Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Diary Seorang Istri Season 2

Bimabet
Diary Seorang Istri Season 2
Part 23



Maya terlihat gelisah pagi itu, berkali-kali dia melihat handphone dan jam di dinding ruangan, Anissa yang memperhatikan sejak tadi merasa aneh dengan sikap Maya, “Mbak Maya kok kelihatan gelisah, ada apa?’ Tanya Anissa sambil menyelimuti bayinya yang baru saja selesai disusui.

“Ehh, gak kok Nis, mbak gak gelisah..” Jawab Maya

“Kayaknya sejak dapat chat semalam, Mbak Maya jadi gelisah deh, tadi malam juga aku perhatikan Mbak Maya gak tidur kan..” Ujar Nissa.

“Gak kok sayang, mbak cuma lagi gak enak badan aja..” Ucap Maya.

Nissa yakin kalau chat semalam itu berisi sesuatu yang penting, Nissa sebenarnya penasaran siapa orang yang mengirimkan chat itu, sehingga membuat Maya menjadi gelisah, namun Nissa tahu kalau Maya tak mungkin menceritakan padanya, Nissa tahu benar sifat madunya itu yang bisa menyembunyikan perasaannya sedemikian rupa, persis seperti kejadian masa lalu..

“Apa jangan-jangan…ahh gak mungkin..” Nissa segera membuang pikiran curiga kalau lelaki selingkuhan Maya kembali datang.

“Nis, mbak mau cari makanan dulu ya laper, kamu mau nitip apa.” Ujar Maya.

“Hmmm apa aja deh mbak, cemilan kue-kue jajanan pasar kalau ada.” Balas Nissa.

“Ya udah mbak ke bawah dulu ya, kalau ada apa-apa langsung hubungin mbak ya..” Ujar Maya lagi. Nissa hanya mengangguk.

Maya mengambil tasnya dan cardigan hitamnya, dia keluar dari kamar perawatan Nissa, ketika sampai di depan Lift, Maya duduk sebentar, diambilnya hpnya dari dalam tas, dia menulis chat dari Murad, “Maaf mas, saya kayaknya gak bisa hari ini, saya lagi di rumah sakit nungguin Mbak Nissa.” Namun Maya menghapus kembali ketikannya, dia merasa tak ada gunanya mengatakan hal ini pada bajingan itu, karena pasti dia tak akan mau tahu.

Baru saja Maya beranjak dari tempat duduknya, sebuah chat masuk, Maya segera membuka chat dari Murad itu. “Ketemunya nanti sore saja, Gua tunggu di restoran XXX di pantai Ancol.” Maya mengernyitkan keningnya, “Pantai? Mau ngapain dia minta ketemu di pantai? Apa jangan-jangan dia mau membawaku ke pulau?” Maya tahu kalau lokasi itu juga menjadi dermaga keberangkatan ke pulau seribu.

Maya menyimpan kembali Hpnya di dalam tas, dia tak membalas chat itu, karena apapun balasannya tak akan ada pengaruhnya, dia harus tetap datang sesuai perintah bajingan itu, Maya lama duduk sambil memperhatikan orang-orang yang keluar masuk Lift, dia merasa harga dirinya tercampakan oleh lelaki rendahan seperti Murad, Namun inilah harga yang harus dibayar untuk perbuatannya di masa lalu, Andai hanya dia yang dirugikan, maka Maya tak akan mau menuruti permintaan bajingan itu, dia bisa saja melapor ke polisi atas ancaman Murad, namun resikonya akan besar untuk Adam dan juga pasti akan berdampak ke Anissa, dan Maya tak ingin Adam kembali terluka akibat kesalahannya.

Walau kini perasaannya pada Adam semakin hambar, namun Maya masih menyayangi lelaki itu, Maya sangat bahagia melihat Adam pulih dari lukanya, terutama kehadiran Nissa menimbulkan dampak positif bagi Adam, dan Maya merasa dirinya adalah dinding penghalang kebahagiaan mereka berdua, Maya tahu Nissa telah menggantikan posisinya di hati Adam, Maya tak merasa sedih dengan semua itu, justru Maya bahagia melihat kebahagiaan mereka, betapa Nissa sangat mencintai Adam, begitupun sebaliknya, Maya yakin perasaan Adam padanya sama seperti yang dirasakannya, Maya pernah mendengar kalau waktu akan menyembuhkan luka, dan kini Maya tahu maknanya, luka memang akan sembuh seiring waktu berlalu, namun semua tak akan sama seperti dulu.



***​



“Shinta, hari ini apa ada rapat penting yang harus saya hadiri?” Tanya Adam pada sekretarisnya melalui sambungan telpon, Adam masih bermalas-malasan di tempat tidur, dia merasa malas untuk berangkat ke kantor.

“Hari ini tidak ada pak, besok pagi ada pertemuan dengan perwakilan perusahaan Timur tengah, dan malamnya ada undangan gala dinner di balai sarbini pak, acara pengumpulan Dana.” Jawab Shinta. “Ohh ya gua lupa, duh Nissa gak mungkin nemenin gua, apa gua datang sama Maya aja.” Batin Adam.

“Ohh oke kalau begitu, saya hari ini gak masuk kantor, kamu handel dulu semuanya ya, kalau ada yang penting langsung hubungi saya, kalau gak ada jangan hubungi oke..” Ujar Adam.

“Siap pak..”

Adam melempar hpnya ke meja sebelah ranjangnya, walau sangat lelah, namun Adam sama sekali tak nyenyak tidur, pikirannya ingin ke ke rumah sakit terus, dia kangen sekali dengan bayinya, Adam mengambil kembali Hpnya, kemarin dia telah memutuskan sebuah nama untuk bayinya, dia simpan di folder notes hpnya. Arka Sadana Hanendra yang artinya Anak lelaki yang bijaksana dan pantang menyerah, Adam senyum-senyum membaca Nama itu, “Pasti Maya dan Anissa menyukai nama ini, khususnya Maya, karena Sadana diambil dari nama mendiang Ayahnya…” ujar Adam.

Tiba-tiba Hpnya berdering, terlihat nama Santoso di layar, “Halo bro..” Sapa Adam.

“Hei bro, baru bangun ya…suaralu kaya orang baru bangun..” Ujar Santoso.

“Ya Bro…gua semalam baru pulang dari Singapur..” Balas Adam.

“Wahh, gua gak ganggu kan, berarti lu gak di rumkit nih..”

“Gak Bro, Maya yang disana, tadi malam gua ke rumkit, tapi gua pulang sekalian bawa mertua gua pulang..”

“Ohh gitu..”

“Ada apa nih tumben lu nelpon pagi-pagi..” tanya Adam

“Gak, tadinya gua kira lu di rumkit, bini gua mau liat si Baby, ahh lu sih belum kasih nama juga..”

“Hahaha..ya nanti kalau gua udah disana gua telpon lu..bentar lagi gua uga ke sono, kangen gua ama anak gua..”

“Kangen ama anak apa emaknya, ehh emaknya ada dua ya hehehehe..”

“Sialan lu…eh lu sekarang di sby ya..”

“Ya bro..ntar malem gua juga terbang ke Jakarta, sekalian besok hadiri undangan gala dinner di balai Sarbini, lu juga diundang kan?” Tanya Santoso.

“Ya besok gua paling pergi sama Maya..”

“Wah CLBK nihh ye…” Ledek Santoso

“Bisa aja lu…kan gua udah pernah cerita ama lu soal perasaan gua ama Maya bro..”

“Ya gua paham Dam, sebaiknya lu atur waktu ngobrolin ama Maya, jangan terlalu lama, nanti tambah ribet bro..gua akan dukung apapun keputusan lu..” ujar Santoso.

“Thanks bro..ya lu bener, gua musti ngobrol ama Maya…”

“Woi jangan lupa kalau udah di rumah sakit video call gua..”

“Lha bukannya bini lu ikut juga ntar malem? Langsung aja liat sendiri nanti” ujar Adam.

“Gak Lah, anak gua kan sekolah, anak gua itu bergantung banget ama maminya..malah lebih deket ke maminya daripada ke gua..”

“Heheheh, ya udah, nanti kalau udah di rumkit, gua video call lu..”



***​



“Arka Sadana Hanendra.” Nissa mengulang—ulang nama bayinya itu, Nissa menoleh pada Maya yang langsung dibalas dengan anggukkan Maya, Adam juga tersenyum pada Maya, terlihat Maya sangat senang dengan nama bayinya itu, terlebih ada nama Ayahnya di nama anaknya itu, Maya membalas senyuman Adam sambil bergumam terima kasih, Adam mengangguk sambil tersenyum.

“Gimana sayang…kamu setuju kan kalau aku kasih nama itu..” Tanya Adam, pertanyaan itu sebenarnya ditujukan untuk dua orang perempuan yang ada disana.

Anissa mengangguk, “Bagus mas namanya, ya kan Bu?” Tanya Maya pada ibunya yang ikut kembali ke rumah sakit.

“Bagus banget, apalagi tadi Adam kasih tau ibu artinya.” Jawab Ibu Anissa.

“Sebenarnya aku tadi gak ngajak ibu, Cuma pas ibu tau aku mau ke rumah sakit, ibu maksa minta ikut, maksudku biar ibu istirahat aja dulu di rumah.” Ujar Adam.

“Ibu gak betah Dam, kepikiran Arka terus…” Balas ibu.

“Bapak ngapain di rumah bu?” tanya Nissa.

“Ya biasalah bapakmu itu kan seksi repot, katanya nanti sore dia akan ke rumah sakit.” jawab Ibu.

“Lho emangnya bapak ngerti naik apa, duh nanti nyasar berabe.” ujar Nissa.

“Tenang aja sayang, nanti aku jemput bapak..” Timpal Adam.

“Gak usah Dam, biar bapak pergi sendiri, bapakmu kan bukan orang bodoh sayang… katanya dia kesini pake ojol..” Ujar Ibu.

“pesen Ojol?” tanya Nissa

“Ya dia bilang gitu, pengen coba naik ojol…hahaha..biarin aja…”

Semua ikut tertawa mendengar ucapan Ibu, Maya memperhatikan keakraban mereka, terlihat sekali kalau orang tua Nissa menyayangi menantunya itu, Maya merasa dirinya akan menjadi beban Adam, bagaimana kalau orang tua Anissa tahu yang sebenarnya kalau cucu mereka bukanlah anak kandung Anissa, bahwa Anissa hanya menyediakan rahimnya untuk janin Maya dan Adam, terlalu rumit bagi orang tua selugu mereka, Maya merasa ini saatnya dia menjauh dari kehidupan bahagia ini, biarlah putranya diasuh oleh Anissa, Maya yakin Anissa akan menyayangi Arka dengan tulus, Maya tak ingin egois, Arka akan selalu jadi bagian hidupnya, dan Maya yakin Nissa tak akan menjauhkan Arka dari Ibu kandungnya.

“Nis, mbak pulang dulu ya, kan udah ada ibu sama mas Adam.” Ujar Maya mendekati Nissa.

“Ya udah mbak, mbak istirahat ya di rumah, Mas anterin Mbak Maya ya..” Ujar Nissa.

“Eh ga usah, masa aku kalah sama Bapak hehehe, aku pulang naik online aja..” sergah Maya.

“Bu, Maya pulang dulu ya..” Maya berpamitan pada ibu Nissa sambil mencium tangan dan bercipika cipiki, “Ya, hati-hati ya nak..” ujar Ibu.

Maya kembali mendekati Nissa dan mencium pipinya, tak lupa dia juga mencium kening putranya yang sedang menyusu pada Nissa, “Arka, mamah pulang dulu ya..” Gumam Maya pelan.

Adam mengantarkan Maya hingga ke Lift, “Kata nissa kamu sakit yank?” Tanya Adam.

“Tadi malam Gak enak badan aja sedikit.” Jawab Maya.

“Ya udah kamu istirahat aja di rumah ya, nanti malam aku mampir ke rumah.” Ujar Adam.

Pintu Lift Terbuka.., “Aku pulang dulu ya yank…assalamualaikum.” Pamit Maya sambil mencium tangan Adam.

“Walaikum salam..” sahut Adam yang tetap berdiri hingga pintu lift menutup.

“Apa aku harus cerita ke mas Adam soal chat yang diterima Mbak Maya tadi malam ya? Karena aku kuatir terjadi apa-apa..” Ujar Anissa dalam hati.

“Tapi kalau aku cerita, nanti reaksi mas Adam jadi heboh, dan mbak Maya malah menganggapku terlalu kepo dan ikut campur..hmmmm, sementara aku gak usah cerita dulu, aku yakin mbak Maya bisa mengatasi masalahnya..” Batin Nisa lagi.



****

Bersambung
 
Diary Seorang Istri Season 2
Part 24



“Kamu baik-baik aja Yank?” Tanya Adam saat mengunjungi Maya di rumah malam itu.

“Ya yank, aku baik-baik aja, mungkin agak sedikit flu aja.” Jawab Maya sambil tersenyum.

“Sepertinya ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku, biasanya sih kamu gitu kalau ada yang menganggu pikiranmu.” Ujar Adam sambil menatap tajam Maya.

“Gak ada apa-apa yank, mungkin karena aku baru saja dapet kali…” balas Maya berbohong, Maya juga gak tahu kenapa kata-kata itu terlontar begitu saja dari bibirnya.

“Ya udah, kamu istirahat aja, oh ya lusa kamu temani aku ya..” Ujar Adam.

“Temani kamu? Kemana Yank..” Tanya Maya.

Adam lalu bercerita soal Malam Gala Dinner yang akan diadakan besok, karena Anissa baru melahirkan, maka Adam meminta Maya untuk menggantikan posisi Anissa.

“Tapi nanti jadi omongan orang gak yank…” Ujar Maya.

“Gak usah khawatir tentang itu, kalau ditanya, ya aku bilang kamu istriku, emang kenapa..” Jawab Adam tegas.

Maya tertegun mendengar jawaban tegas Adam, “Udah gak usah mikirin apa-apa, sekarang istirahat aja, oh ya ini aku tinggalin ya, kalau kamu mau belanja pakaian buat acara lusa, pakai aja, atau pakai buat beli apa aja deh terserah kamu.” Adam meletakkan sebuah kartu kredit berwarna hitam di tangan Maya.

“gak usah yank, aku masih ada uang..” Ucap Maya.

“Terima aja, kamu kan masih istriku, kewajibanku juga kan, besok kamu ke rumah sakit gak?” Tanya Adam.

“Hmmm…” Maya sedikit bimbang mencari alasan.

“Kamu ada acara lain?” Tanya Adam lagi.

“Tadinya sih gak, tapi karena ada ajakan ke gala dinner, ya aku jadi kepikiran mau cari sesuatu untuk kupakai esok, aku gak mau tampil seadanya menemani bos Adam, hehehehe..” Ya Tuhan aku begitu mudah mencari alasan.

Adam ikut tertawa mendengar candaan Maya, “Bisa aja kamu yank…”

“Yank maaf ya…” Ucap Maya lembut.

“Hmmm, maaf kenapa?” Adam balas bertanya.

“Aku lagi Dapet yank, jadi…” Maya menundukkan wajahnya.

“Ya ampun ada ada aja kamu sih…aku kesini karena kuatir dengan keadaan kamu yank, bukan karena itu..” Ujar Adam lugas.

Maya kembali tertegun, entah dia harus merasa senang atau kecewa mendengar ucapan suaminya itu, Maya mulai merasa yakin kalau Adam memang masih menyayanginya, namun tak merindukannya, Adam memang masih memperdulikannya, namun pria itu tak menganggapnya sebagai istri tempat menyalurkan hasratnya sebagai suami.

“Ya udah, kamu istirahat dulu ya, Oh ya besok juga Santoso ikut gala dinner, besok dari Surabaya langsung ke tempat acara.” Ujar Adam.

“Santoso? Lho dia ada di Surabaya? Aku kira dia di Jakarta.” Ucap Maya bingung.

“Tadinya dia di Jakarta yank, trus ada sesuatu di Surabaya, dia pulang dulu kesana, udah sepuluh hari yang lalu kok.” Ujar Adam menjelaskan.

“Kok kamu kaya bingung gitu sih..” Tanya adam kemudian.

“Tapi kok anak buahnya disini ya..” Gumam Maya tanpa sadar.

“Hmm apa kamu bilang yank, anak buahnya yang mana?” Tanya Adam.

Maya kembali tersadar, dia salah omong, “Duh kalau Mas Adam nanya terus nanti, aku malah gak bisa berbohong..” Ucap Maya dalam hati.

“Gak Yank…aku salah lihat kali..” Ucap Maya sambil tersenyum.

“Salah lihat apa sih…kamu pernah lihat anak buah Santoso? Dimana?” Tak diduga Maya, Adam malah bertanya terus.

“Ihh kamu tuh ya…malah dibahas terus…” Maya pura-pura cemberut, Adam tertawa mendengarnya.

“Ya udah aku pergi dulu, kamu istirahat aja ya…” Adam akhirnya beranjak dari duduknya, Maya mengantarkan Adam hingga ke mobil, “Hati-hati ya yank..” ucap Maya, Adam melambaikan tangannya sebelum masuk ke mobilnya. Maya masuk kembali ke rumahnya, setelah Mobil Adam meninggalkan gerbang perumahannya.



***



Aliong menghembuskan asap rokoknya, dentuman musik hingar bingar di Kafe seolah tak menganggu telinganya, pandangannya menerawang kosong menatap para pengunjung yang sedang bergoyang.

Walau dia bukan orang baik, namun Aliong belum pernah membunuh orang seumur hidupnya, dia memang beringas dan terkenal suka berkelahi, namun hanya itu, belum pernah sekalipun dia membunuh orang dalam perkelahiannya. Namun lusa dia harus membunuh orang, ini pertama kali dalam hidupnya,

Aliong teringat dengan mamahnya dikampung, kehidupan keluarganya sangat miskin, mamahnya berjualan pisang goreng dari rumah ke rumah untuk menghidupinya sejak kecil, Mamahnya juga menerima pesanan kue atau masakan dari para tetangga, bahkan Mamahnya juga tak sungkan untuk menerima jasa cuci dari rumah ke rumah, sedangkan papahnya entah kemana, sejak lahir kabarnya lelaki itu sudah pergi meninggalkannya dan Mamah.

Aliong tidak meneruskan sekolah Sma, dia hanya bertahan sampai kelas dua SMA, Aliong lebih banyak menghabiskan waktunya di pasar daripada di rumah, dia melakukan itu karena dia gak ingin membebani mamahnya terus, dia berusaha mencari uang di pasar, namun di Pasar dia malah bergaul dengan para preman pasar, keberaniannya dan keberingasannya membuatnya lambat laun mendapatkan respek di pasar, para pedagang sukarela memberikan upeti pada kelompok Aliong, karena mereka merasa aman berjualan di pasar, Aliong sendiri tak mematok sejumlah tertentu untuk upetinya, Aliong memang tak terlalu mementingkan uang, walau hidupnya miskin, Aliong tak ingin membebani pedagang di pasar, baginya upeti yang didapatkan sudah cukup untuknya dan teman-teman gengnya, sejak Aliong memegang keamanan pasar, beban ibunya sudah lebih ringan, walau ibunya tak tahu apa pekerjaan Aliong sebenarnya, pada ibunya, Aliong hanya bercerita kalau dia menjadi karyawan sebuah toko sembako di pasar.

Suatu ketika saat Aliong sedang di pasar, salah seorang kerabatnya tiba-tiba datang mengabarkan kalau mamahnya di bawa ke rumah sakit, Mamahnya tiba-tiba pingsan di rumah, Aliong segera ke rumah sakit, betapa terkejutnya ketika Dokter di rumah sakit mengatakan kalau Mamahnya terkena kanker ovarium stadium 3, dan harus segera dioperasi pengangkatan rahim secepatnya, Aliong terperangah melihat biaya yang disodorkan oleh pihak Rumah sakit.

Aliong benar-benar hancur saat itu, dia yang selama ini tak terlalu memikirkan uang, tiba-tiba menjadi ingin banyak uang, tapi bagaimana caranya, Aliong tak sanggup untuk menjadi perampok, Along benar-benar patah hati memikirkan mamah yang sangat dicintainya, dia tak ingin kehilangan mamahnya, dia ingin membahagiakan mamahnya, namun kini impiannya membahagiakan mamahnya tak akan terwujud, Aliong benar-benar tak tahu lagi harus berbuat apa.

Kedatangan stefanus ke Binjai seolah menjadi solusi bagi Aliong, tanpa pikir dua kali, Aliong menyetujui ajakan Stefanus untuk menjadi pengawal pribadinya di Jakarta, penghasilannya sebagai pengawal stefanus cukup membuat mamahnya bertahan hidup, Aliong menghabiskan gajinya untuk obat-obat kemotrapi mamahnya yang sangat mahal, namun Dokter rupanya melihat kalau mamah Aliong sudah tak sanggup lagi menerima terapi kemo lebih lanjut, Dokter menyarankan operasi pengangkatan rahim sebagai jalan pengobatan satu-satunya.

Itulah sebabnya Aliong menerima tugas untuk membunuh Santoso, tak banyak pilihan yang tersedia untuknya, tugas itu akan membuat mamahnya terbebas dari penderitaan. Aliong tahu resikonya, namun dia menafikan semua resiko itu demi mamahnya..


***


Tepat di jam yang telah ditentukan, Maya turun dari taksi, Maya membaca nama restoran yang di katakan Murad, “Ya benar ini restorannya.” Maya terlihat ragu untuk memasuki restoran, Maya sedikit kaget ketika Murad memintanya datang ketempat ini untuk membayar angsuran kelimanya.

“Mau ngapain dia disini?” Maya akhirnya memantapkan diri untuk memasuki restoran, seorang pemuda menghampirinya.

“Ada yang bisa saya bantu bu.?” Tanya pemuda itu ramah.

“Saya udah ada janji,” Maya memberitahukan nama Murad, pelayan itu mengeluarkan sebuah buku dari belakang kantong celananya, dia melihat ke buku tersebut, “Ohh ya, mari ikuti saya.” Ujar pemuda itu.

Di bagian depan restoran, rupanya ada gathering sebuah perusahaan, banyak pria-pria yang merupakan karyawan perusahaan itu tengah berkumpul di satu meja, mereka memandang Maya yang berlalu di hadapan mereka, para pria itu saling memandang satu sama lain, mereka cukup tertarik dengan Maya, walau Maya menggunakan pakaian gamis tertutup lengkap dengan hijabnya, namun kecantikan dan kemolekan Maya tak bisa disembunyikan begitu saja, ketika para pria itu tahu kalau Maya menghampiri seorang Pria berkulit gelap dan jauh dari kata tampan, sontak membuat mereka kesal karena iri.

“Selamat siang Mbak Maya, terima kasih sudah datang tepat waktu.” Sapa Murad sambil berdiri, pemuda yang mengantar Maya segera memberi buku menu makanan, “Silahkan bapak dan Ibu, kalau sudah nanti panggil saja.” Ujar pemuda itu yang kemudian segera meninggalkan Maya dan Murad.

Maya sedikit aneh dengan perubahan sikap Murad yang jauh lebih sopan dari sebelumnya, terlihat Murad sedikit gugup berhadapan dengannya.

“Kenapa bapak meminta saya datang ke tempat ini.” Tanya Maya yang seolah tak ingin membuang waktunya lebih lama.

Murad menatap Maya, dan kemudian tertunduk, “Kita makan dulu ya..” ujar Murad, lagi-lagi Maya menjadi tertegun, “ada apa dengan bajingan ini, kemarin dia kasar minta ampun, sekarang….” Batin Maya.

“Mbak mau pesan makanan apa?” Tanya Murad.

“Saya gak lapar..” Jawab Maya ketus.

“Kalau gitu kopi aja ya…” Ujar Murad lagi, tanpa minta persetujuan Maya, Murad memanggil pelayan yang tadi dan memesan dua buah capucino dan dua buah roti bakar.

“Sebenarnya apa tujuan bapak meminta saya datang ketempat ini, bukankah bapak ingin menagih angsuran ke lima?” Ucapan itu terlepas begitu saja dari bibir Maya, seolah dia tak sabar untuk membayar angsurannya yang kelima.

“Saya ingin bicara banyak Mba…saya ingin cerita panjang, dan tolong mbak Maya dengarkan.” Ujar Murad.

Murad mulai bercerita tentang Anto, bagaimana Anto diancam akan di potong kemaluannya dan menggantinya dengan kemaluan perempuan, akibat dari begitu murkanya Santoso dengan kelakuan Anto.

“Kenapa bapak cerita itu, saya gak tertarik mendengar cerita bajingan itu lagi, mau dibunuh atau diapakan saya gak peduli.” Ucap Maya emosional, hati Maya tiba-tiba sakit mendengar penderitaan yang dialami oleh Anto saat itu.

Murad menatap Maya yang matanya mulai mengembang butiran bening, Murad tahu kalau perempuan ini berbohong, “Tapi mbak harus dengar kebenaran cerita ini hingga akhir.” Ujar Murad.

“Kenapa, kenapa saya harus mendengar cerita tentang bajingan itu lagi?” Kembali maya terlihat begitu emosional.

“atau malah mbak pingin seperti sebelumnya aja..tau kan maksud saya.” Ujar Murad yang mulai kesal dengan kepura-puraan perempuan di depannya itu.

Maya terdiam, dia hanya menunduk. “Ya udah cerita aja, sebanyak apapun yang bapak mau, saya akan dengarkan.” Ucap Maya lirih.

“Saya gak bisa melakukan apa yang diperintah bos saya, hari itu saya telah menjadi pengkhianat besar untuk bos yang begitu baik pada saya, saya melepaskan bajingan itu karena ada sesuatu yang membuat saya melakukan itu.” Ujar Murad.

Murad kemudian cerita soal putrinya yang bercita-cita jadi dokter, apalagi saat itu Anto menawarkan semua uangnya yang ada agar Murad melepaskannya, “Saya juga terkejut melihat bajingan itu memiliki uang yang begitu banyak hingga ratusan juta, akhirnya dengan bantuan Olivia mantannya itu, saya melakukan rekayasa seolah-olah bajingan itu telah melakukan operasi kelamin sebagai wanita, panjang ceritanya, intinya seperti itu…bajingan itu saya lepaskan Mbak… tanpa kurang satu apapun, namun saya juga gak tahu dimana dia sekarang, lapak parkirnya sudah dijual, saya gak pernah bertemu lagi dengannya. Saya hanya mengambil uang yang ada ditabungannya dan juga handhonenya.” Ujar Murad sambil menghela napasnya.

Maya tahu benar, darimana Anto mendapatkan ratusan juta itu, namun Maya juga semakin sedih mendengar Anto menghilang begitu saja, entah apa yang membuatnya sedih, mungkin karena harapannya bertemu Anto sirna begitu saja.

Percakapan mereka sedikit terhenti saat pelayan datang membawa pesanan Murad tadi. “Silahkan bapak dan Ibu, jika ingin sesuatu yang lain jangan sungkan memberitahu kami.” Ujar pemuda tadi, “Terima kasih mas.” Ucap Maya.

Setelah pelayan itu pergi keduanya hanya diam menatap makanan yang ada didepannya, “silahkan Mbak Maya..” Ujar Murad, Maya hanya diam dan menundukkan wajahnya.

“Saya kemarin mendapat telepon dari putri saya, dia mengucapkan terima kasih setelah mantan istri saya bercerita yang sebenarnya tentang siapa yang memberinya uang untuk masuk ke sekolah kedokteran mbak..” Murad terlihat berseri-seri, dia mengambil sebuah foto dari dompetnya, “Ini fotonya waktu kecil, saya bilang sama mantan istri, jika anak saya bertanya soal ayahnya, bilang aja ayahnya meninggal, saya gak ingin anak saya tahu kalau saya bekerja sebagai preman.” Ujar Murad mulai terbata-bata.

“Dan rupanya mantan istri saya tak bilang seperti itu pada putri saya, dan kemarin saya mendengar putri saya mengatakan terima kasih ya pah…terima kasih ya pah….itu kata-kata yang saya rindukan selama ini mbak..pertama kali saya mendengar kata-kata itu..” lanjut Murad, suaranya sedikit tercekat.

Maya memperhatikan pria didepannya ini, ternyata ada sisi baik dari kebejatannya. Maya terkejut saat tiba-tiba Murad beranjak dari kursinya dan bersimpuh dihadapan Maya, pandangan Maya melihat sekelilingya, “Ngapain Pak, malu diliatin orang..” Ujar Maya.

“Saya mau minta maaf…” Ucap Murad terbata-bata.

“Ya bangun dulu pak , gak enak diliatin orang..” Ujar Maya, akhirnya Murad bangun dan duduk kembali dikursi, disukanya air matanya, Maya kembali tertegun menyaksikan bajingan ini menangis.

“Ini Hp si Anto mbak, ini juga rekaman video, saya gak punya salinan lain…semua ada disitu, saya minta maaf telah melakukan perbuatan nista pada mbak Maya, saya khilaf dengan hawa napsu saya mbak, telepon dari putri saya menyadarkan saya mbak, saya ingin berhenti dari pekerjaan saya, rencananya saya akan pulang kampung dan berkumpul kembali dengan putri saya, entah nanti apa yang akan saya kerjakan, namun saya akan berusaha menjadi orang yang lebih baik buat anak saya.” Ucap Murad.

Maya tertegun menatap Murad yang menundukkan wajah, dia benar—benar tak menyangka mengalami ini, Maya tak tahu harus berkata apa.

“Maafkan saya mbak, namun jika Mbak maya tak mau memaafkan perbuatan saya, saya juga gak menyalahkan mbak Maya, terserah mbak Maya mau laporin saya ke polisi atau ke pak Santoso, saya ikhlas, saya sudah tak ingin apa-apa lagi pak selain berkumpul kembali dengan putri saya, bahkan andai saya dibunuhpun saya ikhlas mbak, saya sudah bahagia mendengar putri saya memanggil papah…” Senyum mengembang diwajahnya, begitu kontras dengan matanya yang basah.

“Saya sudah menceritakan semua pada Mbak, sekali saya minta maaf yang sebesar-besarnya atas semua yang telah saya lakukan, mulai saat ini saya gak akan muncul lagi di hadapan Mbak Maya, ini semua ada didalam, tak ada yang tersisa di saya, saya bersumpah demi Anak saya…hmmm saya..saya permisi dulu, sekali lagi mohon maaf yang sebesar-besarnya.” Murad menundukkan wajahnya di hadapan Maya, kemudian beranjak pergi meninggalkan Maya seorang diri.

Maya tertegun menatap Handphone dan flash disk didepannya, diambilnya dua buah barang tersebut dan dimasukkan dalam tas, Maya menoleh, Murad sudah tak tampak dihadapannya.



***


Maya menyusuri pantai, kenangan bersama Anto terputar kembali di memory otaknya, air mata semakin deras menetes dipipinya. Maya terisak-isak sambil jongkok, pantai sudah terlihat sepi dari pengunjung, sinar jingga mulai menggelayut di ujung pantai.

Maya mengeluarkan hp dan flash disk yang diberikan Murad, Maya menoleh ke kiri kanan, dilihatnya batu karang besar tak jauh dari tempatnya, Maya menghampiri batu itu, dihantamnya handphone itu ke batu karang, hingga kaca handphone itu pecah, Maya begitu emosional menghancurkan handphone itu, derai air matanya tak mampu dibendungnya lagi, Maya berlari ke arah pantai, dengan sekuat tenaga dia melemparkan Hp dan flash disk itu ke laut, Maya yakin tak ada yang akan menemukan barang-barang itu, andai diketemukan, Maya yakin keduanya pasti sudah rusak.

Maya kembali berjongkok menangis tersedu-sedu, seolah beban dan harapannya musnah secara bersamaan….



***

Bersambung
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd