Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Endless Love

BAB XV : E L E G I



Rumah keluarga besar Sri Wulandari hari ini benar-benar meriah dan ramai. Hari Kamis tepatnya hari Ulang tahun Eyang Putri yang ke 81 tahun. Tepatnya satu bulan setelah hotelnya diresmikan, dan hari ini semua berkumpul di rumahnya, namun acara kumpul keluarga ini diadakan hari sabtunya, agar semua keluarga besar bisa berkumpul.

Ada jamuan istimewa siang hari hingga malam, dan semua keluarga berkumpul, anak-anak dan cucu-cucunya, kecuali Eka yang memang sudah datang sejak seminggu lalu, kemudian pamit karena harus mengunjungi Paris untuk keperluan bisnisnya, sehingga semua berkumpul minus Eka.

Rumah Wulandari sendiri sudah dipugar dengan tetap mempertahankan keasliannya, hanya beberapa bagian saja yang diperbaharui, dan Eka kemudian membeli rumah disampingnya rumah neneknya, lahan tersebut dibongkar, lantai bawahnya dijadikan tempat parkir kendaraan, dibelakangnya dibuatkan taman kecil untuk Eyangnya bercocok tanam, dan bagian atasnya ditingkat, dibangun kamar banyak, agar jika ada kumpul keluarga seperti ini mereka tinggal disitu tanpa harus ke hotel.

Suara Jesica anaknya Naya (anak nomor dua Wulandari) dan Pandu, suaminya paling kencang jika sudah ngumpul seperti ini. Jesica sendiri di umur 27 tahun atau seumuran dengan Tari adiknya Eka, menduduki jabatan sebagai manager keuangan di hotel Polaris Bandung, tempat tinggal dia dan orangtuanya.

Anaknya Aditya yang berumur 20 tahun juga nimbrung disitu berbicara dengan Jesica dan juga Tari, sedangkan anak-anak lain apalgi anaknya Anindya, mereka lebih suka di kamar main dengan anaknya Aidtya yang sepantaran di kamar.

Sedangkan semua orang tuanya, ditambah 3 cucunya dan satu cucu mantunya, semua kumpul di ruang keluarga yang sudah dirombak oleh Eka, hingga menjadi besar dan lega.

“eh...tau-tau dia nanya... Jes, abang lu kalo acara undang gue dong... gue khan kaget, Ri... secara dia ini lagi naik daun, trus lagunya juga lagi banyak diputar... kayaknya kalo jadi kakak ipar oke banget tuh...” ujar Jesica

“iya sih, suaranya memang keren” jawab Tari, sedangkan suaminya sibuk dengan ponsel

“bisa-bisa kita suruh nyanyi terus naniti....” Ujar Irene, anaknya Aditya

Tawa tiga sepupu itu berderai, orangtua mereka hanya tersenyum mendengar saat anak-anak mereka sedang bergosip dan hendak menjodohkan Eka dengan Astrid, salah penyanyi yang sedang naik daun, yang kebetulan kenal baik dengan Jesica.

“eh, itu foto model yg pernah isi acara di Bandung siapa namanya?” tanya Tari

“ Gina? Ih males banget gue ama dia, pernah satu pesawat ama gue dari Bangkok, pura-pura ngga kenal ama gue, padahal waktu itu sampe minta tolong biar dikasih nomornya Mas Eka...” cerocos Jesica

Wulandari yang mendengar celotehan cucu-cucunya, hanya bisa menggelengkan kepala. Seakan akan Eka itu milik mereka dan mereka bisa punya hak mengatur siapa jodoh Eka.

Dia lalu melihat Naya dan Pandu seperti sedang sibuk saling beradu argumen dengan suara pelan di pintu ke arah rumah baru disamping rumah lama.

“kenapa Nay?” tegur Wulandari ke anak nomor duanya itu

Naya memandang Pandu sejenak

“ngga Ma... kita mau ke hotel aja....kalo acara udah selesai?”

“ke hotel?”

“iya Ma, takut ganggu Mama disini...” jawab menantunya Pandu lagi

Wulandari bingung dan jidatnya mengernyit

“siapa yang terganggu? Kamar banyak diatas kalian tinggal pilih, ada 3 pembantu dirumah jika kalian mau apa-apa?” tanya Wulandari terheran heran

Naya diam dan memandang Pandu

“ Nay, udah sih kita disini aja semua, kan jarang-jarang juga kita ngumpul” tegur Abimanyu yang duduk di sofa dengan Ningrum, berhadapan dengan Anindya dan suaminya. Sedangkan Aditya dan istrinya Magda duduk di kursi rotan disamping kiri Abimanyu.

“iya Mas...” jawab Pandu akhirnya.

Mereka lalu duduk bersama di sofa keluarga yang lega itu, anak-anak mereka juga ikutan duduk dekat mereka sambil sibuk meneruskan celotehan gossip mereka. Sang Eyang Putri lalu berjalan pelan, meski sudah menginjak 81 tahun, tapi fisik Yang Ti ini masih cukup kuat bahkan berjalan masih terlihat sehat sekali.

Wulandari lalu duduk di kursi sofa tunggal diantara anak- anak dan cucu nya dia, dan begitu dia duduk dan diam, semua juga ikutan diam, mereka sudah tahu sepertinya ada hal serius yang akan disampaikan, setelah mereka selesai makan malam.

“ngomongin apa kalian ,Nduk?” tanyanya ke cucu-cucunya

“ngga Yang Ti... “ jawab Tari

“Eyang kepo....” jawab Jesica

Wulandari hanya mengelus dada terhadap cucunya yang satu ini. Gaya hidupnya benar-benar hedon.

“kemarin liburan kemana?”

“dari Dubai, Yang....”

“banyak uang kamu...”

“ih Eyang.... banyak nanya...khan Mas Eka yang bayarin hadiah ultah...” agak kesal Jesica ditanya neneknya. Ulang tahunnya memang 2 bulan lalu

“hadiah ultah? Bukannya kamu sudah dibeliin mobil baru ama Mas Eka?”

“trus memang kenapa kalo aku ke Dubai juga dibayarin? Mas Eka ini kok yang bayar bukan uang nenek...” sengit jawabnya

Wulandari hanya geleng kepala melihat cucunya yang satu ini

“Jes, ngga boleh gitu sama nenek...” tegur Naya, mamanya

“abis nenek reseh....” masih kesal nadanya

Semua terdiam sejenak, memang Jesica ini terkenal cucu yang suka melawan jika hatinya tidak sesuai atau tidak suka dengan pendapat orang lain, meski itu orangtuanya sendiri.

“ kamu gimana Tari? Belum isi?” tanya Wulandari ke Tari

“belum Yang Ti....”

“tapi kata dokter apa?”

“sehat semua Yangti, aku sehat suami juga sehat... belum rejeki aja kayaknya” tutur Tari lagi

Wulandari menghela nafasnya dengan agak berat

Dia lalu menyapa Abimanyu

“gimana peternakan kamu, Bi?” memang semenjak pensiun Abimanyu lebih sering mengurus sapi-sapinya yang kini mulai berkembang.

“puji Tuhan Ma... sudah ada 4 anakan limo, trus ada 7 ekor yang pedetan” jawabnya

“ yang dewasa nanti lebaran sudah bisa panen, Ma... udah banyak yang pada datang nanya2” sambung Ningrum yang duduk disamping suaminya.

Wulandari manggut manggut

Lalu beranjak ke Naya

“usaha kamu lancar kan Naya, Pandu?”

“lancar Ma... tinggal nunggu dari pemkab aja pembayaran sih, masih banyak kemarin kita kerja sama dengan instansi tapi belum pada bayar yah, Bun...” jawab pandu sambil minta dukungan jawab dari istrinya

Wulandari kurang menyukai memantunya Pandu, yang sering selingkuh dan banyak menghabiskan uang hasil usaha ke selingkuhannya, dan celakanya Eka selalu sayang dengan kondisi tantenya, maka sering sekali jika ada kekurangan Eka yang membantu, tapi pamannya ini malah tidak tahu diri.

“pastikan lancar Naya.... “tegurnya tajam ke Naya

“iya Ma...” jawab Naya.

Jesica jadi semakin kesal saat Eyangnya juga seperti memojokan ibunya. Tapi dia memilih diam, karena melawan atau membantah Eyangnya, akan sangat berbahaya. Suara Eyangnya ini sangat didengar oleh Eka, dan bisa-bisa fasilitas dan kenyamanan dia selama itu bisa dicabut jika neneknya bersuara ke Mas Eka.

“ibu senang melihat kalian semua berkumpul seperti ini, meski Eka tidak ada dengan kita.....” ucap Wulandari lagi.

Wulandari mengambil cangkir tehnya, meminum sedikit lalu meletakan cangkirnya lagi.

“kita jangan terlalu bergantung ke Eka semua, dia pun harus memikirkan masa depannya dia sendiri...” sambungnya lagi...

Naya seakan merasa disindir

“wajar aja sih Ma kita meminta tolong ke Eka, khan Eka bukan orang lain, dan memang Eka juga jiwanya suka membantu” jawab Naya

“iya tapi jangan setiap ada masalah kalian recokin dong”

“ngga lah ma, kita semua khan juga dibantu secara adil dan Eka juga karena ada kelebihan khan, ya Pa?” tukas Naya sambil mencolek suaminya

“buktinya Mama juga dapat hotel kan?” cerocos Pandu

Wulandari menatap tajam ke Pandu, dan laki-laki itu jadi terdiam. Abimanyu juga jadi agak kesal dengan adik iparnya.

“makanya masalah jodoh Yangti, kita bantu seleksi biar gampang buat Mas eka milihnya, jadi kita bisa dapat ipar yang cocok buat Mas Eka...” jawab Jesica dan disambut tawa kecil oleh adik sepupunya Irene.

“cocok buat Eka atau buat kalian?” tanya neneknya

“ya kalo buat Mas Eka cocok, buat kita juga harus cocok dong...” jawab Jesica lagi

Wulandari benar-benar kesal dengan cucunya yang satu ini....

“saran Eyang lebih baik kalian stop menjodoh jodohkan Eka dengan siapaun....” suara Wulandari terdengar tegas kali ini....

Semua terdiam

“dia tidak akan pernah tertarik dengan siapapun yang kalian ajukan....”

Wulandari kali ini merasakan kekesalan hatinya melihat anak-anak dan cucunya malah terkesan senang dengan situasi Eka, tanpa melihat beban dan juga apa yang Eka rasakan , yang mereka tahu Eka sukses dan tempat sandaran mereka saat jatuh susah.

Wulandari mengatur emosinya sejenak, Lalu

“Eka seminggu yang lalu sebelum ke Paris, dia datang menemui Eyang, dan dia dengan tegas mengatakan bahwa dia tidak akan menikah hingga dia tahu nasib mereka....”

Suara pelan Wulandari, bagaikan gong yang dipukul kencang di kuping anak-anak dan cucunya. Masalah lama yang selama ini mereka pendam, kini bagaikan timbul kembali dibawa oleh suara Wulandari. Cerita lama yang mereka ingin kubur, tapi kini seperti diangkat dari akarnya.

“tari...” panggil Eyangnya

“iya Yangti...”

“ketahuilah, kamu tidak akan punya anak sampai kapanpun, kecuali sumpah ayahmu dicabut..” kembali dentangan lonceng seperti bersuara kencang di ruangan ini. Topik yang tabu untuk diangkat di rumah sekian tahun, kini kembali menyeruak.

Semua seketika terdiam, di momen bahagia ulang tahun yang harus makan-makan dan barbeque an, malah Eyang Putri membuka lembaran lama, cerita yang mereka sembunyikan bertahun tahun dibalik suksesnya keluarga besar mereka.

“sumpah apa Ma?” tanya Abimanyu dengan bibir sedikit bergetar

Wulandari menatap Abimanyu, dan melihat ke arah Tari, menghela nafasnya, lalu melanjutkan

“ruangan ini menjadi saksi 14 tahun yang lalu, bagaimana kamu menghajar anak kamu seperti maling....” suara Wulandari bergetar parau “ dan rumah ini pun jadi saksi saat kamu bersumpah dengan kerasnya “

Ruangan kembali hening, semua hanya diam mematung

“aku marah karena mereka sudah merusak impian kita semua” jawab Abimanyu

“impian kita atau impian kamu” ujar Wulandari lagi

Abimanyu terdiam, seketika dia seperti diputar kilas balik situasi yang sudah lama ingin dia kubur, kini muncul kembali karena diangkat oleh ibunya lagi

“coba kamu pikir baik-baik...” Wulandari mengusap ujungmatanya dengan sapu tangan yang ditangannya

“jika Eka jadi polisi, mungkin saat ini pangkatnya dia baru AKP, dan dinas entah dimana.... tapi kita suka lupa bahwa Tuhan selalu punya rencana dibalik musibah ini.....”

Gendang masa lalu kembali bertalu talu

“lihat apa yang dia capai sekarang... betapa dia sangat dihormati orang saat ini....betapa keluarga besar kita semua sangat bergantung kepadanya... sampai kita abai dengan kebahagiaan dia sendiri...”

Airmata kini menggenang di ujung mata Wulandari.

“kita apa pernah tanya apa maunya dia? Dia menghadiahkan kita semua tiap ulang tahun kita, namun dia menolak setiap kita hendak merayakan ulang tahunnya dia...apa kita pernah tanya apa maunya dia? Kenapa dia begitu tertutup?”

Hening

“kamu Ningrum, sebagai ibu, apa kamu pernah tanya? Pernah meluk dia? Pernah bicara sebagai ibu secara pribadi dengan anak kamu?”

Ningrum menunduk diam, dia seakan tersadar bahwa ada jarak antara dia dengan Eka, berbeda dengan Tari, karena Eka memang besar dengan neneknya.

“saat suami kamu begitu keras hati, disitulah peran istri yang harusnya muncul, bukannya mengaminkan apa yang jadi kata suami....”

Kali ini Wulandari seperti menemukan momentum yang tepat

Dia lalu menyuruh Irene

“ren, coba sini alkitab Eyang....” suruh dia agar Irene mengambil buku sucinya yang ada di atas meja kecil disamping pintu masuk kamarnya Eyangnya.

Irene lalu menyodorkan apa yang diminta oleh oleh Eyangnya.

Wulandari lalu membuka Alkitab itu, dia mengambil dua lembaran foto, dia lalu menyodorkan ke Irene sebuah foto

“Irene, kamu ingat ini siapa?”

Irene melihat sejenak, lalu tersenyum

“Mbak Tari.....” ujarnya

Tari ikut melihat, dan foto lucunya saat dia berusia dua tahun dengan celana pendek dan kaos dora, dia seketika ingat momen itu.

Foto itu lalu berpindah ke tangan Ningrum, dan Abimanyu serta semua keluarga yag ada pada ikutan melihat foto tersebut.

“ini aku ingat, pas liburan mau ke dufan, dirumah Dek Adit ama Dek Magda di Jakarta” senyum Ningrum mengembang melihat foto gadis kecilnya itu “ dia cantik dari kecil yah, Pah...ini tepat ulang tahun Tari yang kedua” ujarnya lagi meminta pendapat Abimanyu yang hanya bisa tersenyum pahit.

Semua ikutan tersenyum, termasuk Jesica.

Lalu Wulandarri menyodorkan lagi sebuah foto ke Irene

“kalau ini siapa, ren...”

Irene melihat sedikit lama, mencoba mengenali sosok yang di foto, lalu dengan ragu dia berkata

“kayaknya Mbak Tari juga sih.... mirip banget...tapi baru lihat fotonya...”

Semua sedikit tertegun dan mencoba melirik ke arah foto tersebut

“siapa menurut kamu?” tanya Eyang ke suami Tari yang duduk disamping Tari

“Tari yah.....” ucapnya agak ragu

Tari melihat foto yang baru pertama kali dia lihat, gadis kecil yang ditaksir berusia sama dengan fotonya diawal itu, memang mirip dengan wajahnya, namun background di sebuah tempat bermain itu asing baginya

Semua lalu mengerubungi untuk melihat foto gadis kecil itu. Jantung Ningrum dan Abamanyu seakan berhenti berdetak, foto yang asing, meski wajah itu terlihat familiar sekali, wajah yang mirip dengan Batari putri mereka saat berusia sama.

Wulandari terisak menahan tangis, kini dia tersedu sedu sambil menutup wajahnya dengan tangannya.

Magda dan Anindya juga ikutan mulai meneteskan airmata mereka, mereka sekeita tahu siapa yang ada di foto itu meski tanpa harus memlihat secara detail, firasat dan insting mereka mengisyaratkan bahwa ada sosok lain yang sedang dibahas oleh ibu mereka.

Ningrum dan Abimanyu tidak bisa berkata apa-apa lagi.

Tangan Ningrum bergetar gugup, matanya nanar melihat foto gadis kecil yang tanpa senyum dan ekspresi yang datar saat di kamera, mata itu memang mata yang tidak asing bagi mereka, mata milik anak mereka, Eka.

“Yang Ti....ini siapa...” tanya Tari bergetar suaranya

Wulandari masih terisak isak, dadanya serasa sesak

Wanita uzur itu lalu mencoba mengatur nafasnya, dia duduk dengan tenang dan sambil menyeka airmatanya lagi.

“foto itu diantar oleh salah satu keluarga Pak Karsono, sekitar 10 tahun yang lalu. Sengaja aku simpan dan tutup rapat-rapat selama ini, karena tidak ingin ada gejolak di keluarga kita” emosi terdengar di suara nenek.

“yang mengantar itu meninggal tidak berapa lama dari pertemuan kita, bahkan dia tutup mulut dimana mereka berada”

“sepertinya keluarga mereka pun terluka dan terhina dengan perlakuan keluarga kita”

Semua terdiam dan tertunduk, suasana kini menjadi tidak menentu diantara mereka

“ini semua salah kita..... salah aku sebagai nenek yang tidak bisa menjaga cucuku sendiri, salah Eka juga yang masih muda dan labil, tapi ini juga salah kamu Abimanyu...”

Abimanyu yang tersudut, angkat bicara, membela diri

“mereka sudah menghina keluarga kita, membalas kebaikan dengan penghinaan...”

Wulandari tersenyum pahit

“kamu masih tetap dengan ego kamu Abi.....” tutur Wulandari dengan nada prihatin

“apa kamu berpikir bagaimana hidup mereka yang kamu usir dari sini? Apa kamu berpikir kemana mereka pindah? Apa kamu pikir bagaimana mereka harus ketakutan dengan ancaman kamu yang begitu sadis....”

Tari langsung memeluk neneknya...

“udah Yang Ti.....” mukanya berurai airmata. Sedikit banyak Tari mengenal sosok lemah lembut Renata saat dia kecil. Dia pun dekat dengan Renata jika pulang ke rumah neneknya.

Abimanyu terdiam

“kamu pun sudah menghina mereka dengan mengusir mereka begitu saja” sengat Wuladari lagi.

“apa yang terpikir di otak kamu ketika itu, bahkan hingga saat mereka minta ampun pun tetap kamu usir tanpa peri kemanusiaan... dimana nurani kamu, Abimanyu.....”

Meninggi suara Wulandari

“hanya egois dan harga diri kamu saja yang kamu pikirkan” tandasnya lagi.

Tari memeluk neneknya, dia mencoba menenangkan hati neneknya.

“udah nek.... “ ujar Tari

“dia dimana sekarang? Mas Eka tahu hal ini?” tanya Tari lagi

Wulandari menggelengkan kepalanya

“aku nda tega memperlihatkan foto ini ke Eka, takut psikisnya terganggu......”

Tari meneteskan airmatanya lagi, foto itu sungguh mirip dengan dirinya

“ kita semua happy disini, makan enak, tidur di ac, dan menikmati semua kemewahan yang Eka berikan.” Tutur Wulandari lagi

“apa terpikir oleh kita bagaimana keadaan mereka saat ini? Keadaan anak ini? Bagaimana sekolahnya? Sehat atau tidak? Makan atau tidak? “ suara Wulandari meninggi disela isak tangisnya “ sedangkan kita hidup bergelimangan kemewahan, berlimpah makanan dan semua naik turun mobil bahkan pesawat dengan enaknya....”

Dia menengok ke arah Jesica

“jika kamu dapat hadiah mobil, maka anak ini pun berhak mendapat lebih....” Wulandari bercampur kesal dengan gaya hedon cucunya yang satu ini

Jesica hanya melengos mendengar ucapan neneknya

“hentikan semua apa yang kalian pikirkan untuk menjodohkan Eka dengan siapaun” tegas suara Wulandari kali ini

“Eka sudah berkata dengan tegas, dia tidak akan pernah menikah sebelum menemukan Renata, dan anaknya itu”

Bagai gelegar petir ucapan Wulandari

“ dan menurut family mereka yang mengantar foto itu, Renata pun demikian, dia sudah tertekad untuk menyendiri membesarkan anaknya, hingga bertemu Eka kembali.....”

Ruang keluarga hanya ada suara isak tangis perlahan, dan keheningan

“cepat atau lambat, kita harus siap saat itu datang nantinya.... entah Eka yang akan menemukan mereka berdua...atau anak itu yang akan datang mencari Eka, papahnya.....”

Sambil menatap wajah Tari

“tanpa test DNApun, melihat anak itu semua yakin, itu anak Eka....”

Tuturnya lagi dengan mata penuh kesedihan

Wulandari mengambil foto dua lembar itu lagi, memasukan ke dalam alkitabnya

“ ingat....di darah dan badan anak itu... mengalir darah aku.... darah kamu Ningrum....darah kamu juga Abimanyu... dan juga darah Eka....”

Wulandari bangkit dari duduknya dan hendak beranjak ke kamarnya

“ tidak ada yang mampu menahan hal ini terjadi, jika sudah menjadi kehendakNya..... dan kita semua harus siap jika waktu itu tiba....”

Eyang putri lalu masuk ke kamarnya dengan tertatih, meninggalkan mereka semua di ruang keluarga yang seketika hening, sibuk dengan pikiran dan benak masing-masing, terutama Abimanyu dan terutama sang nenek Ningrum, yang seketika dia disadarkan bahwa ada jiwa dan sosok lain yang harusnya hari ini ada bersama mereka, tapi dijauhkan karena egois dan sakit hati berkepanjangan yang tidak bisa terampuni bahkan oleh diri sendiri....​
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Akhirnya Eyang Wulandari ngeluarin uneg²nya. Bener sih, apa yg ditabur Om Abi itulah yg dituai Tari (walaupun sebenernya mungkin belum tentu begitu. Tapi anggaplah begitu). Keluarga emang bisa jadi pendukung terbaik buat hubungan. Tapi terkadang trah, jabatan maupun pangkat juga bisa jadi racun yg mujarab buat menghancurkan keluarga itu sendiri.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd