Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY - TAMAT Dari FANTASI berujung REALISASI

Saya berencana mmbuat grup tele'gram untuk mendengar usulan dan masukan para pembaca. Apakah setuju?

  • Setuju

    Votes: 447 78,1%
  • Tidak

    Votes: 125 21,9%

  • Total voters
    572
Status
Please reply by conversation.
Juoosss critanya huu... Bikin penasaraaan..
Jgan lma2 ya updatenya.. hihi
 
Sebuah Pendekatan

"Papa belum mandi?"

"Nanti, masih keringet..."

"Ganti baju aja dulu, cuci muka, kan habis dari luar"

"Iyaa, sayang", jawabku terduduk di depan sofa ruang tamu. Aku terus-menerus memandangi ponselku, menunggu-nunggu balasan Pak Yanto dari chat Mirna lewat WA barusan. Namun, belum dibaca sama sekali, hanya centang dua.

"Kamu ada apa, paah? Tumben pulang kantor udah lihatin hape aja"

"Ini lagi baca-baca berita, denger-denger harga sembako mau naik lagi"

"Aku denger juga begitu, semoga aja cuman isu yaa"

"Ya semoga, oh ya hari ini kamu enggak ada telepon aku loh Maa?

"Hehehe, maaf, mama tidur siang, Paah"

"Hmmm... gak biasanya kamu siang-siang tidur"

"Enggak tahu nih, ngantuk banget habis bersih-bersih rumah pagi tadi"

"Kamu belum sarapan kali"

"Kan sarapan bareng kamu"

"Oh ya, bener"

Mirna tidak mengakui hari ini ia keluar rumah. Dia sudah bisa berbohong kepadaku hanya karena ingin mengerjai orang. Dalam hati, aku hanya bisa berpesan kepada dia, AWAS KAMU KENA BATUNYA. Dari penampilan Mirna menyambutku, memang tidak terkesan ia baru dari luar. Pakaiannya pula tak seperti yang diceritakan Rengga. Tertutup, tidak ada kelihatan menerawang dari baju lengan panjang yang dipakainya. Kalau bentuk buah dadanya, ya akan selalu terlihat membulat mencolok apabila mengenakan kaos apapun, kecuali ia memakai gamis atau baju kurung. Ya itulah perawakan istriku yang bertubuh molek dengan lengan gempalnya. Aku melarangnya diet atau olahraga karena ingin kurus, karena bagiku tubuhnya sekarang sudah pas, sesuai selera nafsuku, menghibur mata dan menggairahkan. Orang lain pasti beranggapan demikian, contohnya Pak Yanto.

Aku tidak tahu kapan Pak Yanto mulai tertarik dengan Mirna. Barangkali semenjak sering bersua saat Mirna sedang bertandang ke rumah Bu Aminah untuk belanja sembako dan keperluan pangan keluarga kami. Intensitas itu yang menumbuhkan benih-benih nafsu di kepala Pak Yanto. Aku terledor selama ini membiarkan istriku dengan pakaian sederhana ala kadarnya belanja ke warung Bu Aminah. Sudah tahu istri cantik, bikin nafsu, kok bisa dikasih kesempatan laki-laki lain memandangnya. Memang Itu anugerah. Aku yang kelewat miring, ingin Pak Yanto meniduri istriku. Ingin threesome, ingin Mirna kejeblos lubang yang digalinya sendiri.

"Paaa, jangan ngelihatin hape terus dong"

"Iyaa, ini aku mau ambil handuk", ucapku beranjak dari sofa masuk ke kamar.

"Pakaiannya sudah aku siapin di atas tempat tidur"

"Terima kasih, sayang", jawabku pelan-pelan melepas kancing pakaian kerja yang kotor, memasuki kamar yang adem karena pendingin ruangan sudah menyala.

KRING
Ponselku berbunyi. Sebuah pesan dari Pak Yanto aku terima.

Sore Hari Pukul 17.45

Pak Yanto: Besok pagi saya ke tempat bapak jam berapa?

Aku menghadap cermin lemari, tidak berkenan langsung membalas pesan Pak Yanro, justru lekas mengecek akun WA Mirna. Barangkali ketika ia mengirim pesan kepadaku, Pak Yanto juga membalas pesan Mirna. Di luar sana Mirna juga tampak sedang aktif memegang ponsel.

Pak Yanto: gambar yang mana? Masa kirim gambar Kucing Kawin saja dilarang-larang. Kamu gak suka kucing? Hehehe
Mirna: bukan itu, ah males, pura-pura gak tahu.
Pak Yanto: iya, enggak akan kirim lagi. Saya kira karena kamu sudah masuk usia mateng, boleh-boleh aja membahasnya. Maaf ya...
Mirna: buah kali mateng.
Pak Yanto: enak dong kalau buah mateng. Tapi buah apa dulu nih.
Mirna: mangga, puas?
Pak Yanto: hehehe enggak, saya enggak suka mangga. Sukanya pepaya.
Mirna: kenapa gak beli sekalian aja tadi di pasar.
Pak Yanto: kelupaan, terlalu kebawa asyik pegangan tangan sama kamu tadi. Hehehe (WAH PAKAI ADA ACARA PEGANGAN TANGAN)
Mirna: Lain kali jangan yaaa, pak.
Pak Yanto: iya, kan sebentar aja tadi, lah terus pegangannya apa?
Mirna: pegang tembok aja. Tadi gak sebentar ih.
Pak Yanto: iya berasa sebentar menurut saya. Pengen lebih lama.
Mirna: Sudah dulu ya Pak, mau siapin makan malam.

Hhhmm... Sekarang Aku tahu harus bagaimana membalas pesan Pak Yanto. Aku lekas letakkan ponsel di bawah bantal tidurku. Aku memutuskan untuk mandi lebih dahulu, menenangkan pikiran agar tidak keliru mengambil sikap.

Kalau Mirna dan Firda bisa bersekongkol mengerjai orang lain, mengapa aku tidak. Aku perlu rekan untuk kolaborasi agar tidak kelimpungan sendirian. Aku sebetulnya ingin anakku, Rengga, membantuku memberi pelajaran kepada Mamanya. Akan tetapi, melihat respon Rengga yang tak menentu, kadang mau bergerak, kadang malas, aku pun sedikit ragu-ragu. Oleh karena itu, sepertinya aku perlu orang lain membantu kerjaku, menjebloskan Mirna.

"Halo, Mba Yanti, kabarny gimana?"

"Alhamdulillah baik, Ko. Kamu sendiri bagaimana?"

"Aku juga baik, Mba"

"Wah telepon gini kayaknya ada yang mau dikabarin ke aku nih. Tapi enggak apa kamu teleponan sama aku? Kamu gak lupa kan kalau Mirna selalu cemburu dengan kedekatan kita?"

"Enggak akan lupa kok. Tapi aman kok ini"

"Bagus deh, terus ada yang bisa kubantu?"

"Bisa kirimin video-video jadul Mba dulu gak?"

"Video jadul? maksud kamu?"

"Video yang mba pernah kirim ke aku, yang direkam sama suami Mba sendiri itu loh"

"Wahahahahahaha kamu inget aja yaah"

"Ya ingetlah. Hehehe Masih ada kan?"

"Masih, untuk apa? Kayaknya cuman ada beberapa"

"Ya aku mau ngajarin Mirna exhib gitu kayak Mba dan suami. Yang ada aja kirimin gapapa"

"Wah kamu ya, masih nakal belum berubah. Udah nikah loh, punya anak lagi"

"Pengen cari suasana baru aja, biar gak gitu-gitu aja berumah tangga. Hehehe"

"Tunggu ya, aku ke WA kamu"

"Siap"

Selesai mandi, aku langsung menelepon Mba Yanti, rekan kerjaku dulu. Karena harus mengikuti kerja suaminya, seorang manajer yang rutin dipindah-pindahkan, terpaksa pula ia hijrah dari kantorku. Kami berkawan sangat dekat sampai-sampai Mirna tak berkenan aku terlalu intens menghubungi Mba Yanti kalau tidak perlu. Namun, aku tetap bersikeras berhubungan dengannya. Akibatnya, Mirna terbakar api cemburu. Ia marah dan tegas memintaku menjauhi Mba Yanti. Kedekatanku dengan wanita yang kini telah berusia 44 tahun itu sebetulnya ibarat kakak dan adik, kendati Mbak Yanti punya bodi tidak kalah menggoda jika dibandingkan dengan Mirna.

Kepadanya aku sering berbagi cerita banyak hal, sampai ke urusan ranjang sekalipun, termasuk cerita Mba Yanti yang kerap membahagiakan suami lewat exhibnya di berbagai tempat. Ia pernah bersetubuh dengan sang suami di sebuah kolam renang hotel mewah di Bali. Bahkan Ia juga pernah mengenakan lingerie menemui driver ojek online mengantarkan makanan. Suaminya pula rutin menyimpan foto-foto seksi Mba Yanti. Lewat pengalamannya itu pula fantasiku terus berkembang, termasuk threesome dan cuckold. Sayangnya, Mba Yanti dan suami tidak berminat dengan fantasiku.

"Kamu habis telepon siapa?", tanya Mirna dengan nada menginterogasi, menemuiku di kamar. Kami berdiri berhadap-hadapan.

"Mba Yanti, cuman nanya kabar aja"

"Enggak ah, tadi aku denger kamu minta kirim video"
"Video apa?", aku memutuskan diam awalnya agar tidak timbul perlawanan lebih sengit dari Mirna. "Awas ya, jangan macem-macem, aku kan udah peringatin kamu dulu", ujar Mirna berubah judes dengan nada meninggi.

"Aku ingat, sayang, inget! Aku enggak akan macam-macam, tenang!"

"Mana aku bisa tenang, kamu hubungi Yanti itu lagi"
"Gak kapok-kapok ya kamu"

"Kalem, sayang, kalem dulu. Aku tadi hubungi Mba Yanti karena perlu video engghh itu....", ujarku kehabiskan kata.

"Video pose seksi dia bareng suaminya? Iya kan?!"

"Emmmh..."

"jawab, Mas! Jawab!", gertak Mirna, menuding ke arah wajahku.

"Iyaaa...."

"Kamu tuh bener-bener gak berubah, ya?!"
"Harus bagaimana sih supaya ngubah kamu jadi bener?!"

"....", aku ingin menyahut DENGAN KAMU MENURUTI KEMAUANKU. Akan tetapi, aku tidak mau emosi Mirna semakin meledak. Aku juga bisa saja mengelak balik dengan mengatakan Mirna juga di luar sepengetahuanku berbuat yang aneh-aneh yang bisa membahayakan dirinya sendiri. Namun, aku rela mengalah. Mirna pergi meninggalkan kamar, mematunglah diriku yang kemudian buru-buru sembunyikan ponsel agar istriku tidak merampas dan mencari tahu.

"Sudah terkirim yaaa"

"Beresss Mba Yanti, makasih banyak, salam untuk Mas Gilang"

=Y=​

Malam hari pukul 21.45

Mirna: suami gue berhubungan lagi sama temen kerjanya dulu. Sebel banget deh.
Firda: Oh yang lo pernah ceritain dulu itu?
Mirna: iya.
Firda: hellooo mirnaa... apa kabar kalau suami lo tahu yang lo lakuin hari ini.
Mirna: beda kasus dong, say. Itu kan karena gue niatnya pengen kerjain orang.
Firda: ya beda tapi kalau suami lo tahu ulah lo gimana?
Mirna: tenang, semua terkendali.
Firda: Lo mau sampai kapan kerjain itu Om Yanto?
Mirna: gak usah pakai Om segala kali...
Firda: beda sama yang suka manggil BAPAK. cieee hihihi.
Mirna: udah ah. Terus gue mesti gimana?
Firda: gimana apanya dulu nih?
Mirna: masalah suami gue.
Firda: pantau aja dulu, kalau gelagatnya udah mencurigakan banget baru kita pikirin.
Mirna: huufff oke.
Firda: Lo sendiri mau sampai kapan ngerjain Itu si Yanto?
Mirna: Sampai dia ngomong nafsu sama gue lah...
Firda: wihh gila lo, Mirna. Kagak kasian apa sama orang tua.
Mirna: gak masalah, gue cuman pengen dia balik ketemu istrinya, nuntasin birahi sama istrinya.
Firda: tapi gak perlu sejauh itu juga kali cara lo.
Mirna: gapapa, gue mau bikin dia senang dulu.

Sungguh jauh sekali perbandingannya. Mirna dapat melakukan apa yang dia mau. Sebaliknya aku tenggelam dalam kebungkaman. Sampai kapankah aku harus bertahan dan tidak bereaksi cepat nan lugas dengan sikap Mirna. Meski di luar dugaan Mirna memarahiku, aku merasa semua masih dalam rencana. Hanya perlu sering memantau percakapan antara Mirna dan Firda, serta Pak Yanto. Naas, karena sedikit gegabah menghubungi Mba Yanti tak disertai alasan yang valid, imbasnya aku terpaksa tidur di luar kamar. Mirna tak mau tidur bersamaku malam ini. Aku ikhlas.

Rebahan di sofa sembari menonton televisi, aku menanti Mirna berbalas pesan malam ini. Lagipula aku tak sedang bersamanya sehingga dia bisa leluasa mengirim pesan kepada siapapun. Aku menunggu-nunggu.

Malam Hari Pukul 22.00

Pak Yanto: Mirna sudah tidur?
Mirna: belum, baru mau.
Pak Yanto: mau temani ngobrol?
Mirna: sebenarnya sudah ngantuk, mau ngobrolin apa, pak?
Pak Yanto: Saya agak gugup berangkat bersama Riko besok.
Mirna: besok hanya lihat-lihat, pak. Kerjanya kan mulai hari Senin.
Pak Yanto: ya tetap saja. Saya sudah hampir 5 tahun tidak bekerja secara formal seperti ini. Pastinya canggung.
Mirna: Pak Yanto ada menghubungi istri dan anak?
Pak Yanto: ada. Mengapa?
Mirna: coba diceritakan ke mereka, pastinya dikasih solusi.
Pak Yanto: jadinya kamu tidak bisa beri solusi? Ya enggak apa.
Mirna: bukan, maksudku tuh biasanya keluarga pemberi solusi terbaik, tempat nyaman untuk bercerita.
Pak Yanto: jam segini mereka di kampung sudah istirahat. Saya sudah cerita ke mereka. Jawabannya ialah mereka percaya saya.
Mirna: bagus dong.
Pak Yanto: Iya.
Mirna: Mmm... aku boleh tanya, pak?
Pak Yanto: silakan.
Mirna: Kalau suami yang kemauan aneh-aneh itu bagusnya dihukumi apa?
Pak Yanto: hoaalaah. Aneh bagaimana dulu ini? Tolong kasih contoh.
Mirna: Ya aneh, misalnya mau selingkuh, mau nikah lagi.
Pak Yanto: Oh itu, kalau masih bisa dibicarakan baik-baik, ya dibicarakan, karena yang namanya rumah tangga pasti ada perkara dan ujiannya. Lagipula masalah seperti harta dan perempuan, cobaan betul bagi tiap pasangan yang sudah menikah.
Mirna: iya sih, bener.
Pak Yanto: kamu sedang ada masalah dengan Riko?
Mirna: enggak, ini masalah temanku. Hoaaaheeem...
Pak Yanto: Owh. Kalau sudah mengantuk, tidur saja...
Mirna: belum kok. Pak Yanto lagi apa?
Pak Yanto: lagi berbaring. Kenapa?
Mirna: mau teleponan lagi gak?
Pak Yanto: beneran boleh? Gak enak sama suamimu.
Mirna: boleh.
Pak Yanto: masih pengen cerita lagi ya?
Mirna: iya, cape kalau ngetik.

Ternyata kemarin, Mirna bukan saja berbalas chat dengan Pak Yanto. Mereka pernah telepon-teleponan, entah apa yang dibicarakan sehingga aku sampai tidak mengetahui. Aku lantas tergesa-gesa bangkit dari sofa, hendak menguping pembicaraan istriku dengan Pak Yanto. Andai Mirna bisa mendengar percakapanku dengan Mba Yanti. Mengapa aku tidak. Sedihnya, aku baru menyadari bahwa pintu kamar terkunci. Mirna pun tampak berbicara pelan saat menghubungi Pak Yanto. ADUH AKU ****** BANGET. Itu Mirna bisa dengar karena suaraku saat menelepon Mba Yanti keras. Yah payah. Aku kehilangan momen penting ini.
Apakah aku merelakan Pak Yanto telepon dengan Mirna malam-malam tanpa dapat mengetahui isi pembicaraan keduanya? Jelas tidak. Cukup aku membiarkan kali ini.

TOK TOK TOK TOK

"Sayang..., sayang, buka pintunya dong"

TOK TOK TOK TOK

"Sayang... tolong buka pintunya!", panggilku memelas.

TREEEEETTTTTT

"Ada apa sih Mas? Ini kan udah malam. Aku udah hampir tertidur. Eh malah kamu bangunin", ucap Mirna tiba-tiba membuka pintu, dengan mata seperti pura-pura kuyu dan mulut menguap. Ia sudah mengenakan daster batik merah tanpa lengan. Ah, walau tak erotis model dasternya, tetap istriku menggairahkan apabila kancing satu per satu daster tersebut dilepas-kaitnya.

"Boleh aku tidur di dalam?"

"Enggak! malam ini kamu tidur di luar!"

"Kamu kok tega sih, biarin aku tidur di luar"

"Kan kamu di luar bisa chat-chatan sama si Yanti, bukannya habis CLBK?!"

"Wusshhh jangan gitu ngomongnya. Kamu masih aja mendebat soal itu"

"Gak ada yang mendebat, orang udah jelas kamu hubungi si Yanti lagi. Kan dulu aku udah bilang, kalau hubungi si Yanti lagi, konsekuensinya apa?"
"Udah ah, aku mau tidur lagi..."

BBBBRRRAAAAAAAAKKKKKK

Pintu ditutup rapat. Aku sudah tak punya celah dan kesempatan mendengar pembicaraan antara Pak Yanto dan Mirna. ADUH NASIB!. Alhasil, aku kembali ke sofa dan rebahan kembali. Pikiranku perlahan-lahan mulai terbang menggapai fantasi yang melampaui kenyataan. Aku membayang-bayangkan jangan-jangan di dalam kamar, Mirna dan Pak Yanto bersambut kata mesra, saling memuji, dan bercerita, atau juga.... AAAAH AKU CEMBURU. AKU INGIN TAHU! Aku berusaha memantau isi percakapan mereka, tetapi tidak sedang terjalin komunikasi. Aku pun berupaya menelepon Mirna, begitu juga Pak Yanto, namun yang tertera adalah

SEDANG BERADA DI PANGGILAN LAIN. Lalu....
NOMOR YANG ANDA TUJU SEDANG SIBUK, COBALAH BEBERAPA SAAT KEMBALI

PASRAH.

=Y=​

"Paaah, bangun udah pagi"
"Paaahh....!".

"Eh iya?! Mama kamu mana?! Mama kamu?!"

"Busyet deh, udah dibangunin malah ngigau"
"Sadar paah, udah pagi. Gak kerja?"

"Iya, mama kamu mana?!"

"Mama lagi masak sarapan"

"Huffff, syukurlah..."

"Mimpi apaan sih, bangun-bangun, nanyain mama"

"Enggak, gak ada mimpi apa-apa"

"Lah itu, aku bangunin, tiba-tiba udah nanyain Mama aja"
"Yaudah buru bangun, biar papa mandi duluan, habis itu aku"

"Kamu aja dulu"

"Beneran?"

"Iyaaa..."

Astaga. Aku bermimpi buruk semalam. Aku bermimpi kalau Mirna dibawa lari oleh Pak Yanto. HADUH. Membayangkannya memang merangsang birahi, tetapi apakah aku rela Mirna tinggal bersama Pak Yanto? AH YA JELAS TIDAK. Aku kembali mengecek akun WA Mirna. Barangkali sudah muncul percakapan di antara keduanya, kendati mutlak aku tidak menyimak pembicaraan Mirna dan Pak Yanto semalam.

Pagi Hari Pukul 05.55

Pak Yanto: Seksi banget, jelas kamulah. Kok bisa Riko kepincut sama si Yanti sih. Kalau Saya jadi Riko ya tentu bakal milih kamu. Buat apa cari-cari perempuan sampingan, model Yanti lagi.
Mirna: Fotoku semalam jangan disebar ya, pak.
Pak Yanto: iya, buat temen mengantukku saja. Hehehe.
Mirna: dikira obat tidur kali ish.
Pak Yanto: kalau begitu, beneran aku belikan saja ya pakaian yang di pasar kemarin.
Mirna: ih gak ah, ngapain sih. Kurang kerjaan.
Pak Yanto: hehehe. Yaudah, Saya mau meluncur ke rumah kamu nih. Ada kan sarapan untuk saya?
Mirna: ada, nih sarapannya. (Mirna memfoto bubur kacang hijau yang dimasaknya)
Pak Yanto: Wah makin gak sabar segera menuju ke sana. Hehehe. Baik, saya siap-siap dulu jalan ke tempat kamu.
Mirna: awas jangan sampai ada ketinggalan.

Menyadari Pak Yanto segera datang kemari, karena aku akan berangkat ke kantor bersamanya, tanpa buang waktu dan penasaran, aku langsung masuk ke kamar mandi. Lagipula handuk sudah terpaut di sana. Aku berlomba dengan waktu karena mesti berangkat kerja pagi hari. Kurang dari 10 menit, Aku melesat mengguyur air ke sekujur tubuh dan menyabuninya. Aku tak memiliki kesempatan melamun sekarang. Barangkali sesaat itu saja ketika hendak menggosok gigi kemudian menghandukki badan.

Keluar dari kamar mandi, Aku menyapa istriku yang utuh belum mandi mengenakan daster batik merah yang dikenakannya semalam. Tampilannya kusam, rambut terjepit pengait. Mirna mengabaikan panggilanku. Ia tak menyahut balik, menengok juga tidak. Mirna ternyata masih ngambek. Ia tidak memanggilku sama sekali seolah-olah aku sudah hafal rutinias pagi, tak perlu dia. Mandi tinggal mandi, sarapan tinggal sarapan. Semoga pulang kerja nanti semuanya sudah membaik.

"Assalamualaikum!"

"Walaikumsalam, masuk pak! Pagarnya enggak dikunci kok. Maaf saya baru mau pakai baju dulu"
"Heheheh", tiba di dalam kamar, aku melongok ke arah luar, melalui jendela terlihat Pak Yanto sudah gagah mengenakan kaos biru tua berkerah dan celana bahan hitam. ia berjalan melampaui pagar, lalu duduk di bangku teras depan.

"Masuk saja pak, sarapan dulu"

"Hahaha bau-baunya sudah kecium sampai depan, bikin tambah lapar"

"Iya, Mirna sudah masak bubur kacang hijau, pak"

Kedatangan Pak Yanto ke rumah, mempercepat gerak-gerikku untuk berpakaian rapi. Aku menjumput sendiri pakaian dalam, kemeja, dan celana dari dalam lemari, biasanya Mirna yang mempersiapkan. Kemudian lekatkan di badan satu demi satu, tak lupa deodoran serta parfum agar wangi menyerbak penampilan. Mantap bercermin sambil menyisir, aku ancang-ancang keluar kamar, melangkahkan kaki dengan yakin.

"Maaf pak, udah sarapan duluan nih. Hehehe", ucap Pak Yanto sudah duduk di ruang makan rumahku.

"Enggak masalah, ayo tambah. Sampai kenyang"

"Kalau kenyang-kenyang mengantuk sampai sana nanti, hehehe"

"Daripada masuk angin, pak", aku menarik kursi, mengambil posisi duduk di tengah. Hhhmm...Mirna tak menghidangkan aku secangkir teh hangat di meja, pun menyendokki sepiring bubur kacang hijau. Malahan ia tak terlihat ketika kami sarapan. Tak sengaja aku justru melihat Mirna berjalan dari arah dapur menuju kamar. Dasternya basah-basahan, karena ia baru selesai mencuci peralatan memasak.

"Makannya yang banyak pak yanto, biar habis"
"Hehee", sapa Mirna berhenti sebentar.

"Iya, ini baru mau tambah malah, bu"
"Ibu kok gak ikut sarapan? Hayuk sini dulu sarapan. Yang masak kok malah gak makan"

"Iya, mau ganti baju dulu"

Mirna hanya menyapa Pak Yanto, aku seolah-olah tak ada dalam penglihatannya. Sabar, sabar, Riko. Akan indah pada waktunya nanti. Sarapan bersama, Pak Yanto bertanya kendaraan apa yang akan kami gunakan ke sana. Aku mengatakan dia akan kubonceng. Namun, ia menolak mentah, tak sopan katanya. Dia ngotot yang akan memboncengiku karena aku sudah baik padanya. Maka, tak bisa aku menolak permintaan itu. Kemudian ia menyampaikan bahwa nanti hari Senin, ia mau beli motor bebek bekas. Anaknya memberikan uang yang tak begitu banyak, sungkan kalau naik kendaraan umum. Apalagi berangkat bersamaku. Aku pun mengamini saja.

Di tengah obrolan, Mirna keluar dari kamar. Aku terkaget-kaget dengan perubahan penampilannya. Berasa SAMBER GLEDEK kendati firasatku ia belum mandi. Mirna muncul dengan rambut hitamnya yang terjurai sebahu. Celana training model hotpants warna biru tua, dipadu tanktop hitam yang membungkus buah dadanya agak terangkat sehingga kian menantang. WADUWH belum lagi TALI BH nya yang berwarna merah terkesan salip-menyalip dengan tali tanktop Mirna. Merinding dan bergetar batinku menatap Mirna sekarang. Ada apakah dengan kamu, sayang. Mengapa juga kamu malah duduk di samping Pak Yanto, bukannya aku. Ah apakah ada hubungannya dengan pembicaraan mereka semalam yang aku tidak ketahui. HHHHUUUUH mendadak suasana gerah.

"Pak Yanto kok makannya dikit banget, katanya banyak"

"Iya yang tadi sudah habis, ini baru nambah"

"Ayo tambah lagi dong. Sini aku tambahin", Mirna yang duduk di sebelah Pak Yanto awalnya hendak mengambil bubur kacang hijau untuk dirinya sendiri, malah mengoper ke Pak Yanto. Aku lirik mata Pak Yanto yang lekas mengarah ke ketiak Mirna yang bersih putih mulus tak berbulu. Hidungnya mengap-mengap mengendus, menangkap bau walau tak yakin aku bakal terhirup.

"Sudah, cukup, bu. jangan banyak-banyak, gak habis habis nanti, yang ada bisa terlambat ini"
"Hehehe"
"Ayo Pak Riko, jangan diem aja, ikut tambah"

"Iya, ini baru sesendok hehehe"

"Pelan-pelan aja, kan belum mulai kerja juga"

"Kan berangkatnya bareng aku", timpalku menjawab, namun Mirna tak mau bertatap muka dengan suaminya ini.

"Iyaa, Saya kan berangkat bareng bapak, bu. masak yang masukkin kerja dibikin datang terlambat"

"Yaudah terserah aja", jawab Mirna, entah sadar atau tidak, Pak Yanto terus memandanginya. Barangkali jika aku tinggal pergi, Pak Yanto sudah menyantap istriku sebagai sarapan tambahan. HUUUFFF Aku jadi birahi. Hanya sesekali Pak Yanto melirikku. Selebihnya belahan dada Mirna lebih menggiurkan tatapan mata mesum calon karyawan baru perusahaan tempatku bekerja ini.

"Ayo pak yanto buru dihabiskan"

"Siap, Pak"

"Bapak nanti pulangnya bisa duluan. Saya ongkosi"

"Gak perlu, Pak Riko. Saya ada simpanan uang cukup. Jangan terlalu belas kasihan ke saya"

"Ooh oke deh"

"Emmm... ibu kalau di rumah pakaian selalu seperti ini?", tanya Pak Yanto. Aku dan Mirna kebingungan siapa yang harus jawab.

"Iya, kenapa pak?"

"Ketahuan betah banget pasti Pak Riko di rumah inih"
"Hahahaha"

"Ah bapak bisa saja", timpalku sesekali menyuap bubur ke mulut. "Istri Pak Yanto pasti jauh lebih cantik"

"Duh lihat Ibu, bawaannya laper terus, saya"
"Hehe", terkekeh Pak Yanto memalingkan muka ke Mirna. Pasti kemaluan laki-lakinya di bawah sudah kegelisahan. Beberapa kali kuperhatikan ia membetulkan celana. Jakunnya juga naik turun, sedangkan tak sedang menelan.

"Aku mesti banyak sabar dan maklum, Pak. Punya badan begini hawanya bikin pikiran nambah. laki-laki lihatnya kotor terus. Pengen kecilin aja kayaknya"

"Upppsss, jangan, jangan bu. Bagus begini posturnya, gak usah diubah-ubah", ucap Mirna, tangannya berusaha menggaruk bagian belakang tubuhnya, tetapi tidak tergapai.

"Maaf, sini saya bantu"

"Boleh"

"Maaf ya bu, gak berani terlalu keras-keras, takut terkelupas kulitnya", Pak Yanto melirik bagian belakang badan istriku, entah ia benar menggaruk atau malah meraba-raba.

"Iya, gapapa"

"Maaf saya ke kamar mandi dulu"
"Ooo ya segera dihabiskan Pak, bentar lagi kita harus berangkat"

"Iyaaa siap, siap..."

Aku sengaja meninggalkan Pak Yanto dan Mirna di ruang makan berdua. Kali saja ada adegan atau percakapan menarik di antara keduanya yang tak boleh kulewatkan. Aku pura-pura ke kamar mandi. Padahal, bersembunyi di dapur sejenak, lalu diam-diam mengintip aktivitas di ruang makan. Gemetaran rasanya mengamati istri yang sedang mengenakan pakaian seksi dan laki-laki paruh baya bermata keranjang.

"Sengaja ya, pakai pakaian seperti ini?"

"Kalau ya?"

Tiba-tiba Pak Yanto berusaha lebih mendekat ke Mirna. Kursinya sedikit merapat, ia condongkan menghadap istriku yang masih menyantap sarapan. Belum ada pergerakan dari kedua tangannya yang mungkin saja dapat bergerak liar.

"Pulang dari tempat kerja Riko, mau jalan?"

"Enggak, cape. Baru kemarin, pak"

"Terkait obrolan kita semalam, bagaimana? Kamu setuju?

"Belum tahu"

"Kalau Riko bisa bermain mata dengan perempuan lain, kenapa kamu dan saya tidak?"
"Kamu cantik, sayang", Pak Yanto mencoba menggenggam tangan Mirna. Rambut istriku dikibasnya, tetapi Mirna urung menyambut.

"Maaf, pak"

"Iya tidak apa, barangkali kamu perlu waktu"

"Terima kasih tadi udah bantu aku cuci piring", Mirna tersenyum ke arah muka Pak Yanto.

"Ah itu biasa saya lakukan di rumah"

"Tapi jangan sering-sering"

"Mengapa?"

"Pak Yanto jadi ikut basah-basahan"

"Siapa yang gak mau basah-basahan sama kamu"
"Hehehehe"

"Kumat deh pikirannya"
"Udah jauh-jauh sana, kalau ketahuan Mas Riko bisa rame.."

Dari persembunyian, aku melihat titik terang yang semakin mendekat. Tinggal menunggu saja bagiku, mengeksekusi hubungan Mirna dan Pak Yanto. Kapankah tepatnya? Aku tidak mau hubungan mereka terjalin mulus tanpa lika-liku yang menggigit, terutama Mirna. Aku belum mengerjainya.

.................................
 
Terakhir diubah:
Entah kno kalo baca cerita suhu gee ga pernah di skip bacanya, enak banget gaburu2 ceritanya top dah
 
Keren alur ceritanya santai ga buru2, asal updatenya jangan kelamaan 😅
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd