Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Endless Love

Spoiler Alert.....

Mobil melaju dengan kencang......

"Boss, kita dapat....."

" Siapa?"

" Eka Putri Perdana, SMP Pionir kelas VIII, sedang di kelas, 2 jam 5 menit dari sini........"
Aku tau tempatnya. Tak meluncur duluan ke lokasi.
Mau liat lgs kaya apa epicnya ketemuannya mereka...
 
beres marathon..
it's been while since the last time I had tears streaming down my face reading such a great story like this :beer: :papi:
 
BAB XX : PUNCAK BUKIT PETUNJUK



Pesawat jet pribadi jenis Hawker 900 XP yang sengaja dicharter oleh Cakrawala, sudah menurunkan kecepatannya, Bandara Abdul Rachman Saleh Malang pagi ini sangat cerah, dan pesawat itu kemudian mendarat saat jam menunjukan pukul 07.15 WIB.

“Boss...sudah nyampe...” Intan mencolek badan Eka yang tertidur pulas semenjak pesawat lepas landas dari Jakarta.

Eka terbangun, mengucek matanya dan segera merapihkan duduknya. Semalaman dia tidak bisa tidur karena menunggu momen terbesar yang sudah dia tunggu sekian tahun. Rasanya dia ingin bisa segera pagi, agar bisa segera terbang Malang.

Ada Reza, Intan, dan dua orang pengawalnya yang sering mengawal jika Eka merasa perlu dikawal.

“ semua sudah siap Boss, pasukan juga sudah berjaga-jaga jika dibutuhkan” ujar Reza

Memang sebenarnya Eka tidak butuh pengawalan atau apalah namanya, dia hanya ingin bertemu anaknya, namun Reza tetap bersikeras harus ada pengawalan, karena daerah yang baru dan dia tidak tahu secara pasti, hal yang tidak mereka inginkan bisa saja terjadi, makanya dia perlu backup.

Reza bahkan menyiapkan pasukannya bersiap di Surabaya, Solo, dan Malang, jika ada perubahan perjalanan semua siap dimobilisasi untuk memperlancar semua urusan yang maha penting ini. Dia bahkan sudah menghubungi kepolisian untuk membantu masalah pengamanan.

“Kapolres disini juga dulu Kasat Reskrim dan Waka di Semarang, juga kawan lama kita, jadi dia sangat membantu kita selama kita disini nanti” lapor Reza ke Eka.

Eka dan rombongan segera keluar dari pesawat, menuju ke ruang tunggu VIP, dan begitu semua siap, 4 mobil didampingi 2 voojrider bantuan dari kepolisian sudah menunggu, Eka, Reza, dan Intan segera naik ke Vellfire yang menunggu mereka. Di depannya ada 2 mobil dan satu mobil lagi di belakang.

“logistik semua sudah siap, Pak” lapor Intan

Eka hanya menganggukan kepala. Semua hadiah yang disiapkan ada di bawah sekalian. Dada Eka rasanya tidak karuan, dia seperti mimpi bisa berada di waktu seperti saat ini, bisa menjemput anaknya dan juga Renata.

Jika Renata sudah menikah, apa yang harus aku lakukan? Pertanyaan itu muncul di hatinya. Mungkin dia akan ambil anaknya, atau bagaimana? Semua pertanyaan itu muncul di kepalanya. Karena Renata memang juga tidak pernah mencarinya, apa karena dia sudah menjadi milik orang lain?

Aku saja tidak pernah ada kepikiran menikah, kok Renata bisa menikah? Meski dia tebar-tebar benih dimana mana, namun kan itu hanya sekedar sex. Lalu Renata tidak perlu itu? Dia perlu status dan mungkin anaknya juga butuh ayah secara fisik, bukan hanya menunggu janjinya untuk datang mencari.

Tapi aku kan tetap mencari kamu, sayang? Apa iya aku harus dihadapkan dengan kenyataan pahit bahwa kamu sudah jadi milik orang lain? Ah sudahlah, aku tidak ingin memikirkan itu saat ini, aku harus bertemu dengan anakku, dan dengan Renata. Berkecamuk pikiran dan semuanya di batin Eka saat ini.

Dia memasang headset di kepalanya, salah satu cara dia membuang kegelisahan ialah mendengar musik, atau mengurung diri di kamar mewahnya jika dia sedang dirumahnya. Kini dalam mobil menuju kawasan Taji, dia mendengarkan playlistnya dia, dan kebanyakan lagu-lagu lama yang dia dan Renata suka dengarkan dulu, jaman masih pakai walkman atau mp3 player yang mulai booming.

Uriah Heep dengan Come Back to me terdengar di telinganya, dia kembali jadi sentimentil saat mendengar lagu ini, dia ingat pelukan Renata sambil bersandar di punggungnya, sambil earphone mereka bagi dua, duduk diatas motornya, sambil memandang trek-tekan liar, mereka berdua malah asyik berpacaran.

Airmata Eka kembali menetes membayangkan saat-saat indah itu. Miss you much, Ayang. Batin Eka berbisik. Tahukah kamu kalau aku selalu menunggu momen ini? Menantikan saat ini? Tidak pernah sekalipun aku melewatkan hariku tanpa memikirkan saat ini akan tiba.

Tisu disampingnya diambilnya, dia dengan menghela nafasnya dalam-dalam, rasa haru dan senang bercampur menjadi satu, dia kembali disadrakan bahwa hari ini tidak boleh sedih, dia harusnya bergembira karena akan bertemu belahan hatinya, apapun keadaan mereka.

“ Kalo dia sudah jadi milik orang?” tanya Reza tadi saat mau naik pesawat sambil senyum dan berbisik

“ gue suruh cere” jawab Eka tanpa ekspresi

Reza hanya tertawa kecil, dia bingung mendengar jawaban Eka

“yang jelas gue mo ambil anakku, jika dia sudah menikah, mamanya nanti urusan belakangan” jawab Eka kembali tanpa ekspresi. Reza hanya menggelengkan kepalanya. Dia bisa memahami kondisi emosi sahabatnya ini.

Rombongan mereka tiba di kawasan pedesaan dibawah kaki bukit tersebut, nampak beberapa motor trail berjejer, dan ada beberapa orang nampak menyambut mereka disana.

“selamat pagi Pak Kades” sapa Reza, saat turun dari mobil

“pagi Pak”

Mereka lalu berbincang sejenak dan saling bersalaman

“beliau hanya tinggal berdua diatas sana, kakeknya selain masih suka bantuin petik apel, juga suka jualan sayur buat ke pasar” jelas Pak Kades

“kalau naik keatas gimana Pak?”

“naik ojek Pak, cuma kakeknya itu suka jalan kaki dan masih kuat”

Eka hanya diam mendengarkan

“ kalau anak atau cucunya pernah kesini?” tanya Reza lagi

“ pernah sekali saya lihat sih pak, sekitar dua tahun lalu, ngga tau itu anak atau cucunya, masih muda dan dengan anaknya sekitar usia 10 tahunan datang, naik ojek saya waktu itu keatas.” Jawab salah bapak yang disitu

“dari mana Pak?”

“wah, saya ngga nanya....”

Eka menghela nafasnya

“oke Pak, kalau begitu kita bisa segera naik?”

“mari Pak.” Kata Pak Kades

“Gito, lu bocengin si Boss..... Rido lu boncengin Mbak Intan....” perintah Reza ke dua pengawalnya

“siap Pak”

6 motor trail segera bergerak, ada aparat juga yang ikut membantu, ditambah Pak Kades, staff nya 2 orang dan 2 orang lagi tukang ojek yang jadi penunjuk jalan. Segera mereka bergerak begitu Eka naik di boncengan motor trail tersebut.

Motor ojek itu penuh dengan tentengan juga, mulai dari beras dan bahan sembako lain, semua dimuat di motor tukang ojek itu, mendengar kondisi kedua orangtua itu, Eka yakin semua yang dia bawa karena pasti akan sangat membantu mereka berdua.

Raungan motor yang kencang kemudian membela kampung yang biasanya sunyi sepi, jalanan yang masih berbentuk jalan setapak dan tanah liat, bersahabat hari ini karena tidak hujan, sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama, rombongan itu pun tiba di rumah gubuk di lereng bukit yang terpisah dari rumah atau gubuk-gubuk yang lain.

Meski di lereng bukit, namun rumah itu memeliki halaman yang lumayan luas, sehingga motor-motor yang datang dengan mudah bisa parkir di halaman rumah sederhana yang lebih mirip gubuk sebenarnya.

“ini milik orang yang mereka tungguin sebenarnya, jika boss berminat, yang punya mau jual tanahnya juga, saya kenal orangnya kok...” ujar salah satu bapak yang jadi penunjuk jalan ke Reza, saat mereka memarkir motor mereka.

Mendengar raungan motor yang terdengar kencang di sunyinya bukit itu, pemilik rumah pun akhirnya keluar dari dalam rumah, sosok renta dengan sarung dan kaos oblong sebuah partai politik, berdiri sambil memicingkan matanya ke arah tamunya yang dia tidak kenal, kecuali seorang tukang tukang ojek yang dia tahu.

“wilujeng enjing, Pak De, ada tamu dari Jakarta mau ketemu Pak De...” ucap salah satu penujuk jalan

Dan dari dalam muncul istrinya dengan pakaian sederhana, dari balik pintu.

Eka yang berdiri disamping motor seketika gemetar melihat sosok wanita tua itu

Dia gamang dan penuh haru memandang sosok itu..... meski lama tidak berjumpa, namun ingatannya dan memorynya masih melekat dengan erat, itu adalah sosok Mbok Warsini, neneknya Renata

“mbok.....” panggilnya dengan suara parau penuh getar....

Wanita tua itu mencoba mengenali siapa yang memanggilnya, mata tua yang sudah mulai buram sedikit menyulitkannya, namun suara itu seperti pernah dia kenal

“mbok....mbok warsini....” suara itu mendekat dan bayang-bayang itu kini jelas di depan matanya

Lutut wanita tua itu bergetar, tangannya yang sedang memegang kain lap selesai mengangkat belanga tanakan nasi, seketika jatuh ke lantai tanah, dia hampir tidak percaya dengan apa yg dia lihat di depan matanya kini

“mbok....” suara penuh getar itu memanggilnya lagi

Tangan orang itu lalu menggenggam tangannya, mencium tangan keriputnya, kakinya gemetar, lidahnya kelu tidak bisa berbicara, seketika

“ Mas Eka??” tanyanya setengah tidak percaya

Sosok itu menganggukan kepalanya, mencium tangannya, lalu berlutut di hadapannya, dan memeluk lutut tua itu

Semua yang ada disitu dibuat terkejut melihat adegan penuh haru itu, termasuk suaminya yang berdiri diam tanpa kata, namun dia segera mengerti siapa yang datang ke gubuknya

“ini aku mbok..... mohon maaf baru bisa datang sekarang....” suara tangis pria itu pecah sambil memeluk lutut wanita tua itu

Warsini segera tersadar, dia lalu menarik pundak Eka untuk berdiri, matanya yang rabun semakin nanar melihat wajah didepannya itu, wajah yang tidak banyak berubah, meski sudah bertahun tahun tidak bertemu, wajah dan badan yang dia kenali semenjak dia lahir, hingga tragedi yang membuat kebersamaan mereka selama 18 tahun harus berakhir.

“mas Eka....ini mas Eka...??” tanya Mbok Warsini seperti tidak percaya, dia ingin memastikan....

Eka tidak menjawab, tapi dia dengan segera memeluk tubuh tua itu dan merangkul dalam pelukannya. Isak tangisnya dia kini terdengar semakin kencang di pundak Warsini, Eka hanya bisa menangis sejadi jadinyanya.

Warsini pun tidak bisa menahan harunya.... airmata membasahi mata tuanya itunya dia tidak pernah menduga jika hari ini akan datang sosok yang mereka sudah tunggu sekian tahun, sosok yang dulu ditimangnya, dijaga seperti cucunya sendiri, kini datang dan memeluknya pagi ini.

“mas Eka..... “ tangisannya makin kencang terdengar

Semua yang hadir terdiam dan bisa merasakan suasana haru itu, Intan tidak mapu menahan airmatanya, dia sempat membuka aplikasi vidionya, dan sambil bercucuran airmata, dia merekam detik-detik pertemuan penuh haru itu.

“aku minta maaf Mbok.... baru bisa nemu tempatnya mbok....” suara terisak dari Eka terucap disela tangisnya di pundak dan pelukan Mbok Warsini. Warsini hanya bisa menangis, dan memeluk Eka dengan penuh haru.

Tangan tuanya kini membelai wajah anak muda dihadapannya. Dia seperti tidak percaya dengan apa yang lihat dan sentuh, kembali dia memeluk Eka dengan erat

“Mbok kayak ngga percaya Mas....ini Mas Eka kan....” kaca dan embun di mata tua itu diiringi getaran di tubuhnya, sepertinya momen ini memang membuat dia terkejut dan dia terperangah sesaat.

Eka lalu mencium tangan Pak Karsono, dan memeluk pria tua itu dengan erat, Reza dan Intan juga demikian mereka menyalami kedua orang tua ini.

Orang –orang yang lain yang ada bertanya tanya dalam hati, termasuk Pak kades dan juga penunjuk jalan yang ikut, mereka bingung ternyata sosok petani sederhana yang sering berjualan sayur di pasar, keluarganya bukan orang sembarangan, karena melihat mobil dan rombongan yang hadir, mereka setidaknya tahu siapa yang hadir di kampung mereka pagi ini.

Foto berukuran 4 R dengan seragam SMP, tergantung di dinding dekat meja, tatapan Eka segera tertuju kesitu, wajah yang baru pertama dia lihat dalam hidupnya, yang membuat dia seketika terpaku, dan terpana, melihat wajah cantik di foto itu,.....

“Pak.... mirip bapak dan Bu Tari yah....” tanpa sadar bibir Intan menyebut

Eka tidak mampu menahan airmatanya lagi, dia ambilnya foto itu, dilihat dengan seksama, meski terhalang oleh derasnya airmatanya, dia mampu melihat dan seperti memeliki keterikatan yang kuat dengan foto itu, lalu mendekap foto itu ke dadanya, sambil menangis dengan penuh haru.

“maafin papamu sayang.... maafin papa....” Eka menangis sejadi jadinya.....” papa minta maaf anakku....” sosok itu seperti anak kecil menangis terisak sambik membekap foto itu kedadanya. Intan bahkan Reza pun ikut berkaca matanya melihat Eka yang seperti anak kecil menangis di gubug sederhana itu.

Intan memberikan tisu ke Eka, agar menghapus airmatanya. Mbok Warsini masih menyeka airmatanya, dia duduk disamping suaminya di bangku sederhaan milik mereka, sambil melihat ke arah Eka yang masih penuh haru memandang foto anaknya.

“ Putri...... Eka Putri Perdana namanya....” suara pelan Warsini mengagetkan Eka

Ternyata nama anakku dan adalah namaku juga? Tanya dia dalam hati....

“Menik yang memberi nama itu, agar katanya kenangan dan cintanya kepada mas Eka tetap ada di anak itu....” lanjut Mbok Warsini

Eka menutup mulutnya dengan tangannya, dia menahan haru yang sangat dalam, rasa penyesalan terbesarnya ialah kenapa begitu lama baru bisa menemukan mereka? Kenapa baru sekarang dia bisa menemukan kedua kakek dan nenek ini?

“selepas kejadian itu, kami memang memilih pergi tanpa ada yang tahu kami kemana, sempat saudara kami mengantar foto Putri ke Eyang Putri, supaya Eyang tahu wajah buyutnya....” Warsini sambil menyeka airmatanya, suaranya tertahan dengan tangisannya

“kami juga tidak dendam ke Mas Abimanyu, karena memang saya, juga Menik yang punya banyak salah dalam hal ini, dan kami sudah memaafkan semuanya” tutur nenek itu dengan suara pelan, namun menusuk ke rongga hati Eka, dia seakan diingatkan perbuatan ayahnya yang dengan tega mengusir keluarga Mbok Warsini dan juga Renata.

Intan kembali menyodorkan tisu ke Warsini, juga ke Eka

“ini istri Mas Eka?” tanya Warsini

“Bukan Nek, saya asistennya Bapak Eka...” jawab Intan cepat sambil tersenyum

Eka sambil memandang foto putrinya, dia lalu berkata

“ seperti janji saya saat terakhir bertemu Renata, saya tidak akan menikah sebelum bertemu dia dan anak kami, Mbok.....”

Warsini tersenyum getir sambil menggelangkan kepalanya

“dulu mbok pikir, Menik sungguh bodoh jika masih nunggu Mas Eka hingga sekian tahun, namun sekarang Mbok jadi ngerti kenapa.....” dia masih bergetar menahan haru, sambil menatap suaminya yang membisu sejak tadi.

Eka kini mulai bisa menguasai dirinya, meski rasa harunya masih memenuhi dadanya

“ Renata dan Putri dimana sekarang, Mbok?” tanyanya penuh harap

Warsini terdiam sejenak, dia memandang suaminya. Pak Karsono juga diam, memandang Eka, lalu memandang Warsini, dan kemudian menganggukkan kepalanya.

Eka sendiri masih menatap wajah Mbok Warsini, dia menunggu

“meski kami memaafkan semua kata-kata dan tindakan Mas Abimanyu, namun sulit melupakan sakit hati itu.... tapi kami sudah ikhlas mungkin ini jalan hidup kami.... kami orang kecil, orang susah Mas....” kali ini Pak Karsono yang bicara

“namun, bagaimanapun Putri adalah anak Mas Eka, dan Mas berhak tahu dia dimana”

Warsini terdiam sejenak

“jangan cari nama Renata, dia tidak pernah pakai nama itu.... dia buka warung nasi di dekat Pasar Mayangan, Probolinggo.... orang-orang taunya nama dia ialah Menik“ suara Warsini bergetar....

Reza segera keluar dari gubug itu, dengan cepat dia mengetik di ponselnya, dan menyampaikan pengumuman penting lewat radio di tangannya ke seluruh tim yang sedang standby...

“amankan segera, warung nasi di pasar mayangan, atas nama Ibu Menik”

“roger, dicopy Boss...”

Eka bagaikan disiram air hangat yang menyegarkan hatinya, dia terharu dan benar-benar gembira kali ini, momen yang kini dia tunggu sekian tahun, akhirnya muncul dan datang, di hari ini. Dia dengan erat memeluk Mbok Warsini, sambil menahan airmata bahagianya.

“menik pernah bilang, sampai kapanpun tidak akan mengijinkan orang lain menyentuh hatinya, hingga dia bertemu dan tahu kondisi Mas Eka.....” suara Warsini. Eka hanya bisa terdiam, dia menatap wajah tua yang pernah menggendong dan merawatnya saat dia kecil itu.

“Saya tidak pernah berpikir akan hidup tanpa Renata, hanya memang waktu Tuhan yang belum mempertemukan kami, baru kali ini.....” ucap Eka kembali penuh getar

Eka lalu berpamitan ke Warsini dan Karsono, meski Warsini sempat menolak, tapi Eka bersikeras agar bawaannya bisa diterima oleh kedua orangtua ini. Dia juga berjanji untuk segera kembali begitu bertemu Renata dan anaknya. Baginya kondisi kedua orangtua ini yang tinggal di bukit seperti ini dengan jalan yang kurang layak bagi orang setua mereka, akan sangat berbahaya, jika mereka tidak pindah, maka Eka akan membuatkan jalan untuk menuju ke bukit ini, sekalian dia juga ingin membeli lahan itu buat kedua kakek dan nenek ini.

Eka semakin terharu mendengar cerita dari Warsini, tentang pintarnya anaknya, bagaimana mereka bingung menjawab jika anaknya suka bertanya siapa bapaknya, hingga prestasi Putri yang memang pintarnya menurun dari bapaknya dan ibunya.

Dia juga sangat terpukul mendengar perjuangan Renata, mengontrak rumah bahkan sering telat membayar, harus kerja jualan nasi dan lauk tiap hari, belum lagi harus membantu ibunya yang tinggal dengan anaknya Warsini yang lain di Jember, sakit-sakitan juga, sehingga semua jadi beban Renata.

Hati dan pikiran Eka benar-benar penuh sesal dan tangis, gila yah.... dia hidup enak, turun naik mobil, mau beli apa aja dia mampu, sekolah miliknya dari TK hingga SMA yang bernama Cakrawala Bangsa, berdiri megah, namun anaknya sendiri harus sekolah dengan prihatinnya, SPP suka menunggak, dan ibunya jualan nasi di pasar untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Dia merasa sangat jahat dan tidak punya hati. Eka rasanya tidak sabar ingin segera bertemu dengan anaknya, dan juga dengan Renata.

“Boss, sekitar dua jam lebih dari sini ke Probolinggo” ujar Reza

“Oke...”

“semua sudah kami amankan... kita segera jalan....”

Suara Reza lalu terdengar memberi aba-aba lewat handy talkie, juga lewat whatsapp group. Sirene rotator pengawalan berbunyi, rombongan mereka segera bergerak dari depan kampung desa, menuju ke pintu tol untuk kemudian ke arah timur, ke Probolinggo

“Boss..... kita dapat...” suara Reza

“yes....?”

“ Eka Putri Perdana, kelas VIII di SMP Pionir, 2 jam 5 menit dari sini.....”
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd