Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Di Balik Cahaya

Iklan:
Cerita tentang Cahaya sempat vakum beberapa waktu gegara kesibukkan di dunia nyata. Kegalauan penulis tentang kelanjutan kisah Cahaya ini juga turut menghambat perkembangan cerita. Bukan apa-apa, namanya juga penulis amatir yang gampang sangean. Hahahaha
Terimakasih atas atensi dan jejak-jejak para suhu di sini. Semoga Cahaya lekas bercahaya terang kembali.
 
Bagian 4: Gabut 3

Mulutku menganga menyaksikan adegan fana di layar laptop dan adegan nyata di hadapan kedua biji mata ini. Bagaimana mungkin kemesuman dan kepornoan meraja lela di sini. Dipertontonkan dan diperagakan dengan sangat sempurna oleh kedua sahabat ku ini.

Awalnya memang hanya pegang, elus, remas bagian tubuh sendiri. Tapi, kemudian keduanya saling remas, saling elus, saling pegang. Seolah keduanya tengah menikmati kenikmatan yang diciptakan sendiri.

Gerakan-gerakan erotis silih berganti diperagakan. Diiringi desisan, desahan, dan racauan yang dihayati dengan penuh rasa.

Sialnya, keduanya seolah tidak tahu tentang keberadaanku di sini. Aku yang sedang berada di belakang mereka. Apakah keduanya sengaja. Menjadikan dirinya laiknya tontonan di layar laptop itu?

Aku habis pikir. Dan, yang terpikir hanyalah menikmati suara dan gerak yang membuat ku merasakan betapa tubuh adalah pangkal dari kenikmatan. Tentunya di pangkal pahalah semua kenikmatan itu berawal dan menjadi puncaknya.

Aku merasakan diriku seperti seorang bayi yang kehausan. Menghisap air susu ibu dan bukannya melegakan kehausan, tapi justru membuat semakin haus.

Aku kian brutal mengemut, mengenyot, menyedot, dan sesekali menggigit puting yang mengeluarkan air susu itu. Dan, tiba-tiba saja dalam imajinasi aku berganti peran menjadi seorang ibu yang menikmati kuluman, emutan, dan segala perlakuan binal terhadap ujung payu dara ku ini.

Sepertinya rasanya sama nikmatnya seperti yang dirasakan oleh Bunga. Bulan memperlakukan payudara Bunga seperti yang aku bayangkan. Entah sejak kapan payudara Bunga yang putih dan agak besar itu menyembul keluar dan menjadi bulan-bulanan Si Bulan.

Terasa tenggorokan ku kering. Aku pun menelan ludahku sendiri. Kudapati di layar laptop menampilkan gerak tubuh laki-laki yang semakin cepat memompa tubuh pasangannya disertai lenguhan yang kian keras dan tak beraturan. Suara pangkal paha yang saling beradu menimbulkan suara khas dengan ritme yang semakin cepat.

Kudapati tubuh perempuan itu mengejang tiba-tiba dengan jeritan yang aneh. Si Pria tak berhenti menghujamkan kemaluannya, menusuk-nusuk dengan sadis.

Aku terpana.

Tanpa sadar kupegang dadaku dan kukencangkan kempitan pahaku. Uh, rasanya hangat, gatal menggelitik, dan tak terkata. Aku membayangkan alat kemaluan laki-laki itu yang menghujam memiow-ku.

Aku melamun dan mengekspresikan bayanganku dengan gerak tangan dan tubuh. Tak sadar aku menggeliat dan mendesis.

Tiba-tiba saja Bulan dan Bunga memandang ke arahku. Aku tak bisa menyembunyikan diri. Kesangeanku menampakkan diri dan terciduk oleh keduanya.

Terus terang aku ingin. Iya, ingin sekali. Perasaan ingin ini datang menggebu-gebu dan menuntut untuk segera dituntaskan.

Bunga dan Bulan memandangku dengan kelembutan. Tak tampak adanya kekalutan saat aktivitas mesumnya telah kusaksikan. Begitupun denganku. Aku tak merasa malu saat keduanya menatapku sedang meremas payudaraku sendiri dan mengelus pangkal paha.

Anehnya aku tak menghentikan aktivitas yang kutahu sangat mesum ini bagi diriku. Bahkan aku merasa mendapat ruang untuk mengekspresikan diri lebih jauh. Dan, aku berharap Bunga dan Bulan melanjutkan aktivitas saling memberi kenikmatan yang sempat tertunda ini.

Aku ingin menjadi penonton yang menyaksikan hiburan langka yang belum pernah kusaksikan. Betapa rasa ingin tahuku membesar. Sama membesarnya dengan ujung payudara ku yang kian mengeras juga.

Bunga dan Bulan seperti tahu apa mauku. Keduanya melanjutkan aktivitasnya. Bunga membuka pakaian Bulan. Melucutinya dengan pelan dan pasti membuat Bulan bugil.

Terpampang sudah kemolekan tubuh Bulan. Aku sebagai sesama perempuan berdecak kagum. Keirian tiba-tiba menjangkiti. Tubuh mulus Bulan berhasil menghipnotis ku. Lekukan tubuh itu sangat proporsional. Terpancar keindahan dari maha karya seni yang aduhai.

Lekuk tubuh itu terpadu dengan kesintalan dan senyum malu-malu yang memerahkan pipinya. Rambut panjang nan lurus itu tergerai menghalangi pandangan ku terhadap dua gundukan daging yang samar-samar terlihat sangat putih, licin, dan pas dalam tangkupan tangan.

Aku sampai terheran-heran sendiri. Bagaimana mungkin aku sebagai seorang perempuan bisa terpesona dengan tubuh seorang perempuan? Apakah aku mulai tidak normal?

Kulihat Bulan melirik ke arahku. Hal itu membuat payudara nya dapat terlihat jelas olehku. Sungguh tubuh yang sempurna.

Rasanya aku ingin mendekat dan menikmatinya dengan sentuhan-sentuhan jari-jemariku ini. Tapi, keinginan ini sekuat tenaga kutahan. Aku masih berharap melihat kelanjutan yang bakal diperagakan oleh Bulan dan Bunga.

Bulan mengarahkan bibirnya ke arah bibir Bunga. Terjadi kecupan lembut. Bibir-bibir itu saling bersilaturahmi dengan bahasa lumatan, pilinan, dan disertai jilatan yang turut menyegarkan dunia persilat-lidahan.

Bulan menarik bibirnya. Menjauhkan dari gempuran bibir Bunga. Bulan menyibakkan rambut panjangnya dan memamerkan kesempurnaan bentuk payudaranya.

Aku melumat bibirku sendiri menyaksikan itu.

Bunga mendaratkan bibirnya di ujung payudara kiri Bulan. Dia tampak sedang mengemutnya. Bulan mendongak kan wajahnya ke atas. Dia mendesis.

Tangan Bunga berada di atas paha Bulan. Gerakan mengelus dan meremas terjadi berkeliling di area itu. Bunga tampak melakukan jilatan. Ini membuat Bulan mendesah.

Aku tanpa sengaja memeriksa pangkal pahaku. Kuyup.
 
Bagian 5: Gabut 4

Mataku terpejam. Menikmati perjalanan menurun dari puncak kenikmatan. Sensasinya sungguh berbeda. Lebih nikmat dibanding self-service di kamar mandi barusan. Satu kata yang dapat menggambarkannya adalah "lagi".

Iya, keinginan untuk mendaki dan mendaki lagi. Menaiki sensasi nikmat yang lebih tinggi lagi. Seketika terbayang penis laki-laki yang tegak menegang menghujam dalam ke memiew-ku. Uhhhh...

Aku menghirup nafas panjang. Menghembuskannya dengan pelan. Kegembiraan tiba-tiba menyeberang di depan angan. Dan, kurasakan belaian lembut nan hangat menjalar di leherku.
Aku masih menutup mataku. Kuresapi sensasi sentuhan itu dalam angan-anganku. Hmmm, rasanya seperti nyata.

Tanpa sadar, aku melenguh.

Kubasahi bibirku. Seperti gerakan bibir yang melumat dan merasai bibir beradu dengan bibir. Hmmmm...

Belaian di leherku terasa berpindah. Menyusup ke bawah menuruni leherku yang jenjang. Sungguh ini membuatku menggelijang.

Terdengar dengusan nafas yang berat. Dua nafas yang berbeda. Dipungkasi dengan nafasku sendiri. Ops, aku baru ingat. Ada Bunga dan Bulan.

Seketika aku juga ingat bahwa kenikmatan duniawi sedang bergerilya menyusuri setiap pori-pori di tubuhku. Aku pun memutuskan untuk tetap terpejam. Menikmati dan menebak-nebak. Di pemberhentian yang mana kenikmatan belaian ini akan berpangkal.

Terasa pegangan tangan yang lembut menyentuh perutku. Aku masih terpejam. Menutup mata dari segala batas norma. Aku hanya ingin rasa haus akan kenikmatan ini terpuaskan.

Uhhh, apa-apaan dengan diriku ini? Belaian demi belaian hanya mampu membuatku menggigit bibir sendiri dengan canggung. Dan, aku takut untuk membuka mata.

Di balik bola mataku yang tertutup ini, justru tergambar dengan sangat jelas adegan demi adegan di layar laptop tadi, juga perbuatan Bunga kepada Bulan, dan begitu sebaliknya.

"Apakah aku sedang sange?"
 
Bagian 6: Berlalu Bagai Debu


Angin menerbangkan debu jalanan. Begitu pun garis waktu telah membentang memisahkan masa, membaginya menjadi lalu, sekarang, dan depan. Iya, masa lalu, masa sekarang, dan masa depan.

Sekarang ini tidak ada gambaran tentang masa depanku. Dikatakan cerah, bukan. Disebut suram, sepertinya tepat. Mungkin cerah untuk mereka, Bunga dan Bulan. Tapi, tidak bagiku. Masa lalu telah melemparkanku ke masa sekarang yang tidak bermasa depan.

Orang-orang sering mengolok-olok dengan sebutan: madesu! Masa depan suram.

Tentang kedua sahabatku, Bunga dan Bulan. Terakhir kali kudengar kabar tentang Bunga, dia keluar negeri. Melanjutkan S2. Beasiswa. Sedangkan Bulan, dia sudah menikah. Suaminya adalah putra dari seorang pengasuh pondok pesantren yang berlabel modern di negeri ini. Sudah melahirkan seorang bayi imut nan tampan.

Kesimpulannya, Bunga dan Bulan bahagia. Persis seperti akhir kisah para putri di negeri impian. Dengan pembanding lain, ya, seperti akhir cerita FTV.

Bagaimana dengan aku?

Sepertinya kebahagiaan semakin menjauhiku. Enggan. Tak ada kebahagiaan yang kurasakan. Paling-paling, ya, sebatas kesenangan. Aku terlalu banyak senang-senang. Dan, kesenangan itu cepat berlalu. Seperti balon udara yang ditiup kemudian dilepaskan. Wusssss... Kempes dan jatuh.

Harus kuakui aku terjatuh di lubang kehinaan. Hmmm, kenikmatan, sih, yang awalnya kurasakan. Hingga kenikmatan itu menjeratku. Memperdayaiku hingga aku semakin haus untuk mereguknya lagi dan lagi.

Kegabutan pada masa lalu itu menjadi pemicunya. Menjadikanku semakin menjadi-jadi. Iya, jadilah aku yang seperti ini: haus kenikmatan dan dipenuhi fantasi-fantasi seksual.

Tentang apa saja yang telah terjadi dan aku lakukan pada masa lalu, cukuplah kusimpan cerita tentangku ini untuk diriku sendiri. Dan, sedikit cerita di antaranya akan aku bagikan kepada kalian. Iya, hanya sedikit saja.

Biar kalian tahu bahwa setiap pribadi manusia adalah kepingan-kepingan puzzle yang tak terpasang dengan rapi. Banyak kepingan lainnya berserakan di sana-sini, bahkan tak menutup kemungkinan disembunyikan dengan rapi.

Dengan begitu, tidak perlu kalian menilai seseorang secara berlebihan. Ada orang-orang baik, tapi dia menyimpan keburukannya dengan sempurna. Ada orang yang dicap jahat, tapi dia tak mau kebaikkannya terlihat. Bisa saja ada orang baik itu karena sering mempertontonkan kebaikkannya. Juga sebaliknya, ada orang jahat karena terlalu pandai menyimpan kebaikkannya.

Dan, begitulah ruang abu-abu itu terbentuk. Melingkupi siapapun. Menjadikan setiap manusia memiliki sisi masing-masing. Sering kali adalah sisi lain yang jauh berbeda.

Mengapa aku bisa berbicara ini semua? Ketahuilah bahwa namaku adalah Cahaya. Aku mampu menembus sekat ruang abu-abu kehidupan karena aku hidup di dunia remang-remang. Yaitu sebuah dunia yang tak begitu memersalahkan perbedaan antara salah maupun benar dan baik-buruk. Bahkan perbedaan di antara keduanya nyaris tidak ada. Saking tipisnya. Yang ada adalah kesenangan dan kenikmatan.

Namaku Cahaya. Seseorang yang akan menerangi sisi gelap milik kalian semua. Bukan untuk membuat kalian menginsyafinya, tapi aku hadir agar kalian bangga menjalani kehidupan dengan berbagai sisi milik kalian.

Oh, ya, satu hal lagi. Bahwa tak ada suatu hal yang terjadi pada saat ini sebagai suatu kebetulan. Kukatakan sekali lagi bahwa tidak ada keberuntungan. Dewi Fortuna hanyalah dongeng.

Apa yang terjadi padaku saat ini, berbagai macam peristiwa yang kualami, adalah rentetan peristiwa yang terkait dengan masa lalu. Entah ada korelasinya atau bukan, bisa dinalar atau tidak, yang jelas masa lalu berkaitan erat dengan masa sekarang. Tapi, entah dengan masa depan.

Misalnya, peristiwa tentang kegabutanku, menjadi percik api yang membakar jiwaku dan membentukku menjadi seperti ini. Iya, seperti ini sekarang. Percaya atau tidak, kalian bisa mengingat peristiwa masa lalu yang membuat kalian menjadi seperti ini. Sehingga tidak menjadikan kalian seperti itu.

Namaku Cahaya. Akan kuceritakan kisahku pada masa sekarang. Mudah-mudahan bisa menjadi pelajaran. Setidaknya pelajaran untuk mereguk kenikmatan persetubuhan.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd