Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Dea, Your Lewdly Neighborhood [Season 2]

Untuk season berikutnya, enaknya gimana?


  • Total voters
    114
  • Poll closed .
Season 2 kayanya glow in the dark nih... Wkwkwk
Keren sih ni drama, apalagi akhirnya Fah dan Dea jadian, beeuh keren... Yg sangat disayangkan Bu Guru nya gitu sih, padahal kan~
Yaa sudah lah

😍😍😍
 
—Season 2—

Chapter 1:
A Problematic Girl Called Nadia






Untuk kesekian kali, bunyi alarm kembali mengusik tidurku. Awalnya, aku mau biarin alarmnya mati sendiri, kayak yang sudah-sudah. Tapi karena keburu sadar dan susah mau tidur lagi, aku jadi bangun sepenuhnya. Suara alarmnya emang ganggu banget. Saking ampuhnya, biasanya aku cuma butuh satu alarm supaya bangun. Tapi tidak dengan pagi ini.

Aku harus bersusah payah lepas dari dekapan Fah, demi bisa meraih HP-ku yang letaknya emang jauh dari tempat tidur. Setelah merayap di karpet, tanganku sampai juga ke tepi meja belajar, tempat HP-ku berada.

Saat kulihat layar HP, aku jadi kesal sendiri. Waktu nunjukin baru jam lima pagi. Ngapain juga aku pasang alarm sepagi ini, coba? Mana ini alarm kelima dari rentetan teror alarm yang sengaja aku pasang sendiri.

Oh, aku tidurnya pules juga sampai lewatin empat alarm. Iyalah, badan capek dan kurang tidur. Hal yang biasa terjadi kalau Fah lagi nginep di kosanku.

Eh, tunggu, deh. Fah? Nginep di kosan? Mampus, aku baru inget!

"Fah, bangun!" Aku goyang-goyangin badannya yang telanjang bulat ini. Duh, kontolnya jadi ikutan goyang lagi. "Faaaaaah, bangun, dong! Nanti telat ngampus kamunyaaaa! Ihh, kan udah dibilangin jangan nginep lagi. Yang udah-udah kan kamunya telat, masa sekarang telat lagi?"

Wah... dia masih tidur. Ga heran kalau alarm ga bikin dia bangun, aku guncang-guncangin aja dia masih pules tidurnya. Tapi ada sih cara pamungkas untuk bikin dia bangun. Biasanya aku simpan buat last resort kalau ga mempan pakai cara-cara normal. Berhubung tiap kali dia nginep situasi banguninnya selalu begini, jadi ya aku pakai terus caranya.

Aku bergerak cepat menuju laci meja belajarku. Kuambil dildo yang kusimpan di laci bawah, lalu lumuri dengan pelumas. Setelahnya, aku kembali ke Fah, dan angkat kedua kakinya sambil aku rentangkan lebar-lebar. Sip, lubang pantatnya jadi terekspos maksimal. Aku olesin juga pelumas ke bibir lubang Fah. Nah, persiapan selesai. Selanjutnya, aku gesekin kepala dildo yang kupegang ke lubang pantatnya, dan dalam hitung mundur dari tiga, dua, satu...

"Mmmmmmhhhh... nnngghhhh...!!!" Fah mengerang heboh saat dildo sudah masuk setengahnya. Badannya juga tersentak, lalu menegang. Sip, dia sudah sadar sepenuhnya.

"Bangun! Kamu nanti telat ke kampusnya, tau," omelku, sambil terus mendorong dildo hingga masuk lebih dalam lagi.

"Tapi ga gini, nggghhh... masa tiap kali aku nginep, dibanguninnya—DEAAAA, ITU MASUK BANGET LOOOH!"

"Siapa suruh tidurnya kebo?" Sekarang, kutarik dildonya hingga tersisa kepalanya di dalam pantat Fah. "Kamu mau bangun sekarang atau aku terusin analin pake dildo?"

"I-iya, aku bangun sekarang!" Fah berusaha bangun sambil terus tatap aku dengan ekspresi meringis. Dia pakai kedua sikunya sebagai tumpuan badan. "Cabut dulu dildonya, ya? Aku belum si—NNNGGGHHHHHHH, DEAAA, DEAAA... UDAH DULUUUUU!"

Aku berubah pikiran. Aku ga jadi kasih dia opsi, karena setelah ngeliat ekspresi meringisnya, aku malah gemes dan menikmati. Makanya, aku analin aja dia. Dildonya sengaja aku keluar-masukin dengan cepat. Lalu, telapak tanganku yang satunya juga kulumuri liurku, sebagai pelicin saat aku mengocok kontol Fah.

Gabungan dari penetrasi anal pakai dildo dan kocokan tanganku pada kontolnya, bikin Fah cepat terbuai dalam rangsangan. Ekspresi meringisnya berganti jadi keenakan. Mata sayunya terus tatap aku, sementara mulutnya mendesah tanpa henti. Tiap kali dia sadar lagi dieksploitasi, Fah mau protes. Tapi gerakan kedua tanganku jadi makin cepat, dan protesnya hanya berakhir jadi sebatas wacana.

"Deaaa... Dea... aku mau keluar, aku mau keluar... please, please... pejunya mau keluar... ahhh, ahhh... aku mauuu... NGGGHHHH... KELUAAAAARRR!"

Mulutku yang membuka, langsung mengulum dan menghisap kepala kontol Fah. Uuuhh... pejunya langsung bermuncratan di dalam mulutku, dan karena aku hisap, pejunya jadi ga bisa keluar lewat celah mulut yang kini menutup rapat. Sebagian pejunya muncrat ke kerongkonganku, dan langsung kutelan; sementara sisanya masih mengumpul di mulut. Setelah Fah berhenti berejakulasi pun, aku masih mainin peju Fah pakai lidah untuk kuolesin di kepala kontolnya. Tentu saja, sambil terus kuhisap kuat-kuat, sebelum akhirnya kutelan juga sisa peju Fah di mulutku.

"Ahhh... Dea emang gila, masokis, ga waras...," katanya, sambil atur nafas, "Ini masih pagi, tau. Tapi aku udah dibikin lemes aja. Kalo gini, gimana aku bisa ngampus, coba?"

Fah pun keliatan lega saat dildo ini aku keluarin dari pantatnya. "Mandi. Cepetan. Sebelum aku berubah pikiran analin kamu lagi," ancamku, sambil ngeliatin dia dengan tatapan jutek.

Untungnya, pacarku ini nurut. Dia langsung bangun, terus ambil handuk. "Titip bersihin ini, ya," kataku, sambil sodorin dildo ke dia, saat dia mau ke kamar mandi.

Saat Fah sudah mandi, aku jadi bengong sendiri. Sekarang aku horny banget, tapi aku ga mau buang waktu lebih banyak. Cuma karena jarak antara kosanku dengan kampus tuh deket, bukan berarti aku bisa santai. Senin pagi ini aku juga harus pergi ke bank, untuk urus kartu ATM yang ga sengaja aku patahin di Sabtu kemarin. Lagian Fah juga harus buru-buru, atau dia akan telat.

Maka, aku merapatkan paha. Kugigit bibir sebagai pengalihan rasa gatal di memekku yang mengganggu. Makin kutahan birahiku, makin aku sulit berpikir sehat. Suara-suara di kepalaku pun berisik banget, menghasutku supaya menuruti nafsu.

Uuuhhh... ini menyebalkan banget. Kepalaku sampai pusing sekarang. Aku mau kontol Fah, dan mikirinnya aja bikin sakit kepala. Aaarrgh!

Baiklah. Karena aku sayang sama diri sendiri, aku ga mau diriku tersiksa nafsu lebih lama. Makanya... sekarang aku pun bangun, lalu berjalan menuju kamar mandi. Tanpa ketuk lebih dulu, kubuka pintunya, yang ga pernah dikunci kalau ada Fah di dalamnya. Tentu saja, Fah kebingungan ngeliat pacarnya nyamperin dia. Bertelanjang bulat, nafas memburu, dan muka memerah menahan nafsu.

"Aku mau mandi bareng, dong," ucapku, lirih.

Tapi Fah langsung lempar sabun mandi ke aku, yang kena toketku terus membal dan akhirnya jatuh ke lantai. "Bullshiiit! Paling kamu lagi horny banget terus mau ngajakin ngentot, kan?" teriak dia. Heboh banget sih ini orang.

"Ehehehe." Merasa tebakannya Fah benar, aku jadi malu sendiri. "Tapi boleh, ga, sih? Kan nanti kamunya jadi telat..."

"Another bullshiiiiit!" Fah pun langsung sodorin kontolnya yang sudah setengah tegang ke aku. "Mau ini, kan?" tanyanya, lalu sambil goyang-goyangin kontolnya, dia ngomong lagi, "Sini, Dea, siniiii..."

Ah... liurku menetes dari sisi bibir yang membuka. Ga pakai pikir panjang, aku langsung berlutut di depan Fah. Membuka mulut lebar-lebar, untuk melahap batang kesayanganku ini sejauh yang aku mampu. Awalnya cuma sampai pangkal lidah, tapi aku paksain lagi. Terus kulahap hingga kepala kontolnya ga sengaja menyentuh amandelku, dan aku spontan merasa ingin muntah. Tapi kutahan aja. Aku malah melahap kontolnya lebih jauh lagi hingga tiga perempat bagian kontol Fah berada di mulutku.

Saat kontolnya mencapai kerongkonganku, aku menatap ke atas, ke mata Fah. Setelah kontak mata yang intens, Fah pun geleng-geleng kepala. "Pagi-pagi udah dapet deepthroat. Lucky me," katanya, sambil gigit jari telunjuknya.


———


Senyumku ga berhenti terkembang mulai dari saat keluar kamar mandi, pakai baju, sarapan, hingga anterin Fah keluar dari kosan. Daaaang, that was one of the best morning sex I ever had! Seks yang menyenangkan berefek pada pelepasan dopamin dalam jumlah banyak, yang berdampak pada peningkatan mood. Kalau mood naik, orang akan jadi lebih ramah, bahagia, dan produktif. Itu yang aku rasain sekarang. Jadi Dea yang ceria.

Fah malah terus ngeliatin aku dengan tatapan aneh. Mungkin di pikirannya, aku sudah selangkah lebih maju untuk jadi gila. Habisnya, aku jadi super ramah. Semua penghuni kosan yang berpapasan denganku pun aku sapa. Kebiasaan ini cuma terjadi tiap Senin pagi, itupun dengan kondisi Fah nginep di kosanku.

"Pak Atsu udah sampe mana?" tanyaku, setelah bukain pintu pagar untuk pacarku.

Fah angkat bahu. "Tadi sih bilangnya baru keluar parkiran hotel. Mungkin sebentar lagi sampe."

Sambil gendong tas ransel Louis Vuitton-nya di pundak kiri, Fah bersandar di tembok, lalu menyulut rokok. Posenya keren banget, sumpah. Tiap aku nemenin dia nunggu penjemputnya di depan kosan, kuperhatiin pasti banyak orang yang ngeliatin Fah. Apalagi sekarang ini. Semua orang yang lewat, pasti nengok ke Fah dengan durasi minimal dua detik. Malah ada yang ngeliatinnya dari ujung jalan ke ujung lainnya.

Selain posenya yang fotogenik, Fah juga ditunjang outfit yang ga ngotak kerennya. Dibalik balutan jaket denim trucker Stone Island warna biru dongker yang kegedean, dia pakai oversized t-shirt hitam Vetements yang dia rombak jadi crop tee. Jadi perut ratanya bebas terekspos. Untuk bagian bawahnya, ada straight pants denim warna biru langit merk Versace, yang dia pakai di bawah pinggang dan bikin bagian atas celana dalam Calvin Klein-nya keliatan. Dia juga pakai kaus kaki, yang meski ga keliatan karena ketutupan celana, tapi merknya Gucci. Setelahnya, ada Balenciaga Triple S warna putih sebagai alas kakinya.

Kalau ditotal dari atas sampai bawah, Fah kayak etalase baju branded berjalan seharga puluhan juta. Setelah merhatiin pacarku dan ngaca ke diri sendiri, aku jadi minder. Dari semua yang kupakai, paling mahal cuma kacamata merk William Palmer yang aku beli untuk gantiin kacamata lama yang framenya patah saat ga sengaja aku dudukin. Jilbab beli di Rabbani, oversized hoodie nge-war di akun thrift Instagram, celana kulot beli di Pasar Rau (dan nawar!), sepatu pakai Heiden Heritage hasil flash sale di Shopee.

See? Aku tuh anaknya lokal pride banget yang penuh kesederhanaan, kan? Iya, kan? Ga apa-apa meski ga pakai barang branded, kaaaaan? Akunya insecure, nih!

"Kamu ngapain ngeliatin aku sampe lama banget?" tanya Fah, memecah fokus observasiku.

"Nggg... ga apa-apa. Aku cuma mikir, kamu keren banget. Beneran. Orang-orang juga sampe ngeliatin kamu gitu."

Fah malah ketawa. Lalu, dia natap aku sambil bilang, "Tapi yang aku liat cuma kamu, Dea."

Ish, aku jadi salting, kan. Aku langsung buang muka biar dia ga liat pipi merahku. Meski udah pacaran setahun lebih, tapi masih mempan aja aku digombalin dia. Ketawa Fah justru malah makin menjadi-jadi. Sumpah, ya, Pak Atsu lama banget! Cepet sampe, doooong, biar aku bisa lepas dari situasi salting ini!

Eh, panjang umur! Yang diomongin pun tiba. Range Rover Sentinel yang selalu dipakai sebagai transportasi pribadi Fah melaju pelan, untuk menepi di depan kami. Setelahnya, seorang pria tua dengan brewok dan kumis tipis pun keluar lewat pintu kemudi. Pria tua itu memakai setelan jas, lengkap dengan dasi.

"Selamat pagi, Nona Fah. Maaf atas keterlambatannya," kata pria itu sambil membungkuk ke Fah. Lalu, dia sedikit mengangguk saat menyapaku. "Selamat pagi, Nona Nadia."

"Ga apa-apa, Pak Atsu. Emang dari awal aku kasih info juga udah lewat dari rencana, kok," jawab Fah, "Menurut Pak Atsu, masih keburu ga aku ngampusnya kalo berangkat jam segini?"

Yang ditanya, tampak mikir sebentar. Lalu, dia ambil HP dari kantong celana. Dia tampak sibuk nelpon seseorang, lalu setelah minta ketemu di gerbang tol Serang Timur, Pak Atsu tutup teleponnya. "Saya sudah pesan vooridjer supaya perjalanannya lebih cepat. Apa kita bisa berangkat sekarang?" tanyanya ke Fah.

"Great! Thanks, Pak Atsu!" Lalu, Fah ngeliatin aku, sementara aku langsung menggeleng. Karena udah lumayan lama dekat, entah gimana caranya aku dan dia jadi kayak bisa baca pikiran satu sama lain. Aku tau banget tatapan matanya yang minta cium itu. "Ih, Dea pelit!"

"Ini tempat umum, gila! Tuh, banyak santri lagi jajan juga," kataku, sambil menunjuk ke samping gedung kostku yang berupa pesantren.

"Wuuuuuu!" Tapi dia ga nyerah. Kali ini dia ajakin aku cipika-cipiki. Setelahnya, dia pamit ke aku. "Sampe ketemu hari Minggu, yaaa! Gonna miss you, muah, muah! I love youuu!" katanya, dengan suara keras, yang bikin orang-orang sekitar ngeliatin aku.

"Udah jangan banyak bacot! Buruan minggat, sanaaa!" Aku bukain pintu mobil, terus dorong punggungnya supaya cepet masuk. "Gausah nginep-nginep lagi nanti, ah! Repot akunyaaa!"

"Ih, ngatur. Bodo amat hari Minggu aku mau nginep lagi, pokoknya!"

Udah deh tuh, dia masuk ke mobil. Kemudian, Pak Atsu juga pamit ke aku. Mobil pun melaju pelan ninggalin jalan kecil ini, dan hilang dari pandangan setelah belok kanan. Sepeninggal Fah, aku merutuk dalam hati selama perjalananku menuju jalan raya. Berkali-kali mempertanyakan kenapa Senin pagiku sekarang harus selalu seperti ini.

Lalu, aku meraba perut bagian bawahku, tempat dimana rahimku berada. "Dari kemarin dia keluarin di dalem mulu, mana lagi masa subur. Duh, semoga ga hamil, deh," gerutuku.

Tapi gerutuanku ga bertahan lama, setelah ingatan tentang apa yang aku dan Fah lakuin di kamar mandi tadi kembali hadir di benakku. Aku pun senyum-senyum lagi.

"Beli es krim, aaaaaah~" kataku, sambil menuju ke minimarket di samping pom bensin.


———


Setelah beres urusan kartu ATM, aku langsung berentiin angkot yang lewat. Bank yang aku kunjungi dan kampusku berada di jalur angkot yang sama, kok. Enaknya, hari ini cuma ada kelas siang, artinya aku bisa jajan dulu di kantin. Lagipula, aku udah janjian sama beberapa orang di kampus, jadi ga bikin bosen saat ada di masa-masa nungguin jam kelasnya dimulai.

Karena kuliahnya masih lama, aku bisa santai saat angkotnya ngetem. Di kota ini, kalau bukan di sekitaran Mall of Serang, angkotnya ga lama juga sih ngetemnya. Selain itu, aku juga jarang naik angkot, karena kosanku deket banget sama kampus jadi bisa ditempuh dengan jalan kaki. Jadi ngangkot ini cuma ketika aku pergi sendirian yang tujuannya di luar wilayah Pakupatan.

Untuk moda transportasi di kota ini, aku lebih suka pakai angkot atau jalan kaki. Kalau kepepet, paling aku setopin taksi yang lewat atau pesan taksi online. Kenapa ga pakai ojek online aja? Ga, aku masih trauma hahahaha. Memang sih, ga semua ojol tuh kayak Pak Jumadi. Tapi tetap aja, mencegah lebih baik daripada misuh-misuh sendiri, kan?

Saat nungguin angkotnya jalan, aku iseng buka aplikasi M-Banking di HP. Pas cek saldo, di rekeningku cuma ada dua juta sekian. Duh, bunga deposito masih dua minggu lagi cairnya, sementara aku udah harus bayar UKT. Jumlahnya jelas melebihi saldo rekeningku.

Di momen begini yang bikin kekesalanku sama kampusku bertambah. Kampusku itu keterlaluan pelitnya. Anak yatim piatu dan pengangguran tanpa beasiswa kayak aku ini masih aja dikasih biaya UKT hampir enam juta. Sebenarnya pihak kampus liat akunya mampu secara finansial dari sudut pandang mana, sih?

Untungnya, aku punya warisan peninggalan Abi dan Umi. Jumlahnya sih sampai delapan ratus juta; dari jual rumah, tanah, motor, tabungan dan asuransi (ini semuanya dibantu urus notaris keluarganya Fah, mantap kan?). Untuk asuransi, karena pakai syariah, jadi yang cair ga sebesar asuransi konvensional. Tapi aku tetap bersyukur soal itu. Kan lumayan, buat nambahin saldo rekening.

Jadi, meski ga punya warisan dalam bentuk aset, tapi aku punya uang delapan ratus juta sekian dalam bentuk deposito di bank BUMN yang suku bunganya nol koma lima persen per bulan. Sampai saat ini aku masih merasa miris, sih. Orangtuaku cari uang dengan cara halal sampai (literally) meninggal, akunya menikmati hasil riba. Di akhirat nanti, aku pasti akan digebuk Abi dan Umi.

Tapi di atas kertas, statusku jutawan, loh. Umur sembilan belas, nih, bos! Padahal, sebenarnya kondisi finansialku menyedihkan. Aku ga berani investasi, ga berani juga buka usaha, tapi ga mau juga uangku habis gitu aja karena aku pakai terus-terusan tanpa ada pemasukan. Saat ini, yang kepikiran cuma deposito aja. Lumayan, tau, tiap enam bulan sekali aku dapat dua puluh empat juta.

Nah, penyakit kambuhanku adalah tiap bunganya cair, aku langsung hedon jajan sana-sini. Setelah dua bulan dan ngehabisin belasan juta untuk jajan dan jalan-jalan, saldo rekeningku akan menipis. Lalu empat bulan sisanya aku ngerem gaya hidup habis-habisan. Sambil nunggu bunga deposito cair lagi, tentunya. Siklus itu pun terus berulang sejak setahun lalu, sampai sekarang.

Eh, angkotnya jalan lagi. Kututup aplikasi M-Banking, lalu mulai putar otak gimana caranya bisa dapet enam juta secara cepat. Kan kalau ada tambahan uang buat bayar UKT, uang bunga depositoku jadi ga diutak-atik, kan? Kalau ga diutak-atik, berarti ada tambahan enam juta buat jajan. Lumayan banget, tuh.


———


"Nadia, ko mau mengobrol dimana?" tanya senior kampusku, Maria, saat dia berjalan deketin aku.

"Eh, terserah Kak Maria aja. Bebas aku, mah."

"Eh? Ko memangnya ada kelas jam berapa?" tanyanya lagi.

Aku coba ingat-ingat jadwalku hari ini. "Jam... dua?"

Maria tampak mikir, terus tarik lenganku untuk ikutin dia. "Baru jam sepuluh. Sa lagi mau frappe. Ke Starbucks, mau? Mungkin masih sepi kalau sekarang."

Mukaku langsung panik, dong. Segelasnya bisa hampir lima puluh ribu, dan aku lagi kondisi ngirit, nih! Tapi mau nolak ga enak karena udah bilang "terserah". Duh, pasrah aja, deh. Rupanya, kayaknya aku keliatan banget paniknya. Jadi sambil senyum, cewek berkulit cokelat dan berparas manis ini ngomong lagi, "Sa yang traktir, Nadia. Uang OF baru turun, hehehe."

Panikku hilang, lalu berganti senyum. Kaki-kaki yang enggan melangkah ini jadi ringan saat mengekor Maria. Hidupku memang cuma digerakkan oleh beberapa faktor sederhana, dan salah duanya adalah seks, dan traktiran.

Maka, dengan dibonceng Maria, motor matic yang dia kendarai ninggalin area kampus. Di jalan, beberapa kali cewek ini ngerem mendadak supaya ga nabrak angkot yang main nyerobot jalur kiri buat turun-naikin penumpang. Akibatnya, toketku jadi nempel mulu kalau dia ngerem mendadak. Dia sih diem aja, tapi aku yakin kok pasti punggungnya ngerasain sesuatu yang kenyal dan empuk tiap kali toketku nempel.

Ngomong-ngomong soal Maria, kakak tingkat di kampusku ini adalah seorang perantau. Dia lahir dan besar di Ambon, tapi bisa-bisanya milih kampusku buat jadi tujuan kuliah selepas lulus SMA. Maksudku, warga lokal sini aja kaget begitu tau aku yang dari Jakarta mau-maunya kuliah di kampus di pinggiran Serang. Saat aku tau kalau Maria adalah perantau dari Ambon, aku jadi ngerti perasaan warga lokal yang kaget itu. Berarti, kalau mereka juga tau Maria asalnya dari timur Indonesia sana, kagetnya jadi berlipat ganda mungkin, ya?

Setauku, Maria berprofesi sebagai model gravure. Itu tuh, model semi dewasa. Postur badannya yang memang seksi bikin dia cocok banget untuk jadi model gravure. Bayangin aja, kulitnya cokelat langsat, mulus lagi. Wajahnya manis, matanya bulat dan sorotnya teduh, alisnya tebal tanpa harus diukir pensil, hidungnya mancung dan berpadu dengan bibir yang sensual. Kalau itu masih kurang, liat toketnya. Gede banget. Punyaku mah kalah. Tapi ga cuma gede, toketnya juga kencang. Aku cuma sampai liat belahannya aja, sih, but I know fine boobs when I see one. Badannya juga sekal, dengan pinggang yang meliuk ke dalam lalu melebar di pinggul.

Secuil jiwa lesbianku pun setuju kalau penampilan fisik Maria emang bikin ngiler.

Oh, iya, balik lagi ngomongin model gravure. Bedanya dengan model dewasa beneran, model gravure itu ga sampai telanjang, maksimal cuma kasih liat pose sambil pakai dalaman aja. Ga cuma aku yang tau fakta ini, tapi juga seisi kampus. Makanya, Maria sering dapat cibiran dari para cewek, dan pelecehan verbal dari yang cowok. Aku sempat nguping saat Maria diomongin di belakang oleh beberapa orang saat di kantin. Kata para penggunjing itu, "Bayar kuliahnya pake foto-foto buat bahan coli."

Jahat banget, sumpah.

Padahal, mereka ga tau dalamnya Maria. Saat aku kenal dia lebih jauh, cewek ini tuh baik banget. Anaknya humanis, gampang berempati, ramah juga, suka nolongin aku saat kerepotan nugas, dan masih banyak, deh. Saat masa OSPEK, Maria yang belain aku saat aku jadi incaran perundungan sekelompok kakak tingkat cewek ganjen dan sok populer. Dari situ, aku bertekad mau kenal dia lebih jauh lagi, dan setelah beneran kenal dekat, dia baiknya ga ada obat. Seeeee? This world is fucked up enough, and we need more people like Maria to survive a day, tauk!

"Nadia, su sampai. Ko turunlah, jangan bengong terus."

Ah, iya. Beneran udah sampai. Sambil turunin kaki, aku pun membalas, "Abisnya di jalan ga diajak ngobrol. Ya aku bengong aja."

Aku mengekor Maria saat menuju kasir yang dijaga seorang barista. Maria pesan chocolate frappe ukuran venti, sedangkan aku pesan menu yang sama, cuma dengan ukuran dibawah yang Maria pesan. Setelahnya, kami pun pergi ke salah satu meja di pojok ruangan.

"Apa yang mau ko obrolkan, Nadia?" tanya Maria. Ga pakai basa-basi.

Maka, aku pun juga ga perlu berbasa-basi dengannya. "Aku mau minta diajarin bikin konten di OF, Kak."

Maria malah bengong. Dia sampai kucek-kucek kuping. "Sa tak salah dengar ini? Apa ko yang salah omong, Nadia? Heeee... ko jilbaban, masa bikin-bikin konten pakai baju-baju seksi?"

"Ih, aku mah serius. Aku beneran minta diajarin, Kak Maria."

"Sa juga serius. Bagaimana ko mau ngonten dengan jilbab ko itu?"

"Ya kan bisa aku lepas." Tiba-tiba, sebuah ide gila terlintas di benakku. "Atau bikin kontennya pake jilbab aja, ya? Kan jadinya bisa memfasilitasi orang-orang yang fetishnya sama cewek jilbaban."

Denger omongan asalku, lenganku langsung dikeplak Maria. "Tuhanmu tak marah, kah?"

"Tuhan Kak Maria gimana?"

"Ya marahlah, pasti. Cuma sa su tak peduli. Sa butuh uang untuk kuliah. Tapi ko kenapa mau jadi model gravure? Butuh uang?"

Aku mengangguk. Kuberitau dia tentang nominal bayaran UKT untukku yang jumlahnya hampir enam juta. Setelah dengar omonganku, Maria langsung emosi. "Kampus ko itu memang tak ngotak, Nadia. Mereka pikir yang dari luar Serang ini punya banyak uang, hah? Kalau saja sa tak punya cita-cita jadi guru bahasa Inggris buat anak-anak di kampungku, lebih baik sa ikut Mama bertani di desa."

"Atas nama Maria dan Nadia!"

Seruan si barista langsung memecah emosi Maria. Setelah sedikit menenangkan diri, dia beranjak dari kursi menuju tempat pengambilan minuman. Aku perhatiin pantatnya saat dia berjalan. Meski ga terlalu tercetak pada celana bahannya, tapi aku bisa menerka kalau pantat Maria itu bulat dan kencang. Beneran bikin ngiler...

"Punyamu." Maria sodorin minuman yang kupesan, lalu dia duduk kembali. "Ko su pikir baik-baik soal ini, Nadia?"

"Udah, Kak. Aku serius mau mulai ngonten. Dapet uangnya lumayan, kan?"

"Ko pikir darimana sa punya motor PCX cuma butuh dua bulan kumpulkan uang?"

Oke, berarti terkonfirmasi kalau jualan konten di platform yang Maria geluti itu berpotensi dapat uang banyak. "Tuh, kan. Makanya tolongin aku, ya? Ajarin adek tingkatmu ini, pleaaaaaase?" Sambil meraih sebelah tangannya, aku juga menatap Maria dengan pandangan mengiba.

Tangan satunya yang ga lagi kugenggam erat dipakai Maria untuk mengurut pelipisnya. Sambil hembuskan nafas panjang, dia menjawab, "Minggu nanti, ko main ke sa punya studio. Sa lihat apa ko bisa pose-pose. Kalau ternyata ko bisa, sa ajari ko jadi model gravure, sekalian sa tutorkan ko punya konten."

"Ancrit juga Kak Maria, bisa sampe punya studio segala. Tuh beneran, deh, ngonten tuh bisa dapet duit instan, kan?"

"Studio mini, ada sa buat di ruangan tak terpakai di rumah kontrakanku. Nanti sa bagikan lokasinya di Whatsapp." Lalu, Maria setengah berdiri, dan condongin badannya ke aku. Dia berbisik pelan, "Sekalian sa punya syarat untuk ko. Sa ajari ko bikin konten, ko ajari sa bicara seperti orang Jakarta. Deal?"

"Maksudnya... gimana, Kak?" Aku spontan memasang tampang bingung, karena masih belum ngerti sama apa yang dia syaratin ke aku.

"Ko ajari sa bicara seperti ko ini, Nadia."

"Pake aku-kamu, gitu?"

"Ya, dan lain-lain juga. Bahasa gaulnya, logat, pemilihan kata. Sa fasih berbahasa Inggris, Nadia. Tapi sa sering ditertawakan kalau beralih ke sa punya bahasa sehari-hari."

Tanpa pikir panjang, aku segera menjabat tangan kanan Maria. "Deal! Hari Minggu, ya?"

"Hari Minggu. Sa su mantapkan niat, awas kalau ko tak jadi. Sa piting ko punya leher, nanti."

Aku cuma tertawa saat Maria mengancamku. Mungkin kalau dia beneran memiting leherku, aku malah akan memohon-mohon supaya badanku digrepein. Bayangin, aku ga berdaya, kesusahan bernafas, digrepein toketnya, bahkan difingering memeknya... atau, atau... malah dimasukin dildo di memek dan lubang pantatku. Uuuhhh... ngebayanginnya kejauhan!

Setelah obrolan tadi, aku dan Maria beralih topik. Macam-macam, ada bahasan seputar perkuliahan, curhatan Maria tentang penyusunan skripsinya, rasa keponya tentang kehidupan pacaranku dengan seorang transgender, atau bahkan hal-hal receh seperti video-video viral di Tiktok yang bikin ketawa.

Ga kerasa, waktu hampir menuju pukul setengah dua siang. Kami berdua pun mutusin untuk menyudahi sesi nongkrong di kafe ini. Tapi sebelumnya, Maria mau ke toilet dulu. Sementara aku menunggu sambil menyeruput habis chocolate frappe-ku.

Saat menunggu, aku tiba-tiba kepikiran sesuatu yang penting. Hari Minggu kan waktunya Fah ngapelin aku! Terus kalau akunya malah pergi ke rumah Maria, Fah ditinggal sendirian, dong? Ga lucu juga kalau tiba-tiba aku ajak dia ke sana. Ah, iya... mana aku belum bilang ke Fah soal mau coba bikin konten dewasa.

Kalaupun bilang, akan dibolehin, ga, ya? Terus... kalau ga dibolehin dan ga jadi kerjasama bareng Maria, apa aku akan tetap berakhir dipiting lehernya sama dia?

Awww... please choke me harder, Mommy~♡






Nympherotica♡♡
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Mantap patut dinantikan kembali!
Lebih mantap kalau setiap part nya menggunakan mulustrasi Nadia heheheh
What is wrong with you and all this urge to demand your-so-called mulustrasi from me? Man, you should know that if I willing to stay up late just to reply you, it means you are annoying enough to disturb me.

Please don't be. I do what i want in my playground, and you should respect me for that. Don't you feel you cross the line by telling me what i should do based on your preference or liking?

If you find yourself uncomfortable being here because I don't want to grant your request, well I don't force you to stay. You can always unwatch this thread. Make yourself comfortable, as I'm doing it right now to myself.

Thank you.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd