PART 6
Hari ini aku bangun lebih siang dari biasanya. Kini jarum jam menujukkan pukul 8 lewat 15 menit. Meskipun aku terbangun cukup siang namun aku merasakan kalau tidur ku tidak cukup nyenyak, bahkan cenderung gelisah.
"Sial, ini semua salah Melati", keluhku dalam hati.
Setelah merasa 'nyawa'ku sudah terkumpul aku segera bangkit dari kasur dan keluar kamar. Aku menuju dapur, terlihat ada secarik kertas berada di meja makan. Tertulis pesan singkat dari tante Renita, ibu Melati. Setelah selesai membacanya aku pun menuju kamar Melati. Kuketuk pintunya pelan sambil memanggil namanya, namun tidak ada jawaban. Ku coba beberapa kali namun tak kunjung ada jawaban. Ya apa salahnya jika aku coba masuk, dan ternyata pintunya tidak terkunci. Kubuka pintunya secara perlahan, dan kemudian ku tutup lagi. Terlihat seorang gadis nampak tidur dengan pulas diatas ranjang dengan sprei berwarna abu.
"ga bangun, ga tidur. sama sama pencicilannya.", ucapku dalam hati ketika melihat Melati yang sedang tertidur dengan selimut yang tersingkap bahkan ada bantal yang terjatuh.
Tanpa sadar mataku melirik kearah tubuhnya yang terlihat jelas karena bajunya tersingkap, selimut yang adapun hanya terlihat sebagai pajangan saja, karena sama sekali tidak menutupi tubuhnya. Aku mulai memperhatikan tubuhnya itu, mulai dari lutut, paha, pinggul, perut, dada, wajah, dan kembali lagi ke perutnya. Terlihat perut yang rata dan pusarnya cukup lucu. Naik turun, mengikuti irama nafasnya. Tanpa sadar aku mulai menelan ludah. Menahan nafsuku yang belum tuntas dari semalam.
Aku pun berjalan mendekatinya, awalnya aku berniat untuk menutupi tubuhnya dengan selimut. Sayangnya nafsu mengalahkan itu semua. Kini tanganku sudah berada diatas perutnya. Tubuh Melati yang hangat sempat bergidik saat mendapatkan sentuhan dari tanganku yang dingin. Awalnya tanganku hanya bergerak disekitar perutnya, namun perlahan kini mulai naik kearah dadanya. Sesekali aku menyentuhkan ibu jariku dengan payudaranya. Tentu saja aku sangat was was, takut tetiba ia terbangun dan berteriak karena panik.
Aku coba untuk mendekatkan bibirku ke perutnya, menciuminya secara lembut. Tanganku tak henti bermain di pusarnya. Semakin lama bermain main disitu akupun semakin bernafsu. Kini aku mengangkat wajahku, sesekali memeriksa apakah Melati masih terpejam.
Dengan sangat hati aku mengangkat tanktop yang Melati gunakan, tampak payudaranya yang indah. Putingnya sudah cukup mengeras. Entah karena terangsang atau karena suhu yang dingin. Aku menciumi payudaranya, tanpa menyentuh putingnya. Tangan kananku kini mengelus pahanya, mulai dari bagian luar ke bagian dalam.
Penisku yang masih di dalam celana kini sudah menegang begitu kuat. Sesekali aku membetulkan posisi agar tidak "salah posisi". Kini dengan nekat aku mulai menjilati puting coklat muda milik Melati. Tanganku masih bermain main di pangkal paha miliknya, sesekali mengusap vaginanya dari luar celana.
Kini aku sudah mulai berani memberikan hisapan-hisapan ringan pada payudaranya. Tangan kiri ku pun sudah mulai menggerayangi payudara kiri miliknya. Memilin dan sesekali menarik-narik putingnya yang keras itu.
Melati melenguh, bibirnya terbuka. Aku cukup terkejut medengarnya. Aku masi bersikap bodo amat dan terus melanjukan permainan ku.
"Kiiiih, masihhh pagii ihh~", ucap Melati.
Namun gesturnya sama sekali tidak menunjukkan penolakkan darinya. Kini aku malah mencium bibirnya. Tangan kanan ku sudah bermain di labia mayora miliknya yang sudah cukup lembab. Lidah ku terus saja bermain di mulutnya, berusaha mecari lawannya yang masih terdiam. Sementara tanganku kini sudah berfokus pada kelentitnya.
"Nggggghhhhhhh... Kiiiiiih~", lenguhan Melati seraya mendorong kepalaku dan mengangkat pinggulnya.
Seketika pula menarik kedua tanganku dari tubuhnya.
"Iiiih. Kenapa malah berenti sih.", omelnya, matanya masih terpejam.
Perlahan matanya terbuka, kini dia menatap ku dengan cukup tajam.
"Kenapa berenti iih~ udah ganggu orang tidur malah dibikin nanggung."
"Hahaha, ga enakan? Lagian semalem siapa yang iseng duluan?"
"Lanjutin ga? Atau aku teriak nih."
"Dih, ngancem. Emangnya aku takut?"
"Bener yaaaa. Tol...."
Kini aku kembali melumat bibirnya. Kini tangannya melingkar di leherku. Seakan tidak mau ciuman kami terlepas. Ciuman ku turun ke lehernya, bahu, lengan dan jari jari miliknya.
Ku turunkan celananya sampai kelutut. Ku angkat kedua kakinya ke atas. Kini dengan liar aku menjilati dan menghisap vagina miliknya. Lidahku tak henti bermain-main di kelentitnya. Melati sendiri menstimulasi dirinya sendiri dengan meremas payudaranya. Jarinya ikut membantu memainkan kelentit. Ia sesekali menjilat jarinya yang sudah basah.
"Kiiii~ Nghhhhh~ Enhaaaaak bangeet~", desah Melati cukup kencang.
Aku tidak begitu memperdulikannya, aku masih menikmati apa yang sedang ku lakukan. Sesekali aku menghisap pangkal pahanya, meninggalkan bekas merah yang cukup banyak.
Badan Melati mulai menenggang, sepertinya ia akan mengalami orgasme. Aku semakin intens dengan vaginanya. Kini jari telunjuk dan ibu jariku mulai bermain di klitorisnya. Sesekali telunjuknya mencoba masuk kedalam liang vagina. Aku cukup yakin Melati masih perawan, karen itu aku hanya menusukkan jariku dengah hati-hati.
Pinggulnya semakin terangkat, kedua pahanya kini mengapit kepalaku. Tangan kirinya menahan kepalaku agar tidak melepaskan jilatanku.
"Aaaaaarghhhh~ Kiiiiii~ Nghhhhhh~ Enaaaaghh~", lenguhan Melati kali ini cukup keras.
Melati mengalami orgasme yang cukup panjang. Cairan vaginanya yang keluar sangat banyak. Mungkin baru pertama kali ia merasakan squirt sebanyak ini. Wajahku benar-benar basah, bahkan sampai mengenai rambut. Kasur dan spreinya pun basah, sehingga meninggalkan jejak yang cukup luas.
Tubuh Melati menjadi lemas setelah orgasme yang luar biasa itu. Matanya terpejam, ia masih berusaha menstabilkan nafasnya. Kini aku sudah berada disampingnya lagi. Ku cium bibirnya lagi.
"Enak yaah?", tanyaku pelan di telinganya.
Melati hanya mengangguk. Kini matanya sudah terbuka. Ia mulai terduduk dipinggir ranjang. Membetulkan pakaiannya.
"Makasih yah, Ki. Enak banget sumpah.", Melati tersenyum sambil terengah.
"Gantian ya?", pintaku lembut, sambil membelai rambutnya.
Melati mengangguk, ia aku pun berdiri. Ia meraih pinggang ku dan mendekatkanya kearahku. Celana dan celana dalam ku diturunkannya. Penisku sudah berdiri dengan sangat keras. Ia menyentuhnya dengan lembut, sentuhan kulit tangannya membuatku cukup bergidik.
"Aku harus ngapain?", tanyanya sambil terus mengocok ringan penisku.
"Jilat, Me. Masukin ke mulut kamu."
"Aku coba ya, aku baru pertama kali."
Ia menjilat lubang kencingku yang sudah basah oleh cairan precum. Kini ia mulai menjilati setiap sudut penisku, mulai dari kepala, batang, sampai ke pangkal.
"Me, masukin ke mulut.", pintaku.
Melati membuka mulutnya lebar. Dengan sekali suapan setengah penisku sudah masuk ke dalamnya.
"Gwinii heh?", ucap Melati.
"Heeh, Me. Hisap. Maju mundurin. Tapi jangan kena gigi ya."
Mulut Melati begitu hangat. Kini tanganku ikut membantu memaju mundurkan kepalanya. Sesekali ia menghisap dengan sangat kuat.
"Aaarghh, iya Me gitu. Iyaaa~ Lebih cepet lagi, Me. Mau nyampeeeh~", racauku.
Tempo hisapan Melati semakin cepat, bahkan tanganku sudah tidak perlu membantunya.
"Meee~ Aku keluaaaaaarrrrrggghhhhh~", tanganku menahan kepalanya agar tidak lepas.
Melati hampir tersedak. Spermaku yang keluar sangat banyak. Beberapa menetes kelantai, beberapa ditelannya.
"Kiiiih~ gaenak. Banyak banget ih."
"Berkaca pada kaca. Kayak yang tadi ga banyak aja ih."
Aku masih berdiri kelelahan, sedangkan Melati mulai bangkit dan mencari tisu. Ia mengelap wajahnya, sperma dilantainya pun ia lap. Aku memasukan penisku, dan membetulkan celanaku.
"Kamu mah nakal ah, pagi udah sange aja. Tuh liat, aku jadi mesti ganti sprei kan.", ucap Melati sambil memelukku dari belakang.
"Mohon maaf, siapa suruh bikin nanggung semalem. Lagian kamu tidur sembarangan banget, bikin nafsu aja."
"Kamu siapa suruh masuk ke kamar aku seenaknya?"
"Hehe, abis mamah gada. Jadinya aku masuk deh hehe."
"Dasar, mesum."
"Mandi yuk.", ajakku sambil memutar tubuhku menghadap dirinya.
"Tapi jangan macem ya."
"Hehe ga janji kalo itu."
"Huu dasar, yuk.", dengan menggandeng tanganku, kini kami berjalan menuju kamar mandi.