Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT CINTA SAYUR ASEM (by Arczre)

Bimabet
BAB XXVIII

Jangan Pergi!




Aku tak mau kamu pergi
Kenapa perjumpaan denganmu begitu singkat?


#Pov Anik#

Aku menangis di hadapan tubuh Mbak Rahma yang terbujur kaku. Aku malah meliput kecelakaan saudaraku sendiri. Kenapa bisa begini?? Dokter sudah berusaha semaksimal mungkin bahkan menyelamatkan nyawa bayi yang ada di dalam kandungannya. Anaknya Mbak Rahma seorang laki-laki dan sekarang sedang berada di ruang bayi. Rian masih hidup, karena dia tidak menghantam langsung truk tronton itu. Mbak Rahma yang kena telak. Ketika dalam perjalan ke rumah sakit dia masih hidup, tapi setelah itu tidak bisa diselamatkan.

Aku langsung menghubungi keluargaku. Ibuku terutama. Kemudian keluarga Rian. Aku terpaksa minta ijin kepada kru-ku yang lain untuk mengurus Mbak Rahma, Rian, serta anaknya. Mereka mau memahamiku. Aku juga nelpon ke produser tentang apa yang terjadi. Akhirnya beliau mengijinkanku untuk rehat dulu. Karena memang musibah.

Begitu Ibuku datang ia langsung menangis melihat jasad Mbak Rahma. Ibuku histeris. Ia bahkan sampai ngomong sama Rahma.

"Ma, Rahma tangio nduuuk! Tangii! Koq ya tego men awakmu ninggalne aku nduuukk? (Ma, Rahma bangun nak! Koq ya tega kamu ninggalin aku nak?)" suara ibu yang menyayat hati ini membuatku ikut menangis.

Aku lalu beritahukan anaknya Mbak Rahma selamat. Tangis ibuku mulai mereda tapi tetep sedih. Anaknya Mbak Rahma lucu, sedang tidur. Pipinya yang montok itu pun diciumi oleh ibuku. Kasihan anak ini, ia baru saja melihat dunia sudah kehilangan sang ibu.

Aku melihat keluarga Rian yang pergi bareng bersama ibuku pun tak bisa membendung kesedihan. Rian masih tak sadarkan diri. Cedera di kepalanya sepertinya parah. Tulang rusuknya patah. Sekalipun tak sadarkan diri, dia terkadang masih berbisik memanggil-manggil nama istrinya.

Singkat cerita Mbak Rahma pun dikuburkan. Tangis haru mengiringi kepergian Mbak Rahma ini. Teman-temannya ikut melayat, semua orang berduka. Bahkan teman-temannya Rian pun ikut melayat. Mbak Rahma dikuburkan di sebelah makam bapak. Kenapa aku harus kehilangan dua orang yang aku sayangi? Aku tak tega melihat Mbak Rahma yang tubuhnya dibungkus kain kafan itu. Aku tak tega ketika kemudian dia dibaringkan di liang lahat. Ketika kayu-kayu itu menutupi tubuhnya satu persatu, kemudian tanah mulai menimbunnya. Mbaak...kenapa mbak harus pergi?

Mbak Rahma, engkau adalah kakakku yang paling aku kagumi. Orang yang paling aku sayangi. Orang yang bisa membuatku tersenyum. Orang yang membuatku semangat. Engkau selalu menasehatiku untuk menjadi orang yang baik. Peduli kepada keluarga. Semenjak bapak meninggal kamulah yang aku anggap sebagai orang yang paling baik, orang yang kujadikan panutan. Aku ikhlas koq mbak kalau mbak jalan sama Rian, jadi istrinya aku ikhlas. Aku nggak marah. Aku merasa justru pilihan mbak emang tepat.

Kita bermain sejak kecil, bersama lari-lari ketika siang hari panas-panas sampai rambut kita berwarna merah terbakar panas matahari. Kita main di empang, nyari bekicot, main di sawah nyari kedelai trus kita bakar bersama. Aku ingat semuanya mbak, bagaimana mbak selalu membela Rian daripada aku. Aku yang adiknya sendiri malah dicuekin, nggak diperhatikan. Dari situ aku tahu kalau mbak itu sebenarnya suka ama Rian sejak dulu. Aku tak pernah bisa marah ama Mbak Rahma, aku tak pernah bisa marah ama mbak.

Kita berdua sayang ama bapak. Tapi mbaklah yang paling sayang ama bapak. Mbak yang paling dekat ama ibu. Itulah sebabnya mbak shock dan ngurung diri di kamar ketika bapak tiada. Aku tak seperti mbak, aku memang kehilangan bapak, tapi tidak seperti mbak. Mbak merasa kehilangan separuh nyawa mbak. Aku juga sedih, tapi tidak sesedih mbak. Kenapa mbak harus pergi? Apa salahku mbak? Mbak kan udah bahagia ama Rian. Udah mengandung anaknya. Udah jadi dokter seperti yang mbak cita-citakan. Kehidupan mbak udah sempurna. Aku iri sama mbak yang hidup sempurna ini. Rasanya nggak ada yang lain yang mbak butuhkan lagi. Apakah karena itu mbak harus pergi?

Setelah tanah itu menimbun dengan sempurna di puasara Mbak Rahma dan do'a-do'a dipanjatkan, tubuhku lemas. Aku tak sadarkan diri. Orang-orang pun menolongku. Aku tahu-tahu bangun sudah ada di rumah karena terdengar suara tangis bayi. Itu bayinya Mbak Rahma. Bayi yang belum dinamai. Rupanya bayi itu lapar, sehingga ibuku langsung memberinya botol susu.

Aku langsung bangun dan beranjak keluar kamar. Di ruang tamu yang kursi-kursinya dipinggirkan itu aku melihat dua orang berseragam polisi tampak sedang berbincang-bincang dengan Mas Yogi.

"Dari saksi mata mobilnya korban ditabrak dari belakang oleh mobil SUV warna merah, trus mobil korban dihantam truk tronton dari depan. Sayangnya mobil itu lari. Kami akan selidiki lebih lanjut," kata salah satu anggota polisi.

"Terima kasih pak atas informasinya," kata Mas Yogi.

"Kami turut berduka yang sedalam-dalamnya atas peristiwa ini."

Setelah itu kedua polisi itu pamit. Aku yang mendengar itu langsung lemas lagi. Pingsan lagi.

"Lho lho lho! Nik! ANik!" ibuku histeris. Mengetahui aku pingsan lagi.

Total hari itu aku pingsan entah aku pingsan berapa kali. Bangun teringat Mbak Rahma, aku pingsan lagi. Aku sangat terpukul. Sangat sedih.

Butuh waktu tiga hari aku untuk bisa dihibur. Terlebih lagi dengan anaknya Mbak Rahma yang lucu ini. Aku sedikit terhibur. Tanpa persetujuan Rian aku menamai anaknya dengan sebutan Ramadhani, biarin deh nama Rian kan Rian Ramadhani. Toh kalau dia mau nambahin namanya lagi ya silakan. Daripada dipanggil Ucil ama orang-orang.

Sampai sekarang Rian masih belum sadar. Dia telah dipindahkan dari Rumah sakit yang ada di Tuban sana ke Rumah Sakit Muhammadiyah di Kediri. Aku terpaksa minta cuti kepada kantor untuk beberapa waktu. Karena memang keadaanku yang masih shock. Mereka mengijinkannya. Aku menjenguk Rian di rumah sakit. Paling tidak, dia kan jadi kakak iparku sekarang. Masa' nggak pengertian banget?

Dia tampak berada di ruangan bersama Mas Yogi.

"Eh, Anik," sapa Mas Yogi. "Sendirian aja?"

Aku mengangguk. "Bagaimana keadaanya?"

"Yah, masih belum sadar," jawabnya.

Aku mendekat Mas Yogi langsung berdiri. "Sebaiknya aku tinggalkan kalian dulu ya."

Aku tak menjawab. Mas Yogi kemudian keluar dari ruangan ini. Tinggal aku dan Rian sendirian. Dia masih belum sadarkan diri juga. Padahal sudah hampir satu minggu. Lebaran juga barusan lewat kemarin. Aku duduk di kursi bersebelahan dengan Rian. Entah mungkin reflek atau gimana tanganku menggenggam tangan Rian lagi. Aku genggam tangannya dengan erat. Seperti aku menggenggam tangannya dulu. Rian...bagaimana dia nanti kalau bangun tahu bahwa Mbak Rahma telah pergi? Dia pasti shock, bahkan yang terburuk ia kepingin sekalian nyusul Mbak Rahma.

Aku mengelus-elus rambutnya. Rambut orang yang dulu pernah aku cintai. Wajahnya lebih berwibawa sekarang. Mungkin karena ia telah menjadi seorang ayah. Atau mungkin karena Mbak Rahma yang mengubahnya. Mbak Rahma orangnya perfeksionis, pasti Rian diubah agar dia menjadi seorang yang baik, jadi seorang suami yang baik. Dari kamar kami, kamar Mbak Rahmalah yang paling rapi, pasti Rian diubah agar jadi cowok yang rapi. Koq aku senyum-senyum sendiri sekarang?

"Rahma?" bisik Rian.

Eh? Dia bangun!

"Iya, ini aku," ****** kenapa aku bilang begitu?

"Rahma?" lagi-lagi ia memanggil nama Mbak Rahma. Duh aku makin sedih. Air mataku mengalir lagi.

"Aku di sini yang, aku di sini," aku ingin jadi Mbak Rahma untuk sementara waktu biar ia nggak shock.

"Bukan, kamu bukan Rahma kamu Anik. Mana Rahma?" katanya. Eh, dia tahu?

"Rian, ini aku Rahma," kataku.

"Nggak, Rahma nggak pernah megang tanganku kuat-kuat, yang pernah megang seperti ini hanya Anik," katanya. Ia masih mengigau. Aku tak bisa membendung tangisku. Ia masih ingat cara aku memegang tangannya. Hatiku seperti tertusuk pisau rasanya.

"Iya, aku Anik, aku Anik, Yan," kataku.

Rian, masih mengigau terus. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Akhirnya, setelah itu aku bertekad untuk menjaga Rian sampai ia sadar.

****

"Hai, Rian? Masih belum bangun?" kataku sambil membawa bunga segar dan kutaruh di pot bunga. "Aku hari ini bacain kamu kitab suci ya, biar cepet sembuh."

Ya, itulah hari-hariku. Aku menunggui Rian yang kamar pasien. Aku menunggui dia persis seperti aku menunggui bapak dulu. Minta tolong ke suster untuk ganti infus, mengganti pispot untuk buang air, semuanya aku lakukan. Aku nggak perlu merasa jijik. Ini aku lakukan benar-benar karena semata-mata aku kasihan ama dia. Mas Yogi sebenarnya tidak mengijinkan, tapi aku harus melakukannya.

Hingga suatu malam, aku tertidur di sampingnya sambil memeluk lengannya. Tiba-tiba Rian terbangun. Ia seperti orang yang kaget melihat sesuatu.

"Rahma! Rahma! Rahma!" panggilnya. Aku juga terkejut. Aku pun terbangun karenanya.

"Rian, Rian, sabaarr...tenang! Tenanglah!" kataku.

"Rahma? Di mana Rahma?" tanyanya.

"Rahma baik-baik saja, dia sedang istirahat," kataku.

Nafas Rian terengah-engah. Aku segera menekan tombol untuk memanggil suster. Suster pun datang dan memeriksa kondisi Rian. Kemudian dikatakan kalau Rian baik-baik saja. Kalau sudah sadar berarti kondisinya sudah stabil.

Rian berbaring sekarang. Ia terus bertanya di mana Rahma. Aku mencoba mengalihkan perhatian.

"Rahma sudah istirahat, dia baik-baik saja. Ngomong-ngomong kamu punya anak cowok lho," kataku.

"Iya ta? Beneran?"

Aku mengangguk, "Iya, beneran. Kamu belum namain dia, karena nunggu kamu bangun kelamaan akhirnay kami panggil Ramadhani deh, kan namamu juga ada Ramadhaninya."

Rian tersenyum. Wajahnya menunjukkan wajah bahagia. "Makasih ya, Nik."

"Sama-sama, dah sekarang kamu istirahat ya. Aku seneng kamu sudah bangun. Aku bisa pergi, biar Mas Yogi yang menjagamu sekarang," kataku.

"Kamu selama ini jagain aku?" tanya Rian.

"Iya, nggak suka ya?"

"Nggak koq, aku berterima kasih atas semuanya. Kirim salam buat Rahma ya, bilang aku akan segera pulang!" katanya.

"Iya, aku akan sampaikan," kataku.

Aku kemudian bergegas keluar kamar. Aku pun menangis. Bagaimana aku bisa kirim salam ke Rahma? Dia udah nggak ada Rian. Mbak Rahma, aku harus bagaimana?

Di luar aku bertemu dengan Mas Yogi. Aku beritahukan kalau Rian sudah sadar tapi aku minta dia untuk tidak menceritakan tentang Rahma untuk sementara waktu. Mas Yogi bisa memahami hal itu. Akhirnya aku bisa kembali lagi ke rumah. Tugasku sudah selesai di sini.






Edan...episode ini dan yang setelahnya
beneran menguras emosi dan air mata.
jujur aja...sampe nangi. bacanya,berasa banget ke dada.
Suhu...ini kisahnya Reporter Cewek di salah satu stasiun berita Nasional ya?
nubi jadi ingat sang reporter imut bin manis berjilbab dengan seragam hitamnya.
benarkah?
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
emang bener tuch, mbak..:)
di setiap kisah turun ranjang selalu ada kesan mengharukan.
apalagi yang seperti bumbu drama racikan bang Archi. Bakal kejadian kesan memeras air mata.
seperti juga ane yang jadi saksi mata kisah nyata macam begini di sekitar ane. tentu ikut terbawa arus dan terhanyut dengan di dalam cerita.
 
Edan...episode ini dan yang setelahnya
beneran menguras emosi dan air mata.
jujur aja...sampe nangi. bacanya,berasa banget ke dada.
Suhu...ini kisahnya Reporter Cewek di salah satu stasiun berita Nasional ya?
nubi jadi ingat sang reporter imut bin manis berjilbab dengan seragam hitamnya.
benarkah?

pokoknya yang sekarang udah nggak kerja lagi di Trans TV.
:)
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Bos Arczre kalau bikin karakter tokohnya kuaaaaat sekali...

Salut...

Ini cerita kategori bintang lima...
 
wuih bener bener keren nich cerita sampek bisa menyeret emosi para pembacanya masuk dlm cerita... :jempol:
 
Wah...bang ini beneran cerita yg bikin sy nangis lg...hebatttt...ceritanya menyentuh hati dan membuat emosi...konflik"nya kongret, dan ceritanya membuat para pembaca terhanyut..istri sy aja bilang, bang...kok abang nangis mulu c di depan hp...abang ini badan gede, kumisan, ietem(sawo matang jawa) lha kok nangis...tanpa pikir panjang q ambil tisu lalu ambil hp istriku dan ku suru baca, 5 jam sdh baca dy nya juga nangis...hiks....hiks...
:suhu:
Bang Arzcre top markotop...
Mana lg ya karyanya...
Jalan ahhhh ke cerbung...eh bini ane ikutan jg..***wat nieh klo dy bikin member, perlu di cek tiap hbs pake hp....hehehehe....
:banzai:
........:ngacir:
 
Sukses lo bang bikin gua baper mulu :suhu:

Habis baca ILYH langsung baca ini sedih ane bang
 
crita ini bener" deh bikin tongkat ane nunduk tegak nunduk tegak mulu dari awal ampe akhir cerita

pas lgi nunduk, eehhhh :(( pas tegak grak jadinya langsung :tegang:

benar" cerita yang menguras tenaga dan emosi ane. :semangat::semangat:

btw spertinya ane kenal deh hampir semua tokoh ini di dunia real. :ngacir: :ngacir: :ngacir:
jadi kangen ama mereka
 
Lebaran mampir ke rumahnya Anik. Udah punya anak empat aja. :D

Kalah ane. :fiuh:

"Mas, moga yang ini cowok yah," bisik bini. Hihihihi :Peace:
 
Lebaran mampir ke rumahnya Anik. Udah punya anak empat aja. :D

Kalah ane. :fiuh:

"Mas, moga yang ini cowok yah," bisik bini. Hihihihi :Peace:

Nama aslinya anik siapa sih bang ? Penasaran ane
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd