Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Change?

Bimabet
Suhu DH kapan update,,masih setia nunggu update ni...
 
Suhu DH lagi menikmati jadi komentator si trit orang, keep waiting.....
 
Ss ny ane tunggu banget nih, pasti asoy :ngiler: mulustrasiny menggoda iman banget :ngiler:


Ditunggu updatenya juragan trit, Suhu DownHill :jempol:
 
ayo diupdate sam downhill,
g sabar nunggu SSnya arta sama desi,dina,dini,winda n bu ainun :bacol:
 
:eek:...Owwwhhh...Suhu DH belom balik ternyata..

Cariin dulu ah...sekalian patroli lagi..:polisi:
 
Scene 10
Gift


Ainun ... ...

Lha gendeng itu dua sahabatku, Arta dan Justi. Malah kejar-kejaran kayaanak kecil saja. sambil jerit-jerit lagi, bener-bener memalukan. Tapi, itulah mereka, tak ada yang bisa menghalangi kebersamaan ini.

“Awas saaaaam.... ciyaaaaat” teriak kampret justi, melompatiku yang sedang asyik duduk didepan pintu kontrakan

“Wasu! Ati-ati ndes!” tak bentak, dasar justi

“hash... hash... kampret itu justi sam, cempe banci” Arta tampak kelelahan

“huwahahahaha... woi, Ar, kamu itu bagaimana? Ngejar justi aja ampe ngos-ngosan” candaku

“Halah, koyo raimu iso mlayu ae sam (halah, kaya wajahmu bisa lari saja)”

“Hadeh, larinya cepat sekali itu si justi” dengan tangan berpinggang

“Lha biasa kan dia biasa lari lari kenyataan ha ha ha” candaku

“dari mana seharian?” tanya arta

“Lha kamu sendiri?” balik bertanya

“hasyah, aku tadi bangun kamunya ndak ada di kandang” jelas saja, dia pergi keluar aku pulang

“Biasa, kaya ndak tahu kemana aku pergi Ar” jawabku

Arta, duduk disampingku, rokok sebungkus diambil. Kopi juga diminum.

“Rai tembok! (Wajah), asal sruput saja kamu!” bentakku

“nesu, nesu, ngono ae nesu! Koyo asu! Ha ha ha (marah, gitu saja marah! Kaya anjing)” candanya.

Memang, kampret satu ini, paling emosian tapi paling bisa menghakimi dengan kata-kata.

“Seneng banget sam?” tangannya nyenggol lenganku

“Ya begitulah...” balasku, menyemburkan asap dunhill

“Gimana dengan mbak siapa itu?” ucapnya

“Lisa?” balasku dia mengangguk sembari mengambil segelas kopi hitam, kopiku lagi

“Ah, hari-hariku berkembang...” jawabku

“Berkembang seperti bunga atau berkembang air di kertas?” ucapnya

“Apa maksudmu?” ucapku

“Ya begitulah...” jawabnya sambil mengambil sebatang dunhill yang ada didepanku

“Kampret kowe ki owk Ar (kampret kamu itu ar). Apa maksud kamu sebenarnya?” ucapku

“Kalau berkmbang seperti bunga, ya lebarnya segitu-segitu saja kan? Kalau air di kertas ya seluas kertas itu” ucap Arta

“Haaash... pilosopi lagi ini pasti? aku ndak mudeng ar...” jawabnya

“Ha ha ha ndak mudeng gimana lha wong sudah hampir 6 bulan. Kalau emang ndak serius ya sudah tinggalin saja, cari yang bisa kamu seriusi” ucapnya

“Pengennya serius ar... karena pengalaman waktu dulu membuatku tak ingin mempermainkan dan juga dipermainkan, waaaaaaa niiiiiii taaaaaa huooooo” ucapku bak seorang penyanyi

“Bagus kalau begitu ha ha ha...”

“kalau dilihat kamu mirip dol sumbang” candanya

“Dah... terus maksud kamu tadi itu gimana?” ucapku, kulihat Arta menyeruput kopi hitam buatanku

“Eh, sam enak gitu kopi kamu, kamu kasih gula ya? berapa sendok pas banget buatnya...” ucapnya

“Sialan kamu ar, diajak ngomong serius malah bahas hal lain!” ucapku sedikit keras

“Kamu kasih gula ndak?” ucapnya menatapku serius

“Ka-kasih Ar...” ucapku, semakin aku bingung dengan tatapan matanya

“Kopi itu ibarat hubungan kamu dengan mbak lisa, pahit!” ucapnya tegas, aku yang badanya lebih besar dari dia saja sampai merasakan takut

“Dan gula itu pemanisnya...” lanjutnya, menyedot sebatang dunhill di bibirnya

“Mati kamu sam...” ucap Justi dibelakangku, karena dia tahu Arta mulai serius

“Duduk ndak Jus! Dan ndak usah ngomong!” bentakku, justi duduk disamping Arta

“sudah?” ucap Arta, aku mengangguk

“Dan gula itu adalah kamu...”

“Percuma kamu dapat kopi tapi kalau gulanya terlalu sedikit tetap saja pahit, dan tidak bisa dinikmati. Jadilah gula, gula yang bisa memaniskan kopi itu, jangan cuma menjadi pemanis yang tidak bisa dirasakan... sekarang kamu bisa membuatnya manis tapi tidak terasa bagi kamu kan?” jelasnya, dan aku sedikit mengerti

“Kalau kamu bingung... coba deh kamu buat kopi satu gelas ini dan kasih satu sendok gula, yang ada pasti masih terasa pahit. Intinya semua butuh keseimbangan, kalau mbak lisa memberikan kamu lebih, kamu juga harus bisa memberikan lebih agar hubungan kalian terasa manis dan tidak pahit... jika terus-terusan kamu mengikuti arah geraknya, dan kasih sayangnya yang ada kamu galau terus...”

“Pertahankan hubungan kamu, dan berjalanlah... ada hal yang indah didepan sana. Belajar dengan giat dan tekun agar ketika lulus nanti kamu bisa mendapatkan pekerjaan yang layak, meminangnya dan juga membuat statusnya menjadi utuh milikmu. Jangan kalah dengan kopi yang bertambah, karena semakin banyak kopi semakin pahit minuman itu...”

“He he he... intinya kuliah yang bener, biar kamu itu bisa mencukupi kebutuhannya. Kalau dia terus yang mencukupi kebutuhan kamu, lama kelamaan dia sendiri yang stress lihat kamu Cuma jadi gajah duduk! wakakakakakak” dia tertawa lepas

“Matamu sempal separo cuk! (mata kamu roboh sebagian)” ucapku, tapi ada benarnya apa yang dikatakan sama Arta kampret ini

“Kuliah sam, kuliah... Kuliah! Lulus! Kerja! Punya uang lamar dia! Yakinkan kebahagiaan untuknya!”

“Jangan janjikan ataupun yakinkan dia dengan kontol kamu saja, canda tawa kamu! hidup butuh materi mbul, gembul! Ha ha ha ha...” ucapnya tertawa terbahak-bahak

“Kampret kamu ar...” ucapnya,

“Ha ha has hash hash...” capek juga arta tertawa, dipandangnya langit luas

“Cinta? Aku tidak mengerti cinta, aku juga sudah mengatakannya baru saja tadi ke penjus. Aku tidak pernah meraskannya kecuali, ibu, kakek-nenek, kalian dan dia. Hanya itu... tak ada yang lain... hufth...”

“Ya, kalian semua mengajariku cinta, cinta antar seorang sahabat, begitu juga dia”

Sekali lagi aku memandangnya, matanya merem, senyum lagi. Arta ingat dia lagi, aku juga, hadeeeh.

“Aku mau jalan-jalan dulu, ikut ndak? Muter-muter kampung? sepi tuh kampung daripada di kandang terus?!” ucapnya

“Maless... ngantuk cuk!” ucapku

“Aku iyo (iya)...” ucap Justi

“wakakakaka... makanya, jangan banyak penalti!” aku tahu maksud Arta, kenthu

“CEMPEEE!” teriakku dan Justi

“Ha ha ha ha... Oia tadi kalian dicari sama dian, sudah tahu?” ucap Arta

“Dian? dian siapa?” ucapku dan Justi bersamaan, benar-benar sesuatu yang tidak disangka-sangka ada cewek mencariku dan justi

“DIANCUUUUUKKKK! ” ucap Arta yang menertawakan kami

“MATAMU SU!” teriakku bersama dengan Justi

Setelah puas tertawa Arta menyunggingkan alisnya dan tersenyum kepada kami berdua. Dan ketika dia hendak melangkah keluar kandang.

“Selalu ingatkan aku ar...” ucapku

“Aku juga...” ucap Justi

“Pekok (bodoh)... kalian seharusnya ingatkan aku juga kan? Saling mengingatkan, we are family pak dheeeee” ucap Arta

“Oia, ntar kalau mau bobo, jangan sambil ngebayangin mbak linda ma mbak lisa lho... ngecroot ntar ha ha ha” tawa Arta

“Matamu aaarrrrrr.... ar...” ucapku

Kami tertawa dan kemudian Arta melangkah hilang. Aku dan Justi menikmati kopi bersama.

“Aku tu heran owk sam, kita yang buat dia culun, tapi dia tetap saja seperti dulu yo” ucap Justi

“Culunnya itu, biar dia ndak emosinya kan” ucapku

“Tapi tunggu tunggu...” ucap Justi

“Kenapa?nunggu otakmu muter?” ucapku

“Halah... kosek to (bentar to)...” dengan lagak sok mikir

“Naaaaah aku inget... Arta itu sudah dua kali tidak bisa meredam emosinya, pertama masalah rokok yang kedua adalah ketika dia pulang dengan luka di wajahnya” dengan jari telunjuk bergoyang-goyang, kaya orang pinter saja kampret ini

“Ya... tapi kelihatannya dia tidak seemosional dulu, nyatanya tak ada berita berlebihan di kampung ini” kataku

“Kelihatannya dia sudah bisa memendamnya...” balasnya

“Aku harap...” jawabku

“Eh, jus...” memandangnya heran,

“Apa?” jawab Justi, mulut menganga sedikit, mata sedikit mendelik, kepalanya maju ke arahku

“Ndak papa, tiba-tiba saja otak kamu bisa jalan hari ini” ucapku sembari mnyeruput kopi

“Jalan? Ya ndak bisa to ya, otak kan dikepala, piye to kamu itu? (bagaimana kamu itu?)” ucap Justi

“Ndak jadi... mandek lagi itu otak kamu...” ucapku

“Lho? Apa to maksud kamu sam?” ucap Justi, tapi aku tidak membalasnya

Setelahnya aku dan Justi ke kamar masing-masing. Ugh, tadi aku dipeluk linda, susunya nempel di punggungku, sampe-sampe aku ngecret. Lindaaaaa... linda...




--------------------​

Aku tidak pernah mengerti cinta, sama sekali tidak pernah. Kulihat 30 rumah yang memiliki halaman luas, dan membuat RT ini menjadi sangat luas. Langkah demi langkah aku ukir. Ah, apa sebenarnya cinta itu? kenapa semua orang bisa merasakannya? Apa cinta itu nafsu? Apa nafsu itu cinta? Semakin aku tidak mengerti, langkahku terhenti dipos ronda dan duduk termenung melihat beberapa rumah yang berjejer.

Satu rumah, satu keluarga. Seorang laki-laki mencintai istrinya, dengan beberapa anak sebagai hasil dari buah cinta mereka. Bersama mereka menuju hari tua, hingga mati pun ingin bersama. Anak-anak merawat mereka ketika tua, tapi aku tak ada satupun sekarang yang bisa aku rawat, aku cintai. Ah.... kenapa aku masih jomblo ngenes gini?!

Tuli tulit. Sms.

From : Bu Ainun RT
Sini,
Don’t sit there like a junk hi hi hi

To : Bu Ainun RT
I like sitting in here
From : Bu Ainun RT
Don’t be sad
Tell your story to me, come...
To : Bu Ainun RT
Ndak lah bu, enakan disini

From : Bu Ainun RT
Sudah ndak papa,
bapakmu juga lagi sama si istri sirinya kok
paling pulang besok pagi,

To : Bu Ainun RT
Ibu santai sekali
From : Bu Ainun RT
Kan sudah dibilang, yang penting bapakmu nafkahi ibu
Dah cukup itu, masalh dia mau pergi 1 bulan pun
Ibu ndak pikirkan, cepet sini

To : Bu Ainun RT
Ndak lah bu, males disini saja

From : Bu Ainun RT
SINI!

Edan, marah dia. Aku langsung melangkah di kampung sepi ini. Dan langsung menuju rumah pak RT, Bu RT sudah didepan pintu dan menyuruhku masuk. Aku kini berada didalam ruang tamu, bu RT masuk sebentar dan mengambilkan aku minuman. Kini aku duduk bersebelahan dengan bu RT, diletakannya satu gelas berkuping dihadapanku. Satu gelas lagi ada di tangannya, Teh hangat, khas negara ini.

“Lagi galau ya?” ucap bu RT sambil lengannya menyenggolkannya lengannya ke lenganku. Kemudian menyeruput teh hangat itu yang ada ditangannya.

“Sok tahu...” balasku,

“Yaaa, mungkin saja, dari tadi jalan, kalau aku liat, kamu kaya ngelamun” ucapnya

“Lihat jalan bu...” jawabku

“Ha ha ha... lihat jalan sih lihat jalan tapi pikiran jangan terbang” ucapnya sambil tertawa

“Bu RT... huh...” ucapku, kuambil minuman hangat itu dan langsung aku sruput

“bu...” ucapku sembari meletakan gelas tersebut

“Ya” ucapnya, sambil menyeruput minumannya

“Sebenarnya cinta itu apa sih bu?” ucapku polos

“Sruppptt.. uhuk uhuk uhku erghh.... erhm erhmmm....” dia terbatuk-batuk dan langsung meletakan gelasnya di meja

“Huk... erhm... hufth...” dia memandangku

“Biasa saja kali ndak perlu batuk-batuk gitu bu...” ucapku,

“Lha kamu tanyanya aneh-aneh... udah gede masa gak tahu” ucapnya, mencubit pipiku lama

“Awww... sakit bu, aduh... bu sudah, sakit bu” kedua tanganku memegang pergelangan tangannya, hangat

“Dasar!”

“Eh, ya lepasin tanganku, kok dipegang terus?!” ucap keras bu Ainun, ketika tangannya sudah tidak mencubit tapi aku masih menggenggam pergelelangan tangannya

“jaga-jaga bu, biar ndak nyubit lagi” jawabku

“hi hi hi... dasar!” ucapnya

“Dasar, dasar terus bu? Kalau tahu artinya, aku ndak bakal tanya bu...” ucapku kupangku daguku dengan tanganku dan melihat ke luar

“Aku gak tahu...” jawabnya santai, aku menoleh terkejut

“Lha udah nikah kok ndak tahu? Gimana to?” ucapku

“To... gimana to, to, to... apa itu to?” ucapnya

“Yeee... ibunya rasis ah...” ucapku

“Ha ha ha... itu bahasa orang tengah ya? Bapak kadang menggunakannya” ucapnya

“Nanya apaaaaa, jawabnya apa, hah, kalau jadi guru siswanya pada tidur itu” ucapku

“Hi hi hi... iya deh iya, ngambek ni dedek ibu? hi hi hi... jujur saja ibu tidak tahu” ucapnya

Aku memandangnya sekali lagi, kulihat garis-garis kejujuran ada di wajahnya. Matanya sedikit terbuka lebar memandangku dan bibirnya mengembang tersenyum padaku. Aku semakin tidak mengerti kenapa orang yang sudah menikah pun tidak tahu artinya. Tapi ada yang disembunyikan darinya.

“Cinta itu... ya begitulah, gak tahulah aku. Masa ibu-ibu kaya aku kamu tanyai kaya gitu” ucapnya

“Ya kan,aku pengen tahu bu” ucapku

“Ya cari dong...” ucapnya

“Cari dimana? Tempat sampah?” ucapku

“Dodol” tangannya mendorong bahuku

“Buka hatimu... coba untuk dekat dengan seorang perempuan” ucapnya

“Lha nanti jadi nafsu gimana?, Sebenarnya cinta sama nafsu apa sih bu bedanya?” ucapku

“Dikit..” ucapnya

“Sedikit? Kalau sama logika” ucapku heran

“Jauh...” balasnya

“Lho kok gitu?” tanyaku semakin heran

“Cinta sama nafsu tetanggaan, kalau cinta sama logika beda Kecamatan” candanya

“Berarti pak camatnya beda ya bu? Sama perangkat desanya juga beda? Susahnya berarti kalau ngurus KTP-nya?” Aku jawab dengan nada jengkel saja, males

“Iya, ngurus akta kelahiran dan lain sebagainya juga susah hi hi hi” punggung tangannya menutupi tawa di bibirnya

Cuma aku pandang, dengan pandangan heran. Wanita sekelas bu RT saja kalau bercanda ternyata kelewatan pakai banget. Kurang nongkrong sama ngopi mungkin dianya.

“Iya, iya, pandangannya sampe segitunya” aku cuma melet, mendengar jawabannya

“Begini... Kalau dasar cinta kan perasaan, kalau logika itu pemikiran. Ya butuh keseimbangan antar keduanya. Cinta itu lembut karena dia perasaan, kalau logika kan tegas. kamu tahu kan beda komputer sama guru?” ucapnya

“Ya bedalah... komputer kan mesin, Guru itu manusia...” ucapku

“Jelas kan” degan mimik wajah meminta persetujuanku, aku mengangguk

“ibarat seperti ini, ketika Guru dan komputer, memberi nilai. Gampangnya komputer, kasih soal ke kamu, kamu kerjakan. Kalau jawaban kamu kalau salah, ya dihitung salah kan?” aku mengangguk, ketika mendengar penjelasannya

“Nah, kalau guru... kamu nulis salah dikit saja dapat nilai. Itu tandanya guru sayang dan cinta sama murid-muridnya, kalau komputer kan penuh logika. Benar ya benar, salah ya salah... dan hasil akhirnya perasaan lebih menghargai usaha seseorang kan?” aku sedikit tehenyak ketika mendengar jawaban darinya, senyumku sedikit mengembang

“senyam-senyum, gila ntar kamu” jari telunjuknya menekan pipiku, aku gelembungkan pipiku menahan jarinya

“Eh, bu... boleh tanya?” dia mengangguk cepat,

“Ibu cinta sama pak RT?” ucapku, dia kemudian memandang ke depan dan memangku dagunya

“Ibu RT yang cantik dan manis... ibu.... malah diem... hadeeeeh... “ keluhku

“Gak tahu ar...” ucapnya

“Mest...” ucapku terhenti

“Dulu mungkin, sekarang gak tahu...” ucapannya memotong ucapanku, aku melihatnya dari samping dan terlihat sebuah pandangan mata kosong

“kok mungkin? Kan sudah nikah bu...” ucapku

“Bapak kamu itu yang membingungkan, sebenarnya ibu santai saja dia mau ngapain. Dulu aku sempat shock ar, ketika temanku sendiri menjadi istri siri dan temanku yang meneleponnya. Dia memberitahuku karena dulu aku pernah menolongnya untuk melunasi biaya kuliah” ucapnya

“Maka dari itu dia jujur kepadaku, tapi dia memberitahu setelah dia menikah. Mau marah... gak jadi akhirnya. Aku katakan ke dia, untuk tidak memberitahukan kepada pak RT kalau aku sudah tahu, dan kalau diajak hidup bersama denganku untuk menolaknya. Sebenarnya pengen nangis tapi dia malah nangis duluan, buat minta maaf”

“Tapi tetap, aku tidak ingin tinggal bersama temanku, apapun yang terjadi” setelah bicara panjang lebar dia menoleh ke arahku

“HUWAAA!” teriakku ketika itu, dengan lidah melet mata mendelik

“AAAA!” ibu RT kaget dan langsung memukul bahuku

“Ha ha ha ha...” tawaku

“Kamu ini, bikin kaget saja! kalau aku jantungan gimana? Huh!” ucapnya, mengelus dada perlahan

“Lha ibu ceritanya serius banget, iya sih serius tapi lihat tuh mata mau netes. Aku jadi bingung ntar kalau ndiemin, ndak pernah punya pacar malah suruh ndiemin cewek” ucapku

“Hi hi hi... kamu itu dasar!” memukul lenganku pelan,

“Jadi kamu belum pernah pacaran?” ucapnya, sekarang dia memandangi aku. Lagaknya serius banget, sambil menyangga dagunya

Aku menggelengkan kepala dengan wajah polos, dan luguku. Bu RT seketika itu tertawa terbahak-bahak. Benar-benar kelihatan aslinya ini perempuan, benar-benar kelihatan.

“Beneran kamu gak pernah pacaran?” ucapnya, aku mengangguk

“Duuh adik ibu kasihan sekali hi hi hi... jomblo?” ejeknya, aku mengangguk dengan mendatarkan bibirku

“Ngenes atau bahagia?” sekali lagi dengan bahasa tubuh mengejek dan menyenggolku

“Tuh pasar rame bu sekarang...” jawabku

“Ya jelaslah rame, kalau ndak rame bukan pasar dong... hi hi hi” ucapnya

“Sudah tahu jomblo masih ditanya ngenes apa bahagia, bu RT kok ndak bisa memberikan pemecahan” ucapku membalikan tubuhku sedikit membelakangi bu RT

“Hi hi hi... sama sekali ar? Dekat sama cewek saja juga belum pernah ar?” ucapnya

“Yaaaa, deket banyak bu...” jawabku

“Ya iyalah, dua mobil berbeda nganter ke depan gaaaang... hi hi hi...” ucapnya

“Waseeee! Ibu tahu?” ucapku, melompat dari membalikan tubuhku menghadap ke arahnya

“Siapa tuuuuuh? Pasti disayang-sayang ya?” godanya, aku langsung lemes lagi setelah mendengar pertanyaanya dan memangku daguku kembali dengan tanganku

“Yang satu kaleeeemm, keibuaaaaan banget... yang satunya manja tuuuh...” ucapnya, aku tahu yang dimaksud, Desy yang kalem dan Winda yang manja

“Argh... ndak tahulah bu, mereka sudah punya cowok. Lagian aku dekat sama cewek karena mereka mau belajar bersama dan ndak ngerti materi kuliah” jelasku

“Iya iya... percaya, tapi coba hmmm.... hmmmm... hmmmm...” aku memandanganya ketika satu tangannya memegang dagunya

“Belajar... sama cowok culun, iya benar... tapi diantar pulang? Hutang budi? Hmmmm hmmm... ah gak mungkin deh, kalau penasaran ma cowok itu mungkin sekali” dia ngomong sendiri seperti seorang detektif, dengan pandangan lurus ke depan tanpa melihatku disampingnya

“Ntar malam nomor yang keluar berapa bu?” ucapku, langsung tangannya memukul kepalaku

“Aduuuh... ibu apaan sih!” ucapku

“Emang sini dukun!” jawabnya

“Kali saja bu, lha ngomong sendiri” ucapku, dan aku tahu dia menyindirku

“Hi hi hi... nomer nanti malam 1234 hi hi hi” jawabnya

“Halah...” kujulurkan lidahku

“oia... bentar-bentar, ibu kok bisa bilang mereka penasaran sama aku bu?” ucapku

“Look at yourself!” tegas dengan pandangan mata tajam

“Kamu memang bersikap culun tapi kamu tidak bisa menutupi dengan sempurna, kamu bukan seorang peniru atau bahkan seorang penyamar yang ulung. Satu hal lagi, kamu memperlihatkan diri kamu culun tapi...” ucapnya terhenti

“Tapi apa bu...” tanyaku heran

“Gak tahu... hi hi hi...” ucapnya

“Ah ibu gitu mesti kok...” ucapku, dia kembali tertawa

Kami bercanda seperti layaknya adik kakak, hingga kulihat jam di dinding menunjukan pukul 10 malam. Akhirnya aku pamit, untuk pulang. Ketika aku berdiri dan melangkah hendak mendekati pintu keluar tepatnya hanya dua langkah lagi menuju pintu keluar. Lampu ruang tamu tiba-tiba mati total, aku langsung berbalik.

“Bu, kok lampunya mat... hegh...” ucapku terhenti ketika sebuah tubuh memelukku dengan erat. kepalanya mendongak, dan kemudian sebuah kecupan manis mendarat di bibirku, hanya menempel dan lama. Aku tertegun dan diam... bu ainun kemudian melepaskan ciumannya dan mundur, menyalakan lampu

“Hadiah biar kamu tahu...” ucapnya tersenyum, aku bengong dan mengangguk

Tubuhku berbalik dan melangkah keluar rumah. Aku menoleh kebelakang kembali dan kulihat bu ainun tetap tersenyum ke arahku. Aku kembali tersenyum, dan melangkah kembali ke kandangku. Tak ada seorang pun kecuali dengkuran keras kedua sahabatku. Aku masih tidak percaya dengan apa yang terjadi. Aku rebahkan tubuhku dan mulai melepaskan lelahku.

Tuli tulit. Sms.
From : Bu Ainun RT
Jangan jatuh cinta sama ibu ya
Ibu sudah punya suami lho hi hihi
To : Bu Ainun RT
Iya bu... tapi kenapa ibu nyium saya tadi?
From : Bu Ainun RT
Hadiah buat kamu :*
To : Bu Ainun RT
Tapi bu kalau pak RT tahu gimana?
From : Bu Ainun RT
Bodoh amat, lha kan dia suah punya bibir yang lain juga hi hi hi
To : Bu Ainun RT
Ah, ibu...
Aku kan jadi ndak enak sama pak RT
From : Bu Ainun RT
Jangan sekali-kali karena kejadian tadi
Kamu tidak main kerumah
Awas kalau malah menghindari ibu RT-mu ini
To : Bu Ainun RT
Hadeeeeh...
From : Bu Ainun RT
Gak ada hadeh-hadehan
Biasa saja, okay (y)
To : Bu Ainun RT
Iya bu iya...
From : Bu Ainun RT
Nice dream :*
To : Bu Ainun RT
Dulu aku memarahi sahabatku bu,
Karena mereka menjalin hubungan dengan istri orang
Dekat dengan istri orang...
From : Bu Ainun RT
Makanya jangan jatuh cinta sama aku ya,
Sayang saja ya hi hi hi
To : Bu Ainun RT
Apa bedanya?
From : Bu Ainun RT
Nggak tahu...
Hi hi hi, dah bobo sana, dah malam
Udah di-nice dream malah balesan smsnya panjang
To : Bu Ainun RT
Iya bu iya, maaf
Met malam bu, met istirahat :)
From : Bu Ainun RT
;)

Well, semoga saja aku bisa mengontrol diriku ketika menjalani ini semua. Agar apa yang telah terjadi kepada Justi dan Samo tidak terjadi padaku. Hanya itu... kumatikan lampu, rebah dan zzzzzzz....
 
Scene 11
Lhadalah, haduuuh...



Iliana Desy Prameswari


(suara seorang wanita)

“Cinta itu apa?”

“Kenapa kamu tiba-tiba bertanya itu?”

“Teman-temanku membicarakan itu semua”

“Benar kamu ingin tahu?”

“Iya, karena aku tidak pernah tahu itu...”

“Baiklah, cinta adalah omong kosong...”

“Omong kosong? Teman-temanku bilang cinta itu indah, cinta itu ada diantara laki-laki dan perempuan. eh... kenapa malah tersenyum?”

“Cinta itu omong kosong maka dari...”

TITITITIT... TITITITIT... TITITITIT... TITITITIT... TITITITIT...

“Hah! Sial, alarm!”

Aku terperanjat bangun dan kulihat jam menunjukan pukul setengah empat pagi. Aku tersenyum ketika mengingat mimpiku, selalu, selalu seperti ini. ku rasakan sebentar tapi ternyata sebentar dalam mimpi sudah banyak memakan waktu tidurku. Kelihatannya baru saja aku tertidur tadi di jam 11-an, tapi sekarang sudah jam setengah empat pagi.

“Terima kasih... aku akan mencarinya” ucapku yang duduk dan menunduk

Bangkit dari tempat tidur tanpa ranjang ini, merenggangkan otot dan menguap sekuat-kuatnya. Mataku ku kucek-kucek sejenak, dasar kalau jam segini ini mata pasti masih ingin di setengah watt terus. Kuraba-raba tembok, klik... sialnya dan selalu, mataku berkunang-kunang setiap kali menyalakan lampu. Aku keluar dengan langkah gontai, dan...

Brak... brak!

“Sam, tangi (bangun)..” ucapku

Brak... brak!

“Jus, bangun jus” ucapku

“Aaarrhhhh masih ngantuk” ucap Samo

“Sebentar lagi...” ucap Justi

Hmm...

“Linda ma Lisa di ambil cowok ganteng pinter plus kaya raya!” teriakku, sambil berjalan menuju kamar mandi

Glodak... gubrak... glodak... kleeek kleeek...

“Jangan bilang gitu to Arrrrr.... nakut-nakuti...” ucap mereka berdua di pintu kamar mereka yang terbuka. Aku menoleh kebelakang...

“Yang nakut-nakuti siapa? Itu kan yang akan terjadi ketika kalian malas?” ucapku santai, mereka berdiri mengucek mata dan langsung tertegun ketika mendengar apa yang aku ucapkan

“Kopi?” ucapku

“Ya kopi...” ucap mereka berdua bersama

Aku tersenyum melihat mereka, aku melangkah ke kamar mandi hanya untuk sekedar buang air kecil dan mencuci muka. Setelahnya aku membuat kopi untuk mereka, secara bergantian mereka masuk ke kamar mandi. Ku letakan kopi di ruang tamu kecil, dan kemudian mengambil buku membaca materi kuliah. Asal aku baca saja, entah masuk atau tidak tapi yang jelas rutinitasku ini membuat aku paham akan apa yang dijelaskan oleh dosen. Kulihat mereka berdua membaca dengan mata tertutup.

“Linda kemarin didatengi cowok pinter, terus si Lisa juga. Kalau dilihat mereka emang mau sama cowok pinter terus kerjaan bener” ucapku santai sambil membaca, langsung saja kedua mata mereka terbuka dan kembali membaca

“Mau tak baca model kayang, salto tetep ndak mudeng ar...” ucap Samo

“Apalagi aku ar, tambah...” ucap Justi

“Sudah dibaca saja, masalah ngerti atau tidak pasti nanti juga kamu tahu sendiri. ini baru sehari dan hari-hari sebelumnya kalian pasti tidur lagi. Sudah baca sampe subuh, ntar habis subuh baca lagi. Kalau tanya hasil pas awal gini, profesor saja ndak bisa jawab. Ntar hasil itu dilihat dari keseriusan kalian” ucapku

“Di baca jus, mbuh mudeng apa ndak, daripada di marahi he he he” ucap Samo

“He’e bener, ceramahe melebihi ceramah subuh” ucap Justi

“Matamu su!” ucapku

Aktifitas mereka terasa lebih berat sekarang ini, mungkin ini karena mereka baru pertama kali. tapi aku punya keyakinan kalau mereka melakukannya setiap hari pasti bisa. Kami membaca sesuatu yang kadang tidak kami pahami tapi tetap kami membaca. Hingga pagi menjelang, kami masih berada di ruang tamu. Sekitar jam 7 pagi, mereka kembali ke kamar. aku juga menyudahi membacaku, segera aku kembali ke kamar kudapati sebuah sms.
From : Desy
Ar, ntar temeni aku nyari alat
To : Desy
Gak bisa des, gimana?
From : Desy
Tega!
To : Desy
Kok tega?
From : Desy
Aku kan gak mudeng alatnya harus seperti apa,
ntar sekalian belajar bareng dikosku
harus mau titik!
To : Desy
Lho kok gitu?
From : Desy
Mau atau tidak?
To : Desy
Gak bisa des,
Beneran...
From : Desy
Ya sudah,
Miliki saja tuh pinter sendiri
Ndak usah bagi-bagi, sekalian saja ndak usah kenal

(Kampreet!)
To : Desy
Iya... iya, ntar aku temeni

Jam 9 pagi, dengan dandanan khas kuliahku. Memgang buku dan membungkuk, aku menunggu Desy di depan gang. Selang beberapa saat sebuah mobil kemudian datang dan menghampiriku. Senyum wanita kalem ini mmebuatku luruh dan langsung masuk ke dalam mobil. Aku hanya diam tak berani bercanda.

“Kenapa diam? Males ya ketemu aku? Enakan Winda kan?” ucapnya

“En-endak gitu, ta tadi aku lagi mau bersih-bersih kamar” ucapku, dia memandangku dan kembali memandang ke depan mobil

“Hmmm... gini saja, bantu aku nyari alat dan belajar setelahnya aku beresi kamar kamu? deal?” ucap Desy, aku terkejut. Mati aku...

“Ndak usah beneran ndak usah... ndak papa aku temeni kamu saja des” ucapku, dia memandang sesaat dan tersenyum

Mobil kemudian berhenti di sebuah toko yang menjual bahan kimia untuk home industri. Disini juga menyediakan alat-alat lab dari kualitas bagus hingga paling jelek. Kulihat catatan Desy mengenai alat yang akan dibeli, kemudian membeli sesuai dengan spesifikasi. Menunggu antrian karena banyak juga yang membeli untuk keperluan home industri, ya walau belinya cuma satu tetap saja antri sesuai urutan pengambilan barang. Setelahnya aku ke kos Desy.

“De des...” ucapku ketika aku duduk dikarpet bulunya. Kulihat dia melepas kerudungnya, rambutnya panjang.

“Iya...” ucapnya

“Itu jendela mobil kamu kok bisa buka nutup sendiri, beneran pake sihir?” polos

“Iya...” dia duduk disebelahku dan meletakan buku didepanku

“Itu pakai sihir, kalau kamu ndak nurut itu kaca ndak bakal buka” ucapnya tampak serius

“Beneran des?” ucapku

“Ha ha ha... ya ndak lah, itu sudah otomatis. Punya Winda kan sama, aneh ya?” ucapnya

“Di desa ndak ada des, kalau buka kaca itu diputer-puter” ucapku

“Itu model lama, yang baru tinggal pencet gitu” ucapnya

“Oooo...” jawabku

“Ajari aku...” ucapnya sambil membuka buku

“Tampil beda ya kamu?” ucapnya

“En-endak kok” jawabku, dia hanya tersenyum tidak melanjutkan pertanyaannya dan aku heran

Aku mengajari dia beberapa soal yang dia tidak mengerti dan juga menjelaskan secara teori beberapa materi kuliah. Dengan antusias dia mendengarkan apa yang aku ucapkan. Tapi anehnya, ketika ku menjelaskan teori kenapa dia malah melihat ke aku. Pandangannya kosong, melihat ke arahku terus.

“Des...”

“Desy....”

“Deeeeees...” ucapku

“Eh... iya ada apa... gimana ar, iya jelas beneran jelas” ucap Desy wajahnya memerah

“Ka-kamu, kok malah bengong dijelasin” ucapku

“Eh, anu itu iya gak papa kok santai saja...” ucapnya

“La-lagi banyak pikiran?” ucapku

“Mungkin... maem ya? harus mau” ucapnya menawariku, sembari dia berdiri dan melangkah ke dapur diluar kamar kosnya. Aku hanya mengangguk saja.

Aneh sekali ini cewek kenapa juga harus memerah wajahnya. Mandangi aku kaya mandangi orang aneh, eh aku itu kan beneran orang aneh. Kamar bersih, harum... enak juga kali ya kalau punya kamar kaya gini. Mantabz!

Klek...

“Ni ar...” ucapnya, nasi goreng spesial pakai telur asiiik ngirit ngirit

“Ma-maksih ya des” ucapku, dia mengangguk

Porsiku lebih banyak dari posri Desy, dia makan selesai terlbih dahulu. Dia duduk disebelahku dan kemudian menyandarkan kepalanya dibahu kiriku. Hanya tangan kananku yang bergerak untuk mengambil makan dan kurasakan nafasnya mulai teratur. Kulirik dia mulai tertidur...

“Kalau pulang bilang, aku antar...” ucapnya pelan, aku terkejut ternyata dia masih sadar

Kurasakan tubuhnya kian melemah dan tiba-tiba terjatuh kebelakang. Langsung tangan kiriku bergerak dan menahannya. Kuangkat tubuhnya dan ku baringkan dia di tempat tidurnya, ku selimuti. Aku kembali duduk di tempatku semula, tak berani aku pulang, bisa-bisa dia marah besar. Tubuhku rebah kesamping zzzzzz...





---------------------​

Hmmm... dia sudah tidur ternyata. Penasaranku terhadap satu temanku ini memang beralasan. Aku bangkit dan perlahan aku dekati Arta, tidurnya miring ke samping. Ku telentangkan tubuhnya dan dia tidak bangun, baguslah. Ku buka kaca matanya dan kuamati setiap garis wajahnya. Dia memang terlihat polos dan lugu tidak seperti teman lelaki yang aku kenal selama ini. satu hal lagi yang membuat dia benar-benar polos, jari jempolnya masuk ke dalam mulutnya. hmm... culun kelihatannya tapi tidak, itu bisa jadi kebiasaan dia saat tidur.

“Ndak pantes kamu jadi anak culun, ketahuan bohongnya kamu ar” bathinku


Aku pasangkan kacamata kembali dan balik ke tempat tidur. Tidur lagi dengan posisi selimut yang sama dengan ketika Arta menyelimutiku. Aneh kamu ar, apa sebenarnya yang kamu sembunyikan? Kenapa harus berpenampilan seperti itu? adakah sesuatu yang memang tidak ingin kamu tampilkan? Dengan tampilan bukan culunmu, kamu bisa saja menjadi orang yang sangat dikenal dikampus. Aku akan menantinya hingga kamu membuka apa yang kamu sembunyikan.

Hmm... jujur saja, aku suka cara menyelimutinya, bener-bener terasa hangat. Eh, segera aku berganti baju, sambil menunggu si Arta bangun, aku lebih memilih ngobrol sama anak-anak kos. Yah, namanya juga anak-anak kos, yang dibicarakan kalau gak cowok, kuliah, dan urusan pribadi cewek. Puas ngobrol bareng mereka, aku membuat dua teh panas, siapa tahu si Arta bangunnya lama. Aku membawanya masuk kedalam kamar, tepat setelah masuk dia terbangun. Matany sedikit terkejut, akunya juga salah makai celana legging ketat dan kaos tak berlengan yang juga ketat.

“Baru bangun Ar?” ucapku mendekatinya, wajahnya menunduk, seakan tak mau melihatku

“I-iya...” ucapnya pelan, pandangannya kebawah beralwanan dengan posisiku duduk disampingnya

“nih, diminum dulu” aku menyerahkan segelas teh panas kepadanya. Segera aku bangkit dan bergegas berganti pakaian di dalam kamar mandi. Setelahnya, aku duduk kembali disampingnya.

“Gimana kalau kita jalan-jalan dulu, sebelum kamu pulang? Ke pantai gitu?” aku menawarinya jalan-jalan, jujur saja aku suntuk, kalau mengantar arta dulu. Gak bakal ada teman ngobrol nanti pas jalan-jalan

“Eh... ndak des, a-aku pulang saja” jawabnya,

“Iya pulang arta, tapi nanti setelah nemenin aku ke pantai. Suntuk aku Ar” ternyata dia tetep menggelengkan kepala, ya sudah terserah dia,

“Ya, sudah Ar kalau gak mau” kataku, sembari meminum teh panas yang sudah mulai menghangat

Selang beberapa saat, aku mengantarkan Arta untuk pulang ke kontrakannya. Dasar, namanya culun ya culun, kamu memang bisa bilang gak mau Ar. Tapi...

“Eeee, Des, kok pantai?” tanyanya

“Sudah sampai Ar, turun yuk” ajakku

“Kan.. ta-tadi Desy” sedikit wajah bingungnya,

“Kalau kamu tahu pulang naik bis apa, silahkan” tawarku, aku turun dari mobil tak lama kemudian Arta keluar dari mobil. Aku berdiri menghadap ke arahnya.

“Refreshing Ar, masa mikirin kuliah terus? Dah pernah ke pantai belum?” ucap

“Pe-pernah waktu kecil” Arta berjalan mendekatiku

“Sama siapa?” sekedar mengobrol bersamanya, aku duduk didepan kap mobilku

“Ibu aku...” ucapku

“Biasanya kalau jalan-jalan sama ayah ar, jarang lho aku dulu kalau diajak jalan sama ibu” jelasku, namun Arta terdiam dan tersenyum datar

“Aku tidak tahu siapa ayahku...” ucapku datar

“Eh, maaf ar...” Aku sedikit terkejut dengan jawaban Arta, datar, tak terlihat culun

“Tidak apa-apa des” benar kan, tidak culun sama sekali, aneh memang ini anak

Baru kali ini aku tahu jika Arta tidak tahu ayahnya. kemanakah ayahnya? ataukah dia disini mencari ayahnya? Hmmm.... kulihat jawabannya yang datar itu menyiratkan sebuah kejujuran akan keadaan dirinya. Ketika suasana seperti ini wajahnya berbeda dengan wajah culunnya. Kenapa ya aku bisa penasaran banget sama ini anak?

Pertanyaanku tadi sedikit mengubah suasana,

“Kalau di pantai ini biasanya buat nongkrong, tapi ya kalau makan di pantai sebelah, sana tuh kehalang sama tebing itu” kataku, mencoba mencairkan suasana, sejenak dia memandangku dan mengangguk

“Kamu marah sama aku ar karena tadi bicara tentang ayahmu?” ucapku, dia menggeleng

“Lha kok diam terus?” tubuhku membungkuk, mencoba mencari wajahnya yang tertunduk

“Kalau mau ngerokok, ngerokok saja ar ndak papa...” lanjutku,

“A-aku ndak ngerokok kok des” balasnya lirih

“Iya selama bareng ma aku kan? Tapi tadi mau ketemu aku ngerokok dulu kan?” selidikku, benar-benar bikin penasaran ini anak

“En-endak des...” wajahnya semakin tidak berani memandangku, masa bodohlah

“Bau, bau baju kamu itu...” jelasku

“Teman aku des yang ngrokok...” kata-katanya lirih, sedikit ada kebohongan disana

“Ayahku juga ngrokok ar, jadi aku hafal bau perokok aktif dan pasif. Kalau kamu pasif, ndak mungkinlah bau rokok bisa sekental ini. contoh saja aku, ayahku ngrokok tapi lihat bau yan aku dapatkan tidak menyengat seperti seorang perokok aktif. Dan bau kamu itu sangat menyengat ar...” jelasku, kedua tanganku menyangga tubuhku dari belakang

“Kalau kuliah emang kamu gak ada bau rokok sama sekali” lanjutku, Aku meliriknya, nampaknya dia acuh dengan apa yang aku katakan dan memiilih untuk menikmati semilir angin pantai

Ah, aku mengikuti arah pandangannya. Pantai yang terbentang luas didepanku, angin semilir sepoi-sepoi, wangi udara khas pantai.

“Kenpa kamu berpakaian culun ar?” ucapku, pandanganku masih memandang jauh ke arah pantai

“Eh... ini ini kan memang aku, a-aku ya begini des” jawabnya, suaranya lirih, namun masih bisa aku mendengarnya

How do i get you, alooooone (heart). Ringtone. Rian (kekasihku)

“Halo sayang? Dari tadi di bbm kok ndak bales sih?”

“Maaf yang ketiduran”


“Masa tidur dari pagi sampai malam gini”

“Iya maaf, ndak sempat pegang hape”


“Sudah maem sayang?”

“Sudah kok de’, barusan. Lha ini sayang dimana?”


“Dipantai, kalau sayang?”

“Di kos-an saja”


“Lho tadi aku telepon sama temen kosnya sayang, katanya sayang keluar”

“Oh itu anu... pas keluar, sebentar kok tadi”


“Ouwh ya sudah, sayang belajar ya ujian sebentar lagi lho”

“Iya sayang...”


“Love you...”

“Love you too...”


Aku tutup telepon dari kekasihku rian dan kuletakan sematponku di antara aku dan Arta. Kulihat Arta memandang sejenak sematponku yang masih menyala. Aku heran ketika matanya sedikit tajam melihat wall papper pada sematponku.

“Kenapa ar?” ucapku

“Eh ndak papa kok des” ucapnya

“Itu pacaraku Rian, sejak SMA, tapi setelah aku kuliah banyak yang berubah darinya. Mungkin karena aku terlalu keras kepala untuk tidak memberikan sesuatu yang dia inginkan” ucapku terbuka sambil memandang ke arah laut

“Jaga diri...” sedikit terkejut aku mendengar kata-kata yang keluar dari bibinya, aku menoleh kearahnya dan memandangnya sejenak

“Kenapa kamu tiba-tiba bisa bilang seperti itu?” aku melihat sesuatu didalam dirinya, tapi entah apa itu, kelihatannya ada sesuatu yang dia sembunyikan

“Dia menginginkan lebih dari aku tapi aku tidak bisa memberikannya karena... aku belum siap, aku takut ketika aku memberikannya dia kemudian pergi meninggalakan aku. Aku terlalu sayang kepadanya. Tapi kadang juga benci, karena dia sudah tidak perhatian lagi” ucapku, dia hanya diam dan tersenyum

“Ngomong apa gimana kek lu itu, diam aja! Dikasih cerita malah senyam-senyum sendiri! huh...” anak ini lama-kelamaan buat emosi saja, dia memandangku dan tersenyum

“Jaga diri dan hati kamu des” ucapnya pelan, dengan pandangan mata tenang, dan itu pula yang membuatku tenang, reda emosiku.

Kami bercanda sedikit tapi namanya Arta, dia itu tidak pernah bisa lepas kalau dalam bercanda. Kelihatannya ada sedikit hal yang dia tahan didalamnya. Mungkin aku harus menunggunya. Setelah lelah, aku mengantarnya pulang. Ketika mobil berhenti didepan gang, dia duduk tegak dan menghela nafas panjang...

“Des...” ucapnya

“Eh... ya ar...” jawabku

“Kalau sayang pasti jujur, kalau cinta pasti sering atau bahkan selalu bersama...” ucapnya

Klek...

Dia keluar dari mobil, aku malah bengong ketika mendengar ucapannya

“Eh, Arta tunggu... apa maksud kamu?” ucapku ketika Arta sudah hendak menutup pintu

“Ada kok yang katanya cinta tapi ndak jujur des” ucapnya

glek...

Pintu tertutup. Aku membuka pintu dan keluar,

“Apa maksud kamu...” ucapku, dia menggeleng dan tersenyum

“Huh kamu itu... ya sudah, aku pulang dulu” ucapku dan langsung aku mengemudikan menjauh mobilku

Jujur, selalu bersama... ah apa yang dimaksudkan oleh Arta aku tidak pernah mengerti. Jika ada kaiatan dengan Mas Rian, aku memang merasa selama ini Mas Rian tidak begitu jujur kepadaku. Tadi saja aku telepon teman kosnya katanya keluar, tapi dia bilang tidur seharian. Tidak mungkin teman kosnya salah bicara. Setelah aku sampai dikos, aku berbaring di tempat tidur disebelah aku tertidur tadi. Kulepas semua pakaianku, dan hanya mengenakan tangk-top dan celana legging. Kulihat bantal dimana aku tidur tadi dan selimut yang diselimutkan Arta kepadaku.

Eh, sebentar tapi kenapa tadi tiba-tiba Arta bicaranya santai kaya bukan orang culun? Terlebih lagi, tiba-tiba saja dia bilang jujur dan sayang. Dan sikapnya sedikit berubah ketika melihat foto pacarku. Hmmm... Arta.... lho, kenapa pikiranku malah Arta bukan mas rian? Bodoh ah!



-----------------

“Kampret sialan, ternyata cowok yang kemarin pas festival dan diajak makan terus ceweknya minta disuapin itu adalah pacarnya Desy. Waduuuuuuh celeng... celeng (babi hutan). Terus gimana aku bilang sama Desy?” bathinku, menyulut dunhill dan berjalan memasuki gang

“Ah, bodoh lah... kemairn cowoknya Winda, sekarang Desy... kampreeeeeeeeeeeeeeet.... bodohlah, bukan urusanku”


Aku melangkah cepat dan sangat cepat agar segera mencapai kontrakan. Samo dan Justi menyambutku dengan tawa riang mereka yang menandakan mereka baru saja keluar dengan para kekasih barunya. Bercanda, bergurau hingga malam datang dan aku merebahkan tubuhku di kasur kapuk.
From : Desy
Terima kasih
To : Desy
Untuk apa?
From : Desy
Selimtunya :)
To : Desy
Sama-sama :)
From : Desy
Good night and have a nice dream
To : Desy
You too

Aku tertidur dan lelap dalam malam...
 
Rejeki anak sholeh kaya ane gini, dapet bacaan dimalem minggu dr oom downhill
 
:mantap:

lanjutkan sam..ojok suwe2 to lek update.hahaha

lumayan kanggo ngenteni nobar bola
 
Scene 12
Sesuatu



Dina Primrose Amarantha


Dini Amarantha Mikaghaliya



(Suara seorang wanita)

“Kalau kamu ingin disayang, sayangi orang disekitarmu”


.

.

.

TITITITIT... TITITITIT... TITITITIT... TITITITIT... TITITITIT...

“Hah!”

Selalu dan selalu, kelihatanya baru saja tidur tapi sudah jam setengah empat. Beberapa hari ini entah mengapa aku selalu bangun jam setengah empat, biasanya juga alarm kedua yaitu jam setengah lima aku baru bangun. Aku bangunkan mereka kemudian dan mulai menunggu subuh bersama dengan buku yang kami baca. Hingga pukul 7 dua orang sahbatku kembali ke kamar mereka.

Kriiing... kriiing... ringtone.

Kulihat dilayar hapeku tertulis, Dini.

“Eh, Dini? Bukannya Dini belum aku beri nomorku, tapi kenapa dia bisa telepon aku” bathinku

“Halo”

“Cepet ke halte deket kampus, sekarang!”

“Eh, a-ada apa din?”

“Cepet ndak usah banyak tanya lu, gue tunggu” tuuuut

Tulit tulit. Sms. Dini

From : Dini
Langsung berangkat gak usah sms
CEPET!

Hadeeeeh! Gadis kota emang beda sama gadis desa ya? aku langsung bergegas mandi dan menyiapkan segalanya. Aku berangkat tanpa pamit kepada gajah tidur dan musang tidur itu. naik bis, sampai ke halte dekat kampus. Aku berdiri di samping halte bis, aku menengok kanan kiri tapi tidak ada orang disana. Sepi, karena kampus kosong mahasiswa pada belajar, mungkin. Kutunggu hampir satu jam dan jam hapeku menunjukan pukul 11 siang. Akhirnya tanpa sms Dini, aku kembali ke halte untuk kembali pulang. Saat menunggu...

“Hai ar... sini” ucapnya ketika sebuah mobil sedan berhenti, aku melambaikan tangan dan mendekatinya

“Masuk” ucapnya, aku duduk disamping pak kusir yang sedang berkerja, eh salah, duduk disamping Dini yang sedang mengemudi

“Sori ya, tadi ada yang maen ke tempat gue jadi lupa kalau gue harus jemput lu” ucapnya

“I-iya...” jawabku

“Biasalah cowok lagi pdkt gitu” lanjutnya, aku mengangguk

“Lu gak marah kan? Tadi nunggu lama ya?” ucapnya

“Satu jam lebih...” jawabku

“Marah niiih...” ucapnya, jengkel tapi aku menggeleng

“Nah sudah sampai, yuk ke kamar. Gue minta lu ajarin gue, oke” ucap Dini keluar dari mobil

Hah, ini cewek bikin kesel saja. aku keluar dan menuju kamarnya, bangunannya hampir sama dengan milik Winda. Ketika berada didalam kamar aku melihat Dina sedang berduaan dengan seorang lelaki. Kelihatannya sedang pendekatan, karena sikap mereka seakan baru kenal. Dina menyapaku, dan mereka kemudian pindah ke depan kamar.

“Maafnya ngrepotin lu Ar, habis mau bagaimana lagi? Gue tadi minta nomer lu ke Desy” sambil jalan, ini cewek asal ngomong saja

“Mau minta tolong Burhan, Burhannya sibuk” aku duduk di karpet, melihat Dini yang lalu lalang sambil bicara.

“Nih ar, ajarin” ucap Dini, meletakan buku didepanku, dia duduk disebelahku

“I-iya...” ucapku

Klek...

Dina masuk

“Taraaaaaaaaaa... gue ikutan yah” ucap Dina

“Dari tadi kek, lu itu emang doyan banget sama cowok” ucap Dini

“Yeee... namanya juga cewek, doyan cowok dong” ucap Dina

“Iiih Artaku yang ganteng muah...” lanjut Dina dengan gaya bibir menciumku

Tanpa basa-basi aku kemudian menjelaskan dengan seksama beberapa materi yang tidak mereka mengerti. Tiba-tiba mereka berpindah dan duduk disamping kanan-kiriku, kepala mereka bersandar dibahuku ketika aku menerangkan. Aku tidak memperdulikannya dan tetap menerangkan semuanya hingga mereka benar-benar jelas. Kurang lebih hampir tiga jam aku bicara ngalor ngidul, menjelaskan semuanya. Dan selesailah kuliah hari ini. dagu mereka berada di bahuku, dan memandangku. Aku gugup...

“Lu beneran culun gak sih ar?” ucap Dina

“Eh... anu na’, ya begini ini aku” ucapku

“Kelihatannya ndak deh...” ucap Dini

“Arta sayaaaaaang jujur dong sama Dina...” ucap Dina

“Eh be-beneran na’...” ucapku

“Ih, Arta gak sayang ama Dina...” ucap Dina berlagak nangis,

“Eh bu-bukan be-begitu na’, beneran kok” ucapku

“Hi hi hi iya Arta sayaaaang... ih Arta ganteng, penampilannya beda deh...” ucap Dina

“Iya tuuuh... maem dulu ya ar...” ucap Dini

“Gue juga ya din hi hi hi” ucap Dina

“Iya...” ucap Dini, berjalan ke dapur dalam kamarnya

Dina bangkit dan langsung meraih sematponnya. Dia langsung melompat dan merebahkan tubuhnya di tempat tidur yang ada per-nya itu. selang beberapa saat, Dini datang dengan membawa tiga mangkuk mie rebus tapi bukan dari mie instant. Dengan hati-hati dia meletakannya didepan.

“Na’, udah ni...” ucap Dini, berdiri dan melepas kerudungnnya

“Ih sayang baik deh...” ucap Dina, yang langsung bergerak cepat ke sampingku

“Arta mau Dina suapin?” ucap Dina, aku menggeleng

“Eh gak papa, apa Dini yang suapin Arta?” ucap Dina

“Dina, kasihan tuh Arta... lu itu..” ucap Dini

“Hi hi hi habis Arta ganteng... lucu lagi hi hi hi...” ucap Dina

Aku bingung sendiri di tempat ini, dua gadis cantik. Mereka bercanda dan aku hanya senyum-senyum sendiri saja. Dini yang judes tapi baik, dan Dina yang periang tapi mengumbar sayang. Setelah selesai Dini mengantarku pulang, didalam mobil yang berjalan kami bercakap-cakap sejenak.

“Ar...” ucapnya dan aku menoleh

“I-iya din...” ucapku, dia memandangku sejenak dan menoleh kembali ke depan

“Gak jadi” kembali pandangannya melihat ke arah jalan

“Eh, iya...” jawabku, kembali menundukan wajahku

“Ngomong apa gitu? Gimana lu bisa dapat pasangan? Deket sama cewek saja, dieeeeem terus” kata-katanya, ah, ngenes aku. Aku menoleh dan tersenyum,

“Ini kemana ar?” lanjut Dina membuyarkan pikiranku

“Kompleks Gemah Ripah Loh Jinawi” ucapku

“Oke...” ucapnya

“Lu percaya gak, kalau didunia ini ada yang punya kembaran?”tanyanya tiba-tiba

“Eh, ku-kurang tahu din” jawabku

“Sama, tapi lu mirip seseorang”

“Lupa dimana gue lihatnya” pandangannya masih lurus kedepan

“Eh... di-dimana din?” tanyaku

“Kan gue udah bilang Ar, Lupa” jawabnya menaikan nada suaranya. Aku langsung kembali ke posisi semula

Mobil berjalan dalam keheningan antara aku dan Dini. Aku mencoba mengingat semua kejadian di kota ini, tapi Dini melihatnya dimana? Jika bukan di kota ini, berarti Dini pernah melihat orang yang sama denganku di luar kota ini. Pikiranku melayang, kalau memang Dini pernah melihatku... ah, ternyata benar apa kata Bu Ainun, mereka penasaran. Tapi, harusnya ada alasan kenapa penasaran.

Aku meliriknya lagi, dan kemudian berpikir. Mengingat semua kejadian, tapi otakku terlalu penuh. Aku tak mampu mengingat semua kejadian sejak pertama aku lahir hingga sekarang. Hanya saja memang terkadang aku ingat, wajar kan sekalipun kita melupakan sesuatu pasti kita akan teringat akan sesuatu itu karena ada memori dalam otak kita yang menyimpannya.

“Sudah sampai, disini kan...” ucapnya

“I-iya...” ucapku, kemudian aku turun

“Ya sudah, aku pulang dulu ya ar...” ucapnya, aku mengangguk

Segera aku melangkah pulang menuju kontrakan. Bercanda dengan kedua sahabatku sejenak, tapi kelihatannya mereka sudah mulai lelah.

Tulit... tulit...
From : Dini
Thank you, for today :)
To : Dini
You Are Welcome :)

Tidur saja ah... besok aku tidak ingin keluar-keluar lagi. Dan akan aku matikan hapeku, aku tidak ingin keluar dan membuat otakku penuh dengan pertanyaan. Bosan!




--------------------​

Ah, gara-gara si Alex, ngebet banget sih PDKT-nya, jadi sedikit gak enak sama Arta tadi nunggu lama di halte. Masa bodohlah, si culun itu kayaknya gak bakalan marah sama aku. Alex, hmmm... kelihatannya dia orang yang baik. Mungkin aku bisa cocok kalau jalan dengannya. Kelihatanya Dina juga cocok dengan Alam. Well, mungkin ini jalan kami untuk menjalin hubungan baru dengan seseorang yang baru. Ku pacu mobilku hingga aku sampai kos...

“Na’... kok malah tidur? Belajar napa?” aku masuk ke kamar kos, melihat Dina, memeluk guling kesayangannya

“Ah males, tadi dah mudeng kok dijelasin sama Arta” tanpa sedikit merubah posisi tidurnya, matanya masih saja merem

“Ya udah, gue mau belajar lagi” ucapku sembari melepas kerudungku dan duduk di karpet. Baru mulai belajar, aku malah merasa geli sendiri dengan ingatan yang tiba-tiba datang.

“Napa lu senyum-senyum sendiri din?” Dina yang tiba-tiba memeluk leherku dari belakang

“Dina! Bikin kaget saja!” bentakku

“Lha elu, senyum-senyum kaya orang gila saja” Dina bergeser dan duduk disampingku

“Enggak sih, Cuma, Lu inget gak? waktu dikejar-kejar mantan sialan?” tanyaku

“Hmmm... iya ya... itu kok lu bisa tiba-tiba sama si culun?” ucap Dina

“Nemu na’, lha si mantan ngejar, sedapetnya saja hi hi hi” ucapku

“Untung lu gak dapat yang gampang baper, dapet yang baper bisa-bisa lu dimintai tanggung jawab hi hi hi” ucap Dina

“Bener kata lu na’, untuuuung... hi hi hi” ucapku

Kami berpandangan dan tersenyum kemudian tertawa terbahak-bahak.

“Din...” panggil Dina, dia memandangku dan memiringkan kepalanya

Aku hanya menjawab dengan menaikan bahuku.

“Bukan mungkin...” ucap Dina, kembali ke posisi tidurnya. Tak tahulah...




--------------------​

Hari bergati seiring jarum detik waktu berdetak memutar, di rumah-rumah yang memiliki jam dinding. Sedangkan di kandangku detik berganti seiring angka detik berubah pada hapeku. Kedekatanku dengan bu ainun, istri dari pak RT memang semakin dekat, kadang ada sms darinya dan ku balas sekenannya saja. Hanya bercanda dan juga saling menyapa. Tak ada yang lain, tak berani walau ada sebuah kejadian yang aneh menurutku.

UAS...

“Arta kamu duduk ditengah, burhan juga... dikasih jarak satu bangku” ucap Winda

“Gue yang ditengah-tengahnya burhan ma Arta” ucap helena

“Gue dibelakangnya Burhan” ucap Tyas

“Enak saja gue yang disamping Arta...” ucap andrew

“Gue yang dibelakangnya burhan” ucap Irfan

“Gue belakangnya burhan” ucap Johan

“Ndak bisa gitu” ucap Winda

Aku dan burhan ditarik sana-sini karena menurut mereka kami berdua memang pintar. Di tarik sana tarik sini, dari jam 7 pagi sampai jam setengah 8. Namun akhirnya mereka semua terdiam dikala dosen datang. Aku duduk ditengah-tengah bersama burhan dengan jarak satu bangku. Kalau UAS, bangku akan di tata dimana setiap bangku memiliki jarak dengan bangku satunya. Semua tas ditaruh didepan kelas.

Samping kananku Desy, belakangku Dini, samping kiri helena, depanku Dina, samping Dina ada Winda. Kalau burhan, kanan helena, depan andrew, samping andrew Johan, kiri burhan ada Irfan, belakang Irfan adaTyas dan belakang burhan persis ada Salma. Diantara Dini dan Salma ada dinda.

UAS berjalan...HAH!

Disamping kiriku, aku melirik helena mengambil sesuatu dari dalam bajunya. Kalau didesa bagian itu adalah bagian dimana seorang ibu-ibu pedagang menyimpan uang. Desy, kaos lengan panjang yang menutupi tangannya ditarik dan terdapat sebuah tato, setahuku Desy tidak pernah memiliki tato. Dina, menarik kaos belakangnya dan sebuah kertas kecil ditariknya. Aku tidak pernah melihat ini sebelumnya, selama aku sekolah tempat dudukku selalu didepan jadi aku tidak tahu menahu mengenai aktifitas ini.

Ah, benar-benar sebuah ketrampilan yang sangat menakjubkan bagiku. Aku kembali mengerjakan soal UAS kali ini. waktu 120 menit, dan akan aku manfaatkan sebaik mungkin. Soal semua sudah pernah diajarkan, dan beberapa ada yang divariasi kemungkinan agar mahasiswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan.

Satu setengah jam berlalu...

Dug, sebuah tendangan pada kursi belakangku. Aku sandarkan tubuhku kebelakang...

“Contekin!” bisik Dini

Aku angkat jawabanku yang sudah jadi ini seperti orang membaca koran. Dan setelah terdengar kata ‘sip’ dari Dini, aku turunkan kembali jawabanku. Gantian Desy, dan semua mahasiswa melakukan upaya mencontek ke aku dan burhan. Setelah selesai ujian... andrew berdiri didepan kelas.

“Teman-teman mari kita ucapkan terima kasih kita kepada Arta dan Burhan, tepuk tangan...” ucap andrew, aku hanya menunduk dan burhan terlihat lebih santai

Burhan kalem dengan sisir pinggir pada rambutnya, kacamata denggan frame tebalnya hanya digunakannya saat membaca. Dia adalah anak yang selalu dimintai tolong mengerjakan tugas dan lain sebagainya, selain aku. Kalau kata Desy, burhan pintar.

Ujian demi ujian aku lewati dengan baik, kadang ada kalanya semua mahasiswa harus mengerjakan sendiri soal ujiannya. Ya, namanya pengawas ujian tidak selalu santai kan? Apalagi kalau sudah ada bu anglin, semua pasti pada tegang dan mengerjakan sendiri. Ya, karena bergerak sedikit saja pasti langsung ditegur.

Setelah UAS ada masa dimana kami menunggu hasil ujian kami. penerimaan hasil ujian berbeda dengan ketika SMA dulu, kalau dulu pasti ada orang tua atau wali yang datang tapi berbeda dengan kuliah. Namanya Yudisium, dan mahasiswa tinggal melihat di website universitas dan melakukan log-in untuk melihat hasil.

Karena memang tidak memiliki komputer, aku memanfaatkan komputer perpustakaan untuk melihat hasil dari UAS-ku. Aku kira mereka akan melihat dikos masing-masing tapi ternyata mereka semua ke kampus.

“Arta, sini pakai laptop Dini saja” ucap Winda, dimana teman-temanku berada disana

“Eh... i iya...” ucapku berjalan dengan memeluk sebuah buku

“NIM (Nomor Induk Mahasiswa) lu berapa Ar? Password?” ucap Dini, Dini memandangku

“Iya deh iya... nih isi sendiri” ucapnya

Aku langsung duduk dan memangku laptop Dini. kumasukan NIM dan password, aku pilih menu KHS (Kartu Hasil Studi).

“GILA! HEBAT BANGET!” teriak Andrew

“Kaya beli nilai aja lu ar!” teriak Irfan

“Iiih Arta sayang hebat deh...” ucap Dina

“Keren lu ar...” ucap Dini

4,00... aku melihatnya saja shock berat. tapi kenapa mereka malah memberiku selamat? Padahal disitu ada keterangan nilai-nilai semester satuku yang diatas rata-rata. Tapi kenapa setelah di buat sebuah analisa nilai, nilai totalku adalah 4,00.

“Kok malah sedih?” ucap Winda

“Harusnya itu kamu seneng ar” ucap Desy

“Busyet wajah lu kenapa ar?” ucap andrew

“Hei, ar... “ ucap burhan

“I-ini, nilai ku kok malah 4?” ucapku polos

“Lha kan bagus, berarti sempurna” ucap Dini

“Lu gimana sih ar?” ucap dinda

“Bu bukannya 4 nilai yang jelek?” ucapku

Semua terdiam...

“Kamu waktu ospek kemarin ngedengerin gak?” ucap Desy

“Arta sayang, pasti pas ada penjelasan nilai, Arta bobo ya?” ucap Dina

“Aku ndak ngerti...” jawabku

Semua tertawa terbahak-bahak...

“Emang ha ha ha waktu SMA, lu gak pernah dikasih tahu ar?” ucap Johan, aku menggeleng. Mereka semakin tertawa keras

“Artaaaaa... 4 adalah nilai sempurna jarang lho yang dapat nilai. Coba lu lihat nilai-nilai lu, itu dah dikonversi Artaaaa. Setiap nilai 0-100 dikonversi menjadi 0-4, dan kemudian di rata-rata. Nilai konversi 0-4 itu di beri nilai huruf A-E. Nah tuh lihat, nilai lu diatas 90 semua, dan jelas itu nilai sempurna. Jadi 4, adalah nilai langka. Gue aja Cuma 3,5 sudah seneng, elu 4 malah sedih” ucap Dini

“Lu pinter tapi bloon ar...” ucap andrew

“Dah yuk makan, ntar stress gara-gara Arta ha ha ha...” tawa Irfan

Mereka kemudian mengajakku ke kantin. Burhan berada disebelahku ketika berjalan bersama.

“Lu pinter ya ar... gak nyangka...” ucap burhan

“Beruntung aku han” jawabku

“Kita bersaing, semester depan gue yang 4 lu yang 3,9 ya...” ucapnya, aku tersenyum dan menggelengkan kepala

“Okay, kita bersaing...” ucapnya seraya menyodorkan tangannya, aku menyalaminya

Seperti biasa kami semua makan bersama dikantin kesayangan kami. Dengan bercanda dan bergurau kami semua melewati hari, namun aku hanya diam saja. selang beberapa saat ketika matahari sudah mulai menyengat, satu persatu dari mereka pulang. Kini hanya tinggal aku di kantin, dan kemudian bangkit melangkah menuju perpustakaan. Meminjam buku bacaan yang sekiranya bisa kugunakan untuk mengisi waktu luang. Setelah yudisium, baru akan ada kuliah lagi nanti setelah libur dua minggu.

Saat langkahku menuju pulang selepas meminjam buku di perpustakaan. Langkahku terhenti sejenak ketika akan berbelok, ku dengar suara yang sudah familiar. Burhan dan Salma.

“Salma... tunggu...” teriak burhan samar namun terdengar olehku dari balik tembok, sebenarnya cukup melangkah dua langkah dan kemudian berbelok ke kiri saja aku sudah bisa melihat mereka

“Ya, han ada apa?” ucap Salma

“Mmm... nanti malam kamu ada acara?” ucap burhan dengan bahasa yang formal

“Gue... hmmm... gak tahu han, paling dikos” ucap Salma

“Boleh aku main ke kosmu?” ucap burhan

“Iya, boleh lah masa gak boleh. Omong-omong santai aja, biasanya lu-gue sekarang malah ganti” ucap Salma

“He he he... ya gak papa kan?” ucap burhan, setelahnya terdengar langkah mereka menghilang

Ah, burhan dan Salma. Aku harap Salma baik buatnya. Dan benar-benar baik, karena selama ini pandanganku terhadap Salma berbeda dengan yang lainnya. Aku melangkah pulang, dan tak ada yang memberiku tumpangan kali ini. hanya aku sendiri saja tanpa ada yang menemani. Tanpa berlama-lama di halte aku sudah mendapatkan alat transportasi yang aku butuhkan untuk pulang ke kandang. Ketika berdiri dan melihat keluar, aku melihat sebuah mobil yang melaju, membuatku kembali tertegun. Wanita yang sudah aku lihat tiga kali, bersama mas jiwa ketika ada sebuah insiden pembunuhan, Desy ketika dia marah karena aku meninggalkan kosnya tanpa pamit, dan ketika bersama Winda. Ingin mengejar tapi tak mampu, hanya diam dan dalam hatiku berbicara “Aku ingin bertemu dengannya”.

“Ah, sudahlah mengejar sebuah mobil itu sangat sulit. Jika saja ini adalah desa, mungkin akan berbeda jadinya. Hanya perlu lari dengan cepat pasti aku bisa menemuinya. Tak ada jalan sehalus ini didesa...” bathinku
 
Scene 13
Embroooot​


Lisa Apriliana

"Woi, Ar, jus hari ini aku mau keluar jalan-jalan jadi jangan pada kangen ya?"Ucapku kepada Justi dan Arta yang sedang didalam kamarnya selepas kami belajar di pagi hari. Entah kenapa kami semua masih tetap belajar, karena mungkin ada hasil dari usaha kami. Justi setelah yudisium memiliki IP sama denganku 3,4.

"Yoooowwwwwwh...." teriak Justi dari dalam kamar

Kleeek...

"Iya sam, hati-hati..." ucap Arta yang menyempatkan keluar kamar sebentar sekedar memberi salam

Aku tepuk bahu sahabatku ini dan berjalan keluar kandang. Segera aku ke halte dekat dengan kompleks kami, dan ternyata sudah ada mobil Rash! Yang menunggu disana, aku masuk lewat pintu pengemudi karena Lisa sudah berpindah ke tempat duduk sampingnya. Dari ketiga sahabatku hanya aku dan Justi yang bisa menyetir mobil, Arta tidak bisa.

"Sayang, kita ke daerah bukit-bukit yuk... disana adem kelihatannya enak buat jalan-jalan" ucap Lisa, Lisa Apriliana, sembari mobil berjalan

"Bukit apaan tuuuuuh...." godaku

"Iiih sayang ngeres deh...." balasnya

"Lho kok ngeres?" candaku

"Iya, tanya sih tanya, tapi matanya lihatnya kesini" jawabnya

"Eh, kemana sih? Ku ndak lihat yo" jawabku

"Kesini" ucapnya sembari membusungkan dada dan diarahkan ke aku

"Weits, aduuuuh...." jawabku

"tuh kan bener? Hi hi hi..." tangannya mendorong bahuku, aku hanya tertawa terbahak-bahak ketika melihat tingkahnya

"Eh, jauh ndak?" tanyaku, mengenai bukit yang sedang kami tuju

"Lumayan, paling 1-2 jam itu kalau gak macet..." ucapnya

"1-2 jam? Wuiiiih... jauh bener, keluar kota ya?" ucapku sedikit menoleh ke arahnya dan dia mengangguk

"Perjalanan keluar kota? Apa bisa nanti malam aku sampai di kota ini lagi? Ah, masa bodohlah" bahtinku

Lisa, Embrot, iiih, bodinya suemoks, pake 's'. Hmmm... ngobrol pun mataku ndak bisa lari dari itu, itu, itu lho. Tapi berkali-kali Lisa malah memamerkannya didepanku, haduuuh, benar-benar sesuatu yang wow.

Waduh, jalannya makin lama makin sepi tapi kadang juga ya rame. Tak lirik sedikit, wajahnya lelah, terus dia bersandar, merosot, merosot dan tertidurlah ratu cantikku ini. Cantik sekali, balutan tang-top hijaunya dan celana panjang ketatnya berbentuk pensil. BH-nya juga terlihat, apalagi lipatan susunya. sial, gara-gara melihatnya kuda kecilku mulai mencari tempat yang nyaman untuk berdiri.

Walah, aku itu sebenarnya juga bingung ini mau kemana. Kata Lisa, aku harus menyetir mobil sampe ada sebuah gapura besar, tulisannya "BUKIT PEMANDANGAN INDAH". Ditengah perjalanan aku lapar, yo jelas saja, wong disamping kanan kiriku warung makan semua. Ngiler, ngiler, bener-bene rngiler aku.

Wakhrinya setelah berjam-jam berjalan, ada gapura dengan tulisan yang aku cari. Mobil aku jalankan pelan, nah, tujuan sebelum tujuan utama telah aku tamui, warung makan dengan menu utama tahu gimbal. Aku memesan satu, ya satu karena si mbrot kesayanganku ini sedang tidur. Sepiring penuh dengan isi satu setengah porsi, aku melahapnya di jok pengemudi.

"Hmmm... gituuuu, makan-makan sendiri" ucap Mbak Lisa dari sampingku

"Lho sudah bangun to? Aku kira masih tidur ha ha ha" ucapku, setelah menelan makanan

"Dari tadi waktu kamu keluar dari mobil, aku juga sudah bangun, kamunya saja gak bangunin aku. Makan sendiri lag..." ucapnya terhenti ketika aku menyendok dan langsung aku dekatkan kemulutnya

"Eh, nyammmm....." dia mengunyah, bibirnya tampak tersenyum walau dia sedang mengunyah

"Pedes?" ucapku, dia mengangguk. Aku ambilkan minnuman mineral, dan kuberikannya.

"Aaaahh... pedes kaya gitu, baru tahu kalau kamu suka sama makanan pedas" ucapnya

"Kok tahu?" ucapku

"Tuh, pedes kaya gitu kamu tetep saja nyantai makan" ucapnya

"Habis manis sih..." ucapku

"Pedes kok manis, kamu itu gimana sam?" ucap mbak Lisa

"Iya tahu gimbalnya pedes, tapi yang dilihatkan manis jadi betah walau sepedes apapun" ucapku, tangannya langsung memukul lenganku

"Gombal..." ucapnya, tangan kirinya memangku pipinya, wajahnya memandang keluar. Tampak sangat manis, manis sekali. Aku tersenyum bahagia ketika melihat wajahnya, dan segera keluar mengembalikan piring kotor. Dari luar kulihat dia tersenyum kepadaku. Segera aku masuk dan kembali mengemudi.

"Lurus terus, mpe ketemu penginapan Melati Indah" ucapnya

"Menginap?" tanyaku, dia mengangguk

"Kenapa?" ucapnya

"Waduh,... aku belum ngomong sama anak kandang, tapi ya nanti aku sms saja. kok pakai menginap?" tanyaku

"Malas aku pulang kerumah, sepi disana kan udah tahu kalau aku sudah pisah sama ortuku. Kamu sih disuruh main kerumah gak mau terus" ucapnya

"Ya, karena ndak enak sama tetangga" ucapku

"Tetangga adapun juga gak bakal protes, ya karena kamu gak mau main aku ajak jalan-jalan saja. gak tahu kenapa aku selalu pengen ketemu ma kamu akhir-akhir ini. lucu sih kamu... hi hi hi" candanya, aku tersenyum.

Memang aku lucu, kaya sikomo tapi dalam versi nyata, alias komodo. Eh, ya ndak juga sih, aku lebih cenderung mirip Hulk, tapi ya tampan aku dikitlah. Walah, ternyata Mbak Lisa kalau udah bercanda ngakaknya sampe ndak berhenti-henti, baru berhenti pas sudah mau sampai di penginapan. Pesan kamar, terus ke kamar.

"Kenapa?" tanyanya

"Bingung saja, kenapa harus satu kamar?" ucapku

"Ya gak papa kan. Ngirit hi hi hi..." ucapnya, haduh, dari belakang itu bokong serasa mau tumpah

"Aaaaaa...." teriaknya berlari setelah membuka pintu kamar, tanpa tedeng aling-aling, langsung melompat ke ranjang

Bagaimana ya kalau aku yang... ndak jadi, ndak jadi. Jawawannya cuma satu, jebol. Walah, kalau tak pandang-pandang kok ya tambah nggemesin ini cewek. Tubuhnya miring, kepalanya disangga dan menghadapku, yang duduk disalah satu kursi didalam kamar. Haduh, ndak konsen aku, ndak konsen, itu terlalu besar, terlalu mencolok mataku. Susunya, woi, susunya,... itu susu cewek apa melon sebenarnya?

"Keluar yuk jalan-jalan..." ucapnya, aku ngangguk-ngangguk,

Weleh, senyumnya, apalagi pas dia berdiri terus berjalan ke arahku, kaya kena gempa susunya. Ah, ratu kecilku ini, dengan lembut menarik seorang lelaki besar, kuat, tampan. Tapi yang kok kuat ya mbak Lisa ini? ah, bahaya ini, beratku it 120 Kg, tapi kok dia bisa narik aku segampang ini? waaaah, eh, hmmm... ternyata aku tahu, hatiku ikut tertarik.

Dalam mobil, menuju ke sebuah perbukitan, yang kata mbak Lisa, disana ada hamparan rumput yang hijau dan pemandangan yang indah. Setelah sampai, hawa disana panas namun dingin, penat namun bahagia, hlha jelas didekatku ada bidadari. Aduh, senyumnya, huft, rasanya ingin aku jilati

"Enak ya deket ma kamu?" ucapnya duduk dan menyandarkan punggungnya di lengan kananku

"Woooo jelas dong, Samo gitu... eh, tapi... kok bisa?" ucapku

"Bisa buat sandaran..." ucapnya

"lhadalah... mentang-mentang aku gemuk, bisa dijadiin kasur bantal sofa gitu yah?" ucapku

"Sandaran tubuh dan hati..." pelan tapi hatiku kaya meleleh, aku meliriknya tapi dia melihat ke arah lain

"Eh, lihat deh itu cantik ya awannya nutupi matahari. Jadi adem..." ucapnya

"Sama..." ucapku

"Kok sama?" ucapnya

"Matahari kan panas, awan dibawahnya agar yang dibawah terasa adem. Sama, sama kayak yang disampingku... ngademin hati terus..." ucapku, punggungnya semakin mundur mendorongku

"Gombal..." jawabnya

"Ya deh, besok gombalnya aku cuci biar bersih" ucapku

"Gak usah baunya enak hi hi hi..." jawabnya, wah jawabannya, membuat hatiku berbunga-bunga,

Seharian aku bersamanya hingga menjelang maghrib dan kembali pulang. Sebelumnya kami mampir untuk makan sejenak, dan menikmati makanan khas dari perbukitan ini. selepasnya aku kembali ke penginapan, menonton televisi 21 inch dengan layar yang tidak mencembung seperti di desa. Gambarnya jerbih tak ada semut-semut nakal didalamnya, benar-benar berbeda dengan yang didesa. Kami berdua duduk di sebuah karpet tipis, dan aku duduk bersandar pada ranjang tempat tidur dengan kaki kananku ku tekuk sedang kaki kiriku lurus. Mbak Lisa kemudian memeluk kakiku, dagunya bersandar pada ujung lututku.

"Mbak..." ucapku

"Hm..." gumamnya, dengan tetap melihat ke arah TV

"Sebenarnya kalau jalan bareng aku, ada yang marah ndak mbak?" tanyaku, memberanikan diri

"Marah kenapa?" dengan santai dan tetap melihat ke arah TV

"Ya, itu mbak, pacar atau... kan mbak sudah tahu trek rekot-ku mbak" ucapku

"Hi hi... kan aku juga sudah bilang kalau aku sudah gak ada yang punya" kepalanya sedikit menoleh kebelakang

"Kenapa harus aku?" ucapku

"Gak suka? Ya sudah, kita pulang" jawabnya

"Bu-Bukan begitu mbak, itu gini mbak..." mau ngomong yang penting saja susah sekali, dan ini benar-benar membuatku gugup

"Samoooo..." panggilnya lirih

"Aku nyaman, selalu terlindungi, ketika bersamamu..." jawabnya

"Anu mbak, itu, aku sedikit takut..." jawabku, dia bangkit, berbalik, punggungnya kini bersandar pada kakiku yang aku tekuk. Tangan kirinya meraih tangan kananku, tangan kanannya meraih tangan kiriku dan digenggamnya erat.

"Takut kenapa? yakin, gak bakal ada yang marah kok" ucapnya. Aku tersenyum

"Takut..."

"Takut, takut jatuh cinta sama mbak" jawabku tertunduk, baru kali ini selengekanku hilang, kebuasanku hilang

"Teruus?" ucapnya, dengan wajah mengejar wajahku

"eh.. i-itu, a-aku..." Aku gugup

"he'eeeeem.." aduh, benar-benar semakin membuatku gugup, padahal aku orange gede kaya gini, bisa gugup juga

"Hufftth...." hela nafasku, aku angkat wajahku dan kuberanikan memandangnya

"Terus, aku ingin mbak nunggu aku. 4-5 tahunan gitu mbak" aku gugup

"4-5 tahun lagi? Buat apa? Kamu itu aneh-aneh saja" jawabnya, ujung telunjuk kananya menyentuh ujung hidungku

"Lha aku kan dah bilang mbaaak, kalau aku jatuh cinta sama mbak. dan jujur pengen bareng mbak terus" jelasku, suasana sedikit cair

"Be-begini mbak, mungkin sekarang kan aku masih mahasiswa, ndak punya apa-apa. Tapi aku janji setelah lulus nanti aku mau cari kerja biar..." ucapku bibirku tertutup bibirnya

"Biar kamu bisa pergi sama cewek lain? Sekarang bareng sama aku terus nanti kalau sudah bosan dan dah punya kerja sama cewek yang lain" ucapnya dengan wajah dekat denganku

"Pikiran kamu ternyata lebih ngeres daripada ku ya yang.... Bukan gitu mbak, iiiih tambah manis deh... ya biar bisa menikahi mbak, itu pun kalau mau menunggu" aku semakin berani, keberanianku kembali, keberanian 120 Kg-ku.

"Nunggu sih gampang sam... aku juga gak nyangka kamu bisa ngomong gitu, kenal juga baru 6 bulan, sama janda lagi, bahasa kerennya jendes. Aku ini kan bekas lho, masih mau?"

"Aku bukan orang baik lho, buktinya suamiku ninggalin aku" jelasnya

"walah, kok malah bahas janda dan bekas? Aku itu mbak, pengen sama mbak gitu, udah itu thok (saja) mbak. karena aku nyaman, dan enak jalan sama mbak"

"Baik atau tidak, itu tergantung orang lain yang menilai bukan diri sendiri" jelasku, dan kalimat terakhir itu adalah kalimat Arta di masa yang telah lampau

"Beneran kamu mau sama aku???" ucapnya dan aku hanya mengangguk

"Kok gak jawab?" ucapnya

"Iya mbak aku mau, asal mbak mau nunggu aku mbak..." ucapku

"Ini masih 6 bulan kamu disini, dan butuh 3,5 tahun lagi untuk mencapai itu semua. Dan pastinya akan ada banyak hal yang akan kamu temui diluar sana. Kalau menunggu, aku jelas mau sayang. Dan yang jelas kamunya... masih mau tidak sama cewek lebih tua 5 tahun dari kamu, umurku jadi 28 lho, nantinya..." ucapnya

"Bodoh amat ama umur... bilang ya atau tidak kenapa?" ucapku semakin malas karena ucapanya mutar terus

"Iya Samo.. aku mau nungguin kamu, kamu?" ucapnya

"Sipz! Aku mau... janji ya?" ucapku

"He'em..." janji

Jari kelingking kami bersatu, smnyum dibibir kami mengembang. Entah bagaimana, bibirku dan bibirnya menyatu. Tangaku sudah mendekap seluruh tubuhnya terhalang oleh perutku yang membludak tapi aku masih bisa merasakan dada yang terbalut tank top hijau itu menyentuh dadaku. Dengan tubuh kecilnya itu dia mulai duduk diatas pangkuanku. Menarik kaosku hingga terlepas.

"Iih... sayang punya susu juga kaya aku ya?" ucapnya memanggilku sayang

"Masa?" ucapku

"Nih..." ucapnya sembari melepas tank-topnya dan memperlihatkan buah dada yang terbungkus bra itu

"Ndak kelihatan" ucapku tersenyum nakal

"Iiih... nakal deh, buka sendiri dong, masa dibukain" ucapnya, senyumku mengembang dan langsung menarik pengait di belakang punggungnya, kulepas dan kulempar

"Suka mas mmmmmmpppphhhh... pelan itu sensitifhhhhhh ughh...." desahnya ketika aku sudah terbuai dengan keindahan gunung kembar yang menggantung indah, sedikit melorot namun masih tetap menggairahkan

"Remas pelanhhhh erghhh sedothhhnya pelannn sayanghhhh..." desahnya

Aku terus menyusu pada susunya dan menyedotnya dengan kuat. Kedua tangannya mengelus kepalaku dengan lembut. Didorngnya kepalaku agar lepas bibirku dari susunya. mundur sejenak dan melepas semua yang terpakai dan yang menutupi bagian kakinya. Kemudian dia duduk lagi dipangkuanku dan langsung melumat bibirku.

"Suka sayang sssh... mmphhhh" ucapnya disela-sela ciuman kami, aku mengangguk

Tanganku mulai meremas susu indahnya, ciumannya bergeser kebawah menuju leherku yang tertimbun lemak. Semakin turun dan hingga ke bagian dadaku. Jilatannya memainkan putingku.

"Slurrp... sayang punyamu mirip punyaku ya besar hi hi hi" ucapnya, aku hanya mengelus kepalanya. Jelas saja mirip, dengan tubuh besarku pasti bagian dadaku dipenuhi dengan lemak.

Tubuhnya turun seiring dengan ciumannya. Hingga ditariknya celanaku dengan susah payah. Batang kemaluanku tegak dan berdiri, kalau dulu waktu aku pacaran dengan istri orang, batang kemaluanku adalah kesukaannya.

"mmmh, besar yang..." ucapnya, argh, entah kapan ini semua terjadi. Wedew, pemandagannya.

"Slurp... mmmhh..."

Jilatan pada ujung penis dan kemudian turun hingga pangkal, naik kembali dan langsung melahap batang penisku. Mulut indahnya maju mundur dengan lidah yang menyapu batang kemaluanku.

"Ughhh.... mmmmhhh... enak mbak..." ucapku, tiba-tiba dia melepas

"Kok mbak sih? Huh" ucapnya ngambek

"Mmm maaf, sayang..." ucapku kemudian dia tersenyum dan mulai melahap kembali

Kepalanya maju mundur, llidahnya menari disetiap sentimeter batangku. Hanya sebagian yang masuk dimulutnya. Aku tak tahan, aku pegang kepalanya dan mulai memaju mundurkan kepalanya. Tak ada penolakan, tapi sedotannya semakin kuat dan kencang.

"Ah sayang aku mau keluar...." racauku

"Mmmppph... mmppphh... " jawabnya

Ketika aku menekan pelan kepalanya, pertanda aku akan keluar tampaknya dia lebih tahu daripada aku. Bibirnya semakin maju dan melahap batang kemaluanku, dan

Crooot... crooot.. crooot...

Pelan, bibirnya keluar tanpa ada celah antara bibir dan batang kemaluanku. Mundur dan duduk bersimpuh didepan selangkanganku. Ditelan secara perlahan, dan tersenyum manis. aku bangkit dari sandaranku dan kuangkat tubuhnya. Kuarahkan selangkangannya tepat di wajahku dan lidahku mulai bermain di vaginanya.

"Arghh... sayang Samoooo... mmmh... enak sayanghhh.... ah ku belum pernah sayanghhh...." ucapnya yang diawal tak ada penolakan

"Arghh.... enak lidah kamu enak banget sayanggghhh..." ucapnya

Jariku masuk dan mulai mengocok vaginanya, semakin lama kocokan semakin kuat dan...

"Arghhh ya terus... mmh... arghhh terussshhh.... sedikit lagi aku arghhhhhhhhhh....." teriaknya, tubuhnya mengejang. Kakinya tidak kuat menahan tubuhnya dan ambruk, dan duduk kembali dipangkuanku dengan tubuh melekat dengan tubuhku.

"Ash ash ash... bener-bener hebat kamu sayang, baru pertama ada yang memperlakukanku seperti ini..." ucapnya dengan nafas tersengal, sedikit desahan manjanya

"Untukmu apapun yang kamu mau, sayang..." godaku dengan wajah nakalku

Selang beberapa saat, aku angkat tubuhnya. Bibir kami saling melumat, lalu kurebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ku buka kedua paha putihnya itu, sedikit aku mainkan kepala penisku naik turun.

"Cepetan sayaaangghhh dah gak tahan nih..." ucapnya

"Mau sayang?" godaku, kurahkan batang kontolku

"Iya sayang mau" jawabnya, wajahnya sayu, nafasnya sudah sedikit tidak teratur

"Mau apa hayo?" godaku sekali lagi

"Kontol sayang, kontol sayang agghhh.... pelannnhhh... itu sudddddah lama gak ada yanghhh masukhhh" ucapnya, dan aku terus menggoyang pinggulku pelan

Sulit bagiku untuk membungkuk dan mencium bibirnya karena perut buncitku yang membuatku sedikit kesusahan. Tapi kedua tanganku tak tinggal diam, ku remas kedua susu besar bak pepaya itu. kumainkan putingnya, matanya terpejam dan hanya desahan yang aku dengar.

"Sssh... terusssshhh kerasa bangetthhh ssshhh aahhhhh besar aaaahhh lebih besar... erhhhh, penuh sekali sayanghhh " ucapnya, aku semakin menggoyangnya lebih cepat

"Aku ingin kamu selalu yang beraddddahhhh didalammmhhhh ohhhhh sayang enak bangettthhh..." ucapnya

"Sama sayang vaginamu sempithhhh owhhhh yahh enak sayanggghhhh..." ucapku

"Terussshhh lebih kerassshhhh.... mmmmhhhh arghhh mentoooookkkkkhhhhh arghhhhh...." desahnya

Aku hanya berada pada posisi konvensional ini saja, goyanganku semakin kencang. Vaginanya tampak semakin sempit dan kurasakan menjepit batang kemaluanku.

"Argghhh sayangghhhh kontollllhhhh arghhh kontooooooollll yaaaaahhh teruuusssssshhh.... sedikit lagiiihihhhh"Ucapnya dengan mata terpejam, bibir terbuka sedikit

"Aku jugaaahhh sayanghhhh erghhhh....yaaaahhhh.... " ucapku

"Barenghhhh..... mmmmhhh.... arghhh kerasssshhh lagiiiihh..." racaunya

Dan... kuhentakan keras hingga terasa sangat mentok didalam... tubuhnya melengking,

Crooot... croooot... crooot...

Langsung mengejang bersama, kurasakan air hangat mengalir di dalam vaginanya. Kedua tanganku tepat disamping kanan-kiri kepalanya. Wajahnya terpejam dan mengejang sesaat. Selang beberapa saat matanya terbuka dan melihatku dengan senyuman kepuasan. Aku ambrukan badanku kesampingnya hingga batang kemaluanku lepas. Kupeluk tubuhnya dan kucium lembut pipinya. Dia menoleh ke arahku...

"Gak boleh yang lain, pokoknya hash hash... masuknya Cuma disini" ucapnya sembari memegang batang kemaluanku, aku mengangguk. kami berciuman lagi.

"Baru kali ini aku merasakan nikmat yang" ucapnya

"Aku juga, denganmu berbeda..." ucapku dan dia tersenyum

Aku memeluknya dan mencium keningnya, kami tertidur dalam ketelanjangan kami...
.
.
.

"Malam yang indah bersamamu..." ucapnya dengan manja Lisa duduk dipangkuanku

"Ndak nyesel kan?" ucapku, dia mengangguk

"Nyesel berarti?" ucapku dia mengagguk

"Nyesel ndak dari dulu ketemu kamunya hi hi hi muach..." ucapnya

"Yeeee... kalau ketemu dari dulu, eh... belum mudeng kali aku yang" ucapku

"Iiih... berarti mulai besok, harus nginep di rumahku, okay?" ucapnya, aku mengangguk

Setelah percakapan itu, aku menggandengnya pulang. Aku menoleh kebelakang dan kulihat wajanhya memerah serta menunduk. Tak lupa aku membawakan oleh-oleh untuk dua sahabatku. Di dalam mobil, dia bersandar dibahuku sesekali mengelus batang kemaluanku.

"Adeeek... ingat ya, ndak boleh masuk ke yang lain, awas kalau masuk ke yang lain" ucapnya

"Itu adeeeknya juga dikasih tahu, jangan mau dimasuki sama yang lain" ucapku

"Kalau ini, sudah kena segel sayang... kena segel ontol amo..." ucapnya

"Iiih kasih nama sendiri, lha terus itu namanya apa?" ucapku

"Emek isa... hi hi hi..." ucapnya

Kami bercanda, hingga dia tertidur di kursi. Aku terus memacu mobil ini hingga sampai didepan kos. Ketika aku keluar dari mobil, Lisa berpindah ke jok kemudi. Sebelum pintu ditutup, tangannya meraih leherku dan langsung melumat bibirku.

"Makasih sayang... penuhi janjimu sayang, aku akan menunggumu" ucapnya

"Pasti sayang..." jawabku

Bunyi klakson panjang dan kemudian dia menghilang. Kupandangi, mobil itu menghilang dan hilang sudah dari pandanganku. Aku tersenyum, lalu berjalan dengan hati riang gembira. Berjalan pulang menuju kandang dimana kedua sahabatku telah menunggu.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd