Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Disappear?

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Scene 3
Kitalah Sang Pemangsa



Iliana Desy Prameswari


Helena Mauricia


Ana dan Ani

Di sebuah Villa...

Dua orang sedang duduk disebuah meja bundar di samping kolam renang. Sedangkan empat bidadari cantik berenang mengenakan bikinnya. Sesekali, bidadari itu keluar dari kolam renang hanya sekedar untuk mencium pipi dan berlagak manja kepada dua orang tersebut.

“Ih, Maaaas, kapan nih kita main. Aku kan dah janji, kalau udah dibeliin tas baru, mas bakal aku servis” ucap seorang diantaranya, walaupun kira-kira umurnya mendekati kepala tiga, tapi tubuhnya seperti seorang remaja 18 tahun.

“Nanti sayang, siapkan ini mu ya..” ucap seorag lelaki dengan kaos putihnya, sembari tangannya mengelus lembut kemaluan si perempuan

“Aw... iiih, nakal deh... Monalisa jadi pengen mainin ini” ucap perempuan satunya yang bernama Monalisa, sambil mengelus selangkangan lelaki berkaos putih. Senyuman yang manja dan nakal.

“Ya sudah sayang, nanti ya, tinggal pilih tuh. Tapi aku yang pertama lho sayang” ucap monalisa sembari memberi kecupan pada pipi lelaki tersebut. Dia kemudian kembali masuk ke dalam kolam renang, dengan jalan berlenggak-lenggok memamerkan pantat yang hanya tertutup sebagian.

Empat mata yang rakus, sedang memperhatikan empat orang perempuan tersebut. Mereka tersenyum puas.

“Bro..” seorang yang berbaju hitam, memanggil lirih ke teman yang ada di depannya. Seorang berbaju putih, tersenyum, seakan dia tahu temannya sedang dalam kegundahan.

“Ada apa kamu ituu? Tenang kenapa? nikmati yang ada. Aku tahu apa yang ada di pikiranmu” balas lelaki berbaju putih

“Gak tahu kenapa, tapi kelihatannya kita harus segera ‘menyelesaikan’ pemuda itu. Aku punya firasat pemuda yang menghancurkan Pengu, akan datang ke kita juga” Ucap lelaki yang memakai baju hitam dengan menekankan pada kata menyelesaikan. Lelaki itu terlihat gelisah, sangat gelisah. Kegelisahan tampak pada batang rokok yang dihisapnya, sedikit gemetar ketika menghisap.

“Sudah, kamu tenang saja. Kita aman selama ada Bos Besar. Dan kalau kamu takut, biar nanti aku cari tahu sendiri. Dah kamu tenang saja, kita nikmati saja mereka. ha ha ha” tawa lelaki berbaju putih

“Ya sudah, aku nurut saja. yang penting nanti kamu kasih tahu aku kalau sudah ada informasi. Jangan lupa juga, kasih tahu bos besar” balas lelaki berbaju hitam. Mematikan rokoknya.

“Iya, tenang sajaaaa... bagaimana kalau kita...” dengan alis naik turun. Lelaki baju putih menawarkan sesuatu yang selalu diinginkan para pecinta seks.

“Dasar kamu itu, geblek. Ya sudah, kamu yang mana?” balas si lelaki berbaju hitam

“Aku yang tadi saja, Monalisa, susunya guede mo. Mantep kalau buat geseki kontolku” jawab lelaki berbaju putih, sembari mengelus-elus selangkangannya

Lelaki berbaju hitam lalu menunjuk monalisa. Menyuruhnya keluar dari kolam renang. Sang dara pun segera menghampiri. Sang lelaki segera bangkit, menggandengnya, kemudian menagajaknya masuk ke dalam Villa. Dengan manja perempuan itu, memeluk lengan si lelaki. Digesek-gesekan payudaranya yang hanya tertutup sebagian itu ke lengan si lelaki.

Dengan sedikit kasar, wanita itu ditariknya. Bibir mereka berciuman sangat kasar. Payudara monalisa di remas bagaikan susu sapi. Rasa sakit yang dirasakan Monalisa dia sembunyikan, hanya agar sang lelaki merasa puas. Dengan kelihaiannya, Monalisa menurunkan ciumannya ke leher sang lelaki. Kedua tangan Monalisa tak tinggal diam. Dengan cekatan dia membuka baju sang lelaki. Puting sang lelaki di jilatinya.

“Arghh... ya sayang, kamu memang lonthe yang hebat. Ya terus...” ucap sang lelaki dengan kedua tangan menelusup dan meremas susu sebesar pepaya itu.

“Arghh.. sayang, enak banget remasanmu, remas yang kuat sayang erghhh... slurrp...” sedikit rintihan Monalisa, namun dia tetap melanjutkan aksi

Monalisa yang semakin turun kebawah membuat remasan sang lelaki terlepas. Dengan lihai, Monalisa membuka celana sang lelaki. Celana panjang itu turun hingga kebawah. Lidahnya mulai menjilati gundukan yang tercetak pada celana dalam sang lelaki. Perlahan, dengan gaya eksotis seorang wanita, ditariknya celana dalam sang lelaki.

“Huh, kalau bukan karena uangmu. Gue gak bakal mau ngemut kontolmu ini” bathin monalisa

“Emut!” perintah si lelaki

“Besar ya sayang, pasti enak kalau di dalam memek aku mmmhh... slurrrpp...” Monalisa mulai menjilat dan mengulum penis si lelaki. Dari dalam hatinya dia kesal, tapi wajahnya tak terlihat kesal. Monalisa terlalu profesional untuk diketahui isi hatinya. Tujuan dia adalah mendapatkan cipratan “emas” dari lelakinya ini.

“Ah, enaaakhhh... mmmhh... bagus... kamu memang lonthe pilihan yang tepathhh... ughh... emuthhh... Sedothh...” sembari kedua tangannya memegang kepala monalisa. Memaju mundurkan kepala monalisa dengan kasar. Bukan hal yang sulit untuk Monalisa, penis seperti yang dia hadapi sekarang tidak sebanding dengan penis kekasihnya.

“Ah, perek! Emutanmu enak bangethhh... ”

“Sudah... sudah... aaahh..” dengan cepat si lelaki menarik kepala Monalisa

“Hash... hash... sayang, Mona masih pengen sayang... Mona masih pengen ngemut kontol sayang...” manja Monalisa

“Hahaha dasar lonthe! Perek!” dengan tawanya si lelaki menarik Monalisa berdiri.

Disandarkan Monalisa pada dinding. Diangkat satu kakinya, dan digeser sedikit celana dalamnya. Jari si lelaki langsung masuk ke dalam Vaginanya. Tanpa romantisme dalam bercinta, seperti hewan buas yang menerkam mangsa. Di kocoknya dengan kasar. Lidahnya, menggeser penutup dada Monalisa. Sejurus kemudian bibir menyedot, menggigit puting Monalisa. Sakit yang dirasakan Monalisa, tapi yang keluar dari mulutnya berbeda.

“Arghhh... ya sayang terushhh...erghh... kocok memek Mona... memek Mona pengen dikocok terussshhh...” rintih Monalisa

“Uuughh... sayangghhh.. Emut... arghhh... yaaah....” rintih Monalisa

Kepalanya mendongak keatas, antara sakit dan nikmat yang dirasakannya. Kedua tangannya hanya mampu meremas kepala si lelaki. Vaginanya mulai berdenyut, puncak kenikmatan sebentar lagi dia dapatkan.

“Arghh... Mona, mau sampe sayang, monaaa....”

“Aaaaaaaaarhhhh..... egh egh egh egh” teriak kepuasannya. Wajahnya menjadi sayu, sedikit memerah.

Bibir sang lelaki langsung melumat bibir Monalisa. Dengan kedua tangannya, lelaki tersebut melepas penutup dada Monalisa. Terpampang kini payudara besar didepannya. Dengan kedua tangan yang kekar, diremas dengan gemas. Mulutnya tak berhenti untuk menghisap dan mengulum puting Monalisa.

“Arghh... sebentarhhh... sayanghhh.... erghhhh.... aaaahhh...” desah Monalisa. Sebenarnya dia ingin beristirahat sejenak namun tak mendapatkan waktu.

“Dasar Lonthe!” bentak lelaki

Dengan cepat tubuh Monalisa dibalik, hingga dada sang dara tehimpit antara tubuhnya sendiri dan tembok. Kedua tangan yang kasar menarik hingga lepas celana dalam Monalisa. Setelahnya, sebuah tamparan keras pada pantat Monalisa, membuatnya mengerang kesakitan.

PLAAAK...

“Aachhh....” rintih sakit Monalisa, namun tak berani dia melawan

Ditarik kebelakang pinggul Monalisa. Dan...

“Aaaah... memekmu memang enak lonthe, enaaaak.... “ rintih nikmat si lelaki

PLAAAK...

Sebuah tamparan mendarat di pantat Monalisa. Rasa sakit yang dia rasakan, bahkan kenikmatan dari penis si lelaki terasa hambar. Bukan karena tamparan saja, tapi karena memang penis itu tak memberi kenikmatan sama sekali. Tubuh si lelaki bergoyang, Monalisa hanya bisa mendesah. Pura-pura mendesah menikmati sodokan penis si lelaki.

“Aaaah... terus sayang, tusuk memek lonthemu, aaah, ya sayang terushhh terussssh... lebih dalam lagi sayang uuughh... kontolmu nikmat sekali, enaaaakkkhhh” rintih kepura-puraan Monalisa.

“Jelas! Lonthe! Iniii..!” bentak si lelaki menghentakkan pinggulnya

“Yaaah, sayang lebih keras lagiiih ooohh... nikmathhh sayanghhh nimkatthhh kontolmu enak, kontoli memekku sayangkuuuhhh oooohhh...” rintih Monalisa

Ditariknya kedua tangan Monalisa. Dengan menyodok vaginanya, si perek pun disuruhnya untuk berjalan menuju ke dalam kamar. Kamar yang sebelumnya ditempati oleh Monalisa ketika dia datang ke Villa.

Tepat didepan tempat tidur, kedua tangan Monalisa di lepaskan. Kedua tangan itu kini digunakan untuk menumpu tubuhnya. Tanpa ampun sang lelaki menhujamkan penis miliknya kedalam vagina Monalisa. Hingga sebuah sodokan keras membuat wanita itu jatuh tersungkur di atas tempat tidur.

Lelaki tersebut menarik Monalisa, membalikan badannya. Membuka kedua paha perempuan itu selebar mungkin. Dengan mata nakalnya, pandangannya menelanjangi tubuh Monalisa. Sesekali dia meremas susu besarnya.

“Arghh sayang, enakh... diremas yang kuathh sayanghh... mmmhh... sama itu kontol sayang dimasukin ke memek lonthe ini... sudah gak tahan akuhhhh...” erang Monalisa

“Hahaha... dasar Lonthe, nih...” sang lelaki dengan angkuhnya memasukan kembali penisnya ke vagina Monalisa

“Uuuugghh enaaaakkhhhh digoyang sayanghhh...” rintih Monalisa

Dan si lelaki mulai menggoyang pinggulnya.

“Ah ah ah... memekku ooooh enak dikontoli, enak bangethhhh oooh yahhh terusssshhhh erghhhh...” rintih Monalisa

“Yah, memekmu memang enak perek! Ayo, jepit kontolku dengan memekmu!” bentak sang lelaki. Ditanamkannya penisnya dan didiamkan.

“Arghh... Anjing! Dasar memek lonthe! Enak banget!” bentak sang lelaki

“Tentu sayang, buat sayang semuanyahhh...” balas Monalisa

Tanpa Aba-aba, sang lelaki kembali memompa vagina Monalisa. Rintihan dan erangan keluar dari mulut Monalisa. Sang lelaki tampak sekali angkuh, sombong karena bisa membuat Monalisa mengerang nikmat.

“Aaah... Kontol enak, kontol enak yaaaah terus, sodok memek Mona, sodok memek Monaaa aaaaah... yaaaah terussssshhh....” rintih Monalisa

“Aaaah gila, memekmu... Anjing! Aku mau keluar!” teriak sang lelaki

Dan sebuah hentakan sangat keras pinggul sang lelaki. lelaki tersebut mengejang Lima kali. pejuhnya menyemprot pada vagina Monalisa. Tubuhnya ambruk ke atas tubuh Monalisa. Beberapa kali mengejang dan kemudian diam sejenak. Tubuh lelaki itu lalu beralih dan berbaring disamping Monalisa.

“Sial! Dia sudah dapet, gue belum! Anjing!” bathin Monalisa

Dengan manja Monalisa mendekatkan tubuhnya. Kepalanya direbahkannya di dada sang lelaki. Tangannya yang lembut, mengelus lembut dada sang lelaki. Lelaki tersebut dengan nafas yang tersengal-sengal, tampak acuh.

“Sayang mau lagi tidak? Sini sayang, aku puasin lagi” ujar Monalisa dengan manja

“Sudah... nanti lagi, kamu kalau capek disini saja, aku mau keluar” balas sang lelaki

Monalisa mengiyakan perkataan sang lelaki tersebut. Dengan tubuh yang masih lemas, lelaki tersebut keluar dari kamarnya. Pintu kamar dimana Monalisa berada tak tertutup rapat, terbuka sedikit. Dia bisa melihat ketiga temannya sedang berpesta dengan seorang lagi di pinggir kolam renang. Lelaki yang baru saja bermain dengannya tampak tertarik untuk menyiksa teman-temannya tersebut.

“Huh! Uang lu aja yang gede, titit lu kaya buncis” gerutu Monalisa. Dengan tubuh telanjangnya, dia bangkit dan duduk di pinggir ranjang. Di raihnya sebatang rokok di meja kecil beserta sematpon.

“Sssshhh.... aaah... lebih nikmat rokok ini ketimbang kontolnya” bathin Monalisa. Asap keluar dari bibirnya, dengan tangan sibuk mencari kontak seseorang. Matanya dengan awa melihat keluar pintu yang terbuka sedikit. Untuk berjaga-jaga dari mata kedua lelaki tersebut.

“Halo sayang, kok nelpon”

“Hihi... Kangen sayaaaang, habis main ini sama para d0natur (jadi d0natur HANYA melalui admin team, BUKAN lewat staff lain) duit”

“Gimana? Puas?”

“Iiih puas apaan, adanya nanggung sayang. Kangen sama kontol besar kamu sayang”

“Haha... tenang sayang, setelah dari Villa aku servis sampai pingsan”

“Janji ya sayang”

“Janji”

“Oia, gimana para budak? Enak?”

“Lumayan buat selingan sayang, lebih enak memek kamu”

“Jelas dong, hihi”

“Oia sayang, katanya mau nambaghin satu budak lagi?”

“Eh, sapa sayang? Aku kok lupa?”

“Yah, sayang pelupa deh. Yang kemarin fotonya sayang kirim”

“Oooh... ya, santai sayang, nanti aku atur deh. Dan kita buat dia jadi budak selanjutnya, tapi ingat, tetep aku lho sayang yang pertama”

“Jelas dong sayang, sayang yang pertama”

“Iiiih... so sweeeeeeet, jadi tambah kangen sama kontol sayang”

“Tenang sayang, tenang... oia, siapa nama target selanjutnya sayang?”

“Dia teman kuliahku dulu sayang, namanya Arlena”

“Nama yang bagus untuk koleksi budak kita”

“Tentu sayang, oia sayang sudah dulu, ada panggilan. Nanti setelah dari sini kita pesta sayang. Dapet barang bagus bisa kita jual”

“Iya sayang, hati-hati jangan sampai ketahuan.”

“Tenang sayang, kitalah sang pemangsa hihi.”

“Dadah memekku”

“hihi dadah kontolku” tuuut

Senyum manis namun menghanyutkan. Senyum manja penuh dengan kebusukan. Monalisa dengan wajah anggunnya berjalan keluar dari kamarnya. Wajahnya yang semula tampak sadis berubah menjadi manja. Seorang pemain profesional, tak akan pernah ada yang tahu dalam hatinya. Bahkan beberapa temannya hancur olehnya.

Monalisa mendekati kedua pria dan ketiga temannya yang seprofesi. Ketiga temannya murni sebagai wanita penghibur, tapi Monalisa? Tidak, dia bukan seorang wanita penghibur. Lebih dari itu, dia bisa membuat seorang laki-laki bertekuk lutut didepannya. Membuat perempuan terjebak dalam permainannya. Monalisa, sebuah keindahan yang masih menjadi misteri.



---------------------​

“Woi, Ar. ikut nongkrong gak?” teriak Andrew di parkiran kampus. Dia sudah duduk di atas sepeda motornya bersama Helena di belakangnya. Kurang kerjaan ini anak, padahal jarak motorku dengan motornya selisih satu motor.

“Ndak dulu Ndrew. Aku ndak mau” Balasku

“Napa?” tanyanya

“Aku cemburu kalau liat kamu sama Helena” balasku

“Setan lu!” bentak Andrew

“Iiiih, suka deh kalau mas cemburu gitu hihi” canda Helena yang langsung memeluk Andrew. pengeeen.

“Ya jelaslah cemburu yang. Mana ada cowok yang gak cemburu, pacarnya digodain ama bunglon keturunan curut!” bentak Andrew ke arahku. Kubalas dengan juluran lidahku ke arahnya.

Aku tertawa keras ketika dia mengepalkan tangannya kearahku. Dengan wajahnya yang garang dia mencoba mengintimidasi. Tapi setelahnya kami bertiga tertawa bersama. namanya juga teman sangat dekat, sahabat tepatnya.

Sembari melihat sahabatku bersama pacarnya menghilang. Aku sulut sebatang Dunhill. Sejenak aku melihat tempat parkiran. Mengingat kejadian dimana aku diinjak-injak oleh Bernard dan Frans. Geli juga ketika mengingat kejadian itu, apalagi waktu Dini dan Dina menanyakan nomor PIN BBM.

“Ngrokok terus!” ucap keras seorang perempuan dibelakangku. Aku menengok kebelakang.

“Eh, kamu Des. Tumben belum pulang?” tanyaku

“Tadi habis dari perpus. Ngembaliin buku. Dah matiin tuh rokok, terus anterin aku” perintah Desy

“Lha, Winda, Dini, dan Dina?” tanyaku kembali. Aku jatuhkan rokokku dan ku injak. Ah, rasanya seperti tak tega tapi... wanita tak kenal kompromi. Huh.

“Udah pulang mereka. Dah jangan banyak tanya” balas Desy berdiri disamping motorku

“Iya, ndak banyak tanya. Tapi, ini mau dianter kemana? Kos?” tanyaku kembali

“Tuh, kesana, ke tempat parkiran mobil. Capek dari tadi jalan” heran aku sama perempuan, padahal deket bilangnya capek. Ini sudah ke sekian kalinya, aku mengantarkan Desy ke tempat dimana dia parkir mobil.

“Lha kan deket Des” ucapku

PLAAAK...

Sebuah tamparan mendarat telak pada punggungku

“Sakit tahu!” ucapku

“Makanya cepet anterin! Udah tahu tugas kamu kalau sore nganterin aku ke mobil, masih saja protes!” sudah mulai keras ucapannya

“Majuta dulu” candaku

“Aaaah aaaahhh Des sakit Des, sakiiiit, iya aku anterin, aku anteriiiin. Jangan dicubit Des sakit” pintaku ketika tangan Desy mencubit pinggangku bagian belakang

“Cepet ya mas tukang ojek, aku dah capek, dah ngantuk, pengen cepet pulang. jadi anterin ke mobil aku ya mas tukang ojek. Atau...” ucapnya dengan nada lembut yang mengerikan, dengan tangan sudah bersiap-siap mencubit pinggangku. Tubuhku langsung duduk tegak seketika itu.

“I-iya Des, iya” jawabku

Motor berjalan pelan. Iseng, aku putari tempat parkir mobil. Biasanya aku langsung antar dia mendekati mobil. Tapi sekarang aku memilih untuk membuat lama perjalanan ke mobilnya. Beberapa kali aku memutari tempat parkir mobil. Tak ada protes dari Desy. Aneh juga rasanya jika mengingat Desy yang tadi sudah bilang ngantuklah, capeklah dan lain-lain. Lama kelamaan aku malah meridning sendiri sama si peramal ini. jangan-jangan, dia membaca pikiranku? Bahaya...

“Mas tukang ojek, kenapa? takut ya mas?” tanya Desy dari belakang

“En-endak Des, endak...” jawabku gugup

“Udah mas muter-muter, gak usah takut mas. Tadi memang akunya galak, sekarang enggak mas. Asal masnya tukang ojek mau muter lima kali lagi!” ucap Desy dengan tenang dan diakhiri dengan suara yang sedikit membentak.

“Lha... bener kan? Dia bisa baca pikiranku, mending diam saja. ndak usah mikir apa-apa” bathinku

“Mas, jangan dieeeeem... kalau diam berarti gak mikir apa-apa. jangan diam mas, ngobrol dong. Kan aku bakal jadi langganan masnya kalau aku mau ke parkir mobil” ucap Desy. aku terperanjat, ketika kata-kata yang dia ucapkan sama dengan yang aku pikirkan.

“I-Iya, lima kali. ini baru satu kali Des. Masih kurang empat kali lagi” ucapku tegang, gugup dan lain sebagainya. Rasanya campur aduk.

Motor berjalan pelan memutari tempat parkir mobil. Entah, angin yang biasanya bertiup sedikit kencang kini bertiup pelan. Udara yang biasanya panas menjadi sedikit segar. Sesekali Desy mengajakku bercanda dan aku hanya menimpali seperlunya saja. Tapi ketika aku menimpali seperlunya, aku selalu mendapat sedikit cubitan. Nanti aku lihat saja bagian pinggangku, jadi merah atau malah hitam.

“Terima kasih ya mas, ingat besok-besok lagi jangan lupa jemput saya ditempat biasa. Biar saya tidak capek jalan ke mobil” ucap Desy, yang turun dari motorku lalu melangkah menuju ke mobilnya

“Iya mbak, mbaknya hati-hati kalau pulang” jawabku sembari bersandar pada kepala motorku

“Masnya, jangan sok perhatian ya” jawabnya dengan gaya sok cueknya

“Haaaah, aku kan Cuma bilang mbak, hati-hati, kan tadi mbaknya bilang ngantuk sama capek. Biar mbaknya tetep fokus pas mengemudi” jawabku, kembali pada posisi siap berkendara

“Iya mas Arta, terima kasih” ucapnya

Sesaat kemudian mesin mobil mulai bersuara. Aku bunyikan klakson dan kemudian mulai meninggalkan mobil Desy. Terdengar bunyi klakson mobil Desy, ku angkat tangan kiriku untuk menjawabnya. Kini aku kembali pada jalan yang didepanku. Keluar dari kampus dan mulai menelusuri jalan raya.

Aroma wangi jalan raya di sore hari. Penuh dengan karbon dioksida dengan sedikit oksigen. Mungkin itu yang sekarang ada di kota-kota besar dengan sedikitnya tumbuhan hijau. Hanya beberapa yang berada di kanan kiriku ketika aku melewati jalan ini. Jalan dengan sinar mentari yang menyinari diantara ruas-ruas dedauanan pohon. Terkadang sinarnya yang terang, menyinari di bagian yang tak ada pepohonan.

Sebuah mobil melintasiku dengan bunyi klakson yang keras dan lama. Desy, melewatiku. Mobil sedan itu masih sama. Tak berubah. Mobil yang sama, yang pernah membawaku bersamanya. Ke kos dan ke depan gang kompleks kontrakanku. Mobil dengan seorang peramal atau mungkin bisa disebut sebagai penyihir didalamnya.

Tak terasa bagiku sudah hampir empat minggu aku mengikuti perkuliahanku dengan tenang. Tak ada yang aneh selama beberapa minggu ini. Hubunganku dengan Ainun juga berjalan seperti biasanya. Dengan teman kuliahku juga semua baik-baik saja. Samo dan Justi, hanya mereka yang sampai saat ini aku rindukan. Setelah pertemuan terakhirku dengan mereka, aku tidak pernah bertemu dengan mereka lagi. Walau sesekali aku mengirimkan pesan, sekedar menanyakan kabar. Mbak Arlena, setiap seminggu atau dua minggu sekali aku nenginap di rumahnya.

Tak ku kira, lamunanku telah membawaku ke tempat tujuanku. Rumah Mas Raga. Ya, sesekali aku mampir kerumah Mas Raga. Mas Raga tujuan ke duaku sih. Tujuan utamaku adalah kedua adikku. Kedua adik yang manjanya minta ampun. Mereka berdua tidak ada yang bisa mengendarai motor. Jadi, setiap kali aku mampir, salah satu dari mereka pasti memintaku untuk mengajarinya. Dari sore hingga malam hari tentunya.

Setiap kali aku mampir, setiap kali itu pula aku ikut makan mala bersama dengan keluarga Mas Raga. Ya, karena Ana dan Ani. Sebagai seorang kakak yang tidak bisa memiliki waktu penuh dengan mereka, aku selalu menemani mereka hingga mereka tertidur. Kira-kira jam 9 mereka sudah tidur. Setelahya aku pulang.

“Ar, hati-hati... tetaplah waspada” ucap Mas Raga ketika aku hendak pulang

“Iya mas, memangnya ada apa to mas? Kok mesti kalau aku mau pulang, wajahnya serius seperti itu” tanyaku

“Bukannya apa-apa Ar. Rumahku ini semua orang tahu, dan kalau mereka tahu kamu sering kesini, itu intinya kamu dalam pengawasan mereka” jelas Mas Raga

“Hehehe.. iya ya mas, tapi mas tenang saja. sampai saat ini tidak ada yang aneh kok mas” ucapku dengan nada sedikit bercanda

Taaaak...

“Auuuch...” aku memegang kepalaku

“Dasar! Memangnya mereka akan bergerak secepat kilat! Harusnya kamu itu mengerti! Mereka pasti menunggu lengahnya kita!” bentak Mas Raga

“Wedew, sabar mas sabar. Iya, aku akan hati-hati” jawabku dengan tawa cengengesanku

Yah, begitulah. Kurang lebih setengah jam, aku selalu diajak mengobrol Mas Raga. Tidak lama, tapi sakit. Kalau aku ingat setiap kali ngobrol sama Mas Raga, minimal satu jitakan dikepalaku. Yah, namanya juga orang khawatir dan terlihat kalau Mas Raga sangat khawatir denganku.

“Pokoknya kamu harus hati-hati, waspada dengan sekelilingmu. Sekalipun orang kita banyak bukan berarti kita terlena, ya Ar?” ucap mas Raga

“Siap!” Jawabku

Setelah mengobrol aku pulang. Mengendarai Varitem dan kembali melewati jalanan kota. Dan seperti biasa, aku melewati jalan yang berbeda dengan waktu aku berangkat. Lampu kuning menyala, menembuus kumpulan koloid-koloid yang hendak menghamburkan pandangan mataku.

Benar bukan? Karena koloid merupakan campuran heterogen dua fase dari dua zat atau lebih dimana fase terdispersi berukuran koloid (10[SUP]-7[/SUP] – 10[SUP]-5[/SUP] cm) terdispersi/tersebar dalam medium pendispersinya. Seperti asap dan kabut itu adalah contoh koloid. Dan kenapa lampu kota berwarna kuning? Itu karena warna kuning adalah warna yang intensitas terendah jadi sulit untuk dihamburkan oleh koloid. Manusia memang jenius, kalau saja tidak ada yang tahu dan warna lampu (lampu kota, motor, mobil) adalah warna biru, pastinya akan banyak terjadi kecelakaan. Karena warna biru adalah warna yang sangat mudah dihamburkan oleh koloid dan sulit untuk menembus koloid.

“Ah, kenapa pikiranku malah sebegitu jauhnya. Lebih baik aku berhenti sejenak dan menikmati dunhill sebelum sampai kontrakan” bathinku

Aku berhenti di tempat dimana aku pertama kali bertemu dengan Mbak Arlena. Di taman, dimana aku menghancurkan hubungan mbak Arlena dengan pacarnya. Lucu juga rasanya waktu itu. Jadi ingat ketika mbak Arlena menamparku, wajahnya begitu sangat marah saat itu.

Pelan, aku masuk ke tempat parkir. Aroma malam mulai menyesakkan hidung. Sambil memakai helm, aku berjalan mendekati seorang pedagang minuman. Aku membeli minuman kopi instan dalam botol dan berjongkok disamping pedagang tersebut. Maklumlah, tak enak ketika merokok tapi tak ada minuman manis. Seperti makan sayur tanpa garam.

“Sayang kesana yuk” suara seorang perempuan, tak asing bagiku. Aku pernah mendengarnya. Tepat ketika aku menoleh. Aku begitu terkejut, dan aku langsung menutup kaca helm dan menunduk.

“Iya sayang, beli minuman dulu yuk” jawab lelaki tersebut

“Iya sayang, aku beliin minuman jeruk saja sayang” ucap perempuan tersebut

Aku masih menunduk. Aku tidak kenal dengan perempuan tersebut, tapi aku mengenal lelaki tersebut. Perempuan itu memang aku tidak mengenalnya tapi aku pernah melihatnya, pernah mendengar suaranya. Suara yang aku dengar ketika aku menjadi seorang tukang bersih-bersih di Festival. Festival ketika Pak RT memintaku membantunya. Dan laki-laki itu sudah taka sing lagi bagiku, Ronald. Pacar Winda.

“Ini sayang” ucap Ronald

“Iya sayang, terima kasih, muach” jawab si perempuan

Dengan tetap menunduk memandang ke arah yang berlawanan dengan posisi Ronald. Kaca helm aku buka sebatas bibirku. Untuk mengeluarkan asap rokok. Aku tetap diam karena aku yakin dia tahu siapa aku.

Uhuk.. uhuk… uhuk…

Suara perempuan tersebut batuk.

“Woi mas, kalau ngrokok, asepnya ditelan aja. Kasihan yang gak ngrokok” ucap Ronald sedikit keras

“Iya, maaf mas…” jawabku dengan suara aku besarkan. Aku langsung mematikan rokokku

“Nah gitu mas, hargai orang lain yang tidak merokok!”

“Ayo sayang jalan lagi” lanjut Ronald

Aku memandang mereka berjalan. Tangan Ronald merangkul pinggul perempuan tersebut. Dengan manja, perempuan tersebut menyandarkan kepalanya ke bahu Ronald. Mereka tampak romantis. Romantis dengan melukai hati seseorang perempuan, perempuan yang sangat aku kenal. Mungkin dia tidak pernah tahu apa yang dipikirkan perempuan itu. Seperti menabur garam diatas sayatan luka.

Menghargai dan dihargai. Mungkin akan sama dengan memanusiakan manusia. Ah, aku benar-benar tidak mengerti mengenai harga. Harga? Apa benar lelaki itu, lelaki yang sedang bersama perempuan lain yang bukan pacarnya, mengerti tentang harga? Dia mengucapkannya dan seharusnya dia mengerti. Seharusnya dia mengerti!

Aduh, kenapa pikiranku kemana-mana? Aku tidak boleh menghakimi Ronald, karena aku juga belum tahu posisi Ronald dan Winda. Mungkin mereka berdua sedang ada masalah, tapi… ah, masa bodoh. Lebih baik aku pulang sekarang dan melepaskan lelah. Siapa tahu ada sesuatu yang bisa aku kerjakan di kontrakan. Lagi pula tujuanku ke kota untuk belajar bukan mengurusi urusan orang lain.

Pulang kembali ke tempatku. Tempat kesenderianku kembali. Hanya bercengkrama dengan layar terang dari sematponku. Menyentuh dan merangkai huruf, atau mungkin hanya untuk melepas lelah. Kadang setiap kata-kata yang aku rangkai, membuat mereka, mereka yang berada dalam sematpon itu tertawa. Yang aku tahu mereka tertawa, itu dari emoticon yang mereka kirimkan. Tapi entah, apa benar mereka tertawa atau tidak. Terkadang, yang keluar di layar itu tidak sama dengan yang mereka rasakan. Mungkin emoticon-nya tertawa tapi sebenarnya mereka diam.

Yang penting dapat pesan dari kedua adikku dan kakak perempuanku, serta seseorang di seberang sana, istri pak RT. Sudah cukup membuatku tenang. Mebuatku merasa, bahwa aku ada disini untuk mereka. Aku yang tiba-tiba datang ditempat ini, di kota ini, sebenarnya... ah, entah kenapa aku bisa sampai disini. Yang jelas, aku sangat bahagia dipertemukan dengan orang-orang yang bisa membuatku bahagia. Ya... Bahagia.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
jangan jangan monalisa adl lisa pacarnya sahabatnya arta

than's suhu dah update
 
Oke suhu
Satu poin yg aku ambil dari update ini

Koloid atau keloid? Aku nggak ngerti hu

Kangen update ainun
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd