Setelah kepergian Samo dan Justi suasana ruangan menjadi sedikit hening. Tampak sekali mereka sedang mengingat kejadia, atau mungkin mereka sedang merasakan ketidak percayaan mengenai Arta. Memang dasar anak itu penuh dengan Misteri. Apalagi Desy, keliahatan sekali kalau dia sedang memikirkan sesuatu, mungkin juga sama dengan yang lain tentang Arta juga. Tapi, kenapa Winda dan Desy sesekali berpandang-pandangan? Adakah sesuatu?
Kualihkan pandanganku ke Andrew. Mereka juga seperti ada yang disembunyikan. Apalagi kata-kata Andrew yang terkahir mengenai Arta. Yang menjadi pertanyaanku adalah Arta melakukan sesuatu lebih dari semalam. Hanya itu yang membuak bertanya-tanya. Apa ada sesuatu ya diantara Andrew, Helena dan Arta?
Eh, kalian ada rahasia apa sama Arta? tanyaku kepada Andrew, mereka sedikit terkejut.
Eh, gak ada kok Din jawab Andrew santai walau terlihat sedikit gugup.
Bener tuh, pasti ada apa-apanyaaaa... sela Dina diantara percakapanku dengan Andrew-Helena
Sudah, sudah, kita sebaiknya pulang dulu. Kita juga butuh istirahat sela Desy tiba-tiba.
Ndrew, ini tadi orang tuamu telepon, akan kesini malam ini, sedang dalam perjalanan. Kalau kita pulang tidak apa-apa kan? ucap Desy
Ya Des, makasih banyak. Yang penting Malaikatku tidak pulang, aku pasti sembuh ucap Andrew
Ih, mas ucap helena manja
Maunya hi hi hi ucapku
Tanpa berlama-lama aku dan yang lainnya kembali mengemasi barang-barang kami. Irfan johan, Burhan beserta Salam, Dinda dan Tyas mereka satu mobil. Sedangkan aku, biasalah bersama dengan ketiga sahabatku yang lainnya. Irfan dan Johan bisa pulang dikarenakan luka mereka tidak terlalu parah.
Baru saja kami keluar dari Rumah Sakit, kami mendapat BBM dari Helena kalau orang tua Andrew sudah dekat dengan Rumah Sakit. Beruntung sekali, tepat ketika kami pergi tepat pula ada yang menjaga mereka. Kami sudah terlalu lelah, capek sekali. Untung Dina masih Fit, dia yang menyetir mobil untuk mengantar Winda terlebih dahulu ke kos.
Diniiii.. Dinaaa... ama umi, tidur di kos Winda ya? manja Winda dalam perjalanan menuju kosnya.
Winda kenapa? tanya Desy
Takut umiiii, ya Din, Na? ucap Winda
Takut kenapa Winda? Sudah, jangan kaya anak kecil terus, sebentar lagi sampai di kos Winda ucap Desy, menenangkan Winda
Ya sudah, kalau gak mau tidur di kosku, aku tidur dikos Umi saja ucap Winda jengkel
Iya deh, Dina tidur di kos Winda. Tapi ntar, Dina disayang-sayang ya? hi hi hi ucap Dina
eh, lu konsen nyetir aja, pake ngeladenin si Winda sela-ku
iih, Dini galak terus! Jelek tahu! ledek Wind. Aku hanya membalas Winda dengan menjulurkan Lidahku.
Gak laku-laku ntar, huh! Sebel Winda ma Dini! kesal
Sudah, sudah, kelihatannya kita memang harus tidur bareng. Pasti kalian punya pemikiran sama denganku kan? ucap Desy
eh, iya juga sih... jawabku
Akhirnya kami semua setuju tidur dikos Winda. Pengen banget rasanya segera sampai. Mandi dan segera rebah ditempat tidur. Penat sekali, sejak malam tahun baru kami semua belum mandi sama sekali.
Gue setuju ma umi balas Dina
Nah, Dikos Winda aja, nanti pake pakaian Winda saja gimana? ucap Winda
Katanya kesel, kok minjemin? candaku
huh! Diniiiiiiii! teriak Winda
Kami tertawa, dalam mobil. Sebuah pertanyaan memang ada dalam pikiraku, mungkin yang lain memikirkan hal yang sama. Ya, tentang lelaki yang menangis kemarin. Seorang lelaki yang sebelumnya, yang aku tahu dan aku lihat, adalah seorang lelaki yang tak mempunyai daya. Tapi, malam kemarin, berbeda, berbeda dari biasanya. Arta, Arta Byantara Agasthya, culun, ah, tidak, dia tidak culun.
Sesampainya di kos Winda, kami bergantian mandi. Winda menyiapkan pakaian untuk kami, tampak bahagia Winda. Memang bener sih, dia kelihata takut banget tadi. satu persatu kami berganti pakaian, Desy yang terlebi dahulu mandi membuatkan kami mie instan dan juga minuman hangat.
Winda... mmmppphhh... ini ugh, ketat banget sayang. Lihat ni, payudaraku ucap Dina, memperlihatakan sembulan payudaranya
Aaaa, Dina seksi sekali pakai tank-top itu. iiih, napsuin. Hi hi hi balas Winda, yang memeluk bantal
Jelas dong, secara Dina kan cantik, sayang ucap Dina, berlenggak lenggok dihadapanku dan Winda. Tank-top hitam, celana pendek menutupi sebagian pahanya. Memang, Dina selalu ingin tampil seksi dimana-mana.
Iih, Winda juga seksi teriak Dina, ketika Winda berdiri, dengan pakaian yang hampir sama. Aku malah risih sendiri, karena belahan dada tank-topnya terlalu rendah
Seksi, seksi! Kalian bisa gak diam, huh! bentakku
Ini juga, Winda, kasih pakaian kaos aja atau apalah, huh! kesalku
Iih, Dini galak, juga seksi banget tuuuuh... ucap Dina
Heem, Dini seksi, Dini jangan marah dong rayu Winda, memelukku
Aku sempat menghindar ketika Winda mencoba memelukku tapi namanya juga sudah kumpul. Menghindar dari sini kena disana, Dina. Setelah main peluk-pelukan, aku bangkit. Segera aku pakai celana training yang belum sempat aku pakai dari dalam tasku. Pakaian yang aku kenakan, sama dengan yang dikenakan Dina dan Winda. Hanya aku lebih beruntung, masih ada celana training.
Sudaaaaah..., ini minuman-nya ucap Desy, kami menoleh ke arah suara Desy
Umiiiiii! teriak Dina, ketika Desy berjalan sembari membawa nampan dengan empat gelas teh hangat.
Dinaaaa, gak usah teriak-teriak ucap Desy Kalem, sembari meletakan nampan
Umiii! Aaaaaaa... Dina langsung memeluk tubuh Desy, kepalanya jatuh di dada Desy
eh, eh, ada apa kamu itu na? ucap Desy
Tahu tuh mi, stres dia palingan ucapku jutek
Iiih, Dini kok gitu sih bela Winda
biarin, weeek... balasku dengan menjulurkan lidah, kulihat Dina tidak melirik sedikitpun ke arah aku dan Winda
Umi, ini kok besar banget, aaaa... pengen kaya umi, seksi banget iiiih ucap Dina, menunjuk-nunjuk dada Desy, kemudian dibenamkannya wajahnya di dada Desy
Dina, Dina, sudah... aduh... iiih, ini anak ucap Desy, meronta melepaskan pelukan Dina
hi hi hi... habis, gedhe banget sih, biasanya juga gak kelihatan gede hi hi hi Dina melepaskan pelukannya, duduk disamping Desy
ini itu gara-gara kaosnya Winda tuh, kekecilan Desy dengan kalem menjawab candaan Dina
Tapi gede kok mi, tapi kok bisa ya? ucap Dina
Udah deh, mending istirahat dulu aja. Ntar ngobrolnya, ngantuk... ucapku,
Eeeeh, maem dulu Dini. sudah dibuatkan kok malah tidur? Maem, cepet suruh Desy
Aku bangkit padahal sudah terlanjur rebah di kasur empuk. Dan seperti biasa, kalau dulu waktu kumpul dan kita semua merasa lelah. Pasti si Desy yang menyuapi kami semua. Dan sekarang itupun terjadi. Satu persatu Desy menyuapi kami, aneh kan? Namanya juga cewek cyin hi hi hi. Tentunya acara makan ini sambil mengobrol ngalor ngidul.
Setelah selesai, Aku segera merebahkan tubuhku di atas bantal besar. Kami semua duduk di karpet putih. Sembari menikmati minuman hangat buatan Desy. Kalau Desy, langusng ke dapur mencuci piring. Lama kami bersantai, perlahan Winda merapatkan tubuhnya ke tubuhku, kupeluk tubuhnya. Bener-bener capek banget, apalagi kemarin sempet tidur di Rumah Sakit, enggak sempet mandi lagi. Aku memeluknya dan memejamkan maatku.
Tiba-tiba dari belakang aku rasakan ada yang memelukku. Ku buka sedikit mataku, kulihat Dina beranjak dan rebah dibelakang Winda. Berarti yang dibelakangku Desy. Hmm, persahabatan ini, aku ingin selamanya. Selamanya selalu bersama mereka.
.
.
.
Uuughhh, hoaaaam.. aku bangun, duduk dan merenggangkan kedua tanganku
Ku kucek mataku, agar cepat beradaptasi dengan cahaya lampu. Sedikit aku membuka mataku. Kulihat Desy yang sudah duduk didepan televisi. Winda dan Dina masih tampak nyenyak sekali tidurnya. Aku mendekatinya, duduk disampingnya. Kusandarkan kepalaku di pundak Desy.
Kok bangun Din? Tidur lagi saja tanyanya lembut, aku menggelengkan kepalaku. Kami diam, menonton acara televisi yang sebenarnya sangat tidak menarik.
Mereka nyenyak sekali ya ucap Desy membuka keheningan.
Terlalu lelah karena malam tahun baru kemarin jawabku
Nih, minum dulu ucapnya, dengan menawarkan segelas air bening kepadaku. Segera aku raih dan meminumnya. Segar sekali rasanya tenggorokanku. Kembali aku bersandar di pundak Desy.
Lagi mikirin apa mi? tanyaku
Tuh, lagi mikirin Film, hi hi hi candanya, aku tahu pikirannya tidak di Film. Film jelek kaya gitu di tonton.
Umi makan apaan sih? Enak banget? tanyaku, mengangkat kepalaku melihat sebungkus kacang disampingnya.
Kacang, mau? Jerawatan lho entar hi hi hi candanya sekali lagi
Hmm... kata siapa kacang bikin jerawatan, mitos kali ucapku. Kutarik bungkus itu ketengah dan ikut menikmatinya.
Jam 2 malam ucap Desy, yang seakan tahu padahal tak ada jam dinding di kamar Winda.
Aku menoleh memandang wajahnya, benar-benar mirip peramal. Ketika aku buktikan dengan mengambl sematponku dan ternyata benar jam 2 malam. Kembali aku berada disampingnya, Pandangan matanya tertuju pada film yang diputar di televisi.
Umi? tanyaku disela-sela konsentrasinya. Dia menoleh ke arahku.
Ada apa mi? tanyaku kembali
Ah, enggak hanya saja. itu... ucap Desy berhenti. Aku menyenggol tubuhnya agar segera melanjutkan kata-katanya.
Air terjun ucapnya lirih. Seketika itu aku teringat cerita Samo, dan juga cerita Desy dan Winda.
Sudah jangan dibahas lagi ya. Yang lain saja lanjutnya
Iya, iya hi hi hi... Umi baper ucapku. Tiba-tiba dia langsung mencubit pipiku. Kami tertawa bersama kembali.
Hening kembali suasana. Menonton kembali Film yang tidak aku mengerti jalan ceritanya. Beberapa kali aku mengganti tapi tetap saja acara malam haru tidak ada yang bagus. Aku bangkit dan membuat dua gelas minuman hangat. Kembali aku duduk disamping Desy.
Mi, tahu gak waktu Samo cerita Arta diikat di pinggir air terjun? Miris banget nasibnya ya mi aku membuka percakapan
Iya, sebenarnya gak harus gitu-gitu banget tapi mungkin itu cara mendidik di desa din balasnya
Iya Mi... dari bandel jadi penakut tapi kayaknya ya mi, setelah kejadian itu Arta tidak menjadi penakut seutuhnya hanya saja dia, kalau menurutku nih, dia tertekan. Mau menjadi dirinya sendiri tapi perasaan bersalahnya itu jawabku
Iya, kan sudah di omongin sama Samo. Ditambah lagi ketika dia kekota ada Andrew, yang mirip dengan Andri. Jadi itu yang membuatnya semakin tidak bisa membuka diri. Terlalu banyak yang dia rahasiakan aku hanya mengangguk-angguk saja sambil senyum
Dan bukan cuma itu saja, ada yang lain menurutku lanjutnya kembali
Apa? tanyaku
Entah, tapi dia masih menyembunyikannya. Dia anak yang pintar, pintar menyembunyikan sesuatu tapi... terkadang... Desy memandangku
Dia memperlihatkannya tanpa dia sadar, itu adalah salah satu kesalahannya, mungkin bisa di bilang itu adalah... ucapnya
Kebodohannya, ya kan umi? Ughhh hoaaammmhh... ucap Dina, kami berdua menoleh ke arahnya
Iya kan? ucap Dina sekali lagi,
Heem... benar kata Dina ucap Winda,
Mereka berdua, bangun, entah kapan mereka bangun. Memutar tubuh, merenggangkan otot-otonya. Kami berdua heran, nyambung saja ini anak. Padahal juga baru bangun tidur. Winda kemudian bangun dan mendekatiku. Dengan manjanya dia merebahkan kepalanya di pahaku. Sedangkan Dina menyandarkan tubuhnya ke Desy. Mereka ternyata sudah terjaga sejak aku bangun dan menemani Desy menonton televisi.
Itu anak jadi populer sekarang, banyak misterinya ucap Dina, aku dan yang lain mengiyakannya
Iya, sejak awal masuk sudah benar-benar penuh misteri Desy menimpali
Tapi ndesonya tetep ada tuh balasku. kami terenyum cekikian bersama.
Dina kemudian menceritakan pertama kali Arta masuk. Sedangkan Winda menceritakan mengenai Laptopnya. Desy sendiri menceritakan tentang Arta yang terheran-heran karena kaca mobil bisa membuka menutup sendiri. Sedangkan aku, masalah Hapenya yang benar-benar jadul. Setelahnya kai tertawa terbahak-bahak jika ingat kejadia awal bertemu Arta.
Apa lagi setelah aku melihat laki-laki di median jalan waktu itu. dan ternyata itu benar Artaaahhh... hoaammmmhh ucap Dina.
Sudah Din, kamu bobo saja ucap Desy. Tapi Dina menolaknya, kembali dia menceritakan kejadian yang melihat Arta di median jalan. Desy tampak antusias, memang sih Desy kan belum mendengar cerita itu.
Yang di Festival itu kan juga Arta lanjut Winda setelah Dina berhenti cerita
Winda, kalau bobo, bobo saja sayang. Matanya merem masih saja ngomong ucapku, mengelus kepalanya
Ugh, mmm... gak din, aku udah gak ngantuk kok dari tadi juga ngedengerin kalian cerita ucapnya, bangun dan menyandarkan tubuhnya ke tubuhku, aku memeluknya
Kok bisa sih Wind? ucap Dina, kami bertiga melihat ke arah Winda
Itu Gelang, masa kalian gak lihat? ucapnya, matanya masih tertutup
eh, bener juga. Arta di awal-awal gak pernah pakai gelang. Tapi pas itu, pas dia belajar dikosku sama Dina... ucapku kembali mengingat penampilan Arta
iya iya, bener kata Winda, Gelang itu ucap Dina
Hi hi hi... kalian perhatian ya sama Arta? Suka ya kalian sama arta? tanya Desy
yeee... Umi sendiri juga gitu candaku
Kan aku cuma penasaran sayang ucap Desy, mencubit pipiku
Sama saja Umi ucap Winda yang berada dalam pelukanku, gemas aku cubit saja pipinya
Aw, Dini, sakiiiit... ucap Winda
iya, iya, sini aku sun biar gak sakit ucapku, mencium pipi
Penasaran tanda sayang lho sela Dina
Kalian berarti semuanya dong Balas Desy
ha ha ha.... tawa kami bersama
Dan yang nangis di pinggir ATM, kelihatannya juga si Arta ucapku
Mereka memandangku dan mengingat kejadian sebelumnya ketika kami hendak mengambil uang di ATM. Ya walau sebenarnya kami masih ragu tapi dari postur tubuhnya sama persis dengan Arta.
Sudah ah, gak usah dibahas lagi... kalian mau minuman hangat gak? Desy kemudian mengenatikan pembicaraan kami tentang Arta.
Susu aja Umi, ada tuh susu kaleng di dapur ucap Winda
Iya.. jawab Desy, kemudian dia beranjak dan menuju ke dapur.
Din, cium Dina juga.... ucap Dina, tiba-tiba mendekatiku sembari memajukan bibirnya.
Hmm... sini ucapku, aku meraih pundaknya dan kucium pipinya.
Di bibir hi hi hi balas Dina
ih, gue gak lesbong kali Na, ogah gue.. ucapku
iih, Enak lho Din, Helen aja ketagihan ama gue hi hi hi balas Dina
Ting.. ting.. ting...
Suara Desy mengaduk minuman.
Dina... beneran sudah sama helen? tanya Desy dari Dapur
Hi hi hi sudah mi, coba-coba aja sih hi hi hi ucap Dina
Dina lesbong itu, aku tadi diraba-raba, masa susuku diremas-remas ucap Winda
Hah! Beneran Wind? tanyaku
ih, Winda, buka kartu deh. Dini sering tuh, tapi gak sadar hi hi hi ucap Dina
Dinaaaaa... aku berteriak kecil hendak memukulnya
Eits, gak kena gak kena hi hi hi Dina berdiri
Sudah kalian itu malah berantem ucap Desy yang berjalan menuju ke arah kami
Dina, langsung menghampiri Desy, dan berada di belakangnya.
Ini punya Umi Gedhe, hi hi hi ucap Dinda, meremas susu Desy dari belakang
Aw, Dina, sudah ini nanti jatuh! hardik Desy
hi hi hi... gue normal kali say, cuma ya, ngukur aja, punya kalian gede sih ucap Dina
Udah, bersyukur saja ucap Desy, meletakan nampan berisi minuman hangat
Ntar kalau, suamiku gak puas gimana coba? ucap Dina, duduk disamping Desy
Mana mungkin gak puas sayang, kamu kan cantik, selalu ceria, pasti suamimu kelak akan puas ucap Desy
Belum juga lu lakuin, udah ngeluh lu ucapku
Dina, pikirannya mesum ucap Winda
EH! Winda bilang apa tadi?! Dina duduk tegang dengan tangan berpinggang
Aaaa, umiii... Diniii... takuuuut ucap Winda, memelukku
Dina! bentakku
Hi hi hi... Winda lebay tuh. Hmmm, besok gue mesumin terus aja suamiku, biar puas hi hi hi ucap Dina, sambil menerawang ke atas
Masih lama sayang, dah ini diminum dulu keburu dingin ucap Desy
Iya, umiii... ucap kami bertiga
Setelahnya, kami kembali mengobrol. Tentang Arta? Tidak, sudah cukup, kami sudah tahu asli dia. Walau kami berempat, sampai sekarang, masih tetap merasakan sedikit takut. Mata arta, mata itu dan auranya, membuat bulu kuduk merinding. Ya, tapi ketika mata itu datang, rasa terlindungi ada disekitar kami. Sudahlah, masa bahas dia terus.
Obrolan-obrolan hingga menjelang pagi. Obrolan malam, obrolan cewek-cewek, ya biasalah mengenai kuliah, make-up, pakaian, film, banyaklah. Obrolan-obrolan santai, hingga melewati subuh. Hingga kami merasa ngantuk dan kembali ke tempat tidur. Hingga pagi menyapa, kami tetap melanjutkan tidur kami. Mata ini terlalu lelah untuk membalas sapaan sang mentari.