Flindskjold
Adik Semprot
- Daftar
- 8 Aug 2014
- Post
- 111
- Like diterima
- 495
"Tolong fokus. Atau saya telfon Ayah kamu sekarang!"
"Bentar - bentar, ini dikit lagi chiken, Bu. Sumpah dikit lagi!"
"Daritadi bentar bentar, chiken chiken. Udahlah, capek saya!"
Mata Riksa sesaat teralih dari gadgetnya, mendapati Bulan, guru les matematika Riksa yang berusia dua puluh enam itu, merogoh tas jinjing hendak mengambil telefon pintar dan menghubungi Surya, Ayah Riksa.
Paling cuma ngancem, batin Riksa menyepelekan.
Akan tetapi Bulan menekan tab loudspeaker dan tak lama nada sambung berbunyi tuuut... tuuut.. berirama pun terdengar di telinga Riksa.
"Eh, Bu, jangan... Aduh, kan! Ke headshot!" Riksa meletakkan gadgetnya kasar ke atas meja, geram karena gagal memenangkan game tembak -tembakan yang sedang populer di kalangan bocah seusianya, juga dengan guru les dihadapannya. Sementara Bulan tertawa geli dalam hati. Nada sambung yang padahal hanyalah ringtone yang belum lama ia unduh untuk 'menakut - nakuti' murid nakal seperti Riksa.
×××
Pangeran Antariksa, nama bocah itu. Entahlah, mungkin Surya, sang Ayah adalah penggemar berat seri starwars, atau startrek. Usia Riksa saat ini enam belas tahun, bersekolah di sekolah swasta di Jakarta Selatan. Sedari usia enam tahun, Riksa hanya tinggal bersama sang Ayah. Nadia, sang Ibu, meninggal saat berjuang melawan penyakit, yang memang sudah diderita jauh sebelum Riksa terlahir ke dunia. Suryapun tidak, atau belum, memiliki niat untuk memiliki pengganti Nadia. Selain karena rasa cinta yang mendalam terhadap mendiang sang istri, sebagaimana seperti seorang Ayah lain, Suryapun dituntut untuk bekerja keras demi menghidupi dirinya dan Riksa. Karena Surya tidaklah berasal dari latar belakang berada. Namun memang, proses tak pernah menghianati hasil. Sedikit demi sedikit, perlahan tapi pasti, Surya dapat memberikan Riksa dan dirinya sendiri fasilitas - fasilitas yang memadai.
Akan tetapi, Surya tetaplah seorang manusia. Seberapapun kerasnya manusia menentang takdir, pasti akan selalu terhempas.
Terlebih perihal, cinta...
"Bentar - bentar, ini dikit lagi chiken, Bu. Sumpah dikit lagi!"
"Daritadi bentar bentar, chiken chiken. Udahlah, capek saya!"
Mata Riksa sesaat teralih dari gadgetnya, mendapati Bulan, guru les matematika Riksa yang berusia dua puluh enam itu, merogoh tas jinjing hendak mengambil telefon pintar dan menghubungi Surya, Ayah Riksa.
Paling cuma ngancem, batin Riksa menyepelekan.
Akan tetapi Bulan menekan tab loudspeaker dan tak lama nada sambung berbunyi tuuut... tuuut.. berirama pun terdengar di telinga Riksa.
"Eh, Bu, jangan... Aduh, kan! Ke headshot!" Riksa meletakkan gadgetnya kasar ke atas meja, geram karena gagal memenangkan game tembak -tembakan yang sedang populer di kalangan bocah seusianya, juga dengan guru les dihadapannya. Sementara Bulan tertawa geli dalam hati. Nada sambung yang padahal hanyalah ringtone yang belum lama ia unduh untuk 'menakut - nakuti' murid nakal seperti Riksa.
×××
Pangeran Antariksa, nama bocah itu. Entahlah, mungkin Surya, sang Ayah adalah penggemar berat seri starwars, atau startrek. Usia Riksa saat ini enam belas tahun, bersekolah di sekolah swasta di Jakarta Selatan. Sedari usia enam tahun, Riksa hanya tinggal bersama sang Ayah. Nadia, sang Ibu, meninggal saat berjuang melawan penyakit, yang memang sudah diderita jauh sebelum Riksa terlahir ke dunia. Suryapun tidak, atau belum, memiliki niat untuk memiliki pengganti Nadia. Selain karena rasa cinta yang mendalam terhadap mendiang sang istri, sebagaimana seperti seorang Ayah lain, Suryapun dituntut untuk bekerja keras demi menghidupi dirinya dan Riksa. Karena Surya tidaklah berasal dari latar belakang berada. Namun memang, proses tak pernah menghianati hasil. Sedikit demi sedikit, perlahan tapi pasti, Surya dapat memberikan Riksa dan dirinya sendiri fasilitas - fasilitas yang memadai.
Akan tetapi, Surya tetaplah seorang manusia. Seberapapun kerasnya manusia menentang takdir, pasti akan selalu terhempas.
Terlebih perihal, cinta...