Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Diary Seorang Istri

Diary seorang Istri
Part 72 - Anissa Vs Maya part 2



“Setelah mbak Maya menghilang bagaikan di telan bumi, keadaan semua tak lebih baik dari sebelumnya, Mas Adam tenggelam dalam kesunyian, tak ada yang tahu apa yang dirasakannya, Mas Adam tak pernah mengungkapkan apa yang dirasakannya, dia hanya menjadi lebih pendiam dari sebelumnya..” Anissa berhenti sejenak melihat ekspresi wajah Maya, terlihat Maya hanya menatap lautan luas didepannya, namun Nissa tahu kalau kedua telinga Maya mendengar setiap kata yang diucapkannya.

“Kenapa mbak Maya melakukan hal itu, bukankah semua yang dilakukan mbak Maya itu kejam? Pergi begitu saja disaat mas Adam baru saja kembali pulih..” ujar Anissa tanpa sungkan, ucapan Anissa begitu menohok menghantam sanubari Maya, kedua pasang mata saling menatap, Anissa menatap tajam Maya.

Maya menghela napas, dan memalingkan wajah, entah kenapa dia tak sanggup membalas tatapan mata gadis cantik didepannya ini, apa yang dikatakan gadis itu memang benar, Maya juga merasa apa yang dialakukannya sungguh kejam, bahkan setelah 18 bulan berlalu, perasaan itu tak pernah menghilang dari hatinya.

Betapa ingin dia mengatakan semuanya, hatinya begitu kuat ingin meledak dan mengatakan pada Anissa kalau gadis itu salah, betapa dia dihantui rasa bersalah dalam setiap detik yang telah berlalu, betapa dia merindukan sosok Adam, dan hampir saja dia gila dengan semua rasa yang menumpuk dihatinya, namun sepatah katapun tak sanggup dia keluarkan, air mata menetes di pipinya, Maya mengambil saputangan di tasnya, dan mulai menyeka air mata yang semakin deras membasahi pipinya.

Anissa hanya diam dan membiarkan Maya dalam momen emosionalnya, beberapa saat kemudian setelah melihat Maya sedikit tenang, Anissa kemudian mengeluarkan sesuatu, beberapa lembaran kertas yang sedikit lusuh seperti pernah di remas, Maya menatap Nissa dan menerima lembaran kertas itu, Maya sedikit terkejut ketika tahu kertas ini adalah kertas yang dia tinggalkan untuk suaminya, kertas pengakuannya yang berisi semua hal yang terjadi.

“Kertas itu hanyalah kertas, namun kertas itu telah memporakporandakan hati seseorang, dan enak banget mbak hanya nulis dan ninggalin semua begitu saja, lalu berharap semua akan usai? Lalu bagaimana orang yang mbak tinggalkan itu, saya gak ngerti, kenapa mbak gak pergi saja tanpa menulis surat itu? Apa dengan menulis surat itu mbak jadi lega? Jadi merasa dosa mbak sedikit terhapus? Lalu gimana dengan orang yang membacanya, apa mbak pernah mikir dampaknya?” Tanya Anissa dengan nada geram penuh emosi.

Maya menatap Anissa, dia mulai sedikit terganggu dengan kelancangan perempuan didepannya ini, kenapa malah dia yang memarahinya, kenapa malah perempuan ini yang gusar? Baru saja Maya hendak membuka mulut, “Kenapa mbak? Saya keterlaluan? Saya kurang ajar? Hmmm..ngaca dong mbak, mbak yang luar biasa kurang ajar, harusnya mbak katakan semua pengauan mbak dengan mulut mbak sendiri dihadapan mas Adam, liat reaksi suami mbak, apa ditampar, dihajar? Dimaki? Diludahi? Paling gak mbak bisa tahu reaksinya langsung, kalau nulis surat, enak banget..”

“Apa kamu mengajak saya kesini hanya untuk memaki dan menyudutkan saya?” Tanya Maya pelan, hatinya berdegup keras merespon kekesalannya.

“Saya ingin mbak tahu semua hal detik demi detik setelah mbak pergi dan meninggalkan surat terkutuk itu, tolong jangan potong cerita saya ini, karena ini menyangkut saya juga kedepannya, plis..jangan bertanya apa-apa, setelah cerita saya usai, saya akan menjawab semua pertanyaan mbak..” Ujar Anissa, terlihat matanya berkilat emosi, hatinya begitu geram.

***

Adam terhenyak setelah membaca semua isi surat yang ditinggalkan Maya, wajahnya tertunduk hatinya bergemuruh, tinjunya mengepal keras, Adam lalu meremas surat ditangannya dan melemparnya ke ranjang, Adam bangkit terlihat waahnya merah padam menahan amarah, dia duduk di meja rias Maya, di sapunya semua peralatan Maya yang ada di atas meja rias hingga berantakan dan beberapa diantaranya pecah saat menghantam lantai, Adam bangkit dan bertumpu di atas meja rias, ditatapnya wajahnya di kaca, sesaat kemudian tinjunya menghantam kaca meja rias hingga hancur berantakan, kepalan Adam mengeluarkan darah akibat tergores kaca.

Wajah Adam terlihat menakutkan, emosi hatinya terlihat jelas di matanya, bola mata yang merah dan basah itu menggambarkan betapa hati Adam begitu terluka dengan pengakuan Maya, Adam bagaikan orang yang tengah kesetanan, di bantingnya semua foto yang ada di ruang tamu, figura foto perkawinan dan foto-foto maya hancur berantakan, bekal makanan yang telah disiapkan maya dikulkas di buangnya begitu saja, Adam kemudian terduduk sambil menyenderkan punggungnya ke tembok, emosinya tak tertahankan lagi, Adam menangis tersedu-sedu sambil menutup wajahnya, darah masih terus menetes dari kepalan tangannya.

Adam bangkit dan berjalan menuju dapur untuk mencari obat, saat melihat tulisan Maya di kertas yang ditempelkan di pintu microwave, kekesalan Adam kembali datang, dicabutnya kertas itu dan dirobek-robeknya, bahkan microwave yang tak bersalah ikut dibantingnya hingga pecah berantakan. Adam terhuyung-huyung berjalan menuju kamarnya, tangannya memegang tembok sebagai penahan tubuhnya, Adam melemparkan dirinya ke ranjang, di ranjang adam berbaring miring sambil melipat kakinya, tangisnya kembali pecah, Adam memeluk bantal untuk meredam tangisnya agar tak terdengar, betapa pedih pengakuan Maya baginya, seolah bagaikan sembilu tajam yang mengiris dan melukai hatinya dengan brutal.

Tak sadar Adam tertidur hingga kemudian dia terbangun saat terdengar bel rumahnya berbunyi, Adam mengucek matanya, dan melihat jam dinding di kamar, sudah hampir jam sepuluh malam! Adam duduk diranjang dan menghela napasnya, suara bel kembali terdengar, dengan langkah terhuyung Adam kemudian berjalan keluar kamar.

“Santo?” Ujar Adam memicingkan matanya saat melihat sahabatnya datang.

“Dam..lho wajahmu kusut gitu bro..” Sahut Santoso sambil tersenyum.

Adam mempersilahkan Santoso masuk, mata santoso terbelalak melihat keadaan rumah Adam yang berantakan, Santoso yang tak tahu kalau Maya telah pergi menyangka kalau sahabatnya ini baru saja bertengkar dengan istrinya, dan Santoso mulai menduga apa penyebab pertengkaran itu.

“Waduh berantakan tenan..ada apa bro, kenapa semua pada hancur kaya ngono.” Santoso menatap kondisi rumah sahabatnya yang begitu berantakan, Santoso mengambil figura yang kacanya sudah pecah, dilihatnya foto Maya dalam figura itu, diletakkan figura itu di sebuah kursi.

“Dam, ada apa ini, kamu tengah bertengkar karo bojomu toh? Apa aku datang pada saat yang keliru?” Santoso menghampiri Adam yang tengah mengambil minuman soda untuknya.

“Tenang aja To, lagipula si pelacur itu sudah pergi..dia sudah kabur..” Ujar Adam enteng.

Mata Santoso melotot mendengar ucapan sahabatnya itu, “Kabur? Opo toh maksudmu? Siapa pelacur yang kamu maksudkan bro..aku kok bingung..”

“Siapa lagi kalau bukan si Maya!” Ujar Adam enteng, namun intonasi suaranya begitu sarat emosi.

“Wah..wah ono opo iki..kenapa kamu menyebutkan istrimu pelacur? Eling toh Dam, marah yo marah tapi gak baik ngomong seperti itu.” Ucap Santoso.

Adam menatap wajah sahabatnya ini, rasanya sahabatnya ini perlu tahu apa yang terjadi, “Sebentar bro, gua mau ambil sesuatu, nanti lu tau kenapa gua manggil dia begitu.” Adam masuk kamar, tak berapa lama Adam keluar dan menyerahkan surat Maya yang diremasnya tadi.

Santoso menerima dengan wajah heran, namun dia mulai merapihkan surat yang bergumpal itu. Santoso menarik kursi yang ada disana dan mulai membaca isi surat yang cukup panjang itu, Adam juga duduk dikursi dekat Santoso sambil memijit kepalanya, sesekali di minumnya minuman kaleng di tangannya.

“Djancuk!” gumam Santoso pelan, di lipat-rapihkan surat itu, lalu diam-diam dia simpan surat itu di saku celananya, Santoso merasa surat ini akan penting ke depannya kelak, jika dia tak simpan maka pasti surat ini akan dihancurkan oleh Adam begitu saja, Adam sendiri juga tak menyadari kalau surat itu di simpan oleh Santoso.

“Ya kan, baru tau kenapa gua sebut Maya itu pelacur?..udah baca kelakuannya kan To..” Ujar Adam berapi-api, Santoso melihat wajah sahabatnya itu memerah karena marah.

“Sekarang Maya nang ngendi bro..” Tanya Santoso.

“Mana gua tahu, bodo amat dia mau kemana, dia udah ngancurin hati gua To…gua gak nyangka Maya begitu tega ama gua..” suara Adam mulai tersendat..

“Lu kan tau kalau gua sayang banget ama Maya, dan ternyata dibelakang gua dia kaya gitu….hancur gua to…hancur..” Adam mulai terisak-isak.

“Apa yang selama ini gua rancang, dan gua impikan sekarang sudah hancur..gue ngelakuin semua ini buat dia, namun apa balasannya dia malah berbuat kejam kaya gitu….kenapa to? Apa salah gua sehingga harus diginin sama orang yang gua sayang?..apa to?” Suara Adam terdengar hilang tenggelam di tengah sedu sedannya.

Santoso hanya diam menatap sahabatnya itu, dia bingung harus berbuat apa, seumur hidup dia mengenal Adam baru kali ini dia melihat sahabatnya menangis bagai anak kecil, bahkan saat orang tua Adam meninggal, santoso ingat sahabatnya itu bisa menahan kesedihan, namun kali ini rasanya hati Adam begitu sakit dan hancur, Santoso tahu kalau sahabatnya ini sangat mencintai istrinya, setiap mereka bertemu tak pernah sekalipun Adam tak bercerita tentang istrinya itu.

“Maafkan aku yo Dam..aku terlambat tahu..” Ucap Santoso, Adam yang tengah menunduk terisak-isak mengangkat wajahnya dan menatap sahabatnya itu dengan pandangan bertanya.

“Aku sudah tahu apa yang dilakukan Maya..” Ucap Santoso lirih.

“Apa….” Ujar Adam menatap tajam Santoso, Adam berdiri dan mendekati Santoso.

“Lu bilang apa To? Sudah tahu?” Adam mencengkram leher baju Santoso, sinar matanya berkilat dengan amarah.

“Ya bro, maafin aku terlambat untuk tahu semuanya..” Belum selesai bicara, sebuah tinju menghantam bibirnya, Santoso cukup terkejut dengan reaksi Adam, namun dia hanya diam tak bergeming, Santoso menyeka darah yang menetes di ujung bibirnya.

“Djancuk lo To, kenapa lu gak ngasih tau gua!!!” Adam berteriak histeris dan tinjunya kembali menghantam hidung Santoso hingga berdarah, dan tinju Adam kembali melayang namun kali ini Adam hanya meninju dinding di belakang Santoso, dilepaskan cengkramannya di leher baju Santoso.

“Waw…semua udah tahu, bahkan sahabat yang paling gua sayang juga udah tahu, kecuali gua..ahh ****** banget gua..” Adam terpekur di lantai sambil meremas rambutnya.

“Tenang Dam….” Santoso kemudian bercerita kalau dia mengetahui Affair Maya saat Adam tengah berada dalam kondisi koma, sehingga dia tak bisa memberitahu sahabatnya itu, Santoso juga memberitahu Adam kalau lelaki bajingan itu telah di urus dengan baik.

“Jadi lu udah ketemu sama si bajingan itu, antar gua ke orang itu To..kasih tau gua..siapa dia..” Ujar Adam Berapi-api.

“Bajingan yang sama yang dulu ngancurin perkawinan ku Dam.” Ucap Santoso.

“Apa????” Adam menatap wajah sahabatnya dengan bingung.

“Ya orang yang sama, gila kan bisa kebetulan gitu? Bisa bayangin kan kamu, apa yang kulakukan pada bajingan tengik itu…” Ucap Santoso menyeringai.

“Lu bunuh?” Tanya Adam lirih.

“Kalau mati doang ya enak tenan dia, aku udah beresin dia, lebih kejam daripada di bunuh hahahaha..” Tawa Santoso terdengar menakutkan, namun sesaat kemudian dia meringis merasa mulut dan hidungnya perih.

“Duh…maafin gua to, gua tadi kebawa emosi..” Adam merasa bersalah telah meluapkan emosinya tadi pada sahabatnya itu.

Adam kemudian menuju kotak obat dan memberikan obat luka pada Santoso. “Untuk orang yang tenang koyok kowe, pukulanmu keras juga loh Dam.” Ucap Santoso sambil mengoles obat luka pada ujung bibirnya.

“Sori bro..maafin gua ya..” Adam hanya melihat dengan pandangan bersalah.

“Ra popo bro..aku maklum kok..trus selanjutnya bagaimana Dam, apa yang akan kamu lakukan?” Tanya Santoso.

“Gua bingung To…Gua gak tahu musti gimana..” Jawab Adam kembali meremas rambutnya.

“Pengalamanku yo, ada dua opsi buat kowe Dam?” Santoso menatap wajah Adam melihat reaksi Adam yang hanya melihatnya.

“Pertama maafkan istrimu, cari dia, bawa kembali dan mulai hidup baru, lupakan semua..” Ucap Santoso..

“Kalo semua ini begitu menyakitkan buatmu maka ada opsi Yang kedua, lupakan dia! jangan dicari! dan Lanjutkan hidup kamu tanpa dia, bukankah sebentar lagi kamu akan pindah ke Surabaya? Salurkan kemarahanmu pada pekerjaan, hatimu boleh hancur tapi jangan biarkan itu menghancurkan kariermu yang kamu bangun lama, life must goes on bro..contohnya aku..siapa tahu didepannya ada kebahagiaan yang telah menantimu sobat!” lanjut Santoso.

“Gua gak tahu bro..sekarang gua gak bisa mikir..” Ujar Adam.

“Biarlah waktu yang akan menyembuhkan luka bro, kita lelaki bro..luka dan derita adalah pelecut kita untuk hidup bahagia ke depannya…” Ucap Santoso sambil menjulurkan tangan pada Adam.

Adam menatap sahabat terbaiknya itu, di rengkuhnya tangan Santoso yang membantunya berdiri. “Thank bro, lu emang sahabat sejati gua.”

“Gue ada apartemen kosong, sementara kamu disana dulu sambil merancang rencana kedepannya, disini berantakan, biar besok aku cari orang untuk beresin, kayaknya kamu juga belum makan kan, kita cari makan dulu yuk!” Ucap Santoso.

Adam tersenyum, entah kenapa rasa lapar yang sejak tadi menghilang kini mulai berdesakan kembali datang, “Oke kebetulan gua lapar juga nih…”

“Nah gitu dong, ceria lagi hahaha..” Santoso menepuk bahu sahabatnya itu sebagai simbol dukungan.

“Eh to..betewe bajingan itu lu apain?” Tanya Adam saat mereka berjalan menuju mobil.

Santoso menoleh kepada Adam, dengan tersenyum Santoso berkata, “Kapan-kapan aku ceritain ya, kalau sekarang nanti ganggu selera makan bro hahaahaha..”

Adam meringis merespon tawa sahabatnya itu, sungguh dia tak bisa membayangkan apa yang lebih kejam daripada kematian….

****

Bersambung
 
Sampai jumpa selasa mendatang, tetap semangat dan sehat selalu...
 
Luar biasa...ini sangat keren, cerita runut tanpa kesan terburu buru denga flash back nya, emang pantas menyandang maestro ...suhu sangat berpotensi jadi penulis besar yang setiap karyanya bukan hanya sekedar iseng dan imaginasi tapi juga pendalanah karakter yang sangat kuat
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd