BAGIAN KEDUA BELAS
Didalam Mobil kami berdua hanya diam membisu, aku sendiri begitu gugup, hingga tak sadar terus menggigit ujung kuku jariku bergantian, kulihat hari sudah semakin senja, lampu-lampu jalan mulai menyala satu persatu.
“Kak, eh dek gimana kalau kita makan dulu.” Ujar Anto memecah kesunyian.
“Ehh..ehmmm ya mas, gak apa-apa, kita makan dulu ya..” balasku terbata-bata. Duh kenapa sih aku jadi gugup gini
“Dek Maya mau makan apa?” tanya Anto.
“Hmm teserah mas aja..” Jawabku tanpa berani menatap wajah pria disebelahku ini, hatiku benar-benar berdegup kencang, sehingga membuat napasku menjadi sesak.
Anto membelokkan mobil masuk ke sebuah restoran ayam bakar, “Disini aja ya dek.” Ujarnya, aku hanya mengangguk, pria di sebelahku itu kemudian turun dari mobil, aku memperhatikan penampilanku melalui kaca spion tengah, tak ada yang perlu kuperbaiki, riasan wajahku masih cukup sempurna, aku hanya merapihkan hijab yang kukenakan, lalu aku juga turun dari mobil.
Kulihat pria tegap dan penuh tato itu tersenyum manis kepadaku, aku hanya tersipu membalasnya, sungguh aku merasa bagaikan seorang gadis yang sedang kencan pertama kali dengan pria pujaan hatinya.
Di restoran itu kami memesan sepotong ayam bakar, sepotong Nila bakar, tahu tempe dan beberapa lalapan dan juga sambal, tak lupa kami juga memesan sayur asem, sepertinya Anto menyukai sayur asem, “Dek Maya mau pesan minuman apa.” Tanya Anto.
“Lemon Tea aja mas,” jawabku, Anto kemudian menambhakan dua buah lemon tea dalam nota menu, setelah semuanya dirasa cukup Anto memanggil pelayan dan menyerahkan nota tersebut.
“Apa dek Maya gak masalah?” tanya Anto menatapku tajam.
Duh tatapan itu sangat tajam menusuk ke dalam relung hatiku, tatapan seorang pria sejati, tatapan yang mendominasi segenap perasaan dan hasratku, “Maksud mas gak masalah?” aku balas bertanya.
“Maksud mas, soal pijat itu.” Tanyanya lagi.
Mendapat pertanyaan seperti itu membuatku tak tahu harus menjawab apa, aku hanya tersipu malu.
“Dek, kalau dek Maya keberatan, ya sebaiknya gak usah.” Sepertinya pria didepanku ini mencoba memastikan bahwa apa yang terjadi setelah ini merupakan kesepakatan kedua belah pihak.
Aku kini mencoba mengumpulkan keberanian menatap wajahnya, kami saling menatap, aku tak menjawab hanya tersenyum memandangnya, diapun tersenyum seolah mendapat jawaban yang dia inginkan.
Beberapa pelaayan restoran membawa makanan pesanan kami, mereka dengan cekatan menata semua makanan di meja kami, dan meja kami hampir gak muat lagi menampung makanan, “Silahkan bapak dan ibu, jika ada apa-apa jangan sungkan untuk memanggil kami.” Ucap salah seorang dari mereka.
“Terima kasih mas.” Ucap mas Anto pada pelayan-pelayan tersebut
Para pelayan tersebut meninggalkan kami berdua, “Mas, aku mau ke toilet dulu ya.” Ucapku, Mas Anto tersenyum mengangguk.
Aku segera menuju Toilet mengikuti petunjuk arah yang tertempel di dinding, Toilet restoran ini cukup bersih, aku memandang wajahku di cermin, wajah imutku terlihat merona saat itu, mungkin pengaruh detak jantungku yang agresif memompa darah,
duh…kira-kira apa yang terjadi nanti ya, hatiku berdesir-desir membayangkan apa yang terjadi malam ini, sungguh tak ada keinginanku untuk pulang saat ini, desiran hatiku karena aku begitu gugup, tiba-tiba hpku berdering, notifikasi panggilan video, seketika aku menjadi sedikit panik, aku tahu pasti siapa yang menelpon.
“Ya mas, eh yank..” duh maya santai aja…
“Loh kok mas, heheh sejak kapan kamu manggil aku mas,” ucap Mas Adam, kelihatannya dia masih berada di kamar hotelnya.
“Ya yank sori salah..” jawabku, aku berusaha untuk tenang, saat itu posisiku merapat ke dinding toilet ini, aku tak ingin suamiku tahu kalau aku gak dirumah, aku sulit berbohong soalnya.
“Loh kamu lagi dimana yank?” duh suamiku tahu juga akhirnya.
“Eghmmm, aku lagi di…aku lagi di mal yank,” jawabku sekenanya, degup jantungku semakin kencang.
“Ohhh..sendirian?” tanya mas Adam lagi.
“Aku pergi ama Milla yank, soalnya bete, abis dari kantor, tadi kan Milla mau beli susu buat babynya, ya udah aku ikut dia aja yank, sekalian ditraktir makan ama Milla.” Ya ampun, aku sungguh tak menyangka, kalau aku bisa selancar ini berbohong.
“Kok kaya ditoilet.” Mas Adam memicingkan matanya.
“Ya emang, milla di depan yank, kenapa sih, kamu gak percaya aku pergi ama Milla.” Sahutku.
“Gak juga, aku Cuma nanya aja, hehehe.” Ucap Mas Adam.
“kamu masih di kamar yank.” Tanyaku berusaha mengalihkan topik obrolan.
“Ho Oh, tadi aku ketiduran, duh enak banget tidurku, sampai malam gini baru bangun.” Jawab mas Adam.
“Sendirian kan?” entah kenapa aku iseng bertanya seperti itu.
“Hahaha, ya lah sendirian, tuh lihat.” Mas Adam mengarahkan kameranya ke sekeliling kamar hotelnya, tak ada siapapun disana, kamar itu malah terlihat gelap di layar hp.
Tok! Tok!
“Dek…dek maya..” aku terkejut mendengar suara mas Anto memanggilku diluar, aku segera menuju ke dalam bilik toilet, aku berharap mas Adam tak mendengar ketukan dan suara mas Anto tadi.
“Siapa yank, kok kayak ada yang ngetok?” aduh mas Adam…. kenapa denger sih,
gimana nih, aku bingung mau jawab apa.
“Mungkin yang mau pakai toilet yank.” Derrr..hatiku sedikit berdesir
dan suer! Saat itu aku merasa bersalah pada mas Anto.
“Ohhh, kamu sih kebiasaan di toilet lama heheh.” Ucap mas Adam.
“Salah siapa coba, kamu sih yang ngajak ngobrol.” Jawabku.
“Hahaha, ya udah, nanti Milla nungguin kamu kelamaan, aku juga mau cari makan yank, jangan malem-malem ya pulangnya yank.” Ucap Mas Adam.
“Ya yank..” jawabku.
“See you yank, love you..” ucap Mas Adam kemudian.
“Love You…” aku memejamkan mata, entah kenapa ada rasa berat mengucapkan kata-kata itu pada suamiku sendiri.
Aku keluar dari bilik toilet, kulihat wajahku kembali di cermin, namun entah kenapa tak ada sedikitpun terbersit untuk mengurungkan semua rencanaku dengan mas Anto.
“Dek Maya…” suara Mas Anto terdengar kembali sambil mengetuk pintu.
Akupun melangkah keluar menuju pria yang membuat hatiku berdebar tak karuan seperti ini.
“Maaf mas, nunggu lama ya.” Ucapku tersenyum pada mas Anto.
“Aku takut kamu pingsan didalam dek, kamu gak apa-apa kan, kok wajah kamu pucat?” tanya Mas Anto, duh percakapan kami benar-benar telah kamu dan aku, semakin akrab dan mesra.
“Gak apa-apa mas, mungkin karena lapar kali ya jadi aku kelihatan pucat, yuk makan..” aku berjalan menuju meja tempat makanan kami terhidang.
Aku makan dengan lahap, entah kenapa aku merasa sangat lapar sekali malam ini, mas Anto juga makan dengan lahap, saat makan kami berdua lebih banyak diam, aku tak tahu harus berkata apa, namun aku merasa diriku lebih rileks saat ini, tidak terlalu gugup seperti sebelumnya.
Sesekali pandangan mata kami beradu, mas Anto tersenyum manis sekali, aku hanya tersenyum malu-malu, duh aku benaar-benar telah di mabuk kepayang, sedikitpun aku tak ingin menghentikan perjalanan yang sudah sampai ditengah seperti ini, aku hanya mengikuti instingku menuju, dan instingku berkata agar aku terus melangkah maju.
“Kok mas liatin aku terus sih.” Tanyaku tersenyum pada mas Anto.
“Adek cantik sekali..mas beruntung bisa makan berdua dengan adek.” Jawaban mas Anto membuat diriku melayang,
duh aku jadi beneran seperti gadis ingusan yang sedang kasmaran.
Aku yakin semua yang sedang berada ditempat ini, tak akan ragu menyangka kami berdua adalah sepasang kekasih, wajahku semakin merona rasanya.
“sebentar-sebentar..” ucap mas Anto tiba-tiba.
Aku hanya memandangnya dengan pandangan bertanya, tiba-tiba jari telunjuk Mas Anto mengusap bibirku lembut, “bibir kamu belepotan saos dek.” Aku terbelalak saat melihat mas Anto menghisap telunjuknya yang berlumuran saos dari bibirku tadi.
“dih kok malah dimakan mas sih..kan jorok..” tanyaku protes.
“kalo dari sisa perempuan cantik kaya adek itu gak jorok kok, malah bergizi hihihi.” Ucap mas Anto tertawa.
“ihh paan sih mas.” Refleks dengan manja kucubit lengannya. Aku merasa semakin rilleks dan nyaman berada bersama pria bertato didepanku ini.
Semua hidangan di meja telah berpindah ke perut kami, setelah beristirahat beberapa saat kami pun keluar dari restoran ini, Mas Anto juga terlihat menjaga sikapnya, duh kalau dia ingin mengenggam tanganku aku akan biarkan saja kok.
Tiba-tiba tubuhku direngkuh olehnya sehingga aku refleks berpegangan pada pinggangnya, “ada genangan dek, nanti pakaian kamu basah dan kotor.” Ucap mas Anto.
Aku melihat memang ada genangan yang tak kusadari, duh untung saja mas Anto menarikku kalau tidak pasti sudah kotor celanaku ini. Aku berusaha melepaskan diriku, biar bagaimana aku merasa malu dipeluk seperti ini oleh lelaki yang bukan muhrimku.
Kami berjalan menuju mobil, mas Anto membukakan pintu penumpang untukku bagai seorang gentlemen, “silahkan naik tuan putri cantik.” Aku memonyongkan bibirku padanya sambil tersipu malu.
Tak lama Mas Anto sudah berada di belakang kemudi pajeroku. Dia tersenyum dan mengedipkan matanya, aku hanya kembali tersenyum, aku yakin dia melihat jelas rona merah dipipiku.
***
Di Lobbi hotel aku duduk di sofa yang disediakan, aku menundukkan wajah berusaha menghindari tatapan orang yang lalu lalang, padahal belum tentu mereka peduli dengan keberadaanku, namun aku.. entah lah aku merasa setiap orang memandangku dengan pandangan bertanya-tanya, di meja resepsionis mas Anto sedang membooking kamar, sepertinya tak ada kesulitan berarti baginya, mas Anto telah kembali melangkah mendekati tempatku.
“Yuk dek..kamarnya di lantai 5.” Ucap mas Anto, duh debaran jantungku semakin keras dan kencang.
“Mas, aku beli pakaian dulu ya, kan gak bawaa baju ganti, tadi aku lihat di sebelah hotel ini ada semacam mal.” Ucapku.
“ohh, apa perlu mas temani?” tanya Mas Anto.
“Gak usah, mas masuk aja dulu, sebentar aja kok.” Ucapku, percakapan kami benar-benar bagaikan percakapan sepasang kekasih saat itu.
“Ya udah kalau gitu, ehh tapi kamu gak kabur kan? Hehehe.” Tanya Mas Anto.
“Ihh apaan sih.***k lah..udah sana masuk dulu.” Ucapku mendorong manja tubuh kekar pria didepanku ini.
“Oke Hati-hati ya..” ucapnya, aku menganggukkan kepala dan segera pergi menuju ke mal yang kumaksud.
***
Setelah sejam aku berputar di mal kecil ini, aku telah kembali menuju mobilku membawa berbagai barang yang kubeli, ada tanktop terusan berwarna hitam dan sepasang pakaian dalam untuk ganti, sedangkan untuk mas Anto aku membelikannya celana pendek seperti celana bola, di mal itu aku juga membeli dua botol air mineral dan camilan dan tak lupa lotion untuk pijat nanti, duh aku sampai menggigit bibirku mengingat sebentar lagi tubuhku ini akan dipijat oleh pria yang membuatku berdebar.
Hanya 5 menit aku kini telah tiba kembali di parkiran hotel, seorang satpam memandu mobilku untuk masuk ke tempat yang agak terlindungi, saat turun aku memberikan satpam tersebut tips.
Aku bergegas masuk ke lobbi hotel, tadi mas Anto mengirimkan nomor kamar yaitu 520, saat menekan angka lantaiku di lift, kembali dadaku bergemuruh cepat, desiran-desiran berkelebat di sukmaku, hingga tanpa kusadari aku telah berdiri didepan kamar yang bertuliskan 520.
Mas Anto membukakan pintu, kulihat senyum manisnya mengemnbang di wajahnya yang semakin tampan di mataku, aku sedikit terbelalak saat kulihat dia hanya mengenakan handuk, “Aku habis mandi dek, nih nunggu kamu katanya beliin celana pendek.” Wajahku merona merah, aku menyerahkan bungkusan celana pendeknya.
“dek maya mau mandi kan?” tanyanya, aku hanya mengangguk.
“sebentar ya mas ganti celana dulu, loh cd nya gak ada ya dek?” tanya Mas Anto saat membuka isi bungkusan di tangannya.
“aduh aku mana tahu, dia Cuma nitip celan pendek.” Batinku.
“eh ya aku lupa tadi bilang ke kamu nitip beliin cd, soalnya aku gak terbiasa pakai cd bekas setelah mandi, ya udah gak apa, mas ganti dulu ya sebentar kok.”
Aku hanya terpaku tak mampu berbicara, rasa gugupku semakin menjadi, detak jantungku semakin kencang, aku berusaha mencari kursi, aku butuh duduk, “jadi..berarti dia hanya mengenakan celana pendek aja, tanpa pakai Cd, duh!!” aku menutup wajahku dengan kedua tanganku.
“loh kok malah nutup wajah, dek maya sakit?” suara lembut itu mengejutkanku, aku menoleh dan mataku tertumbuk pada tonjolan besar di balik celana pendeknya, seketika aku memalingkan wajah, duh pipiku pasti merah ini…
“sudah dek silahkan mandi…” ucapnya, aku bergegas mengambil bungkusan tangktop dan pakaian dalamku dan setengah berlari ke kamar mandi, sepertinya mas Anto sedikit bingung dengan sikapku. Benarkah?? (
Gak Maya, dia malah tertawa senang kok, dia tahu kalau kamu memperhatikan tonjolan penisnya di balik celana pendek yang dikenakannya)
Aku terdiam di depan kaca besar wastafel, bayangan tonjolan itu terus terbayang dibenakku, aku memukul kepalaku pelan “duh maya..jangan mikir yang mesum mesum dong!” suara hatiku berontak.
Di depan cermin aku menanggalkan hijabku dan kemudian semua yang melekat ditubuhku pun telah tanggal, aku melihat tubuhku sendiri di cermin, tubuhku terlihat sempurna, kehalusan kulitku selalu kujaga setiap bulan, walau aku keturunan jawa asli, namun kemulusan kulitku tak kalah dengan gadis-gadis keturunan chinese.
Aku merengkuh payudaraku yang berukuran 34, aku cukup bangga dengan bentuk payudaraku yang membulat dengan putting berwarna pink pucat, dan Mas Adam suamiku sangat menyukai daerah sensitifku ini, tiba-tiba aku teringat dengan mas Adam, perasan bersalah menyergap dalam sanubariku,
aku adalah istrinya namun saat ini aku malah berdua di kamar hotel bersama pria lain..duh..
Namun sesaat kemudian adegan dalam foto yang diperlihatkan mas Anto berkelebat dan rasa bersalahku sekejap menguap keluar dari sanubariku, tiba-tiba aku menjadi jijik dengan suamiku itu, dia begitu tega membohongiku dan menghianatiku seperti itu, hampir saja air mataku jatuh, buru-buru kubuang semua pikiran itu.
Dengan tubuh telanjang aku melangkah masuk ke bilik shower yang terbuat dari kaca, air hangat mengguyur seluruh permukaan tubuhku, aku menjadi lebih rileks dan merasa nyaman, hampir 15 menit aku membasuh tubuhku di bilik shower.
Aku mencari tanktop yang kubeli tadi, sesaat aku ragu untuk mengenakan ini, tanktop ini sungguh terlihat seksi, namun desiran-desiran gairah membuat keraguanku perlahan sirna, aku sedikit bingung memutuskan apakah aku akan mengenakan bra atau tidak, hingga akhirnya aku memutuskan untuk tidak mengenakan Bra, duh aku melihat tonjolan putingku sedikit mengeras meruncing di balik tanktop hitam yang kukenakan, apalagi warna tanktop ini sungguh kontras dengan kulit putih mulusku.
Aku berputar-putar menandang tubuhku sendiri di cermin, duh letupan gairah ini semakin menjadi-jadi, aku menggigit bibirku dan tersenyum nakal memandang ke arah pintu kamar mandi…….
Bersambung