Amit - amit ... semoga aku tidak seperti itu.

Manti belakangan ini memang dipasangi alat KB. Tapi seminggu sebelum akad nikah, alat KB itu sudah dilepaskan. Karena ia pun ingin cepat hamil, seperti keinginan kakaknya.

“Ceritanya malam ini kita sedang berbulan madu ya ?” cetus Manti ketika kami sedang duduk di sofa ruang keluarga.

“Iya Manti Sayang ... “ sahutku sambil mengecup pipinya.

Ketika Mbak Ayu muncul, Manti memanggilnya, “Sini Mbak ... “

Mbak Ayu menghampiri kami. Lalu duduk di sebelah kananku, sementara Manti duduk di sebelah kiriku. “Nggak ganggu pengantin yang sedang bulan madu nih ?” tanya Mbak Ayu.

“Ganggu apa ? Kan sebelum Mbak hamil, anggap aja Yosef punya istri dua orang. Aku dan Mbak Ayu, “ sahut Manti.

“Jadi aku harus ngapain ?” tanya Mbak Ayu.

“Pokoknya sebentar lagi kita bertiga akan berada di dalam kamar itu. Dan kita bewrtiga harus telanjang bulat. Nanti terserah Yosef mau diapain kita berdua ini.”

Aku tertawa,“Hahahaaaaaa ... aku jadi laksana seorang raja yang akan menggauli permaisuri dan selirnya. “
 
Part 55



T
adinya aku berpikir masalah penting itu menyangkut transaksi dengan Bu Davina. tapi ternyata bukan. Mbak Manti menjelaskan masalah penting itu :

“Aku kan punya kakak, yang biasa kupanggil Mbak Ayu. Dia itu sudah tujuh tahun menjadi istri seorang pengusaha yang usianya jauh lebih tua. Tapi sampai saat ini belum punya anak juga, “ kata Mbak Manti di awal penuturannya.

“Terus ?” tanyaku.

Mbak Manti menghelka nafas, lalu berkata, “Dia sudah memeriksakan diri ke dokter spesialis. Tapi ternyata dia normal. Yang jadi masalah adalah suaminya itu. Mungkin karena sudah terlalu tua atau bagaimana, entahlah. Bahkan suaminya sudah mengijinkan kakakku untuk mencari lelaki lain yang biusa menghamilinya. Asalkan jangan sembarangan lelaki. Harus yang tampan dan yakin tidak penyakitan, supaya anaknya kelak bagus dan sehat. “

“Terus apa hubungannya denganku sehingga Mama menceritakan masalah pribadi dan dianggap sangat penting itu ?” tanyaku.

“Aku mau minta tolong padamu Honey, “ sahut Mbak Manti sambil merapatkan pipinya ke pipiku, “Dengan kalimat yang lebih jelas lagi, aku minta tolong untuk menghamili kakakku itu Honey. “

“Mama gak salah ngomong nih ?”

“Tentu tidak. Dia bahkan sudah menunggu di salah satu kamar di rumah ini. “

“Haaa ?! “ aku terkaget - kaget, “Mama tau kan kalau untuk membuat hamil itu tidak selalu sukses seketika. “

“Iya, tau. Kalau belum sukses, Papa harus selalu datang ke sini di setiap masa suburnya. “

“Tapi kita kan mau menikah Beib. Apakah hal itu takkkan jadi masalah dalam hubungan cinta kita nanti ?”

“Tidak. Dia kan kakak kandung yang sangat menyayangiku. Jadi untuk sementara anggaplah dia istri keduamu Honey. Aku rela dan ikhlas ... untuk menolong kakak yang sangat kusayangi itu. Please ... jangan tolak permintaan tolongku ini ya. “

Aku terdiam. Permintaan tolong ini agak aneh bagiku. Tapi aku tak pernah menolak apa pun yang diinginkan oleh Mbak Manti itu. Lagian apa susahnya ngentot perempuan ?

“Setuju ?” tanya Mbak Manti sambil meremas tanganku.

“Aku tak pernah membantah apa pun yang Mama inginkan/ “

“Berarti sudah setuju kan ?”

“Tapi Mama harus berjanji bahwa kelak cinta kita jangan sampai retak di tengah jalan ya.”

“Bukan cuma takkan meretakkan cinta kita. Aku malah berjanji akan semakin mencintai dan menyayangimu setelah permintaanku dilaksanakan. “

“Serius ya, “ ucapku sambil membelai rambut Mbak Manti.

“Aku sangat serius Honey. Kan aku sudah sering bilang, dirimu adalah pelabuhan terakhirku. “

Lalu Mbak Manti berdiri sambil meraih pergelangan tanganku. “Ayo kita temui Mbak Ayu yang sudah menunggumu Honey, “ ucapnya sambil melangkah ke lorong yang di kanan kirinya berderet pintu - pintu.

Lalu Mbak Manti membuka salah satu pintu.

Seorang wanita setengah baya, mengenakan blouse putih dan rok mini berwarna biru peacock tampak sedang duduk di sofa, lalu berdiri setelah aku dan Mbak Manti masuk ke dalam kamar itu.

“Ini calon suamiku Mbak. Dan sekarang aku meminjamkannya pada Mbak, karena aku sangat sayang sama Mbak Ayu, “ kata Mbak Manti sambil mempersilakanku berkenalan dengan kakaknya yang bernama Ayu itu.

“Memangnya kamu benar - benar ikhlas meminjamkan calon suamimu yang setampan dan semuda ini Ti ?” tanya Mbak Ayu kepada adiknya.

“Kalau sama orang lain tentu tidak ikhlas. Tapi sama Mbak Ayu tersayang, aku ikhlas meminjamkannya, “ sahut Mbak Manti.;

Lalu Mbak Manti melangkah ke arah pintu lagi sambil berkata, “Biar tenang dan nyaman, kunci aja pintu ini Mbak. Aku takkan mengganggu. Semoga Mbak Ayu benar - benar bisa hamil yaaa ... “

Lalu Mbak Manti keluar dan menutupkan pintu itu dari luar.

Tinggallah aku dan wanita yang bernama Ayu itu. Seperti yang sudah dikatakan oleh adiknya, Mbak Ayu langsung menguncikan pintu kamar itu. Sehingga Mbak Manti takkan bisa masuk ke dalam kamar ini sebelum “urusan”ku dengan Mbak Ayu “selesai”.

“Manti memang seorang wanita yang baik hati dan pemurah. Kamu beruntung mendapatkan calon istri seperti dia, “ kata Mbak Ayu yang lalu duduk di samping kiriku, dengan bertumpang kaki. Sehingga paha kanannya terbuka full, tidak tertutup oleh rok mininya.

Dalam sekejap mata pun aku bisa menilai bahwa Mbak Ayu kalah cantik kalau dibandingkan dengan Mbak Manti. Tapi Mbak Ayu lebih seksi, dengan tubuh tinggi gedenya, membuatku ingin secepatnya menelanjangi kakak Mbak Manti ini.

“Benarkah Mbak belum pernah hamil ?” tanyaku sambil merayapkan tanganku ke paha putih mulusnya.

“Benar, “ sahutnya sambil melingkarkan lengan kanannya di pinggangku, membuatku berani melanjutkan gerayanganku ke arah pangkal pahanya, “Umurku sudah tigapuluhenam tahun. Tapi punyaku masih rasa gadis ... hihihiii ... “

Ucapan itu diakhiri dengan menurunkan tumpangan kakinya. Lalu kedua kakinya direnggangkan ... seolah mempersilakanku menggerayanginya lebih jauh.

Dan tanganku memang ingin menggerayangi lebih jauh sampai ke pangkal pahanya yang terasa hangat. Lalu menyelinap ke balik celana dalamnya, sampai menyentuh memeknya yang terasa tidak berjembut.

Pada saat itulah Mbak Ayu memagut bibirku ke dalam ciuman lengketnya, yang lalu kutanggapi dengan lumatan ... sehingga akhirnya kami saling lumaty bibir, sementara jari tanganku sudah menyelinap ke dalam celah memek Mbak Ayu.

Setelah bibir kami menjauh, aku berkata, “Memek yang bersih dari bulu gini enak jilatinnya. “

“Kalau mau jilatin silakan aja, “ sahut Mbak Ayu sambil melepaskan celana dalamnya. Lalu duduknya agak maju, sehingga setengah dari bokongnya tidak di atas sofa lagi.

Aku pun duduk di atas karpet tilam lantai, di antara kedua kaki Mbak Ayu.

“Biasanya jembutku lebat. Tapi Manti menyuruhku membersihkannya. Takut diketawain oleh cowok semuda Yosef, “ ucapnya ketika aku masih mengusap - usap memek Mbak Ayu yang lebih tembem daripada memek Mbak Manti.

“Hmmm ... memang kalau plontos gini seolah menantang untuk diciumi dan dijilatin, “ sahutku yang diakhiri dengan menciumi memek tembem yang menyiarkan harum parfum mahal ke penciumanku. Lalu kungangakan kedua labia mayoranya dan kuijilati bagian dalamnya yang berwarna pink itu.

Gila ... rasanya bagian dalam memek Mbak Ayu ini memang enak sekali untuk dijilati. Entah apa bedanya dengan memek lain. Namun jelas aku jadi lahap sekali menjilatinya. Sementara Mbak Ayu hanya mengusap - usap rambutku yang sudah agak gondrong ini.

Namun ketika ujung jempol kiriku mulai mengelus - elus kelentitnya yang sudah kutemukan, Mbak Ayu mengepak - ngepakkan tangannya ke sofa. Dengan kedua kaki mengejang - ngejang.

“Oooooh .... oooooo .... oooooh .... oooooooohhhhhh .... Yossseeeeeefffff .... ooooooo ... oooooh .... ja ... jangan terlalu lama jilatinnya Yosss ... nanti keburu becek gak enak lho ... oooooh ... Yoooosssss ... ooooooh ... udahan dulu Yooosssss ... masukin aja punya Yossssss ... “

Mbak Ayu mendorong dahiku agar menjauh dari memeknya. Lalu ia berdiri dan bergegas melangkah ke arah bed. Di situlah ia melepaskan blouse putihnya. Lalu juga rok mini dan behanya. Sehingga tubuh seksinya langsung telanjang bulat.

Aku pun tak mau buang - buang waktu lagi. Karena kontolku sudah ngaceng berat. Maka kulepaskan seluruh busanaku, sampai telanjang bulat seperti Mbak Ayu.

Kemudian aku pun naik ke atas bed bertilamkan seprai beludru merah hati ini. Di mana Mbak Ayu sudah menelentang sambil mengusap - usap memeknya, seolah ingin segera kuterkam. Aku pun berlutut sambil meletakkan kepala kontolku di bagian yang berwarna pink itu. Namun tiba - tiba Mbak Ayu terduduk sambil memegang kontolku dengan mata terbelalak, “Astagaaaa ... pantesan Manti cinta setengah mati sama Yosef ... ternyata senjata Yosef sepanjang ini ?! Wah .... wikwik sama yang sangat panjang gini sih pasti kenyang. Hihihiiiii ... ayo masukin Yos ... “

Lalu Mbak Ayu menelentang kembali, sambil merenggangkan kedua belah pahanya.

Aku cuma tersenyum. Lalu meletakkan moncong kontolku di mulut memek Mbak Ayu yang berwarna pink itu.

Lalu kudorong kontolku sekuatnya. Ternyata benar, umur 36 tahun tapi memeknya masih rasa gadis. Liang memek Mbak Ayu masih sempit sekali. Untung aku sudah menjilatinya tadi, sehingga sedikit demi sedikit kontolku bisa melesak masuk ke dalam liang memek kakak Mbak Manti ini. Sampai mentok dik dasarnya.

“Anjaaaay ... sampai mentok gini. Gak bisa masuk semuanya ya ?” cetus Mbak Ayu sambil merentangkan kedua tangannya.

“Iya, “sahutku, “ Kalau dipaksakan sih bisa masuk semua, tapi takut Mbak kesakitan nanti. “

“Ya udah ... lama kelamaan juga pasti bisa masuk semua, “ kata Mbak Ayu sambil mendekap pinggangku.

Aku pun mulai mengayun kontolku, bermaju mundur di dalam liang sempit Mbak Ayu.

“Memang benar ... Mbak ini rasa gadis, “ cetusku ketika entotanku masih perlahan, “Suka minum jamu ya ?”

“Nggak pernah minum jamu. Aku gak suka yang pahit - pahit. “

“Terus diapain biar sempit begini ?”

“Gak diapa - apain. Memang jarang dipakai aja. Suamiku kan sudah tua. Pada masa pengantin baru juga cuma seminggu sekali bisanya. Makin lama makin jarang. Sekarang bisa sebulan sekali aja udah untung. “

Aku tidak menanggapinya lagi, karena mulai asyik mengentot liang memek yang masih sempit tapi sudah terlicinkan ini. Makin lama memang liang memek Mbak Ayu makin beradaptasi dengan ukuran kontolku. Ketika aku mendorongnya, kontolku bisa masuk semuanya. Karena liang memek Mbak Ayu bukan terbuat dari tembok.

Dan setiap kali moncong kontolku “berdesakan” dengan dasar liang memek Mbak Ayu, wanita 36 tahunan itu menahan nafasnya, lalu mendesah “Aaaaaa .... aaaa ... aaaahhh .... Yooossss ... aaaaaa ... aaaaah .... Yossssss ... aaaa .... aaaaah ... “

Suaranya seperti ditahan - tahan. Perlahan sekali. Mungkin takut terdengar oleh adiknya di luar kamar ini.

Namun ketika aku sudah mulai menggencarkan entotanku, pantat semoknya pun mulai bergeol - geol dengan lincahnya. Sementara rintihan - rintihan histerisnya pun mulai tak terkendalikan lagi.

“Oooo ... oooooh ... Yooooossss ... oooooooo ... ooooooh ... Yoooossss ... ra ... rasanya ... ini wikwik yang paling nikmat dalam hidupku ... ta ... tapi ... mungkin aku takkan tahan lama ... ini ... sudah mulai terasa ... ma ... mau lepasssss ... entot terus Yosssss .... ini luar biasa enaknyaaaa ... Yoooosssss ... ooooh Yooooossssss ... aku ... mau lepassss ... Yoooosssss .... “

Kali ini aku tidak ingin merasakan gerakan reflex liang memek pasangan seksualku. Karena aku sedang enak - enaknya mengayun kontolku sambil meremas - remas toket gede Mbak Ayu.

Lalu Mbak Ayu mengejang tegang di puncak orgasmenya. Namun aku tetap gencar mengentotnya. Karena mengentot liang memek Mbak Ayu ini, oh, luar biasa nikmatnya.

Walau pun begitu, aku tak mau ejakulasi prematur (menurut levelku).

Sambil mengayun kontol, aku malah mulai asyik menjilati leher Mbak Ayu yang sudah basah oleh keringat, disertai gigitan - gigitan kecil yang takkan menyakitkan.

Hal ini membuat rintihan Mbak Ayu menjadi - jadi lagi : “Aaaaaaaa .... aaaaaaaahh ... Yooooosssss ... apa pun yang Yosef sentuh ... membuatku gila Yosss .. gila sama kontolmu ... gila sama lidah dan bibirmu ... gila sama mulutmu ... semuanya nikmaaat Yosss ... aaaaa ... aaaaaahhhhh ... luar biasa eee ... enaknyaaaa ... kalau dengan Yosef ... wikwik sehari semalam pun aku maaaauuuu ... Yooooosssss ... ooooooh ... Yooooooosssss .... “

Terlebih lagi setelah aku menjilati ketiak kirinya, sambil meremas toket kanannya pula, Mbak Ayu pun semakin klepek - klepek dibuatnya.

“Adududuuuuuh .... Yoseeeef ... ini semakin enak Yoooossss ... pasti aku bakal lepas lagi nih Yoooossss ... ooooooooooooooohhhh .... ooooooooohhhhh .... Yoseeeeeeeeffff ... aku mau lepas lagi .... “

“Ayo barengin lepasnya Mbak .... uuuughhhh ... aku juga mau ngecrooootttt ... “ sahutku yang memang mulai merasakan betapa enaknya liang memek sempit yang hangat dan licin ini.

“Iyaaaaa ... barengin Yooosss ... biar nikmaaaaaaaat ... “ Mbak Ayu mulai berkelojotan. Dan ketika ia sedang mengejang sambil menahan nafasnya, aku pun sudah menancapkan kontolku sedalam mungkin, sampai terasa mendorong dasar liang memek kakak Mbak Manti itu.

Lalu detik - deitk indah itu kurasakan. Liang memek Mbak Ayu berkedut - kedut kencang. Lalu ada gerakan seperti spiral, seolah ingin memuntahkan kontolku ke luar. Namun pada saat itu pula kontolku mengejut - ngejut sambil menembak - nembakkan lendir kenikmatanku.

Creeetttt ... croooooooooooooootttttt ... croooooooooooooooooooottttt ... croooootttt ... cretcretttt ... croooooooooooooooooooootttttttttttt ... !

Mbak Ayu memelukku erat - erat. Lalu terkulai di bawah himpitanku yang juga sudah terlunglai - lunglai.

Sesaat kemudian, ketika aku mencabut kontolku dari liang memek Mbak Ayu, wanita itu cepat menutup mulut memeknya dengan telapak tangannya. “Sperma Yosef takkan kubiarkan mengalir ke luar ... biar jasdi anak, “ ucapnya.

“Kalau mau jadi anak, wikwiknya harus di masa subur, “ sahutku.

“Sekarang aku sedang berada di masa subur Yos, “ kata Mbak Ayu, “Dua hari yang lalu aku baru bersih mens. “

“Lebih bagus lagi kalau pada masa subur, Mbak harus kugauli tiap hari. Karena telur wanita sulit memprediksi harinya secara tepat. Yang jelas pada masa subur itu akan ada telur yang siap dibuahi. Tapi entah pada hari keberapa telur itu munculnya. “

“Yosef kok kayak udah pengalaman sekali. Memangnya pernah menghamili perempuan ?”

“Pernah ... tiga orang wanita sudah kuhamili. Semuanya atas permintaan suaminya masing - masing. “

“Terus kenapa Manti belum hamil juga ya ? Bukankah Yosef sudah sering menggaulinya ?”

“Dia kan pasang alat KB Mbak. Dia hanya mau hamil kalau sudah resmi menikah denganku. “

“Ogitu ... “

Tiba - tiba handphoneku berdenting ... tiiiing ... !

Cepat kuambil hape dari saku celanaku. Ternyata call dari Bu Davina. Lalu :

“Hallo Bu ... “

“Udah dicek saldo di rekening perusahaan sampeyan ? Sisa pembayaran sudah kubayar lunas tuh. “

“Ohya ?! Sudah selesai AJBnya ?”

“Sebenarnya belum selesai sih. Baru seperempatnya yang selesai. Tapi karena semuanya berjalan lancar, aku percaya saja bahwa semuanya akan berjalan lancar. Karena itu kubayar lunas saja, biar gak ada beban di antara kita. “

“Iya Bu. Terima kasih. Sebentar lagi akan kucek. “

Setelah hubungan seluler dengan Bu Davina ditutup, aku mengepalkan tanganku sambil berseru “Yesssssss ... !”

Lalu lewat hape kucek saldo rekening perusahaanku. Benar saja. Saldoku jadi “gajah bengkak” ... ! Dengan dana segunung gitu, apa pun bisa kulakukan. Beli pesawat jet pribadi 3 buah pun bisa.

Tapi aku tak mau seroyal itu. Aku harus tetap jadi manusia yang low profile. Bahkan kedua mobilku pun pemberian dari Tante Sharon dan Mbak Mona. Kalau tidak diberi oleh mereka, mungkin aku akan tetap mencukupkan diri dengan bersepeda, atau paling mahal aku hanya akan membeli sebuah motor bebek. Karena aku tak mau jadi sorotan publik. Tak mau disebut orang tajir melintir.



Ketika aku keluar dari kamar itu, Mbak Manti memeluk dan mencium bibirku. “Bagaimana ? Sukses ?”tanyaku.

“Iya sukses, “ sahutku, “Tapi kalau serius mau hamil, sepanjang masa subur itu harus digauli tiap hari Mam. “

“Iya. Nanti kalau kita sudah nikah, hal itu bisa Papa lakukan dengannya. “

“By the way, Bu Davina sudah membayar lunas. “

“Oh ya ?! Cepat sekali ya. “

“AJBnya baru selesai seperempatnya. Tapi dia merasa punya beban kalau tidak segera dibayar lunas. “

“Baguslah. Lagian semua sertifikat itu gak ada satu pun yang bodong. Semuanya asli dan bisa dibuktikan kebenarannya. “

Aku mengangguk sambil meremas tangan Mbak Manti.

“Pergunakanlah dana itu untuk mengembangkan perusahaan - perusahaanmu Honey. “

“Iya Mam. “

Tiba - tiba Mbak Manti membisiki telingaku, “Masih kuat untuk menggauliku ?”

“Masih. Barusan kan to the point aja. Makanya tidak lama selesainya. “

Lalu aku diajak masuk ke dalam kamar Mbak Manti.

“Aku jadi horny berat, gara - gara ngebayangin apa yang sedang terjadi di antara Papa dengan kakakku tadi, “ kata Mbak Manti sambil menanggalkan gaun rumahnya.

Dan begitulah ... aku menyetubuhi calon istriku yang cantik dan baik hati itu. Bahkan kali ini aku habis - habisan melakukannya. Sampai lebih dari dua jam aku mengentot Mbak Manti. Maklum ini adalah ronde keduaku, tentu durasinya jauh lebih lama daripada ronde pertama.

Aku bahkan menginap di rumah Mbak Manti.

Keesokan paginya, aku mengajak Mbak Manti ke kotaku. Aku akan memperlihatkan rumah yang kubeli dari Mbak Masitoh dan sudah direnovasi menjadi rumah megah dan besar itu.

Tapi aku merahasiakannya dulu kepada Mbak Manti. Setelah tiba di rumah besar dan sangat megah itu, barulah aku berkata padanya. “Meski pun tidak seberapa nilainya buat Mama ... tapi rumah ini akan kujadikan mahar pernikahan kita nanti. Rumahnya masih kosong, karena aku tidak berani membeli sembarangan perabotan. Nanti Mama sendiri yang bisa memilih perabotannya, yang sesuai dengan level dan selera Mama. “

“Waduuuuh ... rumah sebesar dan semegah ini sangat berharga bagiku Honey. Dindingnya dilapisi marmer, kamarnya besar - besar, ada kolam renangnya juga. Sedikit pun aku tak menduga kalau Papa sudah menyiapkan mahar yang sangat mahal ini. “

“Jadi setelah menikah, Mama harus tinggal di sini nanti. Bagaimana ?”

“Iya. Kalau sudah menjadi istrimu, tentu saja aku harus ikut suami. Soal perabotan rumah, gak usah dipikirin. Nanti sebagian perabotan di rumahku akan dipindahkan ke sini setelah kita menikah. Sebagian yang bisa dibeli di kota ini nanti aku aja yang membelinya. “

“Iya. Pokoknya aku tidak mau membelikannya karena takut ditertawakan nanti sama Mama. “

“Ah, jangan berpikir sejauh itulah. Aku takkan pernah menertawakan apa pun yang Papa berikan padaku. Lagian rumah ini mantap sekali. Aku malah sangat terkesan oleh semuanya. Terutama oleh kolam renangnya, luas sekali. Tak kalah sama kolam renang umum. Bisa dipakai oleh puluhan orang. “

“Syukurlah kalau Mama senang sih. Ohya, sekarang Mama mau kukenalkan pada ibu kandungku. Bersedia ?”

“Mau. Kan Papa pernah cerita bahwa ibu Papa sudah meninggal, tapi ternyata masih ada ya. Aku jadi penasaran, ingin bertemu dengan ibumu Honey.”

Kepada Mbak Manti, aku memang sudah menceritakan latar belakang keluargaku. Bahwa aku punya ibu tiri dua orang. Sedangkan ibuku sudah meninggal kata ayahku. Tapi baru - baru ini aku mendapat berita bahwa ternyata ibuku masih ada tapi jauh sekali di Indonesia paling utara, dekat perbatasan dengan Filipina.

Semua itu sudah kuceritakan kepada Mbak Manti. Begitu juga ketika Ibu sudah berada di kotaku, diceritakan juga kepada Mbak Manti.

Tak lama kemudian Mbak Manti sudah berada di dalam sedan hitamku yang kujalankan menuju perumahan elit di luar kota itu. Menuju rumah yang sudah kuberikan kepada Ibu itu. Namun sebelum menuju perumahan di luar kota itu, Mbak Manti ngajak beli pizza dan burger dulu sebagai oleh - oleh untuk Ibu.



Ibu tampak kaget ketika melihatku datang bersama seorang wanita. Lalu kujelaskan kepada Ibu siapa wanita cantik yang kubawa ke rumah Ibu itu, “Kenalkan dulu Bu. Ini calon menantu Ibu yang beberapa hari lagi akan kunikahi. “

“Ini calon istrimu Sep ? Masya Allah ... cantiknyaaaa ... “ Ibu memeluk Mbak Manti dan disusul dengan cipika - cipiki.

Kemudian Ibu mengajak Mbak Manti duduk berdampingan di sofa ruang tamu.

“Kenapa gak bilang - bilang mau bawa calon istrimu ? “ tanya Ibu padaku, “Kalau tau kalian mau datang, tentu ibu akan masak - masak buat nyuguhin calon mantu. “

“Aaaah ... gak usah repot - repot Bu. Dengan ketemu sama Ibu aja hatiku sudah senang, “ sahut Mbak Manti.

“Bukan repot - repot, ibu hanya ingin memperlihatkan perasaan bahagia saja, karena didatangi calon mantu yang begini cantiknya. “

“Ibu muji terus. Padahal Ibu sendiri cantik, “ kata Mbak Manti sambil mengusap - usap punggung tangan Ibu yang sedang dipegangnya dengan tangan satunya lagi.

Tiba - tiba Mbak Manti menoleh padaku, “Oleh - olehnya ketinggalan di mobil ?” tanyanya.

“Oh iya ... lupa, “ sahutku sambil bergegas menuju mobilku yang terparkir di pinggir jalan.

Kantong kertas tebal yang tersimpan di seat belakang mobil kubawa, kemudian kuberikan kepada Ibu, “Ini oleh - oleh dari dia Bu. “

“Waduuuh ... apa ini Nak Manti ?” tanya Ibu.

“Cuma makanan aja Bu. Tadi mendadak sih diajak ke sininya, jadi gak sempat nyari oleh - oleh yang bagus. ”

Ibu tampak senang sekali melihat sikap dan perilaku Mbak Manti. Sehingga waktu kami pamitan, Ibu masih sempat menasehati kami berdua, “Semoga cinta kalian abadi sampai tua renta kelak ya. “

“Amiiin, “ sahutku serempak dengan Mbak Manti.

Dalam perjalan kembali ke kota Mbak Manti, calon isteriku itu berkata, “Mulai saat ini hapus aja istilah Mbak untukku. Gak enak rasanya calon suami memanggilku Mbak. Apalagi kalau sudah menikah nanti.

“Iya Mama Sayang, “ sahutku sambil tersenyum.

Dengan demikian, sejak saat itu aku menghilangkan istilah Mbak kepada calon istriku. Langsung menyebut namanya saja.



Beberapa hari kemudian akad nikah dilaksanakan di rumah Manti yang megah dan besar itu. Ayah dan ibu Manti hadir. Tentu saja walinya adalah ayah Manti itu.

Dari pihakku hanya Ibu, Tante Lien dan Ceu Imas bersama suaminya yang hadir. Upacara akad nikah itu dilaksanakan secara sederhana, karena tidak mengundang orang luar. Hanya keluarga yang menghadirinya. Selain seperangkat alat shalat dan perhiasan, maharku disebutkan juga ... sebuah rumah siap huni di kotaku.

Rumah besar itu memang sudah dilengkapi segala perabotannya sebelum akad nikah dilaksanakan. Karena seusai akad nikah dan makan bersama, aku akan membawa Manti ke rumah itu.

Sorenya para tamu bubar, pulang ke rumahnya masing - masing. Ibu, Tante Lien dan Ceu Imas pun pulang. Kebetulan mereka bisa muat di mobilnya Ceu Imas.

Aku pun siap - siap untuk kembali ke kotaku.

Pada saat itulah Manti membisiki telingaku, “Mbak Ayu mau diajak, gak apa - apa ?”

Aku agak kaget mendengarnya. Karena sudah terbayang kalau Mbak Ayu diajak, bisa terjadi “sesuatu” nanti di rumah yang sudah menjadi mahar untuk istriku itu.

Tapi aku tak bisa mengatakan tidak kepada istriku yang sudah melimpahkan dana segitu besarnya padaku. Bahkan jumlah dana pelunasan dari Bu Davina itu jauh lebih besar daripada seluruh harta yang sudah kumiliki sebelumnya.

Bukan hanya membawa Mbak Ayu. Dua orang pembantu setia yang sudah terbiasa melayani Manti pun diajak serta. Sehingga di seat belakang diduduki oleh tiga orang. Oleh Mbak Ayu dan kedua pembantu itu. Sementara istriku duduk di depan.

Biasanya mobil pengantin itu dihias dengan kertas dan bunga yang berwarna warni. Tapi mobilku tidak dihiasi apa pun. Bahkan pernikahanku dengan Manti tadi, hanya dihadiri oleh keluarga dekat kedua belah pihak. Tidak ada pesta besar - besaran. Padahal kalau Manti mau, mudah saja baginya untuk menyelenggarakan pesta semewah apa pun.

Di belakang mobilku, ada mobil Manti yang dikemudikan oleh sopirnya. Membawa pakaian Manti yang banyak sekali. Seat belakang dan bagasinya sampai penuh sesak oleh busana Manti yang sudah menjadi Nyonya Asep sekarang.

Mobil Manti cuma mobil Jepang yang sudah dirakit di Indonesia. Manti bilang, investasi dalam bentuk mobil adalah investasi paling bodoh. Karena harga mobil makin lama akan makin melorot harganya. Sedangkan investasi dalam bidang properti, makin lama akan makin mahal pasarannya. Manti pun pernah bilang padaku, bahwa tanah itu takkan hilang walau dibom sekali pun. Beda dengan mobil, kalau sudah masuk jurang, selesailah riwayatnya.

Aku seprinsip dengan istriku dalam soal itu. Makanya aku selalu ingin low profile. Tak usah pamer harta pada publik. Bahkan kalau tidak dikasih oleh Tante Sharon dan Mbak Mona, mungkin aku masih suka naik motor bebek atau sepeda sekali pun.

Lalu kenapa aku menikah dengan Manti ? Bukankah aku sudah berjanji untuk menikahi Gabby, Dhea, Anggraeni, Tina dan Tini ?

Apakah karena Manti luar biasa tajirnya, sehingga aku melupakan mereka semua ? Tidak. Aku hanya mengikuti apa yang sudah tersurat dalam takdirku.

Memang Manti sudah sedemikian banyaknya mengalirkan dana padaku. Tapi hal itu sebagai bukti betapa tulus dia mencintaiku. Karena itu aku akan mengiyakan usul mengenai apa saja darinya, sebagai tanda aku pun mencintainya. Hanya dengan itu aku bisa membalas segala kebaikannya.



Setibanya di rumah yang sudah kujadikan mahar untuk Manti itu, sang sopir sibuk mengangkut pakaian majikannya, dari mobil jepang itu ke dalam rumah yang kubeli dari Mbak Masitoh dan sudah direnovasi besar - besaran itu. Sehingga sang sopir berkomentar, “Wah ... ini rumah laksana istana saja ... “

Sopir yang usianya sudah kepala 5 itu bernama Momon. Dan Manti biasa memanggilnya Mang Momon.

Sopir dan kedua pembokat bernama Esih dan Yuyun itu mendapat kamar masing - masing di belakang. Karena rumah itu memang besar sekali. Kamarnya sampai belasan. Belum lagi yang di lantai atas.

Kamar utama diisi oleh aku dan Manti. Kamar di sampingnya diisi oleh Mbak Ayu.

Dan inilah masalahnya. Bahwa Mbak Ayu diajak oleh Manti, karena sebelum hamil Mbak Ayu akan tetap tinggal di rumah ini, katanya. Kalau sudah positif hamil, barulah Mbak Ayu akan pulang ke rumahnya. Dan menurut pengakuan Mbak Ayu, semua itu sudah direstui oleh suami yang usianya sudah 68 tahun itu.

Dunia oh dunia ... sudah sedemikian berwarna - warninya dunia ini sekarang. Aku tak bisa membayangkan seperti apa rasanya kalau istriku ingin hamil lalu kubiarkan dihamili oleh orang lain. Apakah kalau aku sudah tua renta akan seperti itu juga ?

Amit - amit ... semoga aku tidak seperti itu.

Manti belakangan ini memang dipasangi alat KB. Tapi seminggu sebelum akad nikah, alat KB itu sudah dilepaskan. Karena ia pun ingin cepat hamil, seperti keinginan kakaknya.

“Ceritanya malam ini kita sedang berbulan madu ya ?” cetus Manti ketika kami sedang duduk di sofa ruang keluarga.

“Iya Manti Sayang ... “ sahutku sambil mengecup pipinya.

Ketika Mbak Ayu muncul, Manti memanggilnya, “Sini Mbak ... “

Mbak Ayu menghampiri kami. Lalu duduk di sebelah kananku, sementara Manti duduk di sebelah kiriku. “Nggak ganggu pengantin yang sedang bulan madu nih ?” tanya Mbak Ayu.

“Ganggu apa ? Kan sebelum Mbak hamil, anggap aja Yosef punya istri dua orang. Aku dan Mbak Ayu, “ sahut Manti.

“Jadi aku harus ngapain ?” tanya Mbak Ayu.

“Pokoknya sebentar lagi kita bertiga akan berada di dalam kamar itu. Dan kita bewrtiga harus telanjang bulat. Nanti terserah Yosef mau diapain kita berdua ini.”

Aku tertawa,“Hahahaaaaaa ... aku jadi laksana seorang raja yang akan menggauli permaisuri dan selirnya. “
Wah apdet lagi....
Makasih yaa...apdetnya bro @Otta...
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd