Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Chapter II
Calm Before the Storm

Minggu, 12 Juli 2015; Pukul 2110

“You fucking Stupid Ted… are you sure? Are you ready?” tanya Alex kepada Tedy. Mereka berdua kini sedang berkedara melewati malam, mereka akan menuju base operation mereka untuk menghadapi para Yakuza itu. Kali ini mereka mengendarai kendaraan yang lebih sederhana, sebuah mobil mini van.

“Hahahaha… Aku juga tidak mungkin terus lari kan ko?”, jawab Tedy dengan melontarkan kembali kenyataan pada kakaknya itu. Alex terlihat tidak bergeming terus memandangi jalanan. Perjalanan mereka akan cukup jauh malam itu. Perjalanan mereka menuju Bogor, menuju save house di sana. Mereka akan berkumpul dengan tim yang lain dan tentunya dengan guru mereka, Xiao Yu dan Wu Ji disana.

Negosiasi akan berlangsung besok disalah satu pusat perbelanjaan di sana, mereka akan bertemu disana dan saling membahas syarat. Tentunya syarat kami seperti yang dikatakan ayah, mereka harus angkat kaki dari Indonesia. Memang saat ini kami yang memiliki keunggulan karena memiliki dua sandera disisi kami, tapi kami masih tidak tahu akal bulus apalagi yang mereka miliki.

***

90 menit yang lalu

“Theo apa kau yakin ini mau kerja di perusahaan?”, Tanya Adicipta pada putranya yang selalu menghindari ke perusahaannya itu. Selama ini pun selalu menunda untuk bergabung dengan bisnis keluarga ini, dan juga tidak ingin terlibat dengan urusan hitam dan putih perusahaan ini.

“Yes, aku yakin, cepat atau lambat aku memang harus maukan?” jawab Tedy dengan santai dan kembali melanjutkan makannya.
“Kalau kau berpikir seperti itu, papa akan sangat senang…”, kata Adicipta pada putranya yang satu ini, akhirnya mau menerima tanggung jawabnya sebagai pewaris.
“What trick you pulling?” (trik apa yang kau lakukan?) sambung Crystal menanyakan perubahan pikiran Tedy.
“Bukannya kau yang paling ngotot aku bekerja?” respon Tedy ini membuat Crystal merasa semakin tidak percaya dengan jawaban Adiknya ini.
“Hahaha… tapi kapan kau ingin mulai dan cabang mana Theo?” tanya Adicipta pada si Bungsu ini.
“Akan kupikirkan dimana aku akan mulai, tapi tentunya secepatnya…” jawab Tedy dengan percaya diri membuat Alex bertanya-tanya dan tentunya Jie Crystal makin penasaran.

“Mungkin pekerjaan pertama yang paling tepat adalah membantu Alex menyelesaikan orang-orang yang berani menyerangmu Theo…”, kata Adicipta pada Tedy dengan santai, walau jelas pekerjaan ini akan cukup berbahaya.
“Are you ready?” tanya Alex sambil melirik kepada Tedy dengan santai, Alex merasa penilaian ayahnya tidak akan salah, tinggal kepercayaan diri Tedy untuk melakukannya.
“Kita bisa langsung liat perkembangannya kalau begitu…” kata Jie Crystal dengan dingin. Dia juga tidak ingin membantah ayahnya yang sudah mengeluarkan perintahnya. Jie Crystal hanya bisa menurut.
“Aku siap…” jawab Tedy dengan tegas, dan ini tentunya merupakan kesempatannya membalas perbuatan mereka yang mengancam orang-orang yang dia sayangi.



***

Tidak berapa lama, mobil van yang mereka kendarai merapat kesalah satu rumah kecil di pinggiran kota Bogor. Mereka disambut oleh gerimis halus yang membasahi kemeja mereka berdua, tapi hujan itu tidak membuat langkah mereka berdua memburu, mereka tetap berjalan dengan santai, berjalan menyusuri jalan setepak memasuki rumah itu.

“tok…tok…” dua ketukan saja, kemudian disusul lagi “tok…tok…tok…”, kemudian pintu langsung terbuka, Alex dan Tedy berbegas masuk sambil memperhatikan sekitar. Rumah yang tampak sederhana dari luar itu, tetap saja terlihat seperti rumah biasa, hingga mereka masuk semakin dalam, barulah terlihat berbeda. Sebuah meja panjang, dengan beberapa laptop dan juga beberapa senjata tajam dan tumpul berada di atas meja itu.
“Bukannya kau masih di rumah sakit!?” tanya Alex kepada sosok yang menyambut mereka di ruang tengah itu. Yanin sudah berdiri memperhatikan denah gedung pusat perbelanjaan yang akan mereka jadikan titik pertemuan besok.

“Aku ingin jatahku…” jawab Yanin santai kepada Alex yang hanya menghela nafas panjang. Alex tahu, rekannya yang satu ini memang tidak bisa dilarang, dan selama dia masih sadar dan kakinya masih bisa berjalan, pasti dia akan memburu mereka yang sudah menyerangnya.
Alex lalu menarik tangan Yanin menuju ke ruangan lain dan menutup pintu dibelakang mereka, memberikan mereka sedikit privasi, dia tidak ingin Yanin cedera lebih parah, atau menyebabkan cederanya bertambah parah.

“Ya, gadis satu ini seperti singa betina kalau sudah mulai berburu!”, kata Xiao Yu yang sedang duduk, bermain dengan smartphonenya. Terdengar bunyi permainan dari smartphone yang sedang dia gunakan, walau sudah kepala 4, dia masih suka bersantai dan bermain game sederhana di tengah waktu luangnya.
“Shi Fu!” Tedy yang baru bertemu lagi dengan Xiao Yu segera memberikannya salam, sambil membungkukkan tubuhnya dan kedua tangannya merapat membentuk gong shou (tangan kanan mengepal dengan tangan kiri terbuka terbuka dan jari-jarinya lurus keatas).
“Ah… bu yong li… (tidak usah formal)”, jawab Xiao Yu kepada muridnya yang satu ini, sambil dia masih memainkan permainannya.
“Eh di mana Wu Ji Shifu?” tanya Tedy kepada Xiao Yu.
“Dia sedang menjaga barang di tempat lain” Masih tidak melepaskan matanya dari smartphonenya. Jelas maksud dari Xiao Yu, barang itu adalah senjata negosiasi mereka. Wu Ji memang jauh lebih serius dibandingkan Xiao Yu, dia lebih tenang dalam mengambil tindakan tapi juga lebih pikir panjang. Berbeda dari Xiao yu yang cenderung berani mengambil resiko, selama dia yakin dia bisa menghadapinya, Xiao Yu lebih menikmati pertarungan yang beresiko daripada sesuatu yang aman-aman saja, dia ingin sesuatu yang mendebarkan jantungnya, adrenaline junkie.

“Yan are you out of your mind?”, hardir Alex kepada Yanin, yang menatapnya dengan marah karena sudah menariknya.
“I will hunt them down…”, kata Yanin dengan tegas pada Alex yang juga menatapnya, tapi dengan pandangan yang khawatir.
“It would be dangerous, the negosiation can end up bad”, kata Alex kepada Yanin, dia khawatir kondisi ini bisa berubah buruk dan berbahaya bagi semuanya.
“But Ted is here, he also injury, yet he is here…”, kata Yanin, iya Tedy memang cedera, dan dia malah di sini, dibandingkan pengalaman dan ketenangan jelas kalah jauh dari Yanin, tapi dia disini.
“Father give him this chance, to prove he is ready or not…”, jawaban Alex ini membuat Yanin terdiam, walau ini keputusan Adicipta, tetap saja, lebih berbahaya melibatkan Tedy untuk negosiasi ini, dan Yanin hanya bisa menghela nafasnya.
“Will you order the attack if there just me in the car?”, tanya Yanin kepada Alex sambil memalingkan wajahnya.
“Yes I will…”, jawab Alex singkat dan jelas. Kata-kata sederhana itu membuat hati Yanin tenang dan percaya. Walau dia tahu Alex bukan orang yang semudah itu melakukan serangan seperti tempo hari kesarang Yakusa itu bersama Xiao Yu.
“Some how I believe you…”, jawab Yanin sambil meninggalkan ruangan itu.

***

13 Juli 2015
Pukul 12:01

Beberapa anggota Alex sudah berjaga disekitar pusat perbelanjaan itu, sedangkan Alex sendiri berada di salah satu tempat makan cepat saji di sana, memilih tempat yang ramai agar kedua belah pihak tidak bisa bertindak gegabah dan menarik perhatian orang. Alex sudah duduk di sudut ruangan itu, memperhatikan setiap orang yang lalu lalang di sana. Memilih jam makan siang juga merupakan taktik yang jitu karena tempat ini akan sangat ramai dan bisa saja menyusupkan orang Alex kedalam tanpa disadari oleh para Yakusa, tapi bisa saja mereka juga melakukan hal yang sama.

Alex kini sedang menikmati eskopi, dan terus memperhatikan setiap orang, matanya yang cekatan mempatikan wajah dan lirikan mata dari setiap pengunjung yang masuk, agar tidak luput dari pengawasannya. Tapi walau seperti itu, dia tetap tampak santai menikmati es kopinya. Yanin dan Tedy hanya mengawasi dari mobil van, karena wajah mereka berdua sudah dikenali dan sangat riskan jika mereka juga turun mengintai.

Selang beberapa menit, ada yang seseorang yang menarik perhatian Alex, pria itu terlihat jelas memiliki perawakan khas Jepang, yang langsung memperhatikan sekitar ketika memasuki tempat itu, dan kemudian tatapan mereka bertemu. Pria itu sontak, membungkuk kecil kepada Alex, dan Alexpun hanya mengangkat gelas kopinya sedikit memberikan isyarat bahwa dia menyadarinya.

Pria itu lalu mengambil kursi tepat di depan Alex, dan menatapnya dengan serius, tapi Alex terlihat masih santai saja.
“Apa mau kalian?” tanya pria itu dengan bahasa Indonesia yang kaku kepada Alex, tampak wajah pria itu berkisar 30an dan sangat khas kontur wajah orang Jepang. Wajahnya terlihat cukup gusar, dengan rambut cepaknya membuatnya tampak seperti tentara Jepang zaman dulu yang sering digambarkan di film-film.

“Keluar dari Indonesia…” jawab Alex dengan santai, dan menatap matanya dengan sorot mana yang benar-benar relax. Rasa santai dan relax Alex ini membuat si pria Jepang malah merasa tidak nyaman dan terancam, dia tahu rasa percaya diri dari Alex itu tentunya berdasar, dan dia sudah tahu kemampuan keluarga Tjahjadi yang baru saja menyelesaikan satu rumah berisi 30 orang lebih anggotanya.

“Kau keterlaluan, tidak mungkin… kami akan ru..”, belum sempat dia menyelesaikan perkataannya.
“Terserah kalian, itu syarat kami, dan kami punya bargaining power, do you?” potong Alex dengan santai dan menyeruput kopinya lagi, tapi tatapannya tidak pernah lepas dari pria itu.
Pria itu hanya bisa merapatkan giginya menahan perasaan marah, malu, takut dan emosinya yang bercampur.
“Akan ku sampaikan pada Tuan kami, aku ingin melihat apakah mereka aman?”, jawab pria itu, jelas prioritasnya adalah keselamatan kedua jaminan dari Alex.

Alex lalu mengambil smartphonenya, memperlihatkan telfon itu sambil menekan tombol telfon yang sudah dia siapkan dan melakukan video call kepada Wu Jie. Yang langsung di angkat dan memperlihatkan kedua orang disisi lain, seorang pria dan wanita, yang keduanya tertutup matanya dengan kain hitam dan terikat di kursi. Dengan sosok seorang pria tinggi, dengan setelah jas casual dibelakang mereka berdiri mengenakkan topeng tengu khas jepang berwarna merah yang kontras dengan warna jas yang berwarna putih.

Alex sendiri baru melihat Gurunya itu menggunakan topeng seperti itu, dia sadar gurunya baru saja memprovokasi pria itu. Terlihat wajah pria itu menjadi merah padam, entah karena melihat Wu JI, atau melihat kedua sandera itu.

Setelah beberapa saat melihat, Alex mematikan video call itu, dia tidak ingin si pria mendapatkan informasi dari melihat panggilan itu terlalu lama, tidak ada salahnya waspada. Sebenarnya lokasi itu sudah diset sedemikian rupa juga oleh Wu Ji, agar tidak menunjukkan petunjuk lokasi apapun, dengan menutup semuanya dengan kain berbagai warna yang tumpang tindih. Membuat tempat itu penuh warna, bahkan sumber cahaya yang tidak jelas arah cahaya atau arah matahari dalam ruangan itu.

“So?”, suara Alex memecah pikiran pria itu. Pria itu hanya terdiam sesaat, terlihat dia sedang memikirkan rencana untuk melapor dan juga mendapatkan kembali sandera dari tangan Alex. Tapi dia sadar saat ini yang bisa dilakukan hanya kembali melapor kepada atasannya.
“Aku kan sampaikan kepada tuan ku…”, jawab Pria itu tertunduk, tidak banyak yang bisa dia lakukan, selain menjadi penyambung lidah.

“Akan aku sampaikan!”, jawab pria itu dengan ketus dan segera berdiri dan berjalan meninggalkan Alex.
“hei, waktu kalian 72 jam dari sekarang!” panggil Alex pada pria itu, si pria malah terlihat terkejut dan sedikit pucat.
“Apa mau kalian? Itu terlalu singkat! Apa yang akan kau lakukan jika kami menolak!?” pria itu naik pitam dan sedikit membentak Alex. Alex masih tampak sangat tenang, menatapnya dengan tatapan santai.
“Bersiaplah untuk perang…”, jawab Alex santai, membuat si pria ini semakin tidak karuan perasaannya, semakin gentar kakinya berhadapan dengan pria seperti Alex ini, pria yang tenang berlebihan.
Pria itu hanya bisa menggertakkan gigi dan melangkah pergi. Alex hanya tersenyum melihatnya pergi dengan gusar.

***

Sekarang saatnya menunggu, menunggu mereka memutuskan untuk pergi, atau menunggu mereka menyerang keluarga Tjahjadi lagi, dan kali ini semuanya telah bersiap, dan tentunya akan ada pertumpahan darah.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd