Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT G I G O L O

Status
Please reply by conversation.
Part 35



Ketika aku kembali ke hotel, masalah Ima pun lenyap dari pikiranku. Karena aku tak punya hubungan apa - apa dengannya, kecuali teman atau sahabat karib lah.

Jam tanganku sudah menunjukkan pukul 4 sore ketika aku tiba di kamar hotel. Tapi Bu Rosanna belum pulang meeting.

Baik aku mau pun Bu Rosanna sama - sama membawa electronic key card. Itu pun dengan susah payah Bu Rosanna memintanya di front office, karena seharusnya satu kamar hanya dikasih satu kunci kartu elektronik.

Baru saja aku mau melepaskan pakaian dan menggantinya dengan piyama, tiba - tiba terdengar ketukan di pintu. Lalu pintu itu kubuka. Tadinya kupikir yang mengetuk pintu itu karyawan hotel yang mau mengirimkan sesuatu. Tapi ternyata yang mengetuk pintu itu ... Mamie Dhea alias Dhea tercinta.

“Wow ... My Sweetheart ... !” sambutku sambil memeluk Mamie Dhea dan mencium bibirnya semesra mungkin.

“Mama masih meeting ?” tanyanya serius.

“Iya, “ sahutku sambil menutupkan pintu, lalu mengajaknya duduk berdampingan di sofa, “Katanya mau malem datangnya, ternyata jam segini udah datang. “

“Soalnya setelah dipikir - pikir aku takut malam - malam keluar sendirian, “ sahutnya.

“Kan banyak petugas security dan satpam. Bisa dianterin sama mereka, “ kataku.

“Ah, bareng sama mereka malah gak nyaman. “

“Terus barusan pake apa ke sini ? Pake mobil kuning itu ?”

“Pake taksi. Itu pun anggota security pada nyamperin, menawarkan kawalan. Tapi kutolak dan kubilang tujuannya dekat sekali. “

“Jadi datang lebih cepat itu karena takut keluar malam. Bukan karena saking kangennya sama aku ya Mam ? ” tanyaku.

“Papie ... masih menyangsikan betapa dalamnya cintaku sama Papie ?! “ Dheaku tercinta melingkarkan lengannya di leherku. Lalu menatap mataku dengan tajam.

“Heheheee ... kirain ... “ gumamku, disusul dengan mendaratnya bibirku di bibirnya. Lalu kami saling lumat seperti biasa.

Lalu terdengar bisikannya, “Punya Mama masih enak gak ?”

“Memeknya ?” tanyaku.

“Iya. Masih enak gak ?”

“Masih, “ sahutku, “Mama kan belum pernah melahirkan lewat memeknya, karena kelahiran Mamie juga lewat operasi cesar kan ?”

“Oh iya ... iyaa ... aku lupa bahwa kelahiranku lewat cesar, “ ucap Dheaku, “Berarti lubangnya masih sempit ya ?”

“Sangat. “

“Terus, sama memekku enakan mana ?”

“Sama - sama enak pokoknya. Baik Mama mau pun Mamie punya keunggulan masing - masing. Jadi kalau dinilai sama - sama sembilan koma sembilan. Titik. “

“Syukurlah. Tadinya aku takut kalau Mama sudah tidak memuaskan lagi buat Papie. Maklum usia beliau kan sudah tigapuluhsembilan. Sudah menuju empatpuluh. “

“Mama masih prima, karena selalu merawat tubuhnya. “

“Tapi aku belum percaya kalau Papie benar - benar udah ML sama Mama. Aku baru akan percaya kalau sudah menyaksikannya secara langsung. “

“Jadi Dheaku tercinta ingin menyaksikan langsung ketika kontolku masuk ke dalam memek Mama ... ingin menyaksikan kontolku sedang mengentot liang memek Mama ?”

“Iya. “

“Tanpa kecemburuan di hati Mamie ?”

“Kalau dengan orang lain, pasti aku cemburu. Tapi kalau dengan Mama aku takkan cemburu. Karena Mama itu satu - satunya wanita yang paling kusayangi di dunia ini. Dan Papie satu - satunya cowok yang paling kucintai di muka bumi ini. “

“Lalu kalau cintaku terpaksa harus dibagi dua dengan Mama, Dheaku tercinta akan merasa ikhlas ?”

“Memang harus begitu. Katakan saja cinta Papie ada duaratus persen. Jadi seratus persen buat Mama dan seratus persen lagi buatku. Kata orang bisa begitu kalau lelaki sih. Bisa memiliki cinta duaratus persen sampai empatratus persen. Jadi kalau punya istri empat orang, setiap orang akan kebagian seratus persen. “

Aku terdiam. Memang kuakui bahwa hubunganku dengan wanita yang hanya beda 3 tahun denganku itu, adalah hubungan yang paling serius bagiku. Lalu setelah Bu Rosanna hadir pula di dalam kehidupanku, hubungan ini semakin serius lagi. Dan baru sekali ini aku merasakan hubungan yang begini uniknya.

Lalu rencananya Dhea akan menjadi istriku, sementara Bu Rosanna menjadi ibu mertuaku. Tapi di balik layar, aku harus menganggap Bu Rosanna sebagai istriku juga.

Lalu apakah hal unik ini akan berjalan mulus ? Aku belum tahu.

Tapi dalam hal ini aku mau berprinsip, apa yang akan terjadi, terjadilah. Aku akan menyambut wanita - wanita yang hadir dalam kehidupanku, dengan hati yang lapang. Dan akan merelakan wanita yang ingin meninggalkanku, silakan saja. Toh aku dengan cepat bisa mencari gantinya. Itulah prinsipku.

Ketika aku masih menerawang tentang segala kemungkinan yang bisa terjadi, tiba - tiba Bu Rosanna (akan kuubah menjadi Mama Rosanna aja ya) muncul di ambang pintu.

“Wow ... ada puteri tersayangku ... !” seru Mama Rosanna sambil merentangkan kedua tangannya.

Dheaku tercinta pun menghambur ke dalam pelukan ibunya. Lalu mereka cipika - cipiki, seolah sudah bertahun - tahun terpisah. Padahal baru kemaren Mama Rosanna berpisah dengan puterinya.

“Sukses meetingnya Mam ?” tanya Dheaku kepada ibunya.

“Sukses. Barusan mama diangkat sebagai komisaris utama. Dirutnya Bu Naila dan bendaharanya Bu Samantha, “ sahut Mama Rosanna.

“Kapan apartemennya mulai dibangun ? “ tanya Dheaku lagi.

“Tanggal satu bulan depan. “

“Wah, berarti tinggal dua minggu lagi ya. “

“Iya. Itu apartemen yang di kota ini. Apartemen di kota - kota lain, diputuskan besok. “

“Smeoga uskses ya Mama. “

“Amiin. “

Lalu Mama Rosanna menoleh padaku. “Gimana udah clear ?”

“Belum Mama, “ sahutku, “ Dia belum percaya kalau gak lihat dengan mata kepalanya sendiri. “

“Betul Dhea ? ” Mama Rosanna menoleh ke puterinya.

“Iya. Takutnya Mama sama dia cuma bersekongkol. Pura - pura udah melakukan, padahal belum pernah. “

“Ya udah. Nanti kami wikwik lagi. Apa susahnya. Tapi mama minta satu hal. Kalian jangan pakai panggilan papie dan mamie dulu sebelum punya anak. Di Jerman, pasangan suami istri yang sudah lansia aja manggil Liebling, Geliebte, meine Liebe dan sebagainya. Yang artinya, darling, my love, kekasih dan sebagainya. Jadi walau pun sudah tua renta, mereka merasa masih muda belia. Jangan sebaliknya seperti kalian. Belum menikah aja udah saling panggil papie dan mamie. “

“Terus kami harus saling manggil apa Mam ?” tanyaku.

“Kalau di Eropa dan Amerika, saling panggil nama aja. Sama oom dan tante juga manggil namanya, “ sahut Mama Rosanna.

“Boleh aku manggil Dhea atau Dheaku aja, sebagai tanda bahwa Dhea itu kepunyaanku, “ kataku sambil memandang Dheaku.

“Boleh. Manggil Dheaku lebih romantis lagi. Panggil Dhea juga gak apa - apa. Usia kita kan cuma beda tiga tahun, “ sahut Mamie Dhea yang sejak saat itu akan kupanggil Dheaku atau Dhea saja. “Aku juga mau manggil Yosku aja ya. Biar aku tetap merasa bahwa Yosef itu kepunyaanku. “

“Mama boleh manggil Yosku juga ? Keren, kaya nama di Eropa Timur. Hihihiii ... sekarang negara - negara di Eropa Timur pada gak mau disebut Timur, karena kesannya seperti ketinggalan dibanding dengan Eropa Barat. Jadi aja ada istilah lain. “

“Kayak Hongaria, Czech, Slovakia, Bulgaria, Romania dan sebagainya, dahulu disebut Eropa Timur ya Mam, “ ucap Dheaku.

“Mau makan malam dulu atau main dulu ? “ tanya Mama Rosanna tiba - tiba.

“Main dulu Mam, “ Dheaku mengelendot manja ke bahu ibunya, “Sekalian ajarin aku main yang benar. “

“Yossku udah siap ?” tanya Mama Rosanna kepadaku. Dia jadi ikut memanggi Yossku, sebagai pertanda dia jjuga merasa memilikiku. Aku juga merasa senang karena ibu dan puterinya sama - sama merasa memilikiku.

“Oke, sapa takut. Tapi Dheaku juga harus telanjang bulat ya, “ kataku sambil memegang tangan Dheaku.

“Oke, “ Dheaku mengangguk. Sementara Mama Rosanna sudah melepaskan celana panjang dan blousenya. Disusul dengan pelepasan behanya.

Aku pun sudah melepaskan semua busanaku, kecuali celana dalamku yang masih melekat di badanku. Dheaku juga sama, tinggal mengenakan celana dalam. Jadi kompak, kami bertiga tinggal mengenakan celana dalam.

Mama Rosanna sudah duluan beranjak ke atas bed, sambil melepaskan celana dalamnya. Sehingga memeknya yang berjembut cepak itu terpamerkan. Aku pun tak mau kalah. Kulepaskan celana dalamku, sehingga kontolku yang sudah spontan ngaceng ini tak tertutup apa - apa lagi. Yang terakhir melepaskan celana dalamnya adalah Dheaku. Lalu tampak memeknya yang berbeda dengan memek mamanya. Kalau memek Mama Rosanna berjembut cepak, memek Dheaku bersih dari bulu, sehingga bentuk aslinya tampak jelas.

Aku tak mau main oral kali ini, agar mulut kami bersih semua. Aku hanya mencolek - colek mulut memek Mama Rosanna. Dan setelah membasah, kuletakkan moncong kontolku di ambang mulut memek Mama Rosanna yang basah itu, lalu kudorong sekuatnya. Blesssssss ... kontolku membenam ke dalam liang memek Mama Rosanna.

“Nih ... sudah jelas kan Dheaku Sayang ? Kontolku benar - benar masuk ke dalam liang vagina Mama dan bukan cuma pura - pura ... “ ucapku sambil menoleh ke arah Dheaku yang sudah duduk di samping kiri Mama Rosanna dengan pandangan serius pada kontolku yang belum masuk semuanya di liang memek mamanya.

Lalu perlahan - lahan aku mulai mengayun kontolku, bergerak seperti pompa manual di dalam jepitan liang memek Mama Rosanna.

Makin lama entotanku makin gencar, sementara bokong Mama Rosanna pun mulai bergoyang - goyang erotis. Tapi masih sempat ia berkata kepada puterinya, “Dhea ... perhatiin nih ... kalau mau goyang, harus seperti ini. “

Dheaku berbaring miring ke arah mamanya, sambil mengusap - usap memeknya.

Melihat itu, aku merasa kasihan kepada Dheaku. Maka sambil mengentot memek Mama Rosanna, kujulurkan tangan kananku ke arah memek Dheaku.

Lalu aku merasakan lengkapnya keindahan dan kenikmatan hubungan seks dengan Mama Rosanna ini. Karena ketika aku sedang gencar mengentot memek Mama Rosanna, jemari tanganku pun asyik menyodok - nyodok liang memek Dheaku. Sementara goyangan pinggul Mama Rosanna semakin menggila. Memutar - mutar, meliuk - liuk dan menghempas - hempas, Membuat kontolku terombang - ambing seperti perahu di tengah samudera yang diamuk badai. Tapi aku dengan teguh mengentot Mama Rosanna, sambil bertahan agar kontolku jangan sampai terlepas dari liang memek Mama Rosanna yang luar biasa enaknya ini.

Tampaknya Mama Rosanna pun mulai lupa daratan. Begitu gencarnya ia menggeol - geolkan bujur (pantat), membuat kelentitnya terus - terusan bergesekan dengan batang kejantananku. Mungkin ia merasakan nikmatnya menggesek - gesekkan kelentitnya ke kontolku. Tapi akibatnya hanya belasan menit ia sanggup bertahan. Lalu ia merengek histeris, “Yooooseeeeef ..... aku .... gak kuaaaaaaaat ... aaaaaaaawhhhhh ... udah mau lepassssssssssssssss .... “

Lalu ia mengejang tegang sambil menahan nafasnya. Dan aku bukannya menghentikan entotanku, malah semakin gencar mengentotnya.

Kemudian Mama Rosanna terkulai lemas, dengan liang memek yang agak becek.

“Ngilu Sayang, “ ucap Mama Rosanna, “Pindah ke Dhea dulu aja... “

Aku pun mencabut kontolku dari liang memek Mama Rosanna, lalu menggulingkan badan dan celentang di samping Mama Rosanna.

Pada saat berikutnya, tahu - tahu Dhea tercintaku sudah menduduki pangkal pahaku, sambil memegang kontolku yang masih ngacceng berat. Lalu mengangkat bokongnya dambil mengarahkan moncong kontolku ke mulut memeknya yang sudah basah dan licin, karena waktu aku sedang mengentot Mama Rosanna tadi, jemari tanganku menyodok - nyodok liang memek Dheaku terus. Maka ketika Dheaku menurunkan bokongnya, liang memeknya pun turun. Sehingga kontolku melesak masuk ke dalam liang memek Dheaku.

Ketika Dheaku mulai beraksi, dengan menaik - turunkan bokongnya seperti penunggang kuda sedang memacu kuda di atas pelananya, aku pun tak mau berdiam pasif. Ketika liang memek Dheaku naik, aku pun menarik kontolku. Dan ketika liang memeknya turun, kudorong kontolku. Dengan demikian gerakan memek Dheaku lebih efektif lagi hasilnya. Membuat wanita muda yang telah menjadi kekasihku itu sangat menikmati persetubuhan ini.

Sepasang tanganku pun mulai beraksi, untuk meremas sepasang toketnya yang bergelantungan di atas perutku.

Pada saat itulah kulihat Mama Rosanna bangkit, lalu turun dari bed menuju kamar mandi. Agak lama ia berada di dalam kamar mandi, lalu ia muncul lagi.

Tadi Mama Rosanna yang melarangku main oral, agar mulut tetap bersih, katanya. Tapi setelah muncul dari kamar mandi, Mama Rosanna melanggar “aturan main”nya. Karena ketika Dheaku sedang gencar - gencarnya mengayun bokongnya dalam posisi WOT, Mama Rosanna meletakkan kaki kanannya di sebelah kiri leherku, sementara kaki kirinya di sebelah kanan leherku. Lalu ia berjongkok dengan memek berada di atas mulutku. Dan ... wow ... pantesan Mama Rosanna agak lama di dalam kamar mandi tadi ... ternyata ia mencukur “rambut cepak”nya. Dan kini memeknya sudah tercukur bersih. Mungkin disengaja, karena ia ingin dioral olehku. Atau mungkin juga merasa ingin bersaing dengan puterinya ....... !

Dengan senang hati aku pun menjilati memek Mama Rosanna yang tetap harum dan pasti sudah dibersihkan di kamar mandi tadi.

Kulihat Dhea semakin asyik mengayun bokongnya sambil berpegangan ke sepasang bahu mamanya.

Aku pun semakin asyik dengan suasana yang semakin syur ini. Bahwa ketika kontolku sedang dibesot - besot oleh liang memek Dheaku, mulutku pun asyik menjilati memek Mama Rosanna yang sudah bersih dari jembut ini. Bahkan ketika lidahku sedang menyapu - nyapu bagian dalam memek Mama Rosanna, jempol tangan kiriku pun mulai beraksi. Untuk menggesek - gesek itilnya yang kelihatan jelas di mataku.

Maka bunyi desah nafas ibu dan puterinya jadi bersahut - sahutan di dalam kamar yang terletak di lantai 5 ini.

“Awhhhh .... aaaaaaaaahhhhhh .... aaaaaaa .... Yoskuuuu .... aaaaaahhhhh .... aaaaaaa ... aaaaaaaahhhh .... Yoooooosssss .... aaaaaaaah .... aaaaaa .... aaaaaaah .... “

“Ooooohhhh .... Yooooosssss .... ooooooohhhhh .... Yoooooossss .... mama jadi makin sayang padamu Yooooosssss ... oooooo .... ooooooohhhhh .... oooooooohhhhh .... Yooooooosssss ... itilnya ... itiiilnyaaa ... iiiitiiiiillll ... whhhhhhhh ... wwwhhhhhhh ...... “

Dan ... Dheaku duluan ambruk. Ia menarik memeknya ke atas, kontolku pun terlepas dari liang memeknya.

Ketika menyadari puterinya sudah orgasme dan terkapar di dekat kakiku, Mama Rosanna pun menjauhkan memeknya dari mulutku. Lalu merangkak dan menungging di sebelahku, sambil menepuk - nepuk pantatnya dan berkata, “Ayo main doggy Yosku ... “

Aku pun berlutut di depan pantat semok Mama Rosanna yang sedang menungging itu. Sambil menyelipkan kepala kontolku ke dalam liang memeknya yang sudah basah oleh air liurku itu. Lalu dengan dorongan kuat kontolku membenam lagi ke dalam liang memek Mama Rosanna.

Lalu ... sambil berlutut dan dengan mata terpejam - pejam aku mulai mengentot liang memek Mama Rosanna.

Rintihan - rintihan histeris Mama Rosanna pun mulai berkumandang di dalam kamar hotel bintang lima ini. “Oooooh .... Yoooossss ... oooooooooh .... oooooh ... Yooooosss ... ini luar biasa enaknya Yoskuuuu .... oooooh ... ooooh ... fuck me Yooossss ... fuck me harder please .... yessss ... yesssss ... fuuuuck ... fuuuuuck me Yosssss ... ooooh ... ini luar biasa ... luar biasaaaaa ... awwww ... oooooooooh .... oooooh .... “

Aku memang sudah menggencarkan entotanku, dengan mata terpejam - pejam saking nikmatnya.

Sehingga aku tidak tahu sejak kapan Dhea sudah menungging pula di samping ibunya, sambil menepuk - nepuk pantatnya sendiri. Mungkin fisiknya sudah pulih kembali paska orgasme tadi. Lalu ia terangsang melihat ibunya sedang kuentot dalam posisi doggy ini.

Aku pun merasa iba kepada Dheaku tercinta yang tampak sudah mengharapkan dientot lagi olehku itu. Maka tanpa banyak bicara, aku pindah ke sebelah kiriku, Berlutut di depan pantat dan memek Dheaku yang tampil full di bawah mulut anusnya itu.

Dan dengan sekali mendorong, kontol ngacengku langsung melesak amblas ke dalam liang memek wanita muda yang sangat mencintaiku itu.

Mama Rosanna yang menyadari kalau kontolku sudah pindah sasaran dan sedang asyik - asyiknya mengentot liang memek puterinya, cuma tersenyum sambil merangkak ke belakangku. Ternyata Mama Rosanna ingin “membelai” kantung biji pelerku yang sedang terombang - ambing sesuai dengan gerakan kontolku.

Ini membuatku semakin bersemangat untuk mengentot semakin gencar dan semakin keras.

Dan ... detik - detik krusialku pun mulai terasa. Aku tak kuasa lagi menahannya. Dan aku tak peduli lagi apakah Dheaku sudah orgasme lagi atau belum. Sehingga akhirnya kubenamkan kontolku sedalam mungkin. Moncongnya pun sudah mentok dan mendorong dasar liang memek Dheaku. Lalu lendir kenikmatanku pun meletus.

Crooooooooootttttttt ... cretttttttcrettttt .... croooooooooooootttt ... croooooooooooootttttttt ... cretttttttt ... crooooooooooooooooooottttttttttt .... !

Lalu aku terkapar di pantai kepuasan. Dheaku juga terbaring lemah di sampingku.



Beberapa saat kemudian, ketika kontolku masih terkulai lemas, Mama Rosanna menyepong kontolku sambil menyuruh puterinya melihat bagaimana cara mengoral kontol lelaki.

Dan ketika kontolku sudah ngaceng lagi, Mama Rosanna menyuruh puterinya celentang. Lalu kubenamkan kontolku ke dalam liang memek Dheaku, sementara Mama Rosanna menunggu gilirannya dengan sabar. Demi puteri tercinta, demi diriku yang sudah dicintainya juga.

Bersama Mama Rosanna dan puterinya, aku serasa hidup di alam terindahku. Alam yang penuh kenikmatan dan gairah yang senantiasa menggebu - gebu.

Namun 3 hari kemudian aku harus meninggalkan mereka. Dheaku yang mengaturku. Bahwa ia harus menepati janji kepada Mamih. Dan hari itu aku harus melaksanakan tugasku sebagai anak buah Mamih. Tentu saja Dheaku sudah mewanti - wanti, bahwa profesiku sebagai gigolo jangan sampai ketahuan oleh Mama Rosanna.

Aku pun pulang ke rumah yang sudah kubeli dari Bu Lia itu.

Sambil menunggu panggilan Mamih, aku ingin beristirahat dulu. Agar fisik dan staminaku pulih kembali. Untuk menghadapi klien Mamih selanjutnya.

Pada masa istirahat itulah aku teringat pada Ima. Bukan karena aku ngeceng dia. Tidak. Sedikit pun aku tak punya niat menjadikannya pacar atau pun pasangan seksual dalam petualanganku. Aku pernah memberikan bantuan untuknya tanpa pamrih. Ya, aku memberikan bantuan itu tanpa pamrih, tanpa mengincarnya untuk menjadi milikku. Aku hanya menganggapnya sebagai sahabat pada masa SMP dahulu. Dan aku pernah merasakan kebaikan - kebaikannya pada masa itu.

Aku masih ingat benar, kalau ada makanan bekal dari rumahnya, selalu dibagi dua denganku. Bahkan sebuah kerupuk kampung pun dipotong dua, yang sebelah untukku yang sebelah lagi untuknya sendiri. Memang untuk ukuran sekarang gak ada harganya. Tapi pada masa itu aku sangat berterimakasih padanya. Karena sepotong kerupuk pun terasa nikmat bagiku.

Maka sekarang, wajarlah kalau aku membantunya pada masa dia sedang kesulitan, sementara aku sedang kelebihan.

Wajar juga kalau pada suatu hari aku mengarahkan sedan hitamku ke kampungku. Khusus untuk melihat perkembangan usahanya setelah mendapat bantuan dariku. Kebetulan rumahnya terletak di pinggir jalan raya, bukan di pinggir gang sempit seperti rumahku. Rumah yang kini ditempati oleh Ayah kembali.

Sehingga aku bisa membelokkan mobilku ke pekarangan rumahnya yang dahulu sering dijadikan pelataran untuk menjemur gabah sehabis panen. Rumahnya cuma rumah jadul. Tapi rumah tembok, bukan rumah berdinding gedek dan nyaris roboh seperti rumah yang menjadi tempat tinggalku dahulu.

Ketika aku melangkah ke arah pintu depan, seorang wanita setengah baya yang hanya membalut bdannya dengan handuk berdiri di ambang pintu depan. Wah ... itu Bu Emi, ibunya Ima ... ! Edun ... dalam keadaan cuma berbalut handuk begitu dia berani menyongsong kedatanganku ? Wah ... aku harus mengusir pikiran kotorku, meski aku tahu bahwa sejak dahulu Bu Emi itu cantik dan sering jadi perbincangan orang - orang mengenai kecantikannya. Lalu kenapa Ima tak secantik ibunya ? Mungkin karena Ima menuruni genetik ayahnya, mungkin.

“Euleuh - euleuh ... ini teh Asep yang dahulu masih kecil dan sering belajar bersama dengan Ima ?” sambut Bu Emi sambilmemegang pergelangan tanganku dan menuntunku masuk ke dalam ruang depan.

“Iya Bu ... Ima ada ? “ tanyaku canggung. Karena membayangkan kalau handuk berwarna hijau itu ditarik sampai lepas, jangan - jangan celana dalam pun tak dikenakannya saat itu.

“Sedang ke Karawang Sep. Mau menghadiri pernikahan saudara sepupu dari pihak ayahnya. Baru sejam yang lalu dia berangkat. Maaf ibu beginian, baru habis mandi. Kirain ada tamu agung dari mana, makanya ibu langsung berlari ke pintu depan. Ternyata Asep ya. Ayo duduk dulu Sep. Ibu mau pakai baju dulu ya. “

“Iya Bu, terima kasih, “ sahutku sambil duduk di sofa model lama yang masih kokoh kelihatannya.

Bu Emi melangkah ke dalam. Dengan bokong gede berlenggak - lenggok, membuat darahku tersirap. Terlebih ketika memandang bagian belakang sepasang mahanya yang putih mulus itu. Sialan ... kenapa aku jadi punya pikiran ngeres begini ? Bukankah Bu Emi itu ibu sahabatku ?

Aku tercenung sendiri dengan terawangan yang tak menentu.

Beberapa saat kemudian Bu Emi muncul lagi. Dalam keadaan sudah mengenakan daster kuning muda, seolah bersaing dengan kulitnya yang lebih putih daripada dasternya. Bu Emi membawa baki sebagai dasar secangkir teh panas dan beberapa buah roti lonjong kecil - kecil.

“Wah Bu Emi ... jangan ngerepotin Bu ... “ ucapku ketika Bu Emi meletakkan secangkir teh panas dan roti - roti beralaskan piring besar itu di meja kecil depan sofa yang kududuki.

“Nggak ngerepotin, ini kan roti buatan Ima. Setelah dikasih modal sama Asep, dia semakin giat bikin roti. Ovennya juga ditambah lima buah yang baru - baru semua. Berkat bantuan Asep tuh. Makanya ibu juga menghaturkan terima kasih atas kebaikan Asep itu. “

“Sama - sama Bu, “ sahutku, “Ima kan sahabatku pada waktu masih seSMP dahulu. Wajar aja kalau aku bantuin dia. “

“Iya, Ima banyak cerita tentang Asep sejak masih sekelas sampai berjumpa lagi tempo hari di kota, “ kata Bu Emi.

“Aku datang ke sini juga ingin tahu perkembangan usaha Ima. Bisa lihat tempat kerja Ima Bu ?”

“Bisa. Mari ... “ sahut Bu Emi sambil mengajakku ke dapur produksi roti.

Memang benar. Oven sebanyak 6 buah berderet di dekat dinding dapur. 1 oven lama dan 5 oven baru. Di sudut lain kelihatan tergu yang masih di dalam karung bertumpuk. Berarti Ima benar - benar memanfaatkan duit dariku untuk mengembangkan usahanya.

“Terus kalau Imanya menginap di Karawang, produksinya distop, nunggu dia pulang , gitu Bu ?” tanyaku.

“Ima kan bikin rotinya gak tiap hari. Kadang seminggu dua kali, kadang seminggu tiga kali. Tergantung kelarisan rotinya aja. Kalau tanggal muda, cepat habis. Kalau tanggal tua jadi lambat habisnya. Kemaren dia sudah bikin banyak, langsung dikirim - kirimkan kemaren juga. Makanya sekarang dia santai ke Karawang. Karena mungkin dua atau tiga hari mendatang bikin roti lagi. “

“Ogitu ya. “

“Eh ... ibu mau nanya, Asep sama Ima itu pacaran ?” tanyanya tiba - tiba. Dengan sorot mata menyelidik.

“Nggak Bu. Aku dan Ima cuma bersahabat. Kata orang, lebih kekal persahabatan daripada percintaan. “

“O, kirain pacaran. “

“Nggak, “ aku menggeleng. Lalu iseng memancingnya, “kalau pacaran sama Bu Emi mah mau. ”

“Haaa ?! Beneran ? ” cetusnya sambil menggenggam kedua tanganku, “Emang mau pacaran sama perempuan yang udah tua ?”

“Bu Emi kan belum tua. Mmm ... setengah baya lah istilahnya. “

“Hihihiii ... mau ... mau ... “ ucap Bu Emi sambil menarik kedua tanganku, lalu mendekap pibnggangku erat - erat. Membuat pikiranku semakin tak menentu.

“Maksudku, bikin hubungan rahasia. Tapi Ima jangan sampai tau. Gimana ? Ibu mau ?”

“Mau, mau banget, “ sahut Bu Emi terdengar bersemangat, “ibu mau jadi kekasih gelap Asep. Tapi ibu ingin sering dibawa jalan - jalan pake mobil bagus itu ya. “

“Gampang soal itu sih. “

“Ayo duduk di depan lagi Sep. Di sini mah banyak tepung terigu sampai ke lantai - lantai tuh. “

Aku mengangguk sambil tersenyum. Lalu melangkah di belakang Bu Emi. Kali ini aku memberanikan diri untuk melangkah di belakangnya, sambil mendekap pinggangnya. Sehingga langkah Bu Emi agak lamban, seperti slow motion di dalam film - film.

Setelah berada di depan sofa gaya lama itu, Bu Emi menatapku dengan mata agak sayu, seolah sudah pasrah padaku. Lalu kami duduk berdampingan di atas sofa model lama itu.

“Sejak kapan Asep tertarik sama ibu ?” tanyanya sambil merapatkan duduknya padaku.

“Baru sekarang Bu. Kalau dulu aku kan masih kecil, baru di SMP. Belum bisa membedakan yang mana emas dan yang mana tembaga. “

“Emangnya ibu cantik di mata Asep ?” tanyanya sambil merapatkan pipi kanannya ke pipi kiriku.

“Cantik sekali Bu. Ima juga kalah cantik kalau dibandingkan dengan Bu Emi sih, “ sahutku.

“Ibu hanya menurunkan kulit sama Ima. Yang lainnya mirip almarhum ayahnya. “

“Iya Bu, “ sahutku sambil memegang lutut kanan Bu Emi, “Ima dan Bu Emi sama - sama putih bersih. Tapi Ima itu tomboy, jadi seperti cowok ya Bu. “

“Betul, “ sahut Bu Emi pada saat tanganku mulai merayapi paha putih mulusnya, “Kan kata ibu juga, Ima telalu mirip almarhum ayahnya. “

Pada saat tangan kananku tiba di pangkal paha Bu Emi, kulingkarkan lengan kiriku di lehernya. Lalu berusaha untuk mencium bibirnya. Ternyata Bu Emi menyambutku. Memagut bibirku ke dalam ciuman lengketnya tepat ketika tangan kananku sudah menyelinap ke balik celana dalamnya. Dan menyentuh jembut Bu Emi yang aduhai ... lebat sekali rasanya.

Bu Emi melumat bibirku dengan hangatnya ketika jemariku sudah menemukan belahan memeknya. Dan kuselinapkan jari tengahku ke dalam celahnya yang hangat dan licin.

Baru sebentar jari tengahku “bermain” di celah memeknya, Bu Emi melepaskan lumatannya sambil berkata terengah, “Ooooo .... oooooh Seeeep ... ibu paling gak tahan ... kalau memek ibu sudah dicolek - colek gini, pasti ibu langsung nafsu ... langsung pengen ditidurin ... “

“Punyaku juga udah bangun Bu ... “

“Masa ?! Boleh ibu lihat ?” tanyanya sambil memegang kancing zipper celana denimku.

“Silakan Bu ... “ aku mengeluarkan tangan kananku dari balik celana dalam Bu Emi. Lalu kuturunkan kancing zipper celana denimku, kupelorotkan celana denim berikut celana dalamku, sehingga kontolku langsung mengacung ke atas. Membuat Bu Emi melotot dan memegang kontolku, “Waaaaaw ... sepanjang ini kontolmu Sep ? Oooooh ... bikin ibu semakin kepengen. Tapi jangan di sini. Takut ada tamu datang. DI kamar ibu aja yuk. “

“Iya, “ aku mengangguk. Bu Emi berdiri dan melangkah ke pintu kamarnya yang berada di belakang. Mungkin kamar Ima yang di depan, kamar Bu Emi yang di belakang. Aku mengikuti langkah Bu Emi sambil memegang celana denimku yang belum kukancingkan lagi. Bahkan setibanya di dalam kamar Bu Emi, aku langsung melepaskan celana denimku. Sehingga tinggal baju kaus hitamku yang masih melekat di badanku.

Bu Emi duduk di pinggiran bednya sambil memegang kontol ngacengku yang tengah menunjuk padanya. Ya aku masih berdiri di depan Bu Emi yang sudah duduk di pinggiran bednya, sambil mengusap - usap kontol ngacengku.

“Kok bisa panjang sekali gini Sep. Diapain ?” tanyanya sambil mengelus - eluskan kontolku ke pipinya.

“Gak diapa - apain. Udah dari sononya aja begini. Lepasin dong dasternya Bu. “

“Iya. Bukan cuma daster, semuanya bakal ibu lepasin. Kan orang bilang nek ora telanjang ora kepenak. Hihihihii .... “ Bu Emi melepaskan dasternya, disusul oleh behanya, disusul pula oleh celana dalamnya yang ditanggalkan.

Kemenangan baru sudah di depan mataku. Orang boleh iri atau ngiler melihat sukses demi sukses yang selalu kuraih dengan mudah.

Tapi kenyataannya memang begitu. Aku tak pernah menemui kesulitan mendapatkan wanita baru. Soalnya aku selalu memperhitungkan segala kemungkinan sebelumnya. Kalau kira - kira sulit, tinggalkan saja. Cari lagi perempuan lain, karena perempuan iain masih sangat banyak.

Tapi kalau feelingku berkata tembaaaak ... ! Aku pun maju dengan pede.

Seperti Bu Emi ini. Dia sudah telanjang bulat di depan mataku. Dan sudah siap untuk menjadi mangsaku.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd