Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DUA ANAK DAN DUA IBU

hilalnya belum muncul ya
Di tunggu updatenya suhu 😁
buatin indeksnya hu
Gak disediakan kopi ya om @Aswasada hahaha
Beli sendiri hu ...
Nitip absen.
Arep Coli, jebule ora update
Di tunggu update nya
Melu ngopi :kopi: . . .
Nunggu formasi apa nih yang dipake . ..
Gokil gokil ditunggu sandwich sama kopinya
Karna malem minggu updatenya 10 k ya hu?
Lancrotkan Hu
Nitiiiip... Absen
Ga tega sebenernya sama nyokap nya alex. Cuma salah nyokap nya sendiri kenapa terlena sama kepuasan wkwkwk, padahal klo bukan karna alex jg ga bakal dpt dari aji tuh nyokap nya Alex 🤣
Ya semoga happy ending antara alex dan nyokapnya wkwk

Kereeen huu
absen malming sik
pokokkny MILF gak ada matinya
Terima kasih buat suhu-suhu yang sudah dengan sabar menunggu apdetan. Semoga cerita ini bisa menjadi hiburan di malam minggu ini.
:ampun:
 
CHAPTER 8

Aku memasuki mobilku dan keluar dari gerbang kampus membelah jalanan ibukota yang siang ini lumayan padat tetapi merayap. Jam di dashboard menunjukkan pukul 12.20, masih setengah jam lagi aku baru sampai di rumah Tante Mawar. Aku dan mobilku terus melaju bahkan menambah kecepatan karena kini jalan yang kulalui lumayan sepi. Tepat pukul 13.05, aku pun sampai di rumah Tante Mawar. Aku perhatikan dulu keadaan sekitar. Aku tidak melihat mobil Aji di halaman rumahnya. Aku parkir di pinggir jalan tepat di depan rumah Tante Mawar. Kemudian aku berjalan menuju teras rumah. Lantas tanganku menggapai bel rumah berwarna biru yang ada di samping atas kusen pintu.

“Ya Tuhan ...!” Itu reaksi pertama Tante Mawar setelah membuka pintu dan melihatku. “Sini cepat masuk!” Kemudian Tante Mawar menarik tanganku untuk ke dalam rumahnya.

“Apakah di sini aman?” Tanyaku sesaat setelah berada di ruang tengah.

“Maksudmu ... Ibumu?” Tante Mawar malah balik bertanya.

“Ya ... Juga Aji ...” Jawabku.

“Aman ... Om kamu juga gak ada, bahkan gak pulang hari ini.” Ujar Tante Mawar lalu membawaku ke sofa panjang.

“Gimana kabar mamaku, tan?” Tanyaku setelah duduk.

“Mamamu stress banget waktu kamu marah. Dia baru sadar kalau dia sudah membiarkanmu. Mamamu menyadari kalau selama itu terlalu dekat dengan Aji. Mamamu bilang kalau dia suka dengan Aji. Jadi dia lupa diri.” Jelas Tante Mawar sembari memegangi tanganku.

“Tante tau, kenapa dia sampai tergila-gila sama Aji?” Tanyaku lagi.

“Em ... Katanya dia suka cara Aji di ranjang. Lebih panas daripadamu.” Jawab Tante Mawar.

Aku pun tersenyum sinis lalu berkata, “Kalau begitu, biarkan mereka menikmati sepuasnya berdua. Aku tidak akan mengganggu mereka.”

“Tapi mamamu menunggumu, Alex ... Bagaimana pun kamu adalah anak satu-satunya yang sangat dia sayangi.” Ungkap Tante Mawar sangat berharap.

“Mama telah membuatku kecewa jadi biarkan saja dia. Itung-itung aku sedang memberinya pelajaran.” Kataku sambil menatap mata Tante Mawar.

“Memberi pelajaran? Memberi pelajaran gimana?” Tanyanya.

“Ya, dengan dia terus menunggu dan bersedih berarti aku telah memberinya pelajaran. Ibu harus tahu kalau dia telah menyakitiku.” Kataku kemudian.

“Hhhhmm ... Tapi sampai kapan?” Tante Mawar balik bertanya.

“Paling lama satu bulan.” Jawabku.

“Baiklah. Tante ikut permainanmu. Tapi tante sangat berharap kamu mau berbaikan lagi dengan mamamu.” Ucap Tante Mawar sambil tersenyum.

Aku mencubit hidung tanteku, “Aku lapar sekali ... Kita makan di luar yuk?!” Ajakku.

“Aih ... Kamu yang traktir ya ...” Tante Mawar menyambut ajakanku dengan gembira.

“Ya, aku yang traktir ...” Kataku.

“Tunggu sebentar ... Tante ganti baju dulu ...” Katanya.

Tante Mawar pun bangkit lalu bergegas ke kamarnya. Aku berjalan ke teras depan rumah, lalu membakar sebatang rokok. Lumayan juga menunggu Tante Mawar siap, sampai aku menghisap rokok pada hisapan terakhir barulah Tante Mawar datang. Tetapi, lama waktu menungguku ternyata terbayar lunas oleh penampilan Tante Mawar yang begitu menawan. Tante Mawar mengenakan kaos berwarna pink dan celana jeans hitam. Tante Mawar tampak cantik dengan rambut yang digerai dan polesan make up yang sangat cocok di wajahnya. Dia terlihat seperti mahasiswi tingkat akhir.

Kami pun segera berangkat dan hanya sekitar 15 menitan kami sampai di sebuah restoran makanan Jepang. Aku dan Tante Mawar menyantap makanan sambil mengobrol santai. Aku tak pernah melepaskan pautan tanganku dengan Tante Mawar, pasalnya banyak sekali laki-laki yang melirik tanteku ini, aku merasa tidak suka dan cemburu. Eh, aku cemburu? Kenapa aku cemburu? Ternyata jawabannya adalah aku menyukai kecantikan tanteku hari ini. Entah kenapa dia seperti menjelma menjadi seorang bidadari. Bagiku, setiap hari Tante Mawar selalu cantik tetapi hari ini kecantikannya seakan bertambah berkali-kali lipat.

“Makanya gak aneh kalau Aji tergila-gila sama tante. Tante kalau sudah berdandan dunia seakan meredup malu, dan laki-laki pun gak akan berpindah pandangan kepada tante. Liat tuh! Semua laki-laki di sini lirik-lirik terus sama tante.” Kataku.

“Ah kamu bisa aja.” Tante Mawar menepuk lenganku genit sambil mengulum senyum.

“He he he ... Aku serius tan ... Hari ini tante cantik sekali.” Pujiku tidak main-main.

“Udah ah ... Jangan ngegombal terus ...” Tante Mawar mencubit lenganku pelan.

“Aku gak lagi ngegombal tan ... 50% gombalan aku tadi itu jujur kok! 25% setengah jujur, dan 25% nya lagi itu baru cuma buat nyenengin tante doang.” Begitulah kata-kata ampuh yang aku keluarkan.

“Aaaahhh ... Kamu gombal lagi nih! Ga ah, ga percaya! Kamu gombal lagi kan?” Pipi Tante Mawar mulai terlihat merona. Bagaimana pun hampir semua wanita senang digombalin, mau itu yang kaku atau gaul. Ya, sesekali gombal itu perlu, bisa memicu suasana romantis dan santai.

“Duh, tante ini gemana sih. Itukan penjelasanku, masa ga percaya sih?” Kataku yang berharap Tante Mawar mempercayainya.

“Dasar kamu itu yah! Ngegombal aja pake persentase!” Kata Tante Mawar yang lagi-lagi mencubit lenganku mesra.

“50% kata-kataku tadi jujur kok, serius!” Aku meyakinkan.

“Udah ah jangan gombal terus!” Tante Mawar pura-pura kesal walaupun aku tahu kalau hatinya senang. Aku pun terkekeh melihat Tante Mawar yang salah tingkah.

“Kita pulang, yuk!” Ajak Tante Mawar dan langsung kujawab dengan anggukan karena memang sejak tadi kami sudah selesai dengan acara makan siang kami.

Aku pun membayar makanan dan setelah membayar, kami keluar dari restoran. Genggaman tangan Tante Mawar tidak pernah lepas dari tanganku sampai kami berada di dalam mobil. Aku lajukan mobil dengan kecepatan sedang menuju rumah Tante Mawar. Sepanjang perjalanan, aku terus bercerita lucu hanya sekedar berupaya agar suasana lebih ceria. Tante Mawar terus tertawa riang hingga tak terasa kami sudah sampai di rumah.

Kami pun bersama-sama ke dalam rumah melalui pintu samping di garasi. Aku dan Tante Mawar lantas duduk di sofa ruang tengah. Kemudian Tante Mawar tersenyum menatapku lekat-lekat, seperti tidak ingin melihat ke arah mana pun lagi selain membidik kedua manik mataku. Kedua mata kami saling bertemu, saling menatap dalam diam. Seakan sorot mata kami saling mengisyaratkan kalau kami sama-sama saling menginginkan.

“Kamu sangat tampan, sayang.” Tiba-tiba Tante Mawar berucap pelan.

“Tante juga sangat cantik.” Balasku tak kalah pelan.

Entah siapa yang mendahului, kini bibir kami sudah saling bertaut, bahkan mengecap satu sama lain. Kami berciuman dengan kepalaku yang miring mencari kenyamanan. Aku dapat merasakan bibir lembutnya beradu dengan bibirku, ia mulai melumat bibirku hingga basah dan menghisapnya dengan lembut. Aku pun melakukan perlawanan dengan memberikan lumatan pada bibirnya dan memasukan lidahku ke dalam mulutnya sehingga lidah kami bertemu dan saling beradu. Aku lantas memegang bagian belakang leher Tante Mawar dan memperdalam ciuman kami.

"Mmmhhh ... Mmnnh ..." desah Tante Mawar seraya suara kecipak basah terdengar memenuhi ruangan. Aku pun melepas ciumanku dan perlahan-lahan bergerak menuju leher tanteku yang cantik ini, menempelkan bibirku, dan memberi hisapan-hisapan lembut maupun kasar.

"Aaahhhh... Aanhhh Alex ..." Desahnya sambil merangkulkan kedua lengannya di leherku.

Tanganku pun mulai bergerak dari luar kaos Tante Mawar di bagian perutnya dan perlahan naik menuju bagian dada. Tante Mawar melepas ciuman kami dan dengan tergesa-gesa ia melepas kaosnya dan membuangnya ke sembarang arah sambil kembali menyerang bibirku. Aku pun mulai meraba bagian dadanya dari luar bra kremnya dan memberikan remasan sensual sambil terus menyerang bibir dan lehernya.

"Aaaahhh... Aaghhh... Mmmhh..." Desah Tante Mawar saat aku mulai memasukan tanganku ke balik branya dan meraba payudaranya dari dalam. Tante Mawar pun naik ke pangkuanku dan duduk menghadapku. Ia memperlihatkan bra berwarna krem dan belahan dada yang menggoda. Serangan lidahku mulai turun dari leher Tante Mawar menuju bagian atas payudaranya sambil tanganku memainkan dan meremas pantatnya yang sekal.

"Aahhh... Mmmhhhh lagiiii..."

Aku pun melepaskan celana jeans yang ia kenakan dan melemparnya ke sembarang arah sehingga menunjukkan celana dalamnya yang juga berwarna krem, senada dengan bra yang ia kenakan. Aku mulai menyelipkan tangan kiriku ke dalam bra milik Tante Mawar dan mulai meremas payudaranya dari dalam. Tangan kananku juga mulai meraba paha dan pantat Tante Mawar, sesekali meremas dan menepuknya.

“Maaa ...” Suara itu tentu membuat kami terhenyak.

Aku dan Tante Mawar langsung mengalihkan pandangan ke arah sumber suara. Aku melihat Aji di ambang pintu yang menghubungkan ruang depan dan ruang tengah. Aji sedang mematung dengan mata melotot. Demi apapun aku belum pernah melihat ekspresi Aji yang seperti itu. Ekspresi mukanya tampak meringis-ringis dan semburat kesedihan sangat jelas tercetak di wajahnya. Wajahnya suram seakan tak akan ada lagi kehidupan.

Aji pun memalingkan wajah dan berkata lirih, “Ma..maaf ...”

Tante Mawar buru-buru turun dari pangkuanku. Ia langsung memunguti pakaiannya kemudian berlari ke kamarnya. Sementara aku berdiri dan menghampiri Aji. Tak lama, aku berdiri di depan sepupuku dengan memasang wajah puas sambil menyeringai miring.

“Bukannya lu harus nungguin nyokap gue?” Tanyaku dengan nada yang tak enak di dengar telinga.

“Gue cuma ingin mandi dan ganti pakean. Udah dua hari gue gak ganti pakean.” Jawabnya.

“Hhhmm ... Bro ... Lu pernah bilang kalau lu akan ngelakuin apa saja untuk menebus kesalahan gue. Sekarang gue pinta kata-kata lu. Gue minta lu jangan menyentuh nyokap lu karena dia milik gue sekarang. Lu kan udah punya nyokap gue, sekarang gue pengen nyokap lu menjadi milik gue sepunuhnya. Adil kan?” Kataku lugas dan tegas.

Aji pun bereaksi dengan memerahkan wajahnya, “Itu gak adil! Lu jangan macem-macem!” Tiba-tiba Aji mencengkram leher bajuku. Emosinya terlecut hingga ia dengan marah menerjangku dengan cengkraman kuat di leher bajuku.

“Terserah! Berarti gue gak akan pulang menemui nyokap gue. Gue akan bilang karena itu gara-gara lu.” Ancamku tidak main-main.

Tiba-tiba Aji melepas leher bajuku. Kini matanya menatapku sangat tajam, rahangnya mengeras, nafasnya memburu sangat cepat. Semua itu aku balas dengan senyuman kemenangan. Aku lalu berjalan ke kamar Tante Mawar. Sebelum masuk, aku meoleh ke arah Aji yang tampak sekali sedang terbakar api cemburu. Aku mengedipkan sebelah mata padanya sebelum akhirnya memasuki kamar Tante Mawar dan menutup pintunya.

“Ngapain dia pulang?” Tanya Tante Mawar yang sedang duduk di tepi ranjang. Tanteku masih hanya mengenakan bra dan celana dalamnya saja.

“Dia hanya ingin mandi dan mengganti pakaian.” Jawabku santai sambil melepas pakaianku.

“Oh ...” Lirih Tante Mawar sambil tersenyum. Kemudian ia pun melepas bra dan celana dalamnya lalu berbaring di atas kasur.

Aku yang sudah telanjang bulat dengan segera naik ke atas ranjang dan menindih tubuh seksi Tante Mawar. Aku memposisikan diriku di tengah-tengah kakinya yang terbuka lebar. Kami kembali berciuman. Aku menyedot bibir atasnya dan ia menggigit kecil bibir bawahku. Ia mengeluarkan lenguhannya saat lidah kami saling membelit. Sementara itu tanganku bergerak merabai tubuh indahnya. Memainkan puting susunya yang sudah sangat menegang.

"Aaaaahhh...!" Pekik Tante Mawar ketika aku mulai menyentuh memeknya yang sudah basah dan bergerak naik turun menyentuh klitoris dan liang kenikmatannya.

Tante Mawar mempererat pelukannya saat jempolku menstimulasi sedemikian rupa klitorisnya. Tante Mawar makin menggila karena keterampilanku dalam memanjakannya. Lubang memeknya semakin basah. Dapat kurasakan kini dua jariku semakin leluasa menjamah lebih dalam. Aku menggerakkan jariku dan menggaruk memeknya yang sudah becek. Aku menambahkan jariku sampai tiga jari masuk ke dalam lubangnya. Jariku terus menggaruk vaginanya yang gatal. Sementara itu tanganku yang satu lagi bermain pada payudara besarnya.

“Alex ... A..ku ... Aaaahh ... Maasssuukkan kontolmuuu ...” Pinta Tante Mawar memelas di tengah desahannya.

Sekitar 10 menit tak sia-sia berlalu. Memek Tante Mawar seperti bocor oleh cairannya sendiri. Aku pun menegakkan tubuh menggunakan lutut sebagai tumpuan. Tangan kananku mengarahkan penis besar dan panjang berhiaskan urat menonjol milikku, nampak jantan dan gagah, ke lubang senggama Tante Mawar. Aku mengurut vertikal kejantananku yang menegak keras sebelum menembus kelembutan dari lorong lembab paling aku sukai kepunyaan Tante Mawar.

“Aaaahhh ....” Tante Mawar mendesah saat kejantananku menyeruak masuk ke dalam tubuhnya.

“Eenngghh ...” Erangku disela perjuanganku memasuki ruang mengandung kehangatan itu.

Pekikan terlepas begitu saja dari dasar kerongkongan. Menandakan penyatuan baru saja terlaksana secara sukses meski aku hanya memasukan setengah bagian dari panjang penisku. Pelan dan lembut aku mulai menggerakan pinggul. Aku ingin Tante Mawar sangat menikmati persetubuhan ini hingga ia ketagihan. Oleh karenanya, aku terpaksa bersabar. Meski birahiku terus berbisik dan menggodaku untuk menghentak lebih keras dan dalam.

Aku menggenjot memek Tante Mawar dengan kombinasi tusukan dangkal dan dalam. Teknikku itu membuat desahan Tante Mawar semakin lama semakin mengeras, bahkan sesekali disertai dengan erangan nikmat. Beberapa kali tusukan dangkal dan sekali tusukan dalam. Setiap kali tusukan dalam, Tante Mawar medesah-desah kenikmatan, mata dan mulutnya terbuka lebar. Bagaikan berada di surga, Tante Mawar tak bisa menahan dirinya untuk meracau lantang ketika tempo lambat pergerakkan kejantananku di bawah sana, kini berubah cepat dan konstan.

“Ah… Ah… Ah... Memekku rasanya enak ...” Pekiknya. “Aduh… Aduh… Memekku rasanya gatel… Mau muncrat… Mau pipis… Mau enak...!!!”racaunya lagi.

Tetap kupertahankan pola tusukan itu sekitar 10 menitan. Karena kalau aku terlalu bernafsu dengan menggeber tusukan dalam bisa-bisa aku muncrat duluan. Kalau sudah muncrat duluan, bisa-bisa pihak wanita tidak bisa mencapai orgasme. Beberapa menit kemudian kaki Tante Mawar yang melingkar di pinggangku terasa semakin merapat. Posisi itu membuat penisku mentok di dalam vaginanya yang semakin berdenyut. Aku merubah pola tusukan menjadi tusukan dalam dengan ritme yang semakin cepat.

“Ayo, sayang, genjot yang cepat… Ooohh… Ooohhh… Semakin kebelet pipis aku, rasanya mentok memekku.” Tante Mawar kembali meracau yang menandakan orgasmenya semakin cepat. Dan akhirnya, “Ah..ah..ah… Aaaaahh... Aku nyampai...!!!” Teriak Tante Mawar.

Penisku terasa hangat. Liang memeknya terasa semakin sempit dan memijit penisku. Tante Mawar sementara itu yang telah mencapai puncak memelukku dengan erat. Kakinya mengunci pinggulku agar semakin dalam menusuk liang memeknya yang membanjir. Sementara itu jemarinya mencakar punggungku. Aku menghentikan genjotanku membiarkan Tante Mawar menikmati orgasmenya. Tentunya aku tidak membiarkan dia menikmati orgasmenya terlalu lama karena aku ingin memberinya kenikmatan surgawi lagi.

Aku pun bergerak lagi dengan teknik Tao berirama 6:1. Wanita yang sedang kugagahi ini tersenyum dalam gairah saat aku semakin cepat menghujamkan kejantananku ke dalam tubuhku. Tangan Tante Mawar pun semakin kencang meremas lenganku. Persenggamaan kami hanya disaksikan oleh benda-benda mati yang terpajang apik di dalam kamar. Andaikan bila benda-benda mati itu diberi mata dan telinga, bisa dipastikan setiap benda di sana akan kepanasan dan berakhir berlumuran keringat menatapi adegan erotis dari kami yang saling mendamba itu.

Aku berhasil memberikan pengalaman bercinta yang tak akan pernah tanteku ini lupakan. Tante Mawar sudah mencapai orgasmenya sampai empat kali dalam satu putaran yang belum juga aku selesaikan. Tante Mawar terus mendesah dan mengerang, tak luput juga ia mendesahkan namaku yang sedang bergerak di atas tubuhnya sehingga gairahku semakin membuncah. Hentakan-hentakan liarku semakin cepat.

Saatnya aku menyudahi pertempuran ranjang ini. Aku tak tahan lagi. Seakan semua isi testisku berkumpul di ujung penis yang siap meledak. Kuhujamkan dalam-dalam ke liang memek yang semakin menyempit dan memijit nikmat itu. Semprotan sperma akhirnya meledak juga dalam lubang basah yang nikmat. Kami saling berpelukan dengan erat. Kelamin kami saling menaut. Semprotan sperma membuat memk bereaksi dengan berkontraksi memijat batang penis yang ada di dalamnya. Kotraksi yang membuat memek terasa menyempit, memijit dan menghisap batang penis. Perlahan proses orgasme menurun. Kami masih tetap berpelukan erat. Penisku masih bersarang di memek yang terasa menyempit. Sesekali terasa pijatan dan hisapan dari liang yang nikmat itu. Kami terengah-engah. Peluh meleleh membasahi tubuh telanjang kami. Namun kami sama-sama merasakan nikmat.

Perlahan kaki Tante Mawar merenggang. Aku perlahan menarik batang penisku dari liang memeknya yang masih terasa mencengkram. Penisku akhirnya bisa terlepas diiringi kami yang sama-sama mendesah.Kubaringkan tubuhku yang masih bersimbah keringat di samping Tante Mawar yang sama-sama masih terengah. Tante Mawar masuk ke pelukanku. Kami sama-sama terlena beberapa saat. Ketika aku membuka mata, Tante Mawar menatapku dengan lembut. Aku mengelus pipinya lembut. Tante Mawar membalasnya dengan mencium tanganku.

“Kamu pintar sekali, sayang ... Aku sangat menikmati permainanmu. Seumur hidupku, baru kali aku dibuat empat kali keluar. Itu sungguh luar biasa.” Puji Tante Mawar dengan senyum manisnya.

“Tante juga sangat menggairahkan. Memek tante enak sekali. Paling enak dibanding yang lain.” Balas pujiku.

“Emangnya makanan ...?!” Tante Mawar menyubit hidungku.

“He he he ... Pokoknya lezat sekali ...” Kataku lalu turun dari tempat tidur lalu memakai boxerku.

“Mau kemana?” Tanya Tante Mawar setengah memekik.

“Cari minum ... Aku haus ... Tante mau?” Tawarku.

“Ya, aku juga haus.” Jawab Tante Mawar sambil mengangguk.

Aku keluar kamar dan menuju dapur untuk mengambil botol air mineral dingin dari dalam kulkas. Saat aku memasuki dapur, langkahku terherhenti bersamaan dengan mataku melihat Aji sedang duduk termenung yang tangannya memegang gelas kecil berisikan minuman beralkohol. Posisi Aji memunggungiku. Aku tahu air dalam gelas itu minuman beralkohol sebab wanginya cukup menyengat di sekitaran dapur. Jika Aji sudah menenggak alkohol berarti dia dalam keadaan stress berat. Ya, dia memang selalu begitu. Alkohol adalah temannya bila merasa tertekan dan stress.

Sejak dahulu kala, aku tidak ingin melihat Aji seperti ini. Rasa kasihan pun muncul, sadar jika semua ini tak sepenuhnya kesalahan Aji. Aku pun mendekatinya. Entah karena pendengarannya yang tajam atau karena aku yang terlalu berisik, Aji langsung menoleh ke arahku dengan mata merah. Ah, matanya yang merah bukan akibat alkohol yang diminumnya, tetapi dia menangis. Jujur, aku ingin tertawa karena lucu. Seumur-umur aku baru melihatnya menangis.

“Lu kenapa?” Tanyaku sambil menahan tawa. Aku lantas duduk di kursi sebelahnya. Aji terus menatapku dengan tatapan yang aku sendiri tidak bisa menterjemahkannya. Setelah menghela napas, aku pun berkata, “Gue maafin lu ... Gue tarik kata-kata gue. Kita baikan lagi.”

“Serius lu?!” Wajahnya mendadak cerah.

“Ya ... Gue serius. Sial! Gue gak tega kalau liat lu kayak gini.” Kataku sambil meninju lengan di bawah bahunya. Bagaimana pun, Aji adalah saudara sekaligus sahabatku yang paling dekat denganku. Dari sejak Balita, kami selalu bersama-sama. Tak bisa dipungkiri aku dan Aji adalah satu paket yang tak bisa dipisahkan. Selama ini jiwaku dan jiwanya telah menyatu. Kami seolah tak akan pernah terpisah oleh apapun.

“Jadi ...?” Tanyanya dan dia mulai tersenyum.

“Jadi apanya? Ya, udah kita damai lagi.” Tegasku sambil mengambil gelas dari tangannya lalu meneguk sisa minuman dalam gelas tersebut.

“Ya ... Gue juga minta maaf ... Gue merasa telah menzolimi lu. Gue lupa kalau di rumah lu ada lu di sana. Gue terlena sama nyokap lu sampai gue ngelupain lu.” Ujar Aji.

“Gue pikir, yang salah adalah nyokap gue. Dialah penyebab utama kejadian ini. Seandainya dia bisa adil membagi waktu, aku pastikan kejadian ini gak akan terjadi. Saat itu, gue merasa diabaikan. Ya, gue marah karena waktu nyokap habis sama lu.” Jelasku.

“Ya ... Gue tahu itu ...” Lirih Aji.

“Mana air .....” Suara Tante Mawar yang tak tuntas terdengar dari arah belakang. Sontak aku dan Aji pun menoleh ke arah sumber suara.

Wow! Mataku sampai ingin keluar tatkala melihat tubuh Tante Mawar yang hanya bercelana dalam saja. Dia adalah pemandangan terindah yang pernah kutemui. Kedua buah dadanya lah yang menurutku membuat indah. Buah dada Tante Mawar sangat bulat dan kencang walau besar. Payudaranya sangat mulus dengan puting kecokelatan yang tegak itu membusung seksi.

“Aw!” Jerit Tante Mawar sembari berbalik dan berlari masuk kembali ke ruang tengah.

“He he he ... Dia masih malu sama lu ...” Kataku pada Aji.

“He he he ... Pelan-pelan aja. Gue orangnya sabar.” Respon Aji.

“Ntar gue bantu bujuk dia, supaya mau sama lu.” Kataku sambil berdiri lalu berjalan ke kulkas.

“Gue juga harus balik ke rumah lu ... Nyokap lu nungguin gue.” Katanya lalu berdiri dari duduknya.

“Bilang sama dia, gue masih marah. Gue belum bisa memaafkannya.” Kataku tanpa menoleh pada Aji karena fokusku kini pada botol air mineral di dalam kulkas.

“Gue kasian sama nyokap lu ... Dia sedih banget lu gak pulang.” Ujar Aji sembari menahan langkahnya.

“Tugas lu lah yang menghibur dia.” Ucapku santai.

“He he he ... Lu bisa mengandalkan gue ...” Katanya lalu berjalan keluar dari dapur.

Aku menenggak air mineral langsung dari botolnya hingga setengah. Setelah itu aku kembali ke dalam kamar Tante Mawar. Tanteku sudah menunggu sambil berbaring. Melihatku datang, Tante Mawar bangkit dan menerima botol air mineral yang aku berikan. Sambil minum air mineral, Tante Mawar hanya memandangi ketika aku tarik celana dalamnya hingga lepas dari tubuhnya.

“Apa ada ronde berikutnya?” Tanya Tante Mawar setelah menyimpan botol air mineral di nakas.

“Ya ...” Jawabku singkat sambil melepaskan boxerku.

Dan kami pun kembali mengulangi kegiatan panas itu. Aku dan Tante Mawar saling mengayuh syahwat tanpa merasa bosan. Aku merasakan kalau Tante Mawar sangat menikmati permainan cinta kami karena dia kuberi orgasme yang berulang-ulang. Kegiatan panas kami hanya terjeda oleh mandi dan makan malam. Selebihnya kami terus bercinta dan bercinta hingga larut malam. Sampai akhirnya kami tertidur pulas karena kelelahan.

.....
.....
.....

Hari ini aku habiskan waktu di kampus. Kuliahku bertumpuk di hari ini sehingga aku mengikuti perkuliahan sejak pagi hingga sore hari. Saat matahari hampir tenggelam di ufuk Barat, aku sampai di rumah Dokter Yanti. Dokter cantik itu menyambutku dengan senyuman walau keluar sedikit gerutuan yang menanyakan keberadaanku kemarin. Setelah aku jelaskan, Dokter Yanti pun mengajakku untuk makan malam.

“Kamu seharusnya menelepon aku. Jadi aku gak menunggu-nunggu.” Katanya di sela makan malam kami.

“Maaf ... Smartphoneku tidak aku hidupkan.” Jawabku.

“Kamu masih ingin menghindar dari ibumu?” Tanya Dokter Yanti yang terdengar nada kesedihan.

“Ya ...” Jawabku singkat berharap Dokter Yanti tidak memperpanjang pembicaraan tentang ini.

Harapanku ternyata terkabul. Dokter Yanti mengajakku ngobrol dengan tema yang lain. Kami ngobrol santai, membicarakan apapun selain masalah ibuku. Selesai makan, kami pindah ke ruang tengah. Dokter Yanti membaca dokumen yang entah apa isinya. Sementara aku asik menonton acara televisi.

“Pasienku ini menderita anorgasmia.” Tiba-tiba Dokter Yanti bersuara.

“Apa itu anorgasmia?” Tanyaku dengan wajah tetap tertuju ke layar televisi.

“Anorgasmia merupakan istilah medis untuk kondisi kesulitan mencapai orgasme secara teratur meski telah mendapatkan stimulasi seksual yang cukup.” Jelas Dokter Yanti.

“Pasiennya cowok atau cewek?” Tanyaku lagi acuh tak acuh.

“Cewek.” Jawab Dokter Yanti,

“Kasih sama aku ... Bakalan sembuh ...” Candaku sekenanya.

“Hei! Kamu serius kan?” Tanya Dokter Yanti dan kini aku baru sadar akan leluconku yang tak lucu.

“Hanya bercanda ... He he he ...” Kataku sambil melirik sekilas padanya.

“Nggak ... Kalau kamu serius, kamu akan mendapat uang yang sangat besar loh.” Ucap Dokter Yanti.

“He he he ... Aku bercanda cantik. Lagian mana ada penyakit yang sembuh karena disetubuhi.” Kataku.

“Itu maksudku. Kalau kamu bisa membuatnya orgasme, dia akan sembuh. Pasienku ini mengidap anorgasmia karena faktor psikologis. Dia selama ini menganggap seks itu hanya untuk kesenangan laki-laki saja. Makanya dia selalu kesulitan orgasme saat berhubungan seks. Jika kamu bisa mengubah persepsinya itu, dia akan sembuh dari penyaktnya.” Jelasnya.

“He he he ... Nggak ah ...” Aku tetap menolak.

“Dia cantik loh ... Nih coba lihat fotonya.” Ujar Dokter Yanti sembari menyodorkan smartphonenya padaku. Aku melihat seraut wajah wanita cantik di layar smatphonenya. “Dia itu piaraan seorang konglomerat. Ibumu juga mengenalnya. Bahkan boleh dibilang berteman dekat.” Lanjut Dokter Yanti.

“He he he ... Aku gak mau ...” Kataku tetap pada pendirianku.

“Hhhmm ... Ya sudah ...” Suara Dokter Yanti terdengar kecewa.

Saat aku asik menyaksikan acara televisi yang menayangkan berita politik, entah kenapa aku ingin sekali menyalakan smartphoneku. Aku ambil alat komunikasi itu dari dalam saku celana lalu menghidupkannya. Benar saja, ada banyak notifikasi yang muncul namun tak sebanyak tempo hari. Hanya beberapa dari ibu, Tante Mawar, Dokter Yanti, dan Aji. Aku penasaran dengan Aji. Aku buka satu persatu pesannya yang semua pesan Aji menyatakan dia ingin bicara denganku. Aku pun segera menghubungi Aji. Aku menempelkan smartphoneku ke telinga begitu suara sambungan telepon terdengar.

Hallo, bro ... Kenapa dimatiin mulu hp lu?!” Langsung suara kesal dari Aji masuk ke telingaku.

“Maklum lah ... Gue kan lagi jadi buronan.” Jawabku. Aku lantas berdiri dan berjalan ke teras belakang rumah agar suara Aji lebih terdengar jelas.

Bro ... Tadi siang, gue buka komputer lu. Gue dapetin percakapan nyokap lu dengan nyokap gue. Bro, nyokap gue nyeritain lu. Katanya lu kuat banget di ranjang dan bisa membuat nyokap gue keluar berkali-kali. Nyokap gue heboh banget, Bro. Sampai-sampai nyokap lu kepingin sekali menemui lu ...” Ungkap Aji yang sukses membuatku tertegun sejenak.

“Terus ...” Hanya itu yang bisa aku ucapkan.

Ya gak terus-terus ... Nyokap lu masih bisa gue tahan. Tapi gue mau nanya ... Lu pake obat kuat ya atau pake resep ajaib lagi ya?” Giliran Aji yang bertanya.

“Kagak ... Gue gak pake obat begituan.” Jawabku santai sambil tersenyum.

Lah ... Lu pake apa? Kalau lu denger obrolan nyokap gue sama nyokap lu, nyokap gue heboh banget muji-muji lu.” Jelas Aji.

“Ha ha ha ... Lagi vit aja kali gue waktu itu.” Kataku.

Gue tau lu bohong ... Pokoknya gue ingin tau, resep lu bisa seperti itu!” Ujar Aji lalu sambungan teleponku terputus.

“Teman kamu?” Tiba-tiba Dokter Yanti sudah berada di dekatku.

“Si Aji.” Jawabku sambil duduk di kursi yang diikuti Dokter Yanti di sebelahku.

“Kedengarnya serius banget.” Dokter Yanti seperti ingin tahu.

“Nggak juga ... Biasa saja ...” Jawabku.

“Memang ibumu pengen sekali ketemu denganmu setelah tantemu bercerita banyak tentangmu.” Kata Dokter Yanti yang aku rasa dia menguping pembicaraanku dengan Aji barusan.

“Aku belum ingin menemuinya.” Kataku.

“Kemarahan hanya berguna pada titik tertentu. Setelah itu, menjadi amarah, dan amarah akan membuat kamu lalai. Apapun yang dimulai dari kemarahan akan berakhir memalukan. Jangan buang waktumu dalam kemarahan dan dendam. Hidup ini terlalu singkat untuk tidak bahagia. Menyimpan marah dan dendam bukanlah hal baik karena akan membuat luka di jiwa, sehingga hidup akan menjadi terbebani bahkan akan menyebabkan sakit di jiwa yang teramat dalam. Menjadi kenangan yang amat kelam, bahkan bisa menjadi beban dalam langkah kehidupan setelahnya.” Ucap Dokter Yanti cukup menyentuh hatiku.

“Huufftt ...” Aku hanya bisa membuang nafas keras.

“Memaafkan kesalahan ibumu bukan hanya bermanfaat baginya, tetapi juga bermanfaat bagi kamu sendiri. Sebagai terapi jiwa agar kamu menjadi sehat jiwa dan raga, tanpa rasa dendam, benci dan ingin menyakitinya. Apalagi ini ibumu. Jika kamu sadar, berapa banyak kesalahan yang telah kamu perbuat kepada ibumu, baik itu yang ketahuan ataupun yang tidak ketahuan. Aku yakin ibumu selalu memaafkanmu.” Ucapnya lagi.

Kalimat yang terakhir itulah yang membuat hatiku sangat tersentuh. Diam-diam aku menangis dalam hati. Tidak menyangka, sebegitunya kah ibu menyesal atas kesalahan sekali seumur hidup? Sedangkan kesalahanku pada ibu sangatlah banyak hingga aku sendiri lupa berapa hitungannya. Lagi pula, kesalahan ibu adalah kesalahan sepele yang aku besar-besarkan. Jika saja aku bicara baik-baik saat itu, aku pastikan kejadian seperti ini tidak akan terjadi.

Ibu adalah malaikat yang ‘sayapnya’ tidak pernah terlipat untuk hal-hal yang dipandangnya perlu untuk diperjuangkan mati-matian. Tak jarang, hal-hal itu adalah sesuatu yang jauh dari kepentingan dirinya sendiri. Lalu bila demikian halnya, mengapa pula aku tidak akan berkata, bahwa bagaimana pun, ibu adalah malaikat yang tetap layak untuk dicintai.

“Aku akan pulang ...” Kataku penuh keyakinan.

“Oh, syukurlah!” Dokter Yanti memekik senang.

“Tapi, aku akan memberi mama kejutan. Besok dia ulang tahun. Aku akan merayakannya sekarang sampai besok.” Kataku sambil tersenyum.

“Apa kejutannya?” Tanya Dokter Yanti penasaran. Dokter cantik itu menatapku lekat-lekat.

“Kalau aku kasih tahu, itu bukan kejutan namanya. Kamu juga harus ikut merayakan ulang tahun mama. Sekarang bersiaplah.” Kataku.

“Hhhmm ... Aku kok penasaran. Baiklah aku ikut.” Sahut Dokter Yanti.

Aku pun mandi dan berpakaian rapi. Aku agak menunggu Dokter Yanti bersiap-siap. Dalam jeda waktu itu, aku menelepon Tante Mawar untuk menginap di rumahku, dan Tante Mawar pun setuju. Setelah semuanya dirasa siap, aku dan Dokter Yanti pergi ke rumahku. Pertama, aku ingin sekali memberinya kejutan kepada ibu dengan kedatanganku kali ini. Kejutan kedua, kita tunggu saja apa yang akan terjadi di sana sebentar lagi.
Bersambung

Kelanjutannya klik di sini ...
 
Terakhir diubah:
Makasih hu @Aswasada udah update karya sastranya, tetap semangat ya hu buat bikin karya sastranya👍👍👍👍
He he he ... Ini bukan karya sastra loh hu ...
Tararengkyuuu suhu:mantap::mantap:
Tetep semangat Hu :ampun::ampun::ampun:
mantap suhu lanjutkan
Mantap suhuuu
update maraton
@Aswasada waaah gila sihh, asli mernarik hahaha. Langsung updt lagi chapter selanjutnya dong huuu, nemenin malmingan sekalian, hujan males keluar rmh 🤣
He he he ... Jari sama otak sudah gempor hu ...
gak sabar nungguin si alex pulang,, bakalan ada kejutan apa y???
penasaran,,,
btw thnkyu suhu updetenya,, jgn lupa es degan dulu 🧉
Sabar ya hu ... Mending ngopi daripada es degan ...
Menanti kejutan ulang tahun... Lanjutkan hu
Terimakasih updatenya suhu @Aswasada .... Semangat... :kopi: :kopi: :kopi:
Semangat ngopi hu ...

:ampun:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd