Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Dinding Dosa

Status
Please reply by conversation.
Part Dua
Korban pertama


Dewi

Menjelang zuhur, nyaris semua penghuni kos meninggalkan kamarnya, kecuali Dewi. Karena wanita cantik tersebut hari ini sedang libur. Maklum saja ia bekerja di mall, sehingga hari liburnya jatuh di hari biasa, bukan di hari minggu.

Dengan malas ia bangun dari tempat tidurnya, ketika ia membuka pintu kamarnya, suasana kos sudah tampak sepi, karena penghuninya yang telah di sibukan dengan aktivitas mereka masing-masing.

Sesekali ia tampak menguap, Dewi berjalan gontai menuju kamar mandi sembari menenteng handuk yang ia selampirkan di pundaknya.

Sesampainya di kamar mandi, dia menggantungkan handuknya, lalu di susul dengan kerudung kaosnya berwarna putih, hingga rambutnya yang agak ikal tergerai indah.

Sembari menatap dirinya di pantulan cermin, Dewi mulai membuka kancing piyamanya dengan perlahan, hingga akhirnya piyama malang tersebut meninggalkan tubuh mulusnya, membiarkan payudarahnya yang berukuran 34b terbebas dari belengguh pakaiannya.

Sang Ahkwat menggigit bibir bawahnya, sementara tangan kanannya membelai payudarahnya yang membusung kedepan.

Dia memejamkan matanya, menikmati pijitan lembut jemarinya diatas payudarahnya, menjepit puttingnya dengan kedua jarinya, hingga ia mulai merasakan getaran-getaran kecil yang membuat memeknya mulai membanjir.

Bibir merahnya sedikit terbuka. "Aaahkk... enaaak!" Erang Dewi, dia semakin keras meremas payudarahnya yang berukuran sedang.

Matanya yang bening kembali menatap cermin yang ada di hadapannya. Ia tersenyum lalu dengan perlahan ia menarik turun celana panjangnya, hingga menyisakan celana dalamnya yang berwarna cream.

Terlihat di bagian tengah celana dalamnya sudah tampak basah.

Tak sabar, sang Akhwatpun segera meloloskan celana dalamnya, dan membiarkan celana dalamnya bergabung dengan pakaiannya yang lebih dulu meninggalkan tubuhnya, membiarkan sang tubuh telanjang bulat.

Lagi sang Akhwat memejamkan matanya tatkalah jemari lentiknya menyelusuri rimbunan hutan yang tertata rapi di bagian pubik memeknya.

Jemari itu terus turun menelusuri belahan nikmat memeknya, hingga akhirnya jemari itu menelikung dan menerobos masuk kedalam memeknya. "Aahkk... Mas... Eehmm..." Erangnya, merasakan kenikmatan yang selalu ia rindukan.

Dengan mata terpejam, ia mulai membayangkan sesosok pria yang dulunya dengan setia menemani hari-harinya.

Seorang pria yang sangat ia cintai, seorang pria yang selalu mampu membuatnya terbang melayang di kala ia horny seperti saat ini, tapi sayang, pria tersebut telah tiada meninggalkannya, meninggalkan dunia yang penuh sandiwara.

Kini ia sendirian dengan status barunya sebagai seorang janda.

Memang aneh melihat seorang wanita sealim Dewi melakukan masturbasi di dalam kamar mandi, tapi sang Akhwat tak punya pilihan, ia sangat merindukan belaian dari Suaminya.

Dosakah ia? Hanya Tuhan yang tahu, apa yang ia lakukan saat ini, hanya ingin memenuhi kebutuhan biologisnya sebagai mahluk Tuhan yang di ciptakan dengan rasa hawa nafsu.

"Aaahkk... Aahkk... Eeehhkk..." Ia mengerang bak kesetanan, kaki jenjangnya yang mulus tampak mengais-ngais lantai kamar mandinya

Sementara itu, jemarinya yang lentik semakin cepat mengocok memeknya, hingga cairan cintanya muncrat semakin banyak hingga membasahi lantai kamar mandinya yang menjadi saksi bisu atas dosa yang ia perbuat saat ini.

Tak puas dengan satu jari, ia memasukan jari yang lain kedalam memeknya, hingga tubuh bugilnya agak gemetaran, menikmati kocokan jarinya di dalam memeknya, dan lima menit kemudian, dengan mulut terbuka ia akhirnya bisa mencapai klimaks yang ia harapkan.

"Oouuhhkk..." Tubuhnya mengejang sesaat.

Nafasnya terdengar memburuh, matanya menatap sayu atap-atap kamar mandi, dan dada mulusnya bergerak tak beraturan turun naik, mengikuti irama nafasnya yang tak bersturan.

Setelah orgasmenya mereda, dengan perlahan Dewi menyandarkan punggungnya di dinding kamar mandi dengan linangan air mata.

Sungguh ia merasa amat bersalah dan berdosa dengan apa yang barusan ia lakukan, tidak seharusnya ia membiarkan nafsu mengalahkannya, merontokan keimanannya. Terkadang ia merasa begitu hina di hadapan yang maha kuasa.

"Maafkan aku..." Getirnya.

Dia kembali memejamkan matanya, menikmati sisa-sisa orgasme yang baru saja ia dapatkan dengan cara yang salah dan terkutuk.

Tapi bagaimanapun juga Dewi tetaplah manusia biasa yang tak lepas dari kesalahan, sebesar apapun usahanya untuk melawan gairah yang ada di dalam dirinya, tapi pada akhirnya ia akan tetap kalah dari nafsunya.

Setelah kenikmatan terkutuk itu meredah, Dewi buru-buru menyiramkan tubuhnya dengan air dingin, dan berharap bisa menekan birahinya sebelum nafsu itu kembali membujuknya.

Dan pada saat bersamaan, tanpa ia sadari seseorang sedang menyunggingkan senyumannya di balik dinding kamar mandi.

****

"Maaf lo Nak Dewi, saya kira tadi tidak ada orang!" Ujarnya, sembari memamerkan giginya yang berkarat akibatnya terlalu sering menghisap nikotin dan meminum ampas kopi.

Buru-buru sang Akhwat meredahkan kekagetannya. "Iya Pak, gak apa-apa? Bapak sendiri ngapain di sini?" Dewi merenyitkan dahinya.

Sejujurnya ia merasa tak nyaman berada di dekat Pak Sobri, apa lagi saat ini mereka hanya berdua saja di lantai atas tempat biasa mereka menjemur pakaian, di tambah lagi sang Akhwat hanya mengenakan handuk yang tingginya hanya sebatas lutut dan kerudung lebar yang panjangnya hingga sebatas pinggangnya.

"Ini saya lagi ganti tali jemuran yang putus kemarin." Ujar Pak Sobri beralasan kepada Dewi. Memang beberapa hari yang lalu ia mendapatkan laporan dari penghuni kosnya, kalau ada tali jemuran yang putus.

Walaupun merasa risi dengan hadirnya Pak Sobri, Dewi tetap berusaha seramah mungkin agar pemilik kost tempat ia tinggal saat ini tidak sampai tersinggung dengan ucapannya.

Tapi walaupun ia telah berusaha menutupi ketidak nyamanannya, tetap saja, mata tua Pak Sobri dapat melihatnya dengan jelas.

Berkali-kali ia melihat Dewi berusaha menarik handuknya, berharap handuk yang ia kenakan bisa kebawah lagi sehingga bisa melindungi betis mulusnya dari tatapan mata Pak sobri, yang sedari tadi jelalatan memandangi betis mulusnya.

"Mau jemur pakaian? Kalau begitu Bapak permisi dulu!" Pak Sobri hendak membereskan peralatan untuk membenarkan tali jemuran yang putus.

Tentu saja Pak Sobri melakukan hal tersebut hanya berpura-pura saja, ia tetap berada di sini selama mungkin, berdua dengang Akhwat.

"Lanjutin aja Pak." Celetuk Dewi, sejenak Uhkti Dewi terdiam. "Soalnya saya cuman mau ngejemur pakaian doang." Lanjut Dewi, dari dalam hatinya ia menyesal tak membiarkan Pak Sobri pergi.

"Baiklah kalau begitu." Jawab Pak Sobri senang.

Pria tua itu kembali melanjutkan pekerjaannya yang belum selesai, sembari sesekali melirik kearah Dewi yang sedang menjemur jilbabnya.

Ketika tangannya terangkat, maka tanpa di sengaja lengannya menyibak kerudungnya, hingga terlihat ketiak mulusnya di balik sela-sela handuk dan kerudung lebarnya.

Melihat pemandangan indah tersebut, mau tak mau membuat junior Pak Sobri berdiri keras sanking terangsangnya ia, apa lagi mengingat setuasi saat ini ia hanya berdua saja diatas atap rumah kosnya yang tertutup rapat.

Berbeda dengan Dewi, Umahat tersebut tampak gelisa, karena berada berdua diatas atap bersama Bapak Kos yang bukan muhrimnya.

Seharusnya Dewi sadar kalau agamanya melarang umatnya yang bukan muhrimnya berdua-duan berada di satu ruangan, karena yang ketiganya adalah syetan.

Dan saat ini, syetan itu diam-diam menyelinap dianatara mereka berdua.

"Kok gak kerja Nak Dewi?" Tanya Pak Sobri.

Dewi berjongkok di hadapan baskom yang berisi pakaiannya. "Iya Pak, hari ini Dewi libur." Jawab Dewi dengan suara bergetar.

"Pantesan... Bapak kira hari ini kamu kerja." Pak Sobri melemparkan senyumannya, sembari menatap betis mulus Desi yang terekpose di depan matanya.

Dewi yang sedang duduk berjongkok tidak menyadari kalau posisinya terlalu menghadap kearah Pak Sobri.

Tapi beruntung, tak begitu lama ia kembali berdiri sembari menjemur gamisnya diatas tali jemuran.

"Saya liburnya memang bukan di hari minggu Pak, biasanya saya liburnya di hari bisasa." Jelas Dewi tetap sopan.

"Kok bisa?" Tanya Pak Sobri heran.

"Kalau hari minggukan mall rame pak, kalau saya libur nanti siapa yang melayani pelanggan." Jelas Dewi, diapun kembali berjongkok untuk mengambil pakaiannya yang lain.

Pak Sobri yang juga lagi berjongkok, membuatnya kini makin leluasa menatap betis dan lutut Dewi yang terbuka.

Ketika sedang memeras pakaiannya, Dewi tanpa sengaja membuka lututnya, dan pada saat itulah Pak Sobri dapat melihat pangkal paha Dewi yang mulus, yang sudah lama tidak di sentuh. Melihat pemandangan tersebut, membuat Pak Sobri berpikir keras agar bisa berlama-lama dengan sang Umahat cantik yang kini bersetatus janda.

Pria tua itu bangkit, lalu duduk di depan Dewi yang masih sibuk memeras pakaiannya.

Wajah Dewi merona merah, saat menyadari kalau posisi mereka saat ini begitu dekat, sanking dekatnya Pak Sobri dapat mencium aroma tubuh sang Ahkwat.

"Biar saya bantu." Ujar Pak Sobri.

Dewi terkejut dan hendak protes. "Tidak perlu Pak, biar saya saja." Tolak Dewi dengan halus, tapi Pak Sobri tak kehilangan akal, dia tetap memaksa ingin membantu Dewi.

"Gak apa-apa nak, Bapak juga sudah gak ada kerjaan lain." Balas lelaki tua itu.

Dan sang Umahat itu semakin panik, tatkalah ketika Pak Sobri mengambil celana dalamnya, bahkan di depan matanya Pak Sobri memeras celana dalamnya yang berwarna hitam, padahal di dalam baskom masih ada pakaian yang lain.

Melihat celana dalamnya berada di tangan orang lain, tentu saja membuat wanita sealim Dewi merasa terganggu.

Ia ingin sekali merebut celana dalam itu, tapi ia takut kalau nanti Bapak kostnya tersinggung, hingga akhirnya sang Ahkwat hanya dapat pasrah melihat celana dalamnya di pegang oleh orang lain yang bukan mahromnya.

Tapi melihat Pak Sobri yang tampak telaten meremas celana dalamnya, membuat sang janda alim itu mulai terbakar birahi.

Baru kali ini celana dalamnya di perlakukan sebegitu lembut oleh seorang pria. Diam-diam Dewi membayangkan, begitu beruntungnya ia kalau menjadi Istri Pak Sobri, yang dengan celana dalam saja ia bisa selembut itu, apa lagi dengan pasangannya. Dapat ia bayangkan betapa nikmatnya hubungan ranjang mereka nanti.

Dewi termenung sesaat. "Astafirullah al azim." Pekik Dewi di dalam hatinya.

Tidak seharusnya ia berfikiran sejauh itu, mengingat dirinya adalah seorang muslimah yang taat akan agama. Tangan Dewi bergetar, dan selagi Dewi sibuk dengan pikirannya, tanpa ia sadari kakinya terbuka semakin lebar.

Pak Sobri yang kini sedang berdiri, menggantungkan celana dalam anak kostnya, dengan sangat leluasa menikmati rimbunan rambut memek Dewi yang terekpose.

"Nak, tolong ambilkan yang lainnya." Tegur Pak Sobri, Dewi terdiam sejenak, ada sesuatu yang mengganjal hatinya. "Maksud Bapak, biar Bapak yang menjemur, kamu yang memerasnya." Jelas Pak Sobri.

"Eh iya Pak." Jawab Dewi.

Dia buru-buru mengambil pakaiannya di dalam baskom, dan anehnya ia malah mengambil pakaian dalamnya yang lainnya. Melihat apa yang di serahkan sang Umahat, membuat Pak Sobri tersenyum girang.

Sebenarnya yang membuat Dewi terdiam bukanlah karena seruan Pak Sobri, tapi melainkan karena tonjolan besar yang ada di selangkang Pak Sobri.

Ya... dia berjongko tepat di depan Pak Sobri yang sedang berdiri, sehingga ketika ia mengangkat kepalanya tadi, matanya langsung tertuju kearah kontol Pak Sobri yang masih bersembunyi di balik celana kainnya.

Selama proses menjemur pakaian, Dewi berusaha mati-matian menekan birahinya, sementar Pak Sobri, sangat menikmati selangkangan Dewi yang terbuka semakin lebar.

Bahkan pria tua itu dapat melihat memek Dewi yang mengkilat akibat cairan cinta yang membanjir.

Mereka kembali terdiam, tapi mata mereka sibuk mencuri pandang kearah selangkangan lawan mereka masing-masing. Memuji dan menilai apa yang sedang mereka lihat saat ini.

Acara diam-diam tapi saling pandang itu sirna ketika seseorang menegur mereka.

"Mbak Dewi lagi ngejemur ya?"

Mereka berdua serempak menoleh kearah sumber sura yang berada di belakang mereka.

***
 
Hmmmm aq suka nich caranya pelan tp pasti joosss lah pokoknya
Ketimbang yg buru2 dan pasti ujung2nya jadi binal banget hahahah rasanya kurang mantep karna dah terlalu banyak hehehe
 
mantap suhu,, yg ane perhatikan tetap bahasa yg suhu pakai, bacanya lebih enak dan asyik.
tp yg buat gak mantap, motong ceritanya pas sekali, bikin kentang berserakan.
tetap semangat dimalam minggu suhu,,selamat berkarya, di tunggu up selanjutnya.
 
Duh kirain langsung dieksekusi....
 
wadoooohhh...untungnya si sobri...ya udah lanjutin aja ke ranjang...duda vs janda :D
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd