Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Consultant in Action

Status
Please reply by conversation.
Chapter 26
---



Wanda Dewi Sasmita

===

“Mmmmhhhh.. Aku udah mau keluar sayangggg…” pekik ku sambil meremas kedua bongkah pantat Mba Wanda. Dengan posisi doggystyle favorit nya, Mba Wanda kini sudah kepayahan meladeni sodokan penisku ke vagina nya.

“Nghhh… iya Bay.. keluarin Bayyy.. barenghhh…” dengan sisa sisa tenaga nya, Mba Wanda terus mencoba mengimbangi gerakan pinggul ku yang tak henti melesak menghantam selakangannya.

Setelah berhasil mendapatkan 3 orgasme sejak awal pergumulan kami, Mba Wanda kini sudah tak berdaya dan hanya bisa pasrah menunggu gelombang orgasme ku yang sebentar lagi tiba.


“Mbaaaaaa…… Oughhhhhhh….” dengan diiringi lenguhan panjang, akhirnya aku menancapkan penisku dalam-dalam ketika gelombang orgasme ku tiba. Sambil mengejang, kutampar pantat Mba Wanda yang sudah memerah itu. Nikmathh..

“Nghhh.. nghh… nghhhh…” Mba Wanda pun hanya bisa mendesah menikmati semprotan hangat sperma ku. Semprotan pertama ku malam ini cukup banyak menjejali vagina nya. Maklum lah, setelah berpuasa berhubungan seksual lebih dari setahun, cadangan sperma ku memang melimpah ruah telah lama tersimpan.

Rasa nikmat yang menjalar akibat semprotan sperma ku yang menerjang mulut rahim nya berhasil membuat orgasme Mba Wanda turut datang. Tubuhnya bergetar dibarengi dengan lenguhan erotis nya yang khas. Usai sudah kami berpeluh keringat hampir satu jam lama nya.

Brukkk..

Tubuh kami pun langsung ambruk kembali ke atas kasur dengan posisi berpelukan. Nafasku masih memburu seusai orgasme ku barusan. Payudara Mba Wanda yang sudah dipenuhi bercak merah sisa sedotanku tadi pun naik turun tidak teratur.

“Gila Bay.. Nikmath bangeth..” ujar Mba Wanda ketika dia sudah dapat mengatur nafasnya kembali. Tangannya mengelusi tanganku yang melingkar di perut nya yang rata itu.

“Iya, nikmat banget Mba, memem kamu enak bangethhh.. Kamu puas engga sayang?” tanyaku mesra sambil tetap mendekap tubuhnya.

“Puas banget lahhh.. Memem aku penuh banget sama sperma kamu nih..” jawabnya sambil tersenyum puas.

“Enakan mana Mba sama yang terakhir?” tanyaku padanya. Terakhir yang kumaksud adalah ketika dia disetubuhi oleh David. Si cowo macho dengan penis berurat seperti sosis itu.

“Hmm…” Mba Wanda mendehem tanpa memberikan jawaban. Senyumnya yang tadi terlukis indah di wajahnya mendadak sirna. Air muka nya tampak seperti tidak suka dengan pertanyaanku barusan.

Wah.. aku salah nanya nih kayaknya..

“Enakan sama kamu lah Bay” jawabnya singkat.

“Ehh Mba..” aku buru-buru hendak mengklarifikasi pertanyaanku barusan karena kurasa mood Mba Wanda mendadak berubah. Tapi belum sempat aku berbicara, Mba Wanda sudah terlebih dahulu memotongku.

“Ronde dua yuk sayang..” potong Mba Wanda sambil tersenyum tipis.

“Emang kamu engga capek? Pinggang aku kayaknya udah engga kuat deh kelamaan libur..” jawabku sekena nya. Lagipula Mba Wanda tadi terlihat sudah begitu kepayahan menunggu orgasme ku barusan.

“Hihihi yang tua kan aku, kok kamu yang gampang sakit pinggang sih Bay?” ledek Mba Wanda kepadaku. Senyum nya yang manis kembali menyungging lebar dibibirnya. Aku pun lega melihatnya tidak berlarut dengan mood nya yang jelek barusan.

“Bukannya tua sayang.. tapi kan daritadi aku yang di atas. Capek nih..” jawabku beralasan. Kayaknya pulang dari Bali aku harus kembali rajin workout deh biar engga malu-maluin pas malam pertama sama Dera nanti.

“Yaudah sekarang kamu diem aja, biar aku yang di atas. Tapi aku ada request ya..” ujarnya dengan senyum yang menggoda.

“Tapi Mba..” jawabku ragu. Aku tahu Mba Wanda sudah kepayahan juga sejak tadi, tapi membayangkan tubuh Mba Wanda yang seksi bergoyang liar di atas ku jelas saja sebuah tawaran yang tak mudah untuk ditolak.

“Masih kuat kan?” sergah nya sambil melirik ku seakan meremehkan kemampuanku. Wah.. ada yang bermain api rupa nya.

“Ayo!” tukasku cepat memakan pancingan nya. Mba Wanda hanya terkekeh kecil melihat reaksi ku.

10 menit kemudian..

“Sayang.. kok gini sih mainnya..” ujarku panik. Seketika aku menyesal termakan pancingannya tadi.

“Hihihi biar kamu ngerasain yang dirasain Ayu pas di Banjarmasin sayang..” jawabnya centil. Entah bagaimana raut muka Mba Wanda melihat kondisiku saat ini.

Sama seperti Ayu di Banjarmasin..

Ya, kini posisiku terikat tak berdaya ke ujung kasur membentuk huruf X dengan mata yang tertutup blindfold hitam pekat.

Berbeda dengan ketika persiapan Rani yang serba mendadak waktu itu. Mba Wanda sepertinya sudah mempersiapkan segala peralatan ini dari jauh-jauh hari.

Alih-alih menggunakan tali rapia seperti yang di bawa Rani, kini tangan dan kaki ku terikat tali khusus yang menyerupai gesper.

Semakin aku meronta, semakin kuat pula tali itu mengikat. Kalau aku mencoba menghentak sekuat tenaga pun aku yakin tali ini tidak akan putus.

“Aku mulai ya sayang..” ujar Mba Wanda entah darimana. Blindfold yang menutup mataku benar-benar membuat ku buta.

“Shhh.. sayang…” aku langsung mendesis ketika tiba-tiba ada sentuhan kulit di penisku.

“Mmmhh..” Mba Wanda pun ikut mendesah menikmati. Ternyata yang menempel ke batang penisku adalah belahan vagina nya. Mba Wanda seperti nya sudah mengangkang di atas selangkanganku dan mencoba membangunkan penisku dengan menggesek-gesekkan nya ke bibir vagina nya.

“MMmmhhhh… cepet banget bangunnya sayang…” goda Mba Wanda ketika penisku mulai menggeliat bangun dan ereksi sempurna.

Mungkin efek dari mata ku yang tertutup, rangsangan yang diberikan Mba Wanda terasa berkali-kali lipat lebih nikmat dibandingkan biasanya. Mengkompensasi kemampuan penglihatanku yang ditutup, tubuhku sepertinya merespon dengan membuat titik rangsang ku menjadi jauh lebih sensitif.

“Mmmhhh.. aku masukin ya sayang..” ujar Mba Wanda dengan suara nya yang parau. Aku pun hanya bisa berimajinasi bagaimana mimik nya saat ini. Dengan wajah cantiknya yang sendu, pasti Mba Wanda kini berekspresi penuh nafsu yang sangat menggoda.

“Shhiiiittttt…” dengan sekali hentakan, penisku ambles kembali ke dalam vagina nya yang hangat. Bukannya langsung digoyang, Mba Wanda seakan membiarkan penisku tenggelam di dalam vagina nya sambil membiarkan pensiku menikmati empot ayam miliknya.

“Oughh Mba..” desahku tak tertahan menikmati remasan dinding vagina nya yang begitu nikmat. Penisku sampai berkedut-kedut keenakan menikmati empotannya.

“Akhh.. mmmhhh… ughhh…” desahan-desahan Mba Wanda terdengar begitu erotis di kupingku. Entah apa yang dia lakukan saat ini. Mulutnya terus mendesah padahal pinggulnya masih diam membiarkan penisku terbenam di vagina nya.

Aku pun menikmati permainan ini dengan imajinasi yang terbang semakin liar.

Aku membayangkan Mba Wanda dengan wajahnya yang kini pasti terlihat begitu terangsang sedang memejam menikmati vaginanya disesaki oleh penisku.

Belum lagi tangannya kini sedang bermain-main di payudara nya sendiri yang bulat sempurna itu. Andai saja aku bisa membuka blindfold ini, pasti aku sangat menikmati melihat lekuk tubuh Mba Wanda yang begitu seksi sedang menunggangi penisku.

“Aku mulai goyangin ya sayang..” ujarnya lagi dengan suara bergetar. Tampaknya Mba Wanda sudah tak tahan untuk segera menikmati penisku menghujam ke dasar vaginanya.

“Iya mmmmhhhhhffffhhhh… mfffhhh… mmffhhhh!!!!” Ketika mulutku membuka lebar merespon ucapannya. Tiba-tiba ada benda yang berbentuk seperti bola membungkam mulutku. Dengan cepat Mba Wanda memasang pengait bola itu dibelakang kepalaku.

GAGBALL!


Gila! Tidak cukup mengikat ku tak berdaya serta menutup mataku, kini aku juga dipakaikan gagball supaya aku tidak bisa memprotes apapun yang akan Mba Wanda lakukan. Seketika juga aku merasa panik karena kaget kalau Mba Wanda bisa sampai se-ekstrim ini.

“MMMFFFHHH!!! MMMMFFFHHHH!!!” teriakan protes ku tidak keluar sebagaimana seharusnya. Bukannya peduli atas protes ku, Mba Wanda malah mulai menggoyangkan pinggul nya yang aduhai.

Kombinasi gerakan lambat dan kencang dari pinggul Mba Wanda lambat laun membuat rasa panik ku mereda. Kenikmatan goyangan Mba Wanda pun kembali membuatku hanyut dalam nafsu yang meninggi.

Plokk.. plokk.. plokk..

Gerakan naik turun dari tubuh Mba Wanda pun kini secara otomatis kuimbangi dengan sodokan penisku melesak membelah vagina nya. Pinggulku ikut naik turun menyambut gerakan Mba Wanda hingga menimbulkan bunyi hantaman kedua selangkangan kami yang nyaring.

Mba Wanda yang masih terus mendesis tampaknya menikmati betul pergumulan ronde ke dua ini. Aku pun sudah mulai rileks karena ternyata Mba Wanda tidak bertindak aneh-aneh.

Hingga..

“Oughh Davidd…. Akuhh mau nyampekhhhh…” teriak Mba Wanda menghujam pantat nya ke bawah sambil bergetar menikmati gelombang orgasme nya dengan dahsyat. Penisku makin terpijat dengan kontraksi otot vagina nya membuat aku tidak fokus mendengar ucapannya barusan.

“Makasih ya Vid.. memek aku penuh banget diisi sama kontol kamu.. huff huff huff..” sambil mengatur nafasnya Mba Wanda kemudian memuji David. Eh.. David??!

“MMMFFFFHHHH!!!!!!!”

Aku melolong keras ketika sadar kalau tadi Mba Wanda menyebut-nyebut nama David. Nafsu ku yang sudah diubun-ubun pun mendadak tumbang seketika. Emosi dan amarah langsung memuncak akibat cemburu mendengar Mba Wanda menyebut nama itu.

“Kamu udah mau keluar ya Vid? Ayo Vid sodokin kontol kamu yang kenceng ya.. Dildo aku di rumah engga ada yang ngalahin kontol kamu Vid..” ujarnya lagi makin panas. Dadaku langsung sesak mendengar ucapan-ucapan Mba Wanda barusan.

Kilas balik tentang memori malam orgy itu pun kembali lagi. Rasa cemburu, amarah, sakit hati, dan kecewa yang kurasakan ketika melihat Mba Wanda keluar dari rumah itu dengan rambut acak-acakkan. Belum lagi ketika dia cerita apa saja yang terjadi di malam itu beberapa waktu setelahnya.

“MMMMMMFFFFFFFFHHHHHH!!!!!” Kembali aku teriak kencang memaki Mba Wanda. Kutarik kedua tangan dan kaki ku berusaha melepaskan diri dari ikatan ini namun sesuai dugaan, ikatannya terlalu kencang untuk bisa dilepas.

Setelah tantrum ku mereda akibat gagal melepaskan diri dari ikatan itu, Mba Wanda kembali mulai menggoyangkan pantat nya yang daritadi diam.

“Ayo Vid.. hajar memek aku.. bikin aku muncrat lagi kaya malam itu Vid.. Oughhh… enak banget kontol kamu Vid…” ujarnya sambil bergoyang seakan aku dildo hidup pengganti penis milik David.

Imajinasiku yang tadi membayangkan betapa seksi nya Mba Wanda menunggangi diriku berubah menjadi bayangan kalau aku sedang menonton Mba Wanda menunggangi penis berurat milik David. Bangsat!


Tidak sudi tubuhku dipakai sebagai pelampiasan Mba Wanda, aku pun menggunakan pilihan terakhirku. Aku menggerakan pinggulku kesana kemari mencoba melepaskan dari dari cengkraman vagina Mba Wanda.

Namun sayang, posisi Mba Wanda yang mengunci tubuhnya di atas tubuhku membuat usaha ku sia-sia. Kemanapun pinggul ku bergerak, tubuhnya terus saja mengikuti sehingga penisku tetap menancap di dalam vagina nya yang sudah sangat becek.

“Oughhh… kamu makin liar David… Aku sukaaa.. Terus Viddd… Obok-obok memek aku sayangg…”

Bukannya menyerah, Mba Wanda malah menikmati gerakan liar pinggulku. Anjing!

Meskipun hatiku sakit serta perasaanku terluka dengan perlakuan Mba Wanda, tapi ternyata penisku tetap saja tegak menikmati kocokan vagina Mba Wanda yang tidak bisa dipungkiri terasa begitu nikmat.

Andai saja otakku bisa mengontrol penis pengkhianat ini dengan mudah, pasti sudah kubuat dia menciut supaya pergumulan ini berhenti. Namun karena tidak ada pilihan, maka sekarang aku mau tidak mau harus mengejar orgasme ku secepat mungkin.

“OUGHHH BAYU! GILA!” pekik Mba Wanda kaget karena tiba-tiba aku menghujam penisku dengan kasar secara tiba-tiba. Aku sudah tidak memperdulikan lagi nama siapa yang dia sebut, aku kini hanya berfokus mengejar orgasme ku supaya aku bisa cepat lepas dari permainan ini.

“OUGHH GILA SAYANG… ENTOT TERUS AKU KAYA GINI SAYANG.. MMMHHHHH… BANGSAT DAVID! ENAK BANGET!”

Bagai bensin, ucapannya berhasil membuat emosi ku semakin terbakar. Tanpa ampun aku menghentakkan pinggulku dengan kasar.


Tidak pernah sebelumnya aku berhubungan seks sekasar ini. Mba Wanda kini sampai harus merunduk dengan menopangkan tangannya di bahu ku supaya dia bisa mengimbangi tusukan ku yang tidak beraturan.

“Akhh.. akhh… errrrnnggghhhh.. uhh.. iya sayang terus… ughh…” kurasakan tangan Mba Wanda meremas bahu ku makin keras. Desahannya kini sudah samar. Entah pekik rasa sakit atau desah kenikmatan yang keluar dari bibirnya. Aku tidak perduli. Biar sekalian kurobek vagina nya melampiaskan amarahku.

Penisku makin menggembung menandakan sperma ku sudah siap untuk kembali menerjang rahim Mba Wanda. Tanpa berhenti, aku pun terus menusukkan penisku mengejar orgasme ku yang sudah dekat. Dan...

“MMMMMFFFFFHHHHH!!!!”

Kembali dengan lolonganku yang terbungkam, penisku memuntahkan sperma di dalam vagina Mba Wanda. Mba Wanda pun merespon dengan membenamkan penisku makin dalam. Dia seakan ingin menampung semua sperma ku hingga tak bersisa di dalam vagina nya.

Tahu kalau aku sudah selesai, tubuh Mba Wanda pun langsung ambruk ke atas dadaku. Keheningan yang menyiksa pun menyelimuti kamar ku seusai pergumulan barusan.

“Maaf..” dengan suara yang hampir tak terdengar, Mba Wanda menggumam pelan. Aku tidak bergeming meresponnya.

Dengan sisa tenaganya, Mba Wanda mulai melucuti blindfold, ikatan tangan, hingga gagball yang membungkam mulutku.

Akhirnya aku bisa melihat wajah Mba Wanda yang memerah. Ada lelehan air mata di pipi nya. Sama sepertiku.

Dia pun kini sudah berpindah ke sampingku. Mba Wanda seperti ingin memelukku namun tidak jadi. Dia pun terlihat meringis setiap kali dia menggerakan tubuh nya. Sodokan penisku di vaginanya tadi pasti meninggalkan lecet yang lumayan menyakitkan.

“Kenapa?” tanyaku geram meminta penjelasan. Tanganku masih mengepal menahan emosi. Dia hanya membalasku dengan senyuman getir.

Closure..” jawab Mba Wanda singkat.

Closure? Ohh.. closure kamu buat ngebayangin bisa ngentot lagi sama David?” ujarku sinis. Mba Wanda kembali mengulum senyum getir.

“Bukan closure ku Bay.. tapi closure mu.. dengan rasa sakit hati mu waktu itu..” jawab Mba Wanda pelan. Aku mengernyitkan dahi bingung.

“Kamu masih suka kebayang kejadian itu kan Bay?” tanya nya lagi menohok. Walaupun sudah lebih dari setahun berlalu, aku memang kadang masih mengingat momen itu. Momen yang membuat hati ku hancur berkeping-keping.

“Aku tahu kamu masih memendam rasa saki hatit kamu ke aku Bay.. aku inget banget malam itu kamu sampai ga mau naik ke apartemen karena jijik sama aku dan Rachel kan?” lanjutnya lagi. Aku terdiam.

“Aku engga mau pergi ninggalin kamu dengan bom waktu yang masih ada dan masih kamu pendam Bay.." Mba Wanda melanjutkan penjelasannya sambil mencoba memelukku dengan canggung.

“Bom waktu apa Mba?”

“Kamu masih engga percaya kan sama aku? Kamu masih takut kan kalau aku bakal ngecewain kamu lagi? Masih takut kalau aku ninggalin kamu..” ujarnya getir.

“Walaupun kamu udah umpetin perasaan itu dalem banget, aku masih bisa ngerasain itu kok Bay.. dari becandaan kamu yang bilang aku mungkin bakal kecantol bule Jerman sampai nanti nikah dan engga balik lagi ke Indo..” bebernya.

“Itu kan cuma bercanda..” potongku cepat.

“Menurut mu itu cuma becanda. Tapi kamu sadar engga kalo itu defense mechanism kamu supaya kamu engga bakal terlalu kecewa kalau yang kamu omongin bener. Iya kan?” aku kembali terdiam.

Aku tidak berfikir sejauh itu. Tapi apa yang Mba Wanda bilang memang ada benarnya. Mungkin benar kalau di buluk hati kecilku aku tidak ingin terlalu berharap kalau Mba Wanda nanti akan kembali kepadaku.

Tidak hanya dengan Dera, Mba Wanda rupa nya bukan tandinganku juga dalam bersilat lidah.

“Maafin aku Mba..” hanya itu yang bisa ucapkan.

“Aku yang salah sayang.." ujar Mba Wanda sambil sekarang sudah berani mengecup pipiku.

"Omonganku kalau aku cuma cinta dan cuma pingin nikah sama kamu itu bener-bener tulus Bay. Aku ngelakuin kayak tadi supaya amarah dan sakit hati kamu bisa disalurkan sebelum aku pergi.. maaf kalau cara aku malah bikin kamu makin sakit..” ujar Mba Wanda sendu.

Aku terdiam sejenak mencerna apa ucapannya barusan. Emosi ku sudah luntur karena ucapannya benar-benar menyentuh ego dan logika ku. Setelah malam itu, aku memang tidak punya waktu melampiaskan emosi ku apalagi membahasnya dengan Mba Wanda. Alhasil, sakit hati ku pun aku kubur dalam-dalam sambil berharap aku akan melupakannya di kemudian hari.

“Aku udah engga gimana-gimana kok Mba. Aku emang masih suka kebayang dan masih suka sakit hati kalau ingat kamu dan David waktu itu. Aku engga sadar kalau ternyata itu karena aku belum bisa percaya sepenuhnya lagi sama kamu. Makasih udah bikin aku sadar ya sayang..” kini aku balik memeluknya yang daritadi memelukku tak berbalas.

Merasakan kembali pelukanku yang hangat, Mba Wanda pun akhirnya bisa lega. Dia memelukku makin erat seakan ingin memberitahu ku kalau dia tidak ingin pergi meninggalkanku dan ingin selalu bersamaku. Aku sayang kamu Mba.. Maafin aku..

“Sakit engga sayang?” tanyaku kembali usai memeluknya lama.

“Hmm.. lumayan nih..” jawab Mba Wanda sambil meringis. Aku menoleh ke bawah dan terlihat bibir vagina nya membengkak dan memerah.

“Mau di bawa ke dokter engga Mba?” ujarku panik.

“Ngaco! Masa di bawa ke dokter? Malu lah aku Bayyyyy…” semprot Mba Wanda dengan muka yang memerah. Hehehe lucu juga sih kalau ditanya dokter kenapa vagina Mba Wanda lecet.

“Berarti besok kita jalan-jalan aja ya sayang. Memem kamu engga boleh diapa-apain dulu..” tukasku.

“Yahhh..” jawabnya sambil manyun. Mba Wanda ingin memprotesku. Tapi ketika dia menggeser pantatnya, rasa perih di vagina nya membuatnya sadar kalau kondisinya tidak memungkinkan untuk memberiku ‘jatah’ lagi.

“Kalo tahu bakal kayak gini mending kita ajak Dera sama Rachel sekalian aja ya Bay?” ujarnya kepadaku usai mengamini kalau tidak akan ada seks lagi hingga pulang nanti.

“Oh iya!” seruku tersadar kalau Dera dan Rachel masih belum ada kabar sejak tadi.

Dengan cepat aku menyambar handphone ku yang daritadi tidak kusentuh. Masih saja belum ada balasan dari mereka. Kemana deh..

Ting!

Rachel: Hallo sayang.. masih bangun engga?

Panjang umur.. akhirnya Rachel membalasku. Mba Wanda langsung mendekat ke arahku ikut penasaran dengan isi pesan Rachel.

Bukannya membuatku tenang, Rachel tanpa merasa bersalah malah menggodaku dengan pesannya yang menjurus. Abis ngapain dia sama Dera?

Rachel: *sent a picture*

ANJRIT! Mataku langsung terbelalak melihat dua pasang paha yang begitu menggoda di depan layer hape ku. Mata ku otomatis tertuju kepada paha montok yang pastinya milik Dera.

Mulus banget..

Tidak cukup melihat paha nya saja, aku pun langsung mem-video call mereka. Bukannya di angkat, Rachel malah me-reject dan pamit tidur. Mba Wanda hanya bisa geleng-geleng melihat kelakuan adiknya itu.

“Kita bales aja yuk Bay?” ujar Mba Wanda jahil. Haduhh.. virus Rachel kayaknya cepet banget nyebarnya. Engga Cuma Dera, Mba Wanda aja sekarang sampe ikut-ikutan jahil. Kayaknya nanti pas nikah aku harus rajin minum obat darah tinggi deh hhhh..

"Nanti ketahuan dong kalo kamu lagi sama aku Mba?" tanyaku padanya.

"Gapapa lah. Kan nanti hari Senin aku juga bakal ceritain semuanya ke mereka kan? Siapa tau mereka mau nyusul sekalian kesini hihi" jawab Mba Wanda masa bodo kalau nanti kedua adiknya itu marah-marah karena ditinggal.

Mba Wanda mengambil handphone ku dan menarik tangan kiriku. Setelah menaruh tanganku di atas payudara nya, dia pun mengambil pose dan mengambil foto.

Cekrek..

Foto tanganku menangkup di atas payudaranya yang indah terekam di galeri fotoku. Foto yang simple tapi terlihat begitu menggugah gairah. Lumayan kayaknya kalau foto itu dipakai buat bahan ku sampai malam pertama nanti hehe

Mba Wanda masih tampak sibuk mengutak atik foto itu. Dia sepertinya ingin cincin pertunangan ku terlihat dengan jelas supaya mengundang keributan dengan Dera dan Rachel. Dengan sekali klik, foto itu pun terkirim di grup kami berempat.

Tak sampai semenit..

Rachel: Incoming Video Call
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd