Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DUA ANAK DAN DUA IBU

Absen pagi.
wow...mulai ada konflik batin dihati Alex tentang mamanya yg lebih. mendahulukan/mementingkan Aji...lanjut suhu dgn reaksi melati terhadap Alex...peka atau cuex
Konflik ringan-ringan saja hu ...
@Aswasada naaaah makin seru aja huu hahaha.
Apalagi habis ditambah bumbu konflik dikit hahaha makin seru kan. Klo saya sih pendukung nya alex! 🤣
Supaya lebih menarik saja hu ... Ada konflik sedikit lah ...
Mantaaaappppp
Mampir lagi kemari tinggalkan jejak

:mantap: :mantap: :mantap:

Terima kasih ya suhu-suhu sudah terus meramakan lapak saya ... Jangan lupa ngopi dan bahagia.
:ampun:
 
CHAPTER 7

Angin berhembus bersama balutan kabut sore nan dingin. Aku berdiri di tepi danau menikmati angin yang memainkan kabut di permukaan danau. Aku menghisap rokokku dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Rasanya lebih menenangkan. Setenang-tenangnya diriku, tetap saja hati masih bergejolak. Di dalam diri ini menyimpan luka, kecewa, marah, dan sedih, hanya ada secuil bahagia. Perasaan bahagia itu kalah oleh perasaan luka yang mungkin dalam.

Sungguh aku tidak mampu meredam panasnya cemburu yang bergemuruh dari dalam dadaku. Cemburu yang tidak seharusnya kumiliki. Aku tidak suka perasaan ini. Aku ingin ia terbang bersama debu-debu yang tertiup angin. Aku ingin cemburu ini tenggelam bersama mentari di ufuk sana. Tetapi sungguh aku tidak berdaya mengusir perasaan yang membelengguku ini. Seperti yang biasa aku lakukan, aku hanya bisa diam.

“Ah ... Aku harus rela ... Aku harus rela ...” Gumamku untuk menentramkan hati.

“Kenapa mas?” Tiba-tiba terdengar suara dari sampingku. Aku terlonjak saking kagetnya.

“Oh ... Ti..tidak a..apa-apa pak ...” Jawabku terbata-bata karena kagetku belum selesai.

“He he he ... Saya yakin anak sedang ada masalah ... Saya sudah lama loh di sini. Em, kira-kira ada lima menit. Saya mau minta api, tapi mas sedang melamun dan tidak mendengarkan saya. Anak melamun keras sekali.” Kata pria paruh baya di dekatku.

“Oh ... Ini pak ...” Segera aku memberikan lighter dengan perasaan malu.

Pria paruh baya yang menurutku masih terlihat tampan itu membakar rokoknya. Setelah menyala dia mengembalikan lighter punyaku. Pria itu kemudian meminta ijinku untuk menemaniku, kebetulan dia juga datang sendirian ke danau ini. Tentu, aku tidak berani mengatakan kalau dia tidak diinginkan di sini karena aku ingin sendirian. Walau merasa keberatan, aku akhirnya mengijinkan pria paruh baya itu berada di dekatku.

“Nama saya Bram ...” Ucap si pria paruh baya sambil menyodorkan tangannya.

Aku pun menyambut tangannya sambil berkata, “Alex.”

“Sore menjelang malam, di dekat danau tak bertuan, bahaya melamun sendirian. Nak Alex bisa kesurupan dan bisa mati mengenaskan.” Ujar Bram lalu menghisap rokoknya.

“He he he ... Bapak pandai berpuisi.” Kataku.

“He he he ... Saya tidak sedang berpuisi, nak. Tapi saya memang mengatakan yang sesungguhnya. Tempat semacam ini, pada waktu seperti ini, bahaya melamun. Kalau kata orang tua, pikiran kosong mudah kesambet. Tapi bukan itu maksud saya. Membiarkan akal berkelana tanpa kendali sungguhlah perbuatan yang sangat berbahaya. Pikiran yang kosong mudah sekali tergoda untuk menjadi sedih, cemas, takut, dan gundah. Pikiran yang kosong juga akan melemparkan pemiliknya mengingat berbagai hal yang tidak seharusnya diingat, apakah itu romantisme masa lalu atau bayang getir masa depan. Waktu kosong yang dibiarkan berlalu tanpa diisi dengan kegiatan yang positif merupakan bentuk kerugian.” Jelasnya yang sukses membuatku terpana sekaligus kagum dengan filosofinya.

“Terima kasih, pak ... Nasehat bapak benar adanya.” Kataku dan entah kenapa tiba-tiba aku merasa pria paruh baya ini adalah malaikat penolong yang diturunkan untukku dari langit. “Hati saya memang lagi galau. Saya merasa dibuang oleh orang yang saya sayangi.”

“Buat dia menyesal.” Ucapanku langsung disambarnya dan efeknya sungguh luar biasa bagiku.

“Ta..tapi ... Saya tidak tahu caranya.” Kataku mulai tertarik.

“Balikan keadaan ... Dia tentu punya alasan kenapa meninggalkan Nak Alex. Buktikan kalau alasan dia itu salah besar. Kalau Nak Alex bisa membuktikannya, pasti dia akan menyesal.” Jelas Bram sangat masuk akal.

“Oh ... Begitu ya pak ... Ya, saya paham ...” Aku benar-benar mendapat pencerahan.

“He he he ... Hari mulai gelap. Lebih baik kita cari tempat makan. Saya akan traktir Nak Alex makan. Gimana?” Tawarnya sambil menepuk-nepuk bahuku.

“Oh, siap pak ... Kebetulan perut saya belum diisi dari pagi.” Kataku sigap.

Kami berdua akhirnya pergi dari danau. Kami kebetulan menggunakan mobil masing-masing. Hanya sekitar sepuluh menit kedua mobil kami tiba di sebuah restoran sederhana di bilangan tengah kota. Kami pun masuk dan duduk, lalu memesan makanan. Sambil menunggu pesanan, kami ngobrol tentang latar belakang kami masing-masing. Tidak ada yang istimewa cerita tentang kami. Tak lama, pesanan pun datang dan kami langsung menyantap makanan yang disajikan pihak restoran.

“Sejak tadi, saya sebenarnya ingin menanyakan sama Nak Alex ... Sebenarnya ada apa? Sampai-sampai melamun di tepi danau.” Ungkap Bram di tengah acara makan kami.

“Em ... Masalah cewek, pak ... Biasa lah ... Masalah anak muda.” Jawabku umum-umum saja.

“Ditelikung ya?” Tebakan Bram tepat sasaran.

“Saya punya sepupu. Sebenarnya saya sangat dekat dengan dia. Saking dekatnya, saya rela berbagi pacar dengannya. Tapi sekarang pacar saya lebih memilih dia daripada saya. Saya merasa dibuang oleh pacar saya. Saya merasa seperti pecundang.” Jelasku agak aku modifikasi.

“Sudah berapa lama berbagi?” Tanya Bram sangat santai seakan tidak terpengaruh dengan pengakuanku.

“Sekitar 2 sampai 3 mingguan.” Jawabku.

“Kamu tahu alasannya, kenapa pacarmu meninggalkanmu?” Tanya Bram lagi.

“Tidak ...” Jawabku singkat.

“Dugaan saya ... Seks ... Sepupu Nak Alex lebih memuaskan, sehingga pacar Nak Alex berpaling.” Ungkap Bram membuatku melongo. “Itu hanya dugaan, kebenarannya nisbi.” Lanjutnya sambil tersenyum.

“Kalau benar alasannya itu. Maka saya harus mengalahkan sepupu saya.” Kataku.

“Ya, dan tunjukan kalau Nak Alex lebih piawai dari sepupu Nak Alex.” Respon Bram masih tersenyum.

“Kalau begitu, saya harus memakai viagra untuk meningkatkan vitalitas saya.” Kataku sekenanya.

“Mengkonsumsi bahan kimia membahayakan tubuh. Kalau Nak Alex tertarik untuk meningkatkan vitalitas, saya punya teknik ampuh tanpa bahan kimia.” Ujarnya yang tentu aku sangat tertarik.

“Boleh pak ... Saya sangat tertarik ...” Kataku.

“Baiklah ... Ini bukan sihir tetapi teknik. Ini ternik bercinta dari Tiongkok. Namanya ‘Bercinta Versi Taoisme’. Taoisme memandang pemasukan penis yang tepat adalah penting untuk mendatangkan kenikmatan persetubuhan. Dan yang lebih penting adalah memastikan bahwa pasangan Anda sudah terangsang.” Bram mulai menjelaskan teknik bercintanya.

“He he he ... Jadi ini teknik cara memasukan penis dalam bercinta.” Aku coba menyimpulkan.

“Benar ... Ada dua teknik utama yang diajarkan Taoisme. Yang pertama yaitu teknik pemasukan dangkal dan dalam. Dan yang kedua adalah teknik pemasukan penis atas dan bawah.” Bram menjeda penjelasannya.

“Ya, saya ingat. Pertama dangkal dalam, kedua atas bawah.” Aku mengulangi penjelasan Bram.

“Oke, teknik yang pertama, teknik dangkal dalam. Teknik ini mendorong pria untuk memasukan penisnya beberapa kali secara dangkal lebih dahulu sebelum memasukannya dalam-dalam. Yang paling sering adalah 9 : 1, artinya 9 tusukan dangkal dan 1 tusukan dalam. Jika Nak Alex sedang belajar mengendalikan ejakulasi dini maka bisa diubah menjadi 6 : 1 atau 3 : 1. Teknik pemasukan dangkal dan dalam ini tidak hanya membantu kita bisa bertahan lebih lama, namun juga akan sangat merangsang pasangan kita. Pemasukan dalam akan mendorong seluruh udara keluar liang senggama, menciptakan ruang hampa, dan ketika melakukan tusukan dalam maka ruang hampa yang tercipta itu sudah pasti dilalui oleh penis kita. Ketika penis kita melalui ruang hampa itulah, pasangan kita akan mendapatkan kenikmatan luar biasa.” Jelas Bran tentang teknik dangkal dalam.

“Luar biasa.” Aku pun tersenyum setelah mendengarkan penjelasan Bram.

“Teknik yang kedua yang dinakan teknik atas bawah. Pemasukan seperti ini memanfaatkan bagian dasar penis kita yang merupakan bagian kurang peka, untuk merangsang kelentit pasangan kita, yang merupakan bagian yang sangat peka bagi wanita. Cara paling mudah melakukan teknik atas bawah ini adalah wanita diharuskan berbaring terlentang dengan mengangkat lututnya sampai ke dada dan pria membantu menekan lutut wanitanya sambil melakukan gerakan penetrasi.” Jelas Bram lagi.

“Sederhana tapi keren.” Responku.

“Ya, Nak Alex bisa dengan mudah mempraktekannya. Saya jamin pasangan Nak Alex akan tergila-gila dengan permainan Nak Alex.” Ujar Bram sambil tersenyum.

Kami pun melanjutkan obrolan seputar teknik bercinta tersebut. Aku kini punya gambaran yang sangat jelas tentang teknik tersebut. Jika aku berhasil melakukannya, pasanganku akan mengalami orgasme berkali-kali dengan hanya satu babak saja. Akhirnya waktu jualah yang harus memisahkan kami. Aku pun langsung pulang ke kotaku dengan membawa semangat baru. Semangat untuk membuktikan kalau pilihan ibu adalah salah besar. Aku akan buat ibu menyesal atas apa yang ia perbuat kepadaku. Aji? Aku belum tahu apa yang akan aku lakukan padanya. Namun yang jelas aku tidak ingin berhubungan lagi dengannya.

Tepat jam 10 malam, aku sampai di kotaku. Kota metropolitan yang tak pernah mati. Aku parkir di sebuah minimarket dekat kampusku. Aku berniat tidur di mobil malam ini di area kampusku. Setelah membeli kopi dingin, aku membuka smartphoneku yang sejak pagi sengaja aku matikan. Sambil menenggak kopi dingin, aku menyaksikan puluhan notifikasi yang masuk, mulai dari pesan whatsapp sampai sambungan tak terjawab. Hampir seluruhnya pesan dan telepon itu berasal dari ibu, sebagian kecil dari Aji dan Tante Mawar.

“Fuck!” Aku mendecih kesal.

Baru saja aku hendak membakar rokok, smartphoneku berdering. Kulihat identitas si penelepon dan aku sudah menduga kalau itu berasal dari ibu. Aku kecilkan volume dering lalu membakar rokokku tanpa menghiraukan ibu yang terus berusaha meneleponku. Ibu terus meneleponku dan selama itu juga aku abaikan. Kurasa ibu bosan juga diabaikan olehku. Setelah menghempaskan rokok ke tanah, aku kembali ke dalam mobil. Baru saja aku duduk di belakang kemudi, smartphoneku berdering kembali. Aku dengan enggan mengambil smartphone dari saku kemeja, dan ternyata bukan ibu yang meneleponku melainkan Dokter Yanti.

“Hallo ...” Sapaku lemas.

“Alex ... Kamu di mana?” Suara halusnya terdengar mengalun saat bertanya padaku.

“Aku ada di jalan dok ...” Jawabku.

“Di jalan di mana?” Tanyanya lagi ingin kejelasan.

“Aku dekat kampus.” Jawabku jujur.

“Bisakah kamu pulang ke rumahmu? Ibumu sangat mengkhawatirkanmu.” Katanya agak memelas.

“Bilang padanya. Gak usah mengkhawatirkan aku. Aku tidak akan pulang malam ini.” Jawabku tegas.

“Kalau kamu tidak ingin pulang ke rumah. Maukah kamu datang ke rumahku?” Pinta Dokter Yanti. Aku merenung memikirkan permintaannya. Aku curiga kalau ibu akan menemuiku di rumah dokter cantik itu. “Alex ...!” Seru Dokter Yanti karena aku terlalu lama berdiam diri.

“Ya ...” Kataku.

“Apakah kamu mau datang ke rumahku?” Dokter Yanti mengulangi pertanyaannya.

“Asalkan mamaku tidak ada di sana dan tidak menyusulku ke rumah dokter.” Aku mengajukan syarat.

“Baiklah ... Datanglah ke rumahku. Segera!” Ucap Dokter Yanti.

Aku memutuskan sambungan telepon, kemudian melajukan kendaraanku. Jam sepuluh malam jalanan lumayang lengang, sehingga aku bisa memacu kendaraanku cukup cepat. Sekitar satu jam lebih kemudian, aku sampai juga di rumah Dokter Yanti. Aku disambut dokter cantik itu dengan sangat ramah, meski masih terpancar jelas mimik khawatir di raut mukanya. Kami pun duduk di sofa ruang tengah.

“Semua mengkhawatirkanmu.” Ucap Dokter Yanti sambil memegangi tanganku.

“Seharusnya tidak perlu. Apalagi mama sangat tidak perlu karena selalu ada Aji di sisinya.” Kataku ketus.

“Kamu cemburu?” Tanyanya sambil menatap wajahku.

“Hei! Aku seperti dicampakan begitu saja. Bukan perkara cemburu yang membuatku marah, tetapi dia sudah tidak punya waktu lagi untukku. Dan segala-galanya hanya untuk Aji. Jika saja dia bisa bersikap adil, aku pasti tidak akan marah seperti sekarang ini!” Aku membela diri dengan intonasi tinggi.

“Ya, ibumu tahu perasaanmu. Dia mengaku salah. Dia khilaf.” Ungkap Dokter Yanti.

“Terlambat.” Kataku pelan.

“Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki situasi ini.” Dokter Yanti mencoba mengingatkanku.

“Aku bilang sudah terlambat. Tak ada perdebatan lagi!” Intonasi suaraku naik lagi.

“Oke ... Kita gak perlu bicara lagi tentang ibumu ... Lebih baik kamu mandi dan ganti pakaianmu.” Kata Dokter Yanti yang sepertinya menyerah.

“Aku gak bawa pakaian ganti.” Kataku yang memang ingin sekali membersihkan diri.

“Aku punya pakaian laki-laki bekas mantan suami. Aku rasa pas di tubuhmu.” Katanya.

“Baiklah ...” Kataku sambil beranjak dari duduk.

Dokter Yanti menunjukkan kamar mandi di ruang dapur untuk kupergunakan mandi. Dokter cantik itu hanya memberikan handuk bersih sebelum aku masuk ke kamar mandi. Kututup pintu kamar mandi rapat-rapat. Kemudian mulai menanggalkan pakaianku. Kusiram seluruh tubuhku dengan air dari shower yang turun begitu kencangnya. Aku cepat-cepat membaluri tubuhku dengan sabun mandi dan membilasnya kembali. Selesai juga ritual mandiku dan kini aku mengeringkan badanku agak ngasal dengan handuk pemberian Dokter Yanti. Aku lilitkan handuk di pinggang lalu keluar kamar mandi. Aku berjalan menghampiri Dokter Yanti, tapi aku tidak melihat baju yang dia janjikan.

“Badanmu masih basah.” Tiba-tiba Dokter Yanti mendekat.

Aku tertegun ketika tangan wanita itu meraih handuk di pinggangku. Karuan saja, ketika handuk terlepas maka aku kini berdiri dengan keadaan telanjang bulat. Dokter Yanti mengelap kepalaku, lalu turun ke leher, dada, perut. Namun ketika mencapai selangkanganku, Dokter Yanti tidak lagi menggunakan handuk untuk mengelap kejantananku. Tangan halusnya membelai, mengocok dan mengurut penisku dengan lembut.

Dokter Yanti tersenyum sambil menatap mataku dengan penuh ketulusan. Aku pun membalas senyumannya dengan gejolak hasrat yang mulai meracuni otakku. Kami saling bersitatap beberapa detik, sebelum akhirnya dokter cantik ini menarik kejantananku yang membuat kakiku melangkah mengikuti tarikannya. Ternyata Dokter Yanti membawaku ke dalam kamarnya.

“Sebelum kamu berdamai dengan ibumu, kamu harus tinggal di sini bersamaku.” Ujar Dokter Yanti dengan tangannya mulai lagi mengelus, memijit dan mengurut kejantananku.

“Asalkan dokter tidak mengundangnya dan tidak berusaha mempertemukan aku dengannya. Aku akan tinggal di sini.” Kataku mengajukan syarat.

“Jangan panggil aku dokter.” Tiba-tiba Dokter Yanti memijit juniorku agak keras.

“Aduh!” Aku memekik sambil tersenyum. “Iya cantik.” Kuputuskan menyebut dokter ini dengan sebutan ‘cantik’.

Tanpa menunggu persetujuanku, Dokter Yanti berjongkok. Dia memutuskan sendiri untuk memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Kelenjar yang bengkak itu terbungkus panas karena ditelan oleh bibir merah mudanya yang indah. Aku menyisir rambut hitamnya yang indah. Wanita cantik itu mengisap penisku sekarang. Dia memegang tongkat saktiku dengan kedua tangannya, lalu mencengkram ujung penisku dengan mulutnya, kemudian bergerak maju dan mundur.

“Sllleepp ... Sllleepp ... Sllleepp ...” Dokter Yanti membuat suara kecil, tetapi dia mengisap penis dengan sekuat tenaga. Dokter cantik itu menstimulasi penisku dengan lembut, rasanya sungguh enak.

Aku yang merasa cukup, mengangkat tubuh Dokter Yanti. Dengan terampil, aku melepas pakaiannya. Aku lalu melepas branya perlahan sambil mencium lehernya. Ketika semuanya terlucuti, kecuali celana dalamnya, aku menatap tubuh telanjangnya dan mendesah kagum. Benar-benar sebuah karya seni yang agung. Kemudian, aku mengangkatnya dalam gendongan dan membawanya ke atas ranjang. Aku pun segera menindih tubuh seksinya.

“Oooh ... Aku sangat merindukan ini ...” Dokter Yanti langsung mendesah.

“Aku juga, cantik ... Aku mendambakan kehangatan tubuhmu ...” Balasku walau terdengar klise.

Tiba-tiba aku merasa kejantananku digenggamnya lagi, “Ini sangat besar sayang. Ini yang aku rindukan.” Katanya.

“Aku akan memberimu kepuasan yang sempurna. Kamu akan selalu mendambakannya.” Janjiku.

“Berikan sekarang padaku ... Sekarang juga ...” Suara Dokter Yanti begitu mendamba.

Aku mencium bibir Dokter Yanti dengan lembut dan tanganku bergerak di wajahnya, membelainya dengan lembut. Tak lama berselang, tanganku menjelajahi payudaranya dan mulai memainkannya. Payudara Dokter Yanti begitu lembut, begitu feminim, dan aku meremasnya untuk merasakan kekenyalan gundukan itu. Di saat itu, aku bisa mengendus aroma Dokter Yanti dari kulitnya yang lembut. Aroma lembut bunga bercampur dengan aroma manis samponya. Darahku mendidih dengan keinginan. Aku mencium lehernya dan menjilatnya, merasakan tubuhnya yang indah dan memancing erangan dari mulutnya.

“Aaaacchh ...!” Dia mengerang sambil tangannya melingkari leherku dan memeluknya.

Aku tersenyum. Detik berikutnya, tanganku yang lain bergerak ke bawah dan tiba di gua rahasianya. Mengangkat celana dalamnya, lalu aku memasukkan jari ke dalamnya. Dokter Yanti terkesiap. Tubuhnya sedikit bergetar, dan tangannya memeluk kepalaku lebih erat. Aku mulai menggerakkan jari-jariku, perlahan-lahan menggoda isi memeknya sementara mulutku mencium dan menjilat leher dan tulang selangkanya. Kemudian aku mencium bahunya sebelum kembali ke bibirnya. Dokter Yanti menawarkan sedikit perlawanan kali ini. Dia membuka mulutnya untuk menerima ciumanku dan menjulurkan lidahnya. Lidahnya melilit lidahku, bertukar air liur dan mencicipi satu sama lain.

“Ngghh ... Mmpphh ...” Dengan gerutuan lembut, Dokter Yanti memejamkan matanya. Dia menikmati ciuman kami sementara tanganku memainkan tubuhnya dengan bebas.

Jari telunjukku masuk ke dalam tubuhnya sementara ibu jariku memainkan klitorisnya. Dokter Yanti gemetar saat merasakan kenikmatan yang tak terduga, dan mulutnya mengeluarkan gerutuan teredam. Aku menggunakan tanganku yang lain untuk bermain dengan payudaranya, menjentikkan putingnya dan membelai perutnya.

Kami menghabiskan beberapa saat menekan satu sama lain, merasakan kehangatan satu sama lain dan menikmati tubuh satu sama lain. Dokter Yanti dengan cepat menjadi basah. Dengan satu tangan bermain dengan lubangnya, satu lagi di payudaranya dan mulutku menempel di bibirnya, perlahan-lahan aku menikmati wanita yang berstatus janda ini. Aku bisa merasakan tubuhnya menjadi panas dalam kegembiraan.

Saat bibir kami berpisah, Dokter Yanti menghirup udara sepuas-puasnya. Dia menatapku dengan ekspresi sangat terangsang dan mengerutkan alisnya. Pada saat itu, aku meningkatkan gerakan tanganku di zona pribadinya. Jariku makin lincah mengubek-ubek memeknya. Sambil jari telunjukku keluar-masuk di organ intimnya, klitorisnya kupermainkan dengan jari tengah.

"Hmmm...” Sebuah erangan lembut keluar dari mulut Dokter Yanti. Punggungnya melengkung dan tubuhnya sedikit bergetar. Kemudian, dia merasakan sesuatu keluar. “A..aku ... Keeluuaarr sayyaanghh ...” Dokter Yanti terengah-engah. Tubuhnya menegang sesaat sebelum mengejang hebat. Kemudian, gua bawahnya mengeluarkan banyak sekali cairan cinta, membasahi tanganku. Tubuh Dokter Yanti kejang hebat. Dia mendongak selama beberapa detik sebelum tiba-tiba ambruk tak berdaya terlentang pasrah di atas kasur.

"Huff ... Huff ..." Aku bisa mendengar napasnya yang berat. Bulu matanya bergetar lembut, bukti kenikmatan yang baru saja dialami Dokter Yanti.

Sambil tersenyum, aku memposisikan tubuhku dengan hati-hati. Aku kemudian memposisikan celahnya tepat di atas tongkat saktiku, yang sudah cukup lama menunggu untuk memulai ekspedisinya. Tetapi pada saat itu, Dokter Yanti tampak bereaksi. Mungkin karena orgasmenya baru-baru ini sedikit menenangkan nafsunya.

“Tunggu sayang ... Beri aku waktu istirahat ... Aku ...” Katanya. Tapi sudah terlambat. Tanpa menunggu dia selesai berbicara, pinggangku naik. Seketika, aku menyerbu tempat sucinya. "Uuuuhhh..." Dokter Yanti mengeluarkan erangan lembut dan mendongak, lengannya jatuh tak berdaya ke samping dan tubuhnya melunak.

Aku menarik napas dalam-dalam. Setengah batang penisku kini sudah berada dalam lorong nikmat dokter cantik itu. Aku bisa merasakan lubangnya membungkus setengah dari pedang suciku. Dinding vaginanya mengencang di sekitar penisku, memberiku kesenangan yang tak terlukiskan. Aku menatap mata Dokter Yanti dan menghela napas puas. Kemudian, aku mulai bergerak. Naik turun, kejantananku masuk dan keluar guanya berulang kali, menciptakan suara bantingan yang bergema di ruangan itu. Kukocok terus memeknya, sembilan tusukan dangkal dan satu tusukan dalam. Dokter Yanti menggigit pundakku, ia nampak tak mampu mengendalikan kenikmatan.

“Aduuuuhhhhhh ... Oooohhhhhhhh ...”

“Terusss sayang lebih cepet ... Ooohh ...”

“Aaahhh ... Kok enak sihhh .. Sssshhh ...”

“Saayyanngghh ... Kamu belajar dimanaaa ... Oooohhhhh ...”

Dokter Yanti meracau dengan mata terbeliak-beliak. Tangannya kembali melingkari leherku dengan melingkarkan kakinya di pinggangku. Gerakan pinggulnya membuat ritmeku agak kacau. Tetapi akhirnya aku bisa menyesuaikan lagi ritmeku dengan gerakan gelisah wanita di bawahku ini. Aku memeluk tubuh lembutnya dengan sombong dan mencium lehernya. Mulutku menghirup telinganya sementara aku mengendus aromanya dan menikmati tubuhnya yang matang. Dan tentu saja, kejantananku terus bekerja di bawah sana sesuai dengan instruksi yang aku berikan.

"Sangat basah, cantik ..." Aku berbisik di telinganya. "Kamu benar-benar cabul."

Dokter Yanti tersipu dan menyembunyikan kepalanya di lenganku. Aku menyeringai dan terus menyodok memeknya dengan teknik dangkal dalam. Tubuh Dokter Yanti bergerak bersama dan berirama dengan tubuhku, bergerak naik turun setiap kali aku menusuknya. Rahimnya seolah mengisap penisku, seolah ingin memeras segalanya dariku. Aku mendengus senang dan meningkatkan kecepatanku. Lebih cepat dan lebih cepat, lebih keras dan lebih keras. Segera, erangan Dokter Yanti berubah dari dengungan lembut menjadi tangisan keras yang bergema di kamar tidurnya. Terlebih saat aku melakukan ‘tusukan dalam’, dia menjerit keras sekali.

Dokter Yanti memeluk leherku dan mencari mulutku. Aku menanggapinya dan mencium bibirnya yang lezat. Sementara itu, aku menjentikkan dan mencubit payudaranya, dan sesekali menggigit daun telinganya. Mungkin karena terlalu lama menekan libidonya, Dokter Yanti dengan cepat berubah menjadi mesin seks. Dia beralih dari sekadar menerima seranganku menjadi bekerja sama denganku dan menggerakkan pantatnya ke atas dan ke bawah untuk meningkatkan kenikmatan hubungan seksual.

“Sayang ... Ooohh Alex sayang ... Ooohh Alex ...” Dokter Yanti mengerang namaku dan menjambak rambutku. Tanganku menangkup wajahnya dan menggenjotnya dengan lebih cepat dan bertenaga.

“Enak cantik?” Godaku.

“Eeennaak seekaalliii ... Ooohh ...” Balasnya sambil mendesah.

Tiba-tiba, gerakan Dokter Yanti menjadi semakin cepat. Aku merasakan tubuhnya menegang, dan lengannya mengencang di leherku. Sadar bahwa orgasmenya akan datang, aku mempercepat kecepatan pistonku. Dokter Yanti tersentak dan mengangkat wajahnya dengan gembira. Tubuhnya melengkung menggoda dan jari-jari kakinya melengkung ke bawah. Kemudian, tubuhnya menggigil hebat.

"Nnnnn... Aaaaccchh ...!" Merasakan cairan lengket yang mengalir dari dalam gua Dokter Yanti, aku tahu dia sudah muncrat. Aku tersenyum. Tubuh Dokter Yanti menjadi sangat lembut, jatuh tak berdaya di dadaku. Kemudian, aku mulai menggerakkan pinggangku lagi.

"Nnnnnn..." Dokter Yanti memutar tubuhnya sedikit dan mengerang. Pada titik ini, dia masih menghadapi sisa-sisa orgasme terakhirnya dan tidak bisa menahan doronganku.

Aku terus bergerak keluar masuk tubuhnya walau intensitasnya aku kurangi. Dokter Yanti memejamkan matanya seraya terus mendesis dan melenguh. Ia masih mendekapku. Aku melayangkan pantatku dengan kecepatan sedang dengan tusukan-tusukan dangkal yang aku kombinasikan dengan tusukan dalam. Tak lama berselang, Dokter Yanti menolong dengan putaran pinggulnya, menciptakan batang kemaluanku laksana disedot dan diputar oleh liang kemaluannya. Dokter Yanti laksana orang yang sedang tak sadarkan diri. Dia melulu ‘ber-ah-uh’ saja seraya sesekali menciumi bibirku. Setelah sejumlah saat, seketika dia mengejang lagi, melenguh dan mengerang.

“Aaagghh..! Ooohh saayyaanngghh … Akkuu keluaarr lagii..!” Dokter Yanti mengalami orgasmenya yang kedua kalinya. Dokter Yanti menciumiku dengan ganasnya sebagai ekspresi kesenangan orgasme yang diraihnya.

Benar apa yang dikatakan Bram padaku. Pasanganku akan mengalami orgasme berkali-kali dalam satu ronde pertempuran. Sekarang aku membuktikannya. Lebih dari 30 menitan aku dalam posisi tradisional seperti ini, kulihat Dokter Yanti sudah lemas sekali, Dokter Yanti sudah berkali-kali orgasme. Akhirnya aku memutuskan untuk menyudahi pertarungan dengan melepas teknik tusukan dangkal dan dalamku.

“Cantik ... Tahan ya ... Aku juga mau terbit sedikit lagi ...” Kataku seraya memacu pantatku lebih cepat lagi menghujam liang kemaluan Dokter Yanti.

Dokter Yanti hanya dapat pasrah. Akhirnya, aku pun menikmati sebuah gelombang besar yang menggali jalan keluar. Aku tidak berusaha untuk menahannya, dan gelombang tersebut semakin besar dan semakin kuat, maka aku menata pernapasan, berkonsentrasi penuh. Tanganku yang kokoh memeluk erat tubuh Dokter Yanti.

“Aaaaahhh … Aku terbit caannttiikkk ...!” Erangku melepas klimkas.

Aku merasakan kesenangan yang spektakuler menjalari sekujur tubuhku. Ada rasa hangat menyelubungi tubuhku. Kemaluanku berdenyut-denyut di dalam liang kemaluan Dokter Yanti. Dokter Yanti pun menjerit kecil menikmati semburan hangat mengisi vaginanya yang memberinya sensasi nikmat yang luar biasa. Setelah puncak kenikmatanku mereda, aku turun dari atas tubuh Dokter Yanti, lalu berbaring terlentang di sisinya. Wajah kami saling menghadap, senyuman kami melebar. Kami benar-benar puas dibuat mabuk oleh birahi.

“Kamu luar biasa, sayang ...” Dokter Yanti bergerak menghadapkan tubuhnya padaku. Aku pun melakukan hal yang sama hingga tubuh kami saling berhadapan. Aku tarik tubuh dokter cantik itu dalam pelukanku.

“Terima kasih, cantik ...” Ujarku lalu mencium sekilas bibirnya.

“Kamu belajar dari siapa?” Tanya Dokter Yanti sembari menatap mataku lekat-lekat.

“Belajar apa?” Aku pura-pura tidak tahu maksud pertanyaannya.

“Tao ... Kamu melakukan teknik bercinta Tao.” Jawabnya dengan senyum manisnya.

“Seseorang mengajariku ... Ternyata kamu mengenalnya ...” Kataku.

“Hi hi hi ... Aku ini dokter kelamin.” Responnya yang membuatku ikut tertawa.

“Tapi aku merasa belum sempurna melakukannya.” Kataku.

“Kamu bisa praktek denganku.” Dokter Yanti kini mencium bibirku sekilas.

“He he he ... Kalau begitu kita mulai lagi.” Ajakku yang disambut senyuman dan anggukannya.

Malam ini, kami melakukan senggama yang indah itu berulang-ulang. Desahan dan geraman nikmat saling bersahutan di kamar tidur. Kami berdua telah melakukan beronde-ronde persetubuhan dan berbagai posisi seks, bahkan aku sudah meraih empat kali ejakulasi dan tak terhitung orgasme yang diderita Dokter Yanti. Badan kami sudah mengkilat karena keringat persetubuhan. Pun, aroma cairan ejakulasi kami menguar cukup kuat bersaing dengan wewangian dari diffuser serta bunga mawar. Setelah itu, aku dan Dokter Yanti memilih ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh sebelum bersiap tidur. Dokter Yanti tak bisa melunturkan senyumnya barang sedetik pun, sampai kami tertidur pulas.

.....
.....
.....


Semerbak aroma kopi hitam tanpa izin langsung menerpa indera penciumanku. Aromanya membangunkanku yang terlalu lelap dan senang saat berada di dunia mimpi. Aku begitu berat membuka mataku. Namun, mataku terbuka juga. Yang pertama kulihat adalah senyuman Dokter Yanti yang manis. Dia duduk di sisi ranjang sambil membawakan aku segelas kopi yang masih mengeluarkan asap dan segelas air putih. Tampak Dokter Yanti telah berpakaian rapi, pakaian kedinasannya sebagai dokter.

“Selamat pagi. Bangunlah dan segera kuliah.” Ucapnya yang mengingatkanku kalau aku punya kuliah pagi.

“Oh ya ... Terima kasih sudah membangunkanku.” Kataku sembari bangkit dari terlentangku.

“Minumlah air putih ini dulu terus mandi. Aku akan meninggalkanmu sekarang, karena aku harus di rumah sakit sebelum jam tujuh.” Katanya sambil menyimpan baki berisi dua gelas minuman di atas nakas. Aku pun melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 06.10.

“Oh ya ... Pergilah ... Nanti kamu terlambat.” Kataku.

“Baiklah! Sepulang kuliah jangan kemana-mana lagi. Langsung pulang ke sini. Kunci pintu ada di meja ruang tamu.” Ucapnya lalu mencium keningku. Dokter Yanti pun berlalu dari hadapanku.

Aku meraih gelas berisi air putih lalu meminumnya hingga tak bersisa. Aku lantas berjalan ke kamar mandi dengan keadaan telanjang bulat. Saat berjalan, aku melihat setumpuk pakaian bersih tersedia di kursi meja rias. Ternyata Dokter Yanti telah mempersiapkan pakaian itu untukku. Aku pun cepat-cepat mandi, berpakaian lalu minum kopi dan berlari menuju mobilku yang terparkir di halaman rumah. Baru saja hendak membuka pintu mobil, aku teringat akan smartphoneku. Terpaksa aku kembali masuk ke rumah dan menemukan smartphoneku di meja makan dalam keadaan tak hidup.

Aku berlari kecil kembali ke depan. Namun saat aku berada di ruang tamu, tiba-tiba mataku membulat sempurna. Seseorang yang tak ingin kutemui kini berada di ambang pintu. Wajahnya sendu, tatapannya dalam dan tajam, tetapi dia menguarkan aura kesedihan yang begitu kuat. Aku tertegun sebentar. Kulihat dalam-dalam matanya, mengharapkan ia segera pergi dari hadapanku.

“Bro ... Pulanglah ... Nyokap lu seharian nangis. Gue gak tega liat nyokap lu nangis sepanjang hari.” Ucap Aji dengan suara bergetar.

“Seharusnya dia seneng kalau gue pergi supaya bisa terus berduaan sama lu. Bilangin saja sama dia, gak usah mikirin gue lagi karena gue juga udah gak mikirin dia lagi.” Suaraku ketus.

Terlihat Aji menghela napasnya berat, “Nyokap lu sayang banget sama lu, bro ...”

“DUSTA!!! Kalau dia bener-bener sayang sama gue, dia seharusnya gak mencapakkan gue seperti sampah! Sekarang lu mendingan balik deh, hibur dia! Dia kan bener-bener menyayangi lu. Pergi saja lu! Gue udah telat mau ke kampus.” Kataku sambil berjalan menuju pintu. Tapi Aji langsung menghalangiku.

“Bro ... Dia mengaku salah. Dia menyesal. Dia ingin minta maaf dan ingin lu balik.” Aji berkata sambil menahankan tangannya ke dadaku. Langsung saja aku tepis tangan sepupuku.

“Telat! Dia telah menyakiti gue parah sekali! Menyingkir!!!” Kataku agak keras.

“Bro ... Gue juga minta maaf. Gue juga bersalah. Kalau lu sakit hati, itu karena gue. Lu boleh menyiksa gue supaya hati lu puas. Tapi, lu harus balik ke rumah.” Katanya.

Aku kesal mendengar perkataan Aji, dan aku menatap wajahnya dengan kesal. “Seharusnya lu sadar kalau nyokap gue udah menelantarin gue. Seharusnya lu ngasih tau dia kalau waktunya jangan terlalu dihabiskan sama lu. Seharusnya lu tau kalau gue juga butuh nyokap gue bukan sekedar ngentotin dia tapi gue juga butuh perhatiannya. Gue marah karena semua itu habis dimakan sama loe!” Kataku sambil menunjuk-nunjuk mukanya.

“Gue mengaku salah. Gue baru sadar saat lu marah. Gue redo lu apain aja, asal lu temuin nyokap lu.” Katanya lemah.

“Sekarang lu balik aja. Hibur nyokap gue. Bilang sama dia kalau gue bakal nemuin dia, tapi gak sekarang. Gue masih marah sama dia. Ntra kalo gue udah siap, gue pasti nemuin dia.” Kataku.

“Oke ... Gue akan sampein omongan lu ...” Ujar Aji kemudian berlalu dari hadapanku.

Aku mengantar Aji dengan pandangan mata hingga sepupuku itu tak terlihat lagi. Aku segera keluar rumah dan mengunci pintu. Setelahnya memburu mobilku. Kulajukan mobil ke kampus dengan kecepatan sedang. Jadwal kuliahku pagi ini adalah jam delapan, masih ada satu jam lebih ke depan. Entahlah, aku belum bisa menerima perlakuan ibu terhadapku. Setelah dirasa dan dipikir ternyata aku tidak cemburu hanya saja aku kecewa karena ibu seolah tidak peduli lagi kepadaku.
Bersambung
 
Terakhir diubah:
Juoooossss....
Abdet maneh
Komen disek lagi mocok...
Siap hu ... Jangan lupa tangan di atas waktu bacanya ...
Iya kak,, kadang minum teh manis aja yang gampang dan praktis,, biar tambah manis juga 😆😆
Ehem ... :genit:
lanjutkan suhu
Siap hu ... Laksanakan ...
Kasih paham si aji biar kena mental diaa udah merebut ibu mu
Suhu aja yang bisikin si Aji ... Oke ...
Matursuwun pak SekBup @Aswasada
Gasskeun lagi.
Sama-sama hu ... Jabatan Sekretarisnya dicopot ... Jadi pengangguran lagi sekarang ...
:ampun:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd