Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

(Cerpen) Menghamili Teh Lina (Copas edit)

db84x

Adik Semprot
Daftar
13 May 2012
Post
127
Like diterima
510
Lokasi
Kota Buaya
Bimabet
Cerita ini saya copas dan edit dari blog sebelah. Mungkin beberapa agan dan mastah sudah pernah membaca cerita ini. Cerita ini saya posting untuk yang tidak puas dengan endingnya. Sekaligus memberikan hiburan kepada semprot lovers yang belum pernah membaca cerita ini.
=========
Kisah ini berawal dari dari seorang guru baru diperkenalkan di sekolahku, tentu saja setiap guru baru apalagi seorang wanita mendapat perhatian lebih. Maklum di sekolahku wanita termasuk barang langka. Aku sekolah di STM dan ambil jurusan lguruk. Namanya Bu Lina, guru bahasa inggris kami yang baru, wajahnya yang teduh, bibir tipisnya yang selalu menyungingkan senyum. Tampak anggun dengan baju safari dipadu jilbab putih lebarnya. Tingginya sekitar 160-an, dan dari perawakannya yang tidak kurus dan tidak gemuk terpampang sosok tubuh yang ideal bagi seorang wanita. Kulitnya yang bersih, semakin memancarkan kecantikannya. Dia baru lulus kuliah dan baru menjadi tenaga honorer di sekolahku.

Pada pelajaran ini aku sulit sekali konsentrasi, pikiranku meracau kemana-mana membayangkan tubuhnya, apalagi ketika dia merunduk ketika melulis di papan yang agak bawah, hatiku semakin tidak karuan. Walaupun sudah memakai jilbab lebar namun lekukan di dadanya masih sulit disembunyikan, aku bayangkan sepasang payudara yang menantang dan sangat indah, aku taksir sekitar 36 A atau 36 B. “Rusdi…apa yang kamu pikirkan? kamu sakit?” suaranya memanggilku, aku tersentak, cepat sekali dia hafal nama murid di sini. “Maaf Bu, tidak ada apa-apa” sahutku. “Oke guys, give me an attention please.” katanya untuk mengambil perhatian kami.

“Hai Rus, rumah kamu di sini juga ya?” seseorang memanggilku saat sedang duduk di halaman rumah. “Oh Ibu, ya Bu, Ibu tinggal disini juga?”, “Jangan panggil Ibu, panggil teteh aja, Panggil Ibunya di sekolah saja ya” sahutnya ramah, “i…iya Bu, eh…Teh”. Sosok wanita yang sangat diidamkan pria, cantik, ramah, dan shalehah. Ternyata dia kos di kontrakan yang tidak jauh dari rumahku, setiap sore rumahnya selalu ramai oleh anak-anak yang belajar mengaji padanya. Sedangkan aku sendiri semakin terlarut dalam fantasiku membayangkan Teh Lina, hampir setiap kesempatan. Apalagi setiap pagi selalu lewat depan rumahku, dan terkadang kita berangkat bersama ke sekolah. Dia sudah menganggapku seperti adiknya sendiri, padahal aku sendiri menyimpan perasaan yang tidak mungkin aku ungkapkan. Dia adalah guruku, 8 tahun lebih tua dariku.

Suatu siang, aku beranikan mengetuk pintu rumah kontrakannya, “Siang Teh”. “Eh Rusdi, ada apa? ada yang bisa teteh bantu?” “Enggak teh, cuma tadi masih ada yang blum mengerti tentang tenses yang teteh ajarkan, mau kan mengulangi lagi mengajarkan?” tanyaku sedikit berbohong, padahal aku ingin sekali bertemu dengannya. “Kenapa tadi tidak disekolah saja?”, “Gak enak teh terlalu banyak tanya, kasihan temen-temen jadi terganggu”. “Ohh..kalau begitu baiklah tapi diluar saja ya, tidak enak sama tetangga”, “Ba…baik Teh, sahutku” sayang sekali padahal aku ingin berdua dengannya di dalam. Siang ini dia begitu cantik dengan balutan gamis warna pink dan jilbab putih yang menjuntai, tak lupa kaos kaki yang semakin membuatku penasaran seperti apakah kakinya, yang pasti jenjang dan menarik. Bedua dengannya saja sudah membuatku berdebar, aroma tubuh wanita yang has tercium membangkitkan kelaki-lakianku. “Rus…gimana sudah faham?”, “eh…yang mana Teh”, “katanya mau belajar, kok malah melamun terus, kamu harus konsentrasi”, “I..iya teh”. Tak terasa hari beranjak sore. “Assalaamu’alaikum…” terdengar suara beberapa anak-anak yang memanggil, “Maaf yah Rus, teteh harus mengajar anak-anak, lain waktu dilanjutkan ya, jangan sungkan kalau masih ada yang tidak faham”, “Iya teh, terima kasih ya”

Kecantikannya dalam sekejap menjadi buah bibir di desaku, namun sayang setiap laki-laki yang menyatakan cinta padanya selalu ditolak dengan cara halus, bahkan seorang anak saudagar terkaya di desa kamipun tidak mampu menaklukan hatinya. dan tidak sedikit yang mulai sakit hati padanya. November ini hujan mulai sering turun, sore ini Teh Lina, mampir ke rumahku, menitipkan kunci, kebetulan ayahku adalah ketua RT di sini. “Teteh mau pulang dulu, sudah lama tidak menengok orang tua”, yang aku suka semakin hari kita semakin akrab, walaupun sebatas pertemanan saja. “Tidak besok pagi saja teh? hari ini hujan dan sudah gelap, nanti kalau ada apa-apa gimana?”, dia tersenyum manis padaku “Terima kasih atas perhatiannya adikku sayang…mudah-mudahn tidak ada apa-apa di jalan.”, akupun membalas senyumannya. Namun, hatiku tidak tenang, setelah Teh Lina pergi aku pun menyusulnya.

Ternyata, Bertus anak saudagar kaya itu sakit hati dan punya niat jahat padanya. Dia dan teman-temannya merencanakan sesuatu. Tanpa curiga Teh Lina memberhentikan ojeg yang sebenarnya adalah anak buah Bertus. Aku berusaha mencari Teh Lina dengan menggunakan sepedaku namun sepeda motor yang membawanya keburu hilang dari pandangan mata. Hujan semakin lebat, tiba-tiba motor yang ditumpangi Teh Lina berbelok dari arah terminal yang dituju. “lho…ini mau kemana pak, saya mau ke termina, tolong antar saya”, “Lewat sini aja neng, lebih cepat” ujar si tukang ojek. Tiba-tiba muncul 2 sepeda motor yang masing-masing berisi dua orang mencegat ojeg itu, “Cepat turun jangan macam-macam”, sambil mengacungkan senjat tajam, keempat orang bertopeng itu segera menghentikan ojeg itu. “Tolong…ada apa ini pak, tolong jangan apa-apakan saya” Teh Lina mulai ketakutan. “Sudah jangan banyak cingcong ikut saja”, sambil menarik paksa Teh Lina, “Pak tolong saya” sambil memohon pada tukang ojeg, namun ternyata si tukang ojeg itu kini sudah mengenakan topeng. Hujan semakin lebat, payung yang dibawa juga sudah entah kemana. Hujan yang lebat membasahi seluruh pakaian Teh Lina, sehingga lekuk tubuhnya nampak tercetak di tubuhnya. Sambil menangis, Teh Lina memohon untuk dilepaskan. Sampai tiba di sebuah rumah tua ditengah kebun. Tampak rumah itu sangat tidak terurus, atapnya 80 persen sudah tidak pada tempatnya. Hujan yang besar membuat suasana semakin mencekam, hanya suara hujan yang terdengar, tangisan dan jeritan tolong Teh Lina hampir tidak terdengar.

Sesampainya di rumah itu telah menunggu seseorang yang juga menggunakan topeng. “Hahaha…akhirnya si cantik datang juga, teruslah minta tolong jika ada yang bisa menolong”, “Siapa kamu, tolong lepaskan aku”, “kamu lupa sama saya ya? sekarang tidak hanya cintamu yang dapat aku miliki, bahkn tubuhmu hahaha…” sambil tangan Bertus membelai pipi Teh Lina yang basah, Teh Lina hanya bisa memalingkan wajahnya karena kedua tangan Teh Lina dipegang erat dua orang dan yang lainnya mengamati situasi. “Lepaskan, tolong” jeritan itu tidak dihiraukan Bertus, terus diciumi wajah Teh Lina, dengan sedikit keberanian Teh Lina menendang perut Bertus hingga terjerembab ke belakang. “Sialan, aku balas sekarang dengan yang lebih menyakitkan”, ditampar wajah Teh Lina sehingga terhuyung dan jatuh ke tanah. Jilbabnya masih tampak rapih ditengah kuyup basah karena hujan yang membasahi, saat jatuh betisnya yang putih tersingkap bahkan gelappun tak mampu menyembunyikannya.

Bertuspun mulai menindih Teh Lina dan menciumi pipi dan bibirnya, Teh Lina ters memalingkan wajahnya sambil berupaya mendorong Bertus. “Joko…Jarot…pegang tangannya, Tunggul…Bondan pegang kakinya” Bertus memberi perintah, Teh Lina semakin tidak berdaya. dia hanya bisa menangis sambil menggigit bibirnya. Bertus mulai meraba betis hingga naik ke pahanya, sekaligus menyingkap roknya yang lebar. “Hahaha sekarang aku bisa melakukan apa saja padamu”, tangan kiri Bertus memegang payudara kanan Teh Lina dari luar jilbabnya sambil meremas, Aaa….saki… it….tolong lepasin” Bertus semakin bersemangat meremas payudara Teh Lina. Teh Lina hanya mengerang dan pasrah. Bertus mulai leluasa menindih tubuh Teh Lina, kemudian menarik bagian atas gamisnya hingga robek, nampak dua buah payudara yang indah dan putih seakan ingin melompat dari bra yang dikenakannya, payudara wanita yang selalu terawat dan masih sangat kencang. Bertus menyibak jilbab Teh Lina yang lebar ke ata sehingga bagian dada dan lehernya yang jenjang terlihat. tidak menunggu waktu lagi langsung mencium kedua payudara itu kemudian nik ke leher, dan menggigitnya. Sekali lagi Teh Lina hanya bisa mengerang kesakitan sambil mengigit bbir bawahnya. Tangan Bertus semakin tidak erkendali, tangan kanannya yang sedari tadi mengelus paha Teh Lina mulai berani menyeruak ke selangkangan dan mengelus daerah vagina Teh Lina. “Tolong…jaaa…ngaann…apapun yang kamu mau, tapi tolong jangan renggut itu dariku, sekali lagi tolong,…apapun akan aku lakukan”, Bertus tersentak, dan kemudian menghentikan kegiatannya. “Benar, mau melakukan apa saja?”, “ya…apa saja, amu mau ambil uangku, HPku silahkan saja semuanya, tapi tolong lepaskan aku” Teh Lina sedikit memiliki harapan. “Kalau itu aku sudah punya banyak, tapi aku hargai perkataanmu, ayo semua…lepaskan pegangannya” anak buah Bertuspun melepaskan pegangannya.

Teh Lina mulai dapat bernapas lega, dan beringsut menutupi bagian dadanya yang terbuka dan menarik ke bawah roknya yang tersingkap. Bertus mulai melepaskan celananya, terlihat penis Bertus yang mengacung bak tombak yang akan menghujam saat pertempuran. Teh Lina mulai terduduk sambil terus menutupi dadanya menggunakan jilbabnya yang sudah tidak karuan warnanya. “Ayo sini mendekat…katanya kamu mau melakukan apapun”, Teh Lina mendekati Bertus hingga tepat wajahnya di depan penis Bertus yang mengacung. Wajah Teh Lina terus menunduk ke bawah dan terus menangis tersedu. “katanya kamu mau melakukan apapun, sekarang jilat penisku!” Teh Lina masih terdiam dan tidak berani melakukan apapun. “cepat! atau aku paksa kamu menyerahkan mahkotamu” Teh Lina mulai berani mendekat, dipegangnya penis Bertus dengan tangan kiri dan mulai menjilatnya. “hahaha…sekarang kamu milikku” Teh Lina semakin terguncang, tangisnya mulai mengeras. “Kok cuma sekali, ayo teruskan” Teh Lina mulai menjilat-jilat kembali penis Bertus, Bertus mlai merasakan geli yang sangat di jung penisnya. Tanan kanan Bertus memegang kepala belakang Teh Lina, kemudian mendorong sehingga wajah Teh Lina semakin masuk ke dalam selangkangannya. “Uhhmm….phhmmff…” seluruh mulut Teh Lina penuh oleh penis Bertus yang hanya terlihat setengahnya saja. Tangan Bertus mulai memaju mundurkan kepala Teh Lina sehingga penis Bertus keluar masuk ke mulut Teh Lina yang mungil. “uhh…uh…mhhppp…” Teh Lina tak dapat berkata apapun. Sedangkan Bertus mulai merasakan kenikmatan.

Sedangkan aku masih terus memacu sepedaku mengikuti jejak sepeda motor yang ditinggalkan, sudah lama aku berputar-putar tapi masih belum menemukannya Teh Lina. “mhh…bukannya ini payung yang dipakai Teh Lina” gumamku ketika menemukan payung kecil yang cantik teronggok dipinggir jalan. Aku merasa ini jalan yang sudah benar. Hari yang gelap dengan hujan yang deras semakin menyulitkan pencarianku, jas hujan yang kupakai sudah tidak mampu menahan air karena derasnya hujan sehingga tembus hingga kedalam.

“Aahh…enak…terus sayang” teriak Bertus, “hahaha lihat wanita alim itu, sok gaya menolak bos kita sekarang tau akibatnya” ujar kawanan anak buah Bertus. “Bos, kalau sudah puas jangan lupa bagi-bagi ya, kita juga belum pernah nih ngerasain wanita alim yang sok suci ini”, Mata Bertus mulai merem melek merasakan kenikmatan, sedangkan Teh Lina hanya pasrah ketika angan Bertus memaksa kepalanya untuk maju mundur di depan selangkangan pria itu. Sampai akhirnya “Aaahh…Lina aahh…” Bertus mengejang, gerakan tangan yang memajumundurkan kepala Lina semakin kencang, dan…”aahh…” mulut Lina merasakan sesuatu yang hangat menyemprot ke dalam rongga mulutnya, sesuatu yang sangat menjijikkan. “huk….mhhh..ppff…huk” Lina terbatuk. “Ayo telan, jangan dibuang sedikitpun” Lina pun menjilati sisa sperma yang masih menetes di ujung penis Bertus. Jilbabnya mulai acak-acakan, dan sesekali sisa sperma Bertus yang muncrat mengenai wajah Teh Lina. Bertus terduduk dan menikmati hal fantastis yang baru dia alami, seorang wanita yang masih terbalut dengan jilbabnya melakukan oral padanya. Sedangkan Teh Lina terus menunduk dan menangis.

Aku terus menerobos pekatnya hujan dan menuju ladang milik orang tua Bertus, aku curiga sesuatu terjadi dengan Teh Lina, aku tidk mau seseorang yang aku sayangi terluka. Tanpa menunggu komando, anak buah Bertus menyerbu Lina yang masih terpaku, ada yang menarik tangannya, ada yang menarik kakinya, ada yang meremas-remas payudaranya. “Jangan dibuka jilbabnya, biarkan sja biar kita merasakan tubuh wanita alim ini hahaha” seru Joko. Teh Lina semakin tak karuan dan menangis dalam diamnya. Aku mulai menemukan sebuah rumah tua yang nampak gelap dan tidak terurus, nampaknya seperti bekas gudang milik keluarga Bertus. Aku mengendap-endap mendekati rumah kosong itu, sambil memperhatikan keadaan sekeliling. dan aku menemukan suara gaduh didalamnya. gelak tawa beberapa laki-laki dan jeritan yang terputus-putus dari seorang wanita yng suaranya saya kenal sekali.

“Ah….jangan sakit…tolong lepaskan…ahh…” pinta Teh Lina memelas, ketika dua tangan kasar meremas kedua payudaranya. sedangkan seorang lagi nampaknya mulai melepskan celana dalam Teh Lina. Aku yang melihat pemandangan itu segera berpikir dan cari akal apa yang harus aku lakukan karena untuk melawan mereka sangat tidak mungkin. Rok Teh Lina mulai disingkap ke atas, kedua kakinya direntangkan sehingga terlihat jelas selangkangannya yang samar oleh sedikit cahaya bulan. Hujan nampaknya mulai mereda, tapi tangis Teh Lina semakin menjadi. Sosok tubuh gempal mulai menurunkan celananya, dan mendekati ke selangkangan Teh Lina. Teh Lina hanya bisa memalingkan wajahnya dan tak tahan terhadap apa yang dia alami. Sehingga penis pria gempal itu mulai mendekati dan menempel pada bibir vagina Teh Lina. Aku semakin cepat berpikir, apa yang harus aku lakukan. Sesaat sebelum pria itu melepaskan hajatnya tiba-tiba Buu…ukk… tubuh gempal pria itu terjengkak. “Bodoh kau Bondan, itu bagianku tahu…!!!”, “Iy…iya boss, maafkan saya”, “hampir saja kamu merusak acaraku bodoh”, “sekali lagi maafkan saya”. Sekarang terlihat Bertus yang mulai jongkok diantara selangkangan Teh Lina, Teh Lina hanya bisa menangis lemah. penis Bertus yang masih loyo setelah tadi memuntahkan lahar hangat mulai ditempelkan dan digessek-gesekkan ke vagina Teh Lina. Teh Lina terlihat pasrah terhadap nasibnya, dia hanya terus menangis.

Aku akhirnya menemukan ide, aku ambil besi yang teronggok disebelahku. Penis Bertus yang mulai tegang kembali sepertinya siap menembus pertahanan terakhir Teh Lina yng mulai lemah tak berdaya. Aku mulai beraksi, ketika penis itu mulai menempel di bibir vagina Teh Lina, aku pukulkan keras-keras besi yang aku ambil tadi ke tiang lguruk yang ada didekatku untuk membangunkan warga. Mendengar dentingan suara tiang lguruk Bertus dan kawannya kaget, dan segera melarikan diri. “Sialan…siapa itu, sambil” umpat Bertus sambil membetulkan celananya. sedangkan teman-temannya sudah kabur duluan. Aku segera mendekati Teh Lina yang terbujur lemah, dan menutup badannya dengan jas hujan yang aku pakai. “Ayo teh cepat sebelum warga datang” aku memapah Teh Lina ke arah sepedaku dan memboncengkannya, sampai akhirnya saat warga datang aku sudah hilang ditelan malam.

“Sialan…ada apa sich sampai pukul tiang lguruk segala, aku kira ada maling” umpat warga yang mulai berduyun-duyun datang ke sumber suara tadi. Namun mereka tidak menemukan apapun. Aku sendiri bersykur tidak diketahui Bertus dan teman-temannya jika saja mereka tahu bisa mampus aku. dan Teh Lina juga bisa selamat. “terima kasih ya Rus, entah jika tidak ada kamu apa yang terjadi”, ujar Teh Lina lemas ketika sampai di kosnya. “ya sudah Teh Lina istirahat saja, mau aku temani?”, “hus…jangan apa kata orang nanti kalau lihat kamu tidur di rumahku, bisa jadi fitnah”, “baiklah aku pulang, tapi aku panggil dulu ya si asih adikku ntuk menemani teteh”, kebetulan adikku juga sering diajar mengaji oleh Teh Lina. “Terima kasih ya Rus, tapi ingat peristiwa ini hanya kita saja yang tahu, teteh malu kalau orang lain sampai tahu”, “baiklah teh, aku janji”

Sejak itu aku semakin akrab saja dengan Teh Lina, bahkan sudah seperti keluarga sendiri. Namn perasaanku terus berkecamuk, nampaknya Teh Lina belum menyadari apa yang aku rasakan. sebenarnya akupun menginginkan dia, bisa bersama dia, mereguk cinta terindah di dunia.

Sore itu hujan sangat lebat di bulan desember ini, ada seorang anak kecil datang mencari ke rumah. Aku diminta datang ke rumah Teh Lina, untuk memperbaiki jaringan lguruk rumahnya yang rusak. “Cepat ya, Mas. Sudah ditunggu Teh Lina” ujar anak SD murid mengaji Teh Lina.

Dalam hati, aku sangat girang. Betapa tidak, guru bahasa inggris ini rupanya makin lengket dan akrab denganku. Sesampainya di rumah Teh Lina, “Rus…tadi waktu ngajar lguruknya tiba-tiba mati, mana mau hujan lebat lagi, aku takut sendirian kalau lampu masih mati begini, tolong perbaiki ya”, “Oke teh, asal bayarannya jelas” aku berseloroh, “emang bayarannya berapa sih? sama teteh sendiri aja pake bayaran”, “mahal atuh teh, pokoknya sesuatu yang mahal”, “apa itu?” Teh Lina penasaran, “ada aja dech teh” ujarku, “awas kamu ya kalu mikir yang macem-macem” ancam Teh Lina sambil tersenyum, yang semakin memancarkan kecantikannya dalam balutan jilbab pink, dan dia sat itu mengenakan kemeja lengan panjang warna biru bermotif bunga dipadu rok hitam polos yang nampak ketat mengikuti lekung pinggulnya, hanya saja terturup oleh kemejanya yang diurai keluar. rok seperti itu maka lekukan panggul Teh Lina semakin nampak, seperti gitar spanyol yang indah, aku tertegun memandang tubuhnya yang penuh misteri. “Rusdi, please don’t look at me like that” dia mulai jengah kuperhatikan tubuhnya, “apa artinya tuh teh?” “makanya belajar anak bandel” sambil melihatku gemas yang membuat aku semakin berdegup dan gemas padanya.

Di rumah kontrakan Teh Lina, suasana sepi. hampir malam dan mendung membuat sore itu seakin pekat. “Boleh khan aku masuk teh?” “kalau kamu gak masuk gimana bisa diperbaiki?”, “ya biasanya khan aku gak boleh masuk sama teteh”, “iya tentu, tapi ini kan darurat,” pintanya.

Darahku mendesir ketika membuntuti langkah Teh Lina. Betapa tidak, walaupun tertutup darah pinggul dan pantat tetap membentuk dan terbayang sangat indah ketika kulihat dari belakang. “Anu, Rus… akhir-akhir ini lguruk rumahku mati melulu. Mungkin ada ada kabel yang konslet. Tolong betulin, ya… Kau tak keberatan kan?” pinta Teh Lina kemudian. Tanpa banyak basa-basi menunjukkanku tempat MCB dan sekering berada yang kebetulan dekat sekali dengan kamarnya

“Nah saya curiga jaringan di kamar ini yang rusak. Buruan kau teliti ya. Nanti keburu mahrib dan hujan”

Aku hanya menuruti segala permintaannya. Setelah merunut jaringan kabel, akhirnya aku memutusukan untuk memanjat atap kamar melalui ranjang. Tapi aku tahu persis, kamar itu pasti tempat tidur Teh Lina jika dilihat dari Linda letak ruangan yang rapih dan bau yang mewangi di sekitarnya. Celakanya, ketika aku menelusuri kabel-kabel, aku belum menemukan kabel yang lecet. Semuanya beres. Kemudian aku pindah ke ruangan sebelah. aku juga tak bisa menemukan kabel yang lecet. Kemudian pindah ke ruangan lain lagi. Celakanya lagi, ketika hari telah gelap, aku belum bisa menemukan kabel yang rusak. Akibatnya, rumah Teh Lina tetap gelap total. Dan aku hanya mengandalkan bantuan sebuah senter serta lilin kecil yang dinyalakan Teh Lina.

Lebih celaka lagi, tiba-tiba hujan deras mengguyur seantero desa. Tidak-bisa tidak, aku harus berhenti. Maunya aku ingin melanjutkan pekerjaan itu besok pagi. “Wah, maaf teh aku tak bisa menemukan kabel yang rusak. Kupikir, kabel bagian puncak atap rumah yang kurang beres. Jadi besok aku harus bawa tangga khusus,” jelasku sambil melangkah keluar kamar. “Yah, tak apa-apa. Tapi sorry yah. Aku…. merepotkanmu,” balas Teh Lina. “Itu teh hangatnya diminum dulu.”

Sementara menunggu hujan reda, kami berdua berakap-cakap berdua di ruang tengah. Cukup banyak cerita-cerita masalah pribadi yang kami tukar, termasuk masalah yang sensitif. Entah bagiamana awalnya, tahu-tahu nada percakapan kami berubah mesra dan menjurus ke arah yang pribadi. Aku memberanikan diri memegang tangan Teh Lina, “ihh…Rusdi apa-apaan sich” bentaknya agak kaget sambil menarik tangannya. “Maaf teh, hanya ingin aja memegang tangan teteh, abis menggemaskan sekali jari teteh yag lentik itu”, “mhh…kamu ini, hayo sudah berapa wanita yang kamu perdaya dengan rayuan gombalmu itu?” tanya Teh Lina, “wah gak keitung teh, cuma yang belum pernah yang seperti teteh”, “kamu nih…” sambil tangannya mulai berani mencubit lenganku, “aku tuh sudah menganggap kamu tuh seperti adik teteh sendiri”, “aku khan cuma bercanda teh, emang teteh belum pernah disentuh laki-laki ya?” tanyaku mulai memancing, “tidak juga” jawabnya singkat, “teteh gak pernah pacaran ya?” tanyaku lagi, “mhh…pernah juga sich dulu waktu SMU, tapi sejak kuliah aku sudah tidak mau pacaran lagi”, ungkapnya mulai terbuka. “kalau kamu pasti sering ya?” Teh Lina balik bertanya, aku hanya menjawab dengan senyuman. “waktu pacaran teteh gak pernah disentuh? cium atau apa gitu?”, “ya paling cium, sama pegangan tangan aja”, “apanya yang dicium?” aku semakin mencecar “bibir?”, Teh Lina hanya terdiam, aku yakin jawabannya pasti iya. “waktu teteh dicium itu, apa teteh tidak merasakan sesuatu?”. “ihh…Rusdi kamu kok nanyain begituan sich?, teteh khan manusia normal juga, ya pasti merasakan lah, dan itu salah satu alasan teteh gak mau pacaran, takut tidak bisa terkontrol”, “berarti ada dong teh rasa terangsang, atau dorongan seksual?”, sambil agak melotot “ya iya atuuhh…teteh khan manusia bukan malaikat”, “Rusdi kira orang seperti teteh gak pernah merasakan itu”, sambil aku mulai memegang tangannya lagi. Tapi anehnya sekarang dia tidak menarik tangannya. Aku mulai berani melakukan belaian lembut ke tangan Teh Lina, Teh Lina tidak bergeming dan tidak marah, aku mulai berani menaikan tanganku ke arah lengannya yng tertutup lengan dari gamisnya. Suasana hening saat itu, aku menaksikan wajah Teh Lina yang bersemu merah dari cahaya lilin yang terpendar. Aku mulai berani naik keatas dan merangkul pundak Teh Lina, Teh Lina hanya terdiam saja ketika kepalanya mulai kusandarkan ke bahuku. yang kurasakan badannya begitu panas seperti api yang membara, nafasnya mulai terengah-engah tanda dia tidak dapat mengontrol dirinya.

Merasa di atas angin aku bahkan tak segan-segan membelai wajah Teh Lina, membelai hidungnya yang bangir, mata, hingga bibirnya dan sebagainya. Tak sadar, tubuh kami berdua jadi berhimpitan hingga menimbulkan rangsangan yang cukup berarti untukku. Apalagi setelah dadaku menempel erat pada payudaranya yang berukuran lebih besar dari yang aku kira. Dan tak ayal lagi, penisku pun mulai berdiri mengencang. Aku tak sadar, bahwa aku sudah terangsang oleh guru sekolahku sendiri! Namun hawa nafsu birahi yang mulai melandaku sepertinya mengalahkan akal sehatku. Teh Lina sendiri juga tampaknya juga mulai kehilangan akal sehatnya. bahkan dia tidak bergeming ketika aku dekatkan wajahku ke wajahnya dan mengecup lembut bibirnya yang tipis. Dia tidak bereaksi, tidak marah juga tidak membalas.

Akhirnya, nafsuku sudah tak tertahankan lagi. Sementara bibirku masih tetap terus memagut, tanganku mulai menggerayangi tubuh guru sekolahku itu. Kujamah gundukan daging kembar yang menghiasi dengan indahnya dada Teh Lina yang masih berpakaian lengkap. Dengan segera kuremas-remas bagian tubuh yang sensitif tersebut. Semua kulakukan masih dari luar pakaiannya dan masih terhalang oleh jilbabnya yang masih nampak rapih.

Tiba-tiba “Aaah…Rusdi…jangan…” Teh Lina menepis tanganku yang berada di payudaranya, dan bibirnya melepaskan dari bibirku. matanya masih terpejam, nafasnya tidak teratur sepereti sehabis berlari. hujan semakin lebat disertai kilatan petir yang terus menggelegar, seorangpun tidak daat mendengar aktivitas yang kami lakukan. kubelai lembut wajahnya, matanya terpejam dan bibirnya masih membuka. Teh Lina cantik sekali malam ini, aku tahu dia sebenarnya merasakan sesuatu yang sangat fantastis.

Aku beranikan kembali memagut bibirnya, bibir yang begitu tipis dan hangat. Bergantian kupagut bibir bawah dan bibir atasnya. Teh Lina masih tidak bereaksi, hanya desah nafasnya semakin tidak beraturan, aku rasakan detak jantunya pun semakin kencang. Kuberanikan tanganku menyusup dibalik jilbabnya, masih dari luar kemejanya. Aku mulai meremas payudaranya yang sangat kencang dan menantang itu. Anehnya, kali ini Teh Lina tidak bereaksi menolak dan menepis tangaku. Aku pikir dia mulai menikmati itu. Mengetahui Teh Lina tidak menghalangiku, aku semakin berani. Remasan-remasan tanganku pada payudaranya semakin menjadi-jadi. Sungguh suatu kenikmatan yang baru pertama kali kualami meremas-remas benda kembar indah nan kenyal milik guru sekolahku itu yang selama ini selalu terlihat tertutup dibalik jilbab dan gamisnya. Kuusap-usap terus payudaranya yang begitu menggiurkan itu. Tubuh Teh Lina mulai bergerak menggelinjang tak beraturan.

“Uuuuhhh… Rus…..aaahh…” Teh Lina mendesah saat jamahan tangan kiriku mendarat di selangkangannya. Penisku pun bertambah menegang akibat pantat Teh Lina yang begitu kencang dan montok berulang kali menempel di selangkanganku, membuatku bagian selangkangan celana panjangku tampak begitu menonjol. Aku yakin Teh Lina juga merasakannya, membuatku semakin bernafsu meremas-remas payudaranya dengan tanganku itu dari kemejanya yang masih tertutup rapat. Nafsu birahi yang menggelora nampaknya semakin menenggelamkan kami berdua, sehingga membuat kami melupakan hubungan kami sebagai guru-murid.

“Aaauuhh… Rus… uuuh…..” Teh Lina mendesis-desis dengan desahannya karena remasan-remasan tanganku di payudaranya bukannya berhenti, malah semakin merajalela. Matanya terpejam merasa kenikmatan yang begitu menghebat.

Tanganku mulai membuka satu persatu kancing kemeja Teh Lina dari yang paling atas hingga kancing terakhir, kemudian aku sibak jilbabnya ke atas. Aku terpana sesaat melihat tubuh guru sekolahku itu yang putih dan mulus dengan payudaranya yang membulat dan bertengger dengan begitu indahnya di dadanya yang masih tertutup beha katun berwarna merah. Tetapi aku segera tersadar, bahwa pemandangan amboi di hadapannya itu memang tersedia untukku, terlepas itu milik guru sekolahku sendiri.

Tidak ingin membuang-buang waktu, bibirku berhenti menciumi bibir Teh Lina dan mulai bergerak ke bawah. Kucium dan kujilati leher jenjang Teh Lina yang terbuka karena jilbabnya aku singkapkan, membuatnya menggelinjal-gelinjal sambil merintih kecil. Sementara itu, tanganku kuselipkan ke balik beha Teh Lina sehingga menungkupi seluruh permukaan payudara sebelah kanannya. Puting susunya yang tinggi dan mulai mengeras begitu menggelitik telapak tanganku. Segera kuelus-elus puting susu yang indah itu dengan telapak tanganku. Kepala Teh Lina tersentak menghadap ke atas sambil memejamkan matanya. Tidak puas dengan itu, ibu jari dan telunjukku memilin-milin puting susu Teh Lina yang langsung saja menjadi sangat keras. Memang baru kali ini aku menggeluti tubuh indah seorang wanita yang begitu menjaga kesuciannya. Berbeda dengan pacar-pacarku yang lain, begitu murah menjual tubuhnya demi kepuasan dan harta.

“Iiiihh….. auuuhhh….. aaahhh…..” Teh Lina tidak dapat menahan desahan-desahan nafsunya. Segala gelitikan jari-jemariku yang dirasakan oleh payudara dan puting susunya dengan bertubi-tubi, membuat nafsu birahinya semakin membulak-bulak. Aku yakin, baru kali ini dia merasakan sensasi yang begitu fantastis, sensasi manusia normal secara umum, yang mungkin dia sendiri tidak akan menyangka akan merasakan ini dengan seorang muridnya sendiri.

https://m.geishi-sh***/fbjav/wp-content/uploads/2015/11/tumblr_nfvxuvYoRK1tm2dn4o2_500-1.jpg

Kupegang tali pengikat beha Teh Lina lalu kuturunkan ke bawah. Kemudian beha itu kupelorotkan ke bawah sampai ke perut Teh Lina. Puting susu Teh Lina yang sudah begitu mengeras itu langsung mencelat dan mencuat dengan indahnya di depanku. Aku langsung saja melahap puting susu yang sangat menggiurkan itu. Kusedot-sedot puting susu Teh Lina. Kuingat saat aku menyedot payudara pacarku. Bedanya, payudara Teh Lina ini jauh lebih terawat dan kencang karena belum terjamah oleh siapapun. Teh Lina menggeliat-geliat akibat rasa nikmat yang begitu melanda kalbunya. Lidahku dengan mahirnya tak ayal menggelitiki puting susunya sehingga pentil yang sensitif itu melenting ke kiri dan ke kanan terkena hajaran lidahku.

“Oooh…. Ruuuuuuuus” desahan Teh Lina semakin lama bertambah keras. Untung saja hujan masih deras dan letaknya rumah kontrakannya yang memang agak berjauhan dari rumah yang paling dekat, sehingga tidak mungkin ada orang yang mendengarnya.

Belum puas dengan payudara dan puting susu Teh Lina yang sebelah kiri, yang sudah basah berlumuran air liurku, mulutku kini pindah merambah bukit membusung sebelah kanan. Apa yang kuperbuat pada belahan indah sebelah kiri tadi, kuperbuat pula pada yang sebelah kanan ini. Payudara sebelah kanan milik guru sekolahku yang membulat indah itu tak luput menerima jelajahan mulutku dengan lidahnya yang bergerak-gerak dengan mahirnya. Kukulum ujung payudara Teh Lina. Lalu kujilati dan kugelitiki puting susunya yang tinggi. Puting susu itu juga sama melenting ke kiri dan ke kanan, seperti halnya puting susu payudaranya yang sebelah kiri tadi. Teh Lina pun semakin merintih-rintih karena merasakan geli dan nikmat yang menjadi-jadi berbaur menjadi satu padu. Seperti tengah minum soft drink dengan memakai sedotan plastik, kuseruput puting susu guru sekolahku itu.

“Ruuusss….. Aaaahhhhh…..” Teh Lina menjerit panjang.

Lidahku tetap tak henti-hentinya menjilati puting susu Teh Lina yang sudah demikian kerasnya. Sementara itu tanganku mulai bergerak ke arah bawah. Kusingkap rok yang Teh Lina kenakan. Terpapang didepan mata paha yang putih mulus dan jenjang, paha yang belum tersentuh oleh lelaki manapun. Kemudian tanganku berpindah ke selangkangannya, kurasakan celana dalam yang Teh Lina kenakan sudah basah oleh cairan yang keluar dari vaginanya. Aku makin berani dengan menanggalkan celana dalamnya itu ke bawah hingga terlepas dari mata kaki. Tubuh bagian bawah Teh Lina sekarang tek tertutup sehelai benangpun. Samar-samar kulihat rambut di vaginanya tercukur rapih. Hanya menyisakan bulu-bulu yang kecil dan membuat geli ketika kupegang.

https://m.geishi-sh***/fbjav/wp-content/uploads/2015/11/tumblr_nfvxuvYoRK1tm2dn4o10_500-1.jpg

Tak ayal, jari tengahku mulai menjamah bibir vagina Teh Lina di selangkangannya yang sudah mulai ditumbuhi bulu-bulu tipis kehitaman. Kutelusuri sekujur permukaan bibir vagina itu secara melingkar berulang-ulang dengan lembutnya. Tubuh Teh Lina yang masih terduduk di sofa melengkung ke atas dibuatnya, sehingga payudaranya semakin membusung menjulang tinggi, yang masih tetap dilahap oleh mulut dan bibirku dengan tanpa henti.

“Oooohhh….. Ruuusssdddyyyy….. Aaaahhh….. Ruuusss…..ssshhh…aaahhh….!”

Jari tengahku itu berhenti pada gundukan daging kecil berwarna kemerahan yang terletak di bibir vagina Teh Lina yang telah dibasahi cairan-cairan bening. Mula-mula kuusap-usap daging kecil yang bernama klitoris ini dengan perlahan-lahan. Lama-kelamaan kunaikkan temponya, sehingga usapan-usapan tersebut sekarang sudah menjadi gelitikan, bahkan tak lama kemudian bertambah lagi intensitasnya menjadi sentilan. Klitoris Teh Lina yang bertambah merah akibat sentuhan jariku yang bagaikan sudah profesional, membuat tubuh pemiliknya itu semakin menggelinjal-gelinjal tak tentu arahnya. Jilbabnya yang sudah tersingkap semakin tidak karuan, aku mulai melihat rambutnya yang panjang dan legam membuat penampilan Teh Lina malam itu semakin erotis. Wajah dan lehernya mulai ditumbuhi titik-titik keringat walaupun sesungguhnya malam itu cukup dingin.

Melihat Teh Lina yang tampak semakin merangsang, aku menambah kecepatan gelitikanku pada klitorisnya. Dan akibatnya, klitoris Teh Lina mulai membengkak. Sementara vaginanya pun semakin dibanjiri oleh cairan-cairan kenikmatan yang terus mengalir dari dalam lubang keramat yang masih perawan itu.

Puas menjelajahi klitoris Teh Lina, jari tengahku mulai merangsek masuk perlahan-lahan ke dalam vagina guru sekolahku itu. Setahap demi setahap kumasukkan jariku ke dalam vaginanya. Mula-mula sebatas ruas jari yang pertama. Ruusss…jangan sakkii..iitt…jangan Ruusss aku masih perawan” Dengan susah payah memang, sebab vagina Teh Lina memang masih teramat sempit. “Ruuss…..sakiitt….aahhh…” Kemudian perlahan-lahan jariku kutusukkan lebih dalam lagi. Pada saat setengah jariku sudah amblas ke dalam vagina Teh Lina, terasa ada hambatan. Seperti adanya selaput yang cukup lentur.

“Aiiihh… Ruusss…” Teh Lina merintih kecil seraya meringis seperti menahan rasa sakit. Saat itu juga, aku langsung sadar, bahwa yang menghambat penetrasi jari tengahku ke dalam vagina Teh Lina adalah selaput daranya yang masih utuh. Ternyata guru sekolahku satu-satunya itu benar-benar masih perawan. Dan untuk menghargainya, aku memutuskan tidak akan melanjutkan perbuatanku itu.

“Russs….. Kok distop…..” tanya Teh Lina dengan nafas terengah-engah. Aku yakin kalimat itu diluar kesadarannya, tapi itu adalah perkataan yang jujur terhadap apa yang dialaminya. “teteh, teteh kan masih perawan. Nanti kalo aku terusin kan teteh bisa…..”. “Teteh mau kalau aku teruskan?” aku tak mendengar jawaban dari mulutnya, nafasnya terus mendesah dan terengah.

Kutuntun tangan Teh Lina menggapai selangkanganku. Begitu tangannya menyentuh ujung penisku yang masih ada di dalam celana pendek yang kupakai, penisku yang tadinya sudah mengecil, sontak langsung bergerak mengeras kembali. Ternyata sentuhan lembut tangannya itu berhasil membuatku terangsang kembali, membuatku tidak dapat membantah apapun lagi, bahkan aku seperti melupakan apa-apa yang kukatakan barusan.

Dengan secepat kilat, Aku memegang kolor celana pendekku, lalu dengan sigap pula celanaku itu kulucuti sebatas lutut. Yang tersisa hanya celana dalamku. Tanganku menuntun tangan Teh Lina untuk meremas-remasnya penisku, membuat penisku itu semakin bertambah keras dan bertambah panjang. Kutaksir panjangnya sekarang sudah bertambah dua kali lipat semula. Bukan main! Semua ini akibat rangsangan yang kuterima dari guru sekolahku itu sedemikian hebatnya. Kali ini aku lihat Teh Lina membuka matanya, dan terperangah melihat penisku yang sudah sangat menegang dan kaku. Mungkin baru kali ini dia melihat penis laki-laki didepan matanya langsung. Penisku ini memang sedikit diatas ukuran pada umumnya laki-laki di indonesia. Dengan panjang yang hampir mencapai 20 cm dan diameter 5 cm, aku yakin psti akan dapat memuaskan wanita yang kutiduri.

“Teh….. aku buka dulu ya,” tanyaku sambil menanggalkan celana dalamku. sehingga bagian bawahku tidak mengenakan apapun. Teh Lina terdiam, yang aku tau jika wanita diam tandanya setuju, atau masih terkesima dengan penisku.

Penisku yang sudah begitu tegangnya seperti meloncat keluar begitu penutupnya terlepas.

“Aw!” Teh Lina menjerit kaget melihat penisku yang begitu menjulang dan siap tempur. Namun kemudian kuraih tanganya dan mengarahkan ke penisku kemudian perlahan-lahan ia menggosok-gosok batang ‘meriam’-ku itu tanpa aku perintah dan aku bimbing, sehingga membuat otot-otot yang mengitarinya bertambah jelas kelihatan dan batang penisku itu pun menjadi laksana tonggak yang kokoh dan siap menghujam siapa saja yang menghalanginya. Kali ini Teh Lina melakukannya dengan melihat langsung penisku tanpa memejamkan matanya. Kemudian aku menarik tangan Teh Lina yang masih menggenggam penisku dan membimbingnya menuju selangkangannya sendiri. Diarahkannya penisku itu tepat ke arah lubang vaginanya.

“Ruus…aku masih perawan…jangan…” Sekilas, aku seperti sadar. Astaga! Teh Lina kan guru sekolahku sendiri! Apa jadinya nanti jika aku sampai menyetubuhinya? Apa kata orang-orang nanti mengetahui aku berhubungan seks dengan guru sekolahku sendiri? atau kalau dia sampai hamil, pasti akan heboh jika wanita yang selama ini menutup dan menjaga tubuhnya tenyata bobol juga.

Akhirnya aku memutuskan tidak akan melakukan penetrasi lebih jauh ke dalam vagina Teh Lina. Kutempelkan ujung penisku ke bibir vagina Teh Lina, lalu kuputar-putar mengelilingi bibir gua tersebut. Teh Lina menggerinjal-gerinjal merasakan sensasi yang demikian hebatnya serta tidak ada duanya di dunia ini.

“Aaahhh….. uuuhhhh…..” Teh Lina mendesah-desah dengan kerasnya sewaktu aku sengaja menyentuhkan penisku pada klitorisnya yang kemerahan dan kini kembali membengkak. Sementara bibirku masih belum puas-puasnya berpetualang di payudara Teh Lina itu dengan puting susunya yang menggairahkan. Terlihat payudara guru sekolahku itu dan daerah sekitarnya basah kuyup terkena jilatan dan lumatanku yang begitu menggila, sehingga tampak mengkilap. Kini jilbabnya sudah kusut tidak karuan walau masih tetap menutupi sebagian rambutnya, kemejanya sudah hampir telepas dari tubuhnya yang indah, dan roknya telah tersingkap ke atas. Selangkangannya terbuka seakan siap menerima hujaman tombak tumpulku, matanya terpejam dengan bibir yang terbuka, nafasnya naik turun tidak teratur. Aku tau dia sedang berada di puncak fantasinya.

Aku perlahan-lahan mulai memasukkan batang penisku ke dalam lubang vagina Teh Lina. “aaahh…***ussdii…aahh…” ucapnya sambil semakin memejamkan matanya seperti sedang menahan rasa sakit. Sengaja aku tidak mau langsung menusukkannya. Sebab jika sampai kebablasan, bukan tidak mungkin dapat mengoyak selaput daranya. Aku tidak mau melakukan perbuatan itu, sebab bagaimanapun juga Teh Lina adalah guru sekolahku, seseorang yang sudah aku anggap seperti tetehku sendiri!

Teh Lina mengejan ketika kusodokkan penisku lebih dalam lagi ke dalam vaginanya. Kurasakan sekali himpitan rongga vaginanya yang masih sangat sempit, sekian kali aku masukan sekian kali Teh Lina berteriak tertahan menahan rasa sakit. Sewaktu kira-kira penisku amblas hampir setengahnya, ujung “tonggak”-ku itu ternyata telah tertahan oleh selaput dara Teh Lina, sehingga membuatku menghentikan hujaman penisku itu. Segera saja kutarik penisku perlahan-lahan dari liang surgawi milik guru sekolahku itu. Gesekan-gesekan yang terjadi antara batang penisku dengan dinding lorong vagina Teh Lina membuatku meringis-ringis menahan rasa nikmat yang yang tak terhingga. Baru kali ini aku merasakan sensasi seperti ini. Lalu, kembali kutusukkan penisku ke dalam vagina Teh Lina sampai sebatas selaput daranya lagi dan kutarik lagi sampai hampir keluar seluruhnya.

Kulihat Teh Lina malah menikmati apa yang aku lakukan, giginya menggigit bibir bawahnya, tidak nampak rasa penderitaan dari wajahnya, hanya kenikmatan dan sesasi yang baru dialaminya. DIa sudah tidak ingat lagi komitmennya untuk memberikan kesucian hanya pada suaminya kelak, yang dia tau adalah bagaimana hasratnya saat itu tertuntaskan. Akal sehatnya sudah tidak bekerja lagi, kenikmatan duniawi yang baru dia rasakan telah merasuk keseluruh tubuhnya. Walau dalam hatinya menolak, tapi tubuhnya tidak dapat berbohong tentu agar syahwatnya terlepaskan.

https://m.geishi-sh***/fbjav/wp-content/uploads/2015/11/tumblr_nfvxuvYoRK1tm2dn4o4_500-1.jpg

Begitu terus kulakukan berulang-ulang memasukkan dan mengeluarkan setengah batang penisku ke dalam vagina Teh Lina. Dan temponya pun semakin lama semakin kupercepat. Gesekan-gesekan batang penisku dengan dinding vagina Teh Lina semakin menggila. Rasanya tidak ada lagi di dunia ini yang dapat menandingi kenikmatan yang sedang kurasakan dalam permainan cintaku dengan guru sekolahku sendiri ini. Kenikmatan yang pertama dengan kenikmatan berikutnya, disambung dengan kenikmatan selanjutnya lagi, saling susul-menyusul tanpa henti. Baru kali ini aku merasakan vagina seorang perawan, dan tidak tanggung vagina seorang yang selalu menjaga kesuciannya.

Tampaknya setan mulai merajalela di otakku seiring dengan intensitas gesekan-gesekan yang terjadi di dalam vagina Teh Lina yang semakin tinggi. Kenikmatan tiada taranya yang serasa tidak kesudahan, bahkan semakin menjadi-jadi membuat aku dan Teh Lina menjadi lupa segala-galanya. Aku pun melupakan semua komitmenku tadi.

Dalam suatu kali saat penisku tengah menyodok vagina Teh Lina, aku tidak menghentikan hujamanku itu sebatas selaput daranya seperti biasa, namun malah meneruskannya dengan cukup keras dan cepat, sehingga batang penisku amblas seluruhnya dalam vagina Teh Lina. “Ahh…russs…ddii” jeritnya tertahan sambil menggigit bibir bawahnya, rasanya cukup menyakitkan. Vaginanya yang amat sempit itu berdenyut-denyut menjepit batang penisku yang tenggelam sepenuhnya.

“Aaaauuuuwwww…..” Teh Lina menjerit cukup keras kesakitan. Tetapi aku tidak menghiraukannya. Sebaliknya aku semakin bernafsu untuk memompa penisku itu semakin dalam dan semakin cepat lagi penetrasi di dalam vagina Teh Lina. Tampaknya rasa sakit yang dialami guru sekolahku itu tidak membuat aku mengurungkan perbuatan setanku. Bahkan genjotan penisku ke dalam lubang vaginanya semakin menggila. Kurasakan, semakin cepat aku memompa penisku, semakin hebat pula gesekan-gesekan yang terjadi antara batang penisku itu dengan dinding vagina Teh Lina, dan semakin tiada tandingannya kenikmatan yang kurasakan.

Hujaman-hujaman penisku ke dalam vagina Teh Lina terus-menerus terjadi sambung-menyambung. Bahkan tambah lama bertambah tinggi temponya. Teh Lina tidak sanggup berbuat apa-apa lagi kecuali hanya menjerit-jerit tidak karuan. Rupa-rupanya setan telah menguasai jiwa kami berdua, sehingga kami terhanyut dalam perbuatan yang tidak sepantasnya dilakukan oleh dua guru dan murid.

“Aaaah….. Russdyyy….. aaahhh…..” Teh Lina menjerit panjang. Dia sudah tidak merasakan sakit namun kini telah berganti menjadi kenikmatan yang tiada taranya. Tampaknya ia sudah seakan-akan terbang melayang sampai langit ketujuh. Matanya terpejam sementara tubuhnya bergetar dan menggelinjang keras. Peluh mulai membasahi tubuh kami berdua. Kutahu, guru sekolahku itu sudah hampir mencapai orgasme. Namun aku tidak mempedulikannya. Aku sendiri belum merasakan apa-apa. Dan lenguhan serta jeritan Teh Lina semakin membuat tusukan-tusukan penisku ke dalam vaginanya bertambah menggila lagi. Teh Lina pun bertambah keras jeritan-jeritannya. Pokoknya suasana saat itu sudah gaduh sekali. Segala macam lenguhan, desahan, ditambah dengan jeritan berpadu menjadi satu.

Akhirnya kurasakan sesuatu hampir meluap keluar dari dalam penisku. Tetapi ini tidak membuatku menghentikan penetrasiku pada vagina Teh Lina. Tempo genjotan-genjotan penisku juga tidak kukurangi. “Russ…jangan keluarkan di dalam…aku takut hamil” keluh Teh Lina sambil terus menikmati orgasme panjang yang ia rasakan. Dan akhirnya setelah rasanya aku tidak sanggup menahan orgasmeku, kutarik penisku dari dalam vagina Teh Lina secepat kilat. Kemudian dengan tempo yang tinggi, kugosok-gosok batang penisku itu dengan tanganku. Tak lama kemudian, cairan-cairan kental berwarna putih bagaikan layaknya senapan mesin bermuncratan dari ujung penisku. Sebagian mengenai muka Teh Lina. Ada pula yang mengenai payudara dan bagian tubuhnya yang lain. Bahkan celaka! Ada pula yang belepotan di jok sofa yang diduduki Teh Lina. Ditambah dengan darah yang mengalir dari dalam vaginanya, menandakan keperawanan guru sekolahku itu berhasil direnggut olehku, murid yang sudha dianggap adik kandungnya sendiri!

Dan akhirnya karena kehabisan tenaga, aku terhempas begitu saja ke atas sofa di samping Teh Lina. Tubuh kami berdua sudah bermandikan keringat dari ujung rambut ke ujung kaki. Aku hanya mengenakan kaus oblong saja, sedangkan Teh Lina hampir telanjang bulat dengan jilbab yang tersingkap keatas tak karuan, kemeja yang tidak dapat lagi menutupi kemolekan tubuhnya, serta rok yang tersingkap ke atas sampai di perutnya.

Sesaat Teh Lina merasakan kenikmatan yang baru ia rasakan, tak lama kemudia ia mulai tersadar menangis terhadap apa yang kami lakukan. Aku tahu rasanya seseorang yang baru saja kehilangan mahkotanya, anehnya dia tidak marah padaku. Mungkin karena diapun menikmatinya, mungkin karena aku pernah menolongnya, atau mngkin karena aku yang melakukannya. Aku mulai mendekap tubuhnya dan kamipun tertidur kelelahan dalam pikuknya suara hujan dan guntur yang terus bergemuruh.

Sejak itu, Teh Lina memang agak menarik diri dan menahan diri setiap bertemu denganku, mungkin karena malu, takut atau rasa bersalah. Tapi setiap aku “menginginkannya” aku selalu datangi rumah kontrakannya, dan “melakukan” hal itu lagi dengannya walau dengan sedikit memaksa. Walau tidak setuju dan tidak merespon terhadap yang kulakukan, tapi dia tidak marah dan melaporkan atas apa yang aku lakukan. Dan akupun tahu diri, aku tidak pernah menumpahkan spermaku di rahimnya, tapi terkadang memintanya untuk mengulum dan menumpahkan dalam mulutnya, dadanya, atau bahkan perutnya.

Namun sejak sebulan lalu, dia diterima menjadi PNS di kota, akupun kesulitan untuk menghubunginya lagi. Beruntung kira–kira setahun yang lalu saya mendapat pekerjaan di kota yang sama dengan teh Lina, berbekal alamat dari Asih adikku setelah aku sogok HP Samsung keluaran terbaru akhirnya aku berhasil mendapatkan alamat Teh Lina.

Aku menetap di kos-kosan yang letaknya berada di belakang dekat kontrakan Teh Lina, setiap aku dalam perjalanan berangkat menuju tempat kerja aku terkadang memperhatikan para karyawan wanita yang bekerja di kota tersebut. Namun hanya Teh Lina, wanita cantik yang selalu membuat Aku menelan ludah saat melihatnya, karena tidak hanya cantik namun tubuh dari guru muda ini juga cukup menggiurkan banyak lelaki karena Teh Lina memiliki tubuh dan pinggul yang cukup montok, selain itu payudaranya yang cukup besar pun selalu saja menonjol dibalik jilbabnya yang lebar. Akhirnya aku pun mulai menyusun rencana untuk meniduri mantan guruku itu.

==================================================================================================

Lanjutan ane edit soalnya kurang puas plotnya, supaya kelihatan mulustrasi ane sarankan pakai VPN

Pertemuan kembali
Di Kamar Mandi Kontrakan Teh Lina
Di dapur dan kamar Teh Lina
Di kontrakanku (Tamat)
Malam Pengantin (Epilog)
 
Terakhir diubah:
Cerita ini saya copas dan edit dari blog sebelah. Mungkin beberapa agan dan mastah sudah pernah membaca cerita ini. Cerita ini saya posting untuk yang tidak puas dengan endingnya. Sekaligus memberikan hiburan kepada semprot lovers yang belum pernah membaca cerita ini.

=================================================================================================

Kisah ini bermula saat terdapat satu orang yang membuatku paling penasaran. Berawal dari dari seorang guru baru diperkenalkan di sekolahku, tentu saja setiap guru baru apalagi seorang wanita mendapat perhatian lebih. Maklum di sekolahku wanita termasuk barang langka. Aku sekolah di STM dan ambil jurusan listrik. Namanya Bu Lina, guru bahasa inggris kami yang baru, wajahnya yang teduh, bibir tipisnya yang selalu menyungingkan senyum. Tampak anggun dengan baju safari dipadu jilbab putih lebarnya. Tingginya sekitar 160-an, dan dari perawakannya yang tidak kurus dan tidak gemuk terpampang sosok tubuh yang ideal bagi seorang wanita. Kulitnya yang bersih, semakin memancarkan kecantikannya. Dia baru lulus kuliah dan baru menjadi tenaga honorer di sekolahku.

Pada pelajaran ini aku sulit sekali konsentrasi, pikiranku meracau kemana-mana membayangkan tubuhnya, apalagi ketika dia merunduk ketika melulis di papan yang agak bawah, hatiku semakin tidak karuan. Walaupun sudah memakai jilbab lebar namun lekukan di dadanya masih sulit disembunyikan, aku bayangkan sepasang payudara yang menantang dan sangat indah, aku taksir sekitar 36 A atau 36 B. “Rusdi…apa yang kamu pikirkan? kamu sakit?” suaranya memanggilku, aku tersentak, cepat sekali dia hafal nama murid di sini. “Maaf Bu, tidak ada apa-apa” sahutku. “Oke guys, give me an attention please.” katanya untuk mengambil perhatian kami.

“Hai Rus, rumah kamu di sini juga ya?” seseorang memanggilku saat sedang duduk di halaman rumah. “Oh Ibu, ya Bu, Ibu tinggal disini juga?”, “Jangan panggil Ibu, panggil teteh aja, Panggil Ibunya di sekolah saja ya” sahutnya ramah, “i…iya Bu, eh…Teh”. Sosok wanita yang sangat diidamkan pria, cantik, ramah, dan shalehah. Ternyata dia kos di kontrakan yang tidak jauh dari rumahku, setiap sore rumahnya selalu ramai oleh anak-anak yang belajar mengaji padanya. Sedangkan aku sendiri semakin terlarut dalam fantasiku membayangkan Teh Lina, hampir setiap kesempatan. Apalagi setiap pagi selalu lewat depan rumahku, dan terkadang kita berangkat bersama ke sekolah. Dia sudah menganggapku seperti adiknya sendiri, padahal aku sendiri menyimpan perasaan yang tidak mungkin aku ungkapkan. Dia adalah guruku, 8 tahun lebih tua dariku.

Suatu siang, aku beranikan mengetuk pintu rumah kontrakannya, “Siang Teh”. “Eh Rusdi, ada apa? ada yang bisa teteh bantu?” “Enggak teh, cuma tadi masih ada yang blum mengerti tentang tenses yang teteh ajarkan, mau kan mengulangi lagi mengajarkan?” tanyaku sedikit berbohong, padahal aku ingin sekali bertemu dengannya. “Kenapa tadi tidak disekolah saja?”, “Gak enak teh terlalu banyak tanya, kasihan temen-temen jadi terganggu”. “Ohh..kalau begitu baiklah tapi diluar saja ya, tidak enak sama tetangga”, “Ba…baik Teh, sahutku” sayang sekali padahal aku ingin berdua dengannya di dalam. Siang ini dia begitu cantik dengan balutan gamis warna pink dan jilbab putih yang menjuntai, tak lupa kaos kaki yang semakin membuatku penasaran seperti apakah kakinya, yang pasti jenjang dan menarik. Bedua dengannya saja sudah membuatku berdebar, aroma tubuh wanita yang has tercium membangkitkan kelaki-lakianku. “Rus…gimana sudah faham?”, “eh…yang mana Teh”, “katanya mau belajar, kok malah melamun terus, kamu harus konsentrasi”, “I..iya teh”. Tak terasa hari beranjak sore. “Assalaamu’alaikum…” terdengar suara beberapa anak-anak yang memanggil, “Maaf yah Rus, teteh harus mengajar anak-anak, lain waktu dilanjutkan ya, jangan sungkan kalau masih ada yang tidak faham”, “Iya teh, terima kasih ya”

Kecantikannya dalam sekejap menjadi buah bibir di desaku, namun sayang setiap laki-laki yang menyatakan cinta padanya selalu ditolak dengan cara halus, bahkan seorang anak saudagar terkaya di desa kamipun tidak mampu menaklukan hatinya. dan tidak sedikit yang mulai sakit hati padanya. November ini hujan mulai sering turun, sore ini Teh Lina, mampir ke rumahku, menitipkan kunci, kebetulan ayahku adalah ketua RT di sini. “Teteh mau pulang dulu, sudah lama tidak menengok orang tua”, yang aku suka semakin hari kita semakin akrab, walaupun sebatas pertemanan saja. “Tidak besok pagi saja teh? hari ini hujan dan sudah gelap, nanti kalau ada apa-apa gimana?”, dia tersenyum manis padaku “Terima kasih atas perhatiannya adikku sayang…mudah-mudahn tidak ada apa-apa di jalan.”, akupun membalas senyumannya. Namun, hatiku tidak tenang, setelah Teh Lina pergi aku pun menyusulnya.

Ternyata, Bertus anak saudagar kaya itu sakit hati dan punya niat jahat padanya. Dia dan teman-temannya merencankan sesuatu. Tanpa curiga Teh Lina membenhentikan ojeg yang sebenarnya adalah anak buah Bertus. AKu berusaha mencari Teh Lina dengan menggunakan sepedaku namun sepeda motor yang membawanya keburu hilang dari pandangan mata. Hujan semakin lebat, tiba-tiba motor yang ditumpangi Teh Lina berbelok dari arah terminal yang dituju. “lho…ini mau kemana pak, saya mau ke termina, tolong antar saya”, “Lewat sini aja neng, lebih cepat” ujar si tukang ojek. Tiba-tiba muncul 2 sepeda motor yang masing-masing berisi dua orang mencegat ojeg itu, “Cepat turun jangan macam-macam”, sambil mengacungkan senjat tajam, keempat orang bertopeng itu segera menghentikan ojeg itu. “Tolong…ada apa ini pak, tolong jangan apa-apakan saya” Teh Lina mulai ketakutan. “Sudah jangan banyak cingcong ikut saja”, sambil menarik paksa Teh Lina, “Pak tolong saya” sambil memohon pada tukang ojeg, namun ternyata si tukang ojeg itu kini sudah mengenakan topeng. Hujan semakin lebat, payung yang dibawa juga sudah entah kemana. Hujan yang lebat membasahi seluruh pakaian Teh Lina, sehingga lekuk tubuhnya nampak tercetak di tubuhnya. Sambil menangis, Teh Lina memohon untuk dilepaskan. Sampai tiba di sebuah rumah tua ditengah kebun. Tampak rumah itu sangat tidak terurus, atapnya 80 persen sudah tidak pada tempatnya. Hujan yang besar membuat suasana semakin mencekam, hanya suara hujan yang terdengar, tangisan dan jeritan tolong Teh Lina hampir tidak terdengar.

Sesampainya di rumah itu telah menunggu seseorang yang juga menggunakan topeng. “Hahaha…akhirnya si cantik datang juga, teruslah minta tolong jika ada yang bisa menolong”, “Siapa kamu, tolong lepaskan aku”, “kamu lupa sama saya ya? sekarang tidak hanya cintamu yang dapat aku miliki, bahkn tubuhmu hahaha…” sambil tangan bertus membelai pipi Teh Lina yang basah, Teh Lina hanya bisa memalingkan wajahnya karena kedua tangan Teh Lina dipegang erat dua orang dan yang lainnya mengamati situasi. “Lepaskan, tolong” jeritan itu tidak dihiraukan bertus, terus diciumi wajah Teh Lina, dengan sedikit keberanian Teh Lina menendang perut bertus hingga terjerembab ke belakng. “Sialan, aku balas sekarang dengan yang lebih menyakitkan”, ditampar wajah Teh Lina sehingga terhuyung dan jatuh ke tanah. Jilbabnya masih tampak rapih ditengah kuyup basah karena hujan yang membashi, saat jatuh betisnya yang putih tersingkap bahkan gelappun tak mampu menyembunyikannya.

Bertuspun mulai menindih Teh Lina dan menciumi pipi dan bibirnya, Teh Lina ters memalingkan wajahnya sambil berupaya mendorong bertus. “Joko…Jarot…pegang tangannya, Tunggul…Bondan pegang kakinya” bertus memberi perintah, Teh Lina semakin tidak berdaya. dia hanya bisa menangis sambil menggigit bibirnya. bertus mulai meraba betis hingga naik ke pahanya, sekaligus mnyingkap roknya yang lebar. “Hahaha sekarang aku bisa melakukan apa saja padamu”, tangan kiri bertus memegang payudara kanan Teh Lina dari luar jilbabnya sambil meremas, Aaa….saki… it….tolong lepasin” bertus semakin bersemangat meremas payudara Teh Lina. Teh Lina hanya mengerang dan pasrah. bertus mulai leluasa menindih tubuh Teh Lina, kemudian menarik bagian atas gamsnya hingga robek, nampak dua buah payudara yang indah dan putih seakan ingin melompat dari bra yang dikenakannya, payudara wanita yang selalu terawat dan masih sangat kencang. bertus menyibak jilbab Teh Lina yang lebar ke ata sehingga bagian dada dan lehernya yang jenjang terlihat. tidak menunggu waktu lagi langsung mencium kedua payudara itu kemudian nik ke leher, dan menggigitnya. Sekali lagi Teh Lina hanya bisa mengerang kesakitan sambil mengggit bbir bawahnya. Tangan bertus semakin tidak erkendali, tangan kanannya yang sedari tadi mengelus paha Teh Lina mulai berani menyeruak ke selangkangan dan mengelus daerah vagina Teh Lina. “Tolong…jaaa…ngaann…apapun yang kamu mau, tapi tolong jangan renggut itu dariku, sekali lagi tolong,…apapun akan aku lakukan”, bertus tersentak, dan kemudian menghentikan kegiatannya. “Benar, mau melakukan apa saja?”, “ya…apa saja, amu mau ambil uangku, HPku silahkan saja semuanya, tapi tolong lepaskan aku” Teh Lina sedikit memiliki harpan. “Kalau itu aku sudah punya banyak, tapi aku hargai perkataanmu, ayo semua…lepaskan pegangannya” anak buah bertuspun melepaskan pegangannya.

Teh Lina mulai dapat bernapas lega, dan beringsut menutupi bagian dadanya yang terbuka dan menarik ke bawah roknya yang tersingkap. Bertus mulai melepaskan celananya, terlihat penis bertus yang mengacung bak tombak yang akan menghujam saat pertempuran. Teh Lina mulai terduduk sambil terus menutupi dadanya menggunakan jilbabnya yang sudah tidak karuan warnanya. “Ayo sini mendekat…katanya kamu mau melakukan apapun”, Teh Lina mendekati bertus hingga tepat wajahnya di depan penis bertus yang mengacung. Wajah Teh Lina terus menunduk ke bawah dan terus menangis tersedu. “katanya kamu mau melakukan apapun, sekarang jilat penisku!” Teh Lina masih terdiam dan tidka berani melakukan apapun. “cepat! atau aku paksa kamu menyerahkan mahkotamu” Teh Lina mulai berani mendekat, dipegangnya penis bertus dengan tangan kiri dan mulai menjilatnya. “hahaha…sekarang kamu milikku” Teh Lina semakin terguncang, tangisnya mulai mengeras. “Kok cuma sekali, ayo teruskan” Teh Lina mulai menjilat-jilat kembali penis bertus, bertus mlai merasakan geli yang sangat di jung penisnya. Tanan kanan bertus memegang kepala belakang Teh Lina, kemudian mendorong sehingga wajah Teh Lina semakin masuk ke dalam selankangannya. “uhhmm….phhmmff…” seluruh mulut Teh Lina penuh oleh penis bertus yang hanya terlihat setengahnya saja. Tangan bertus mulai memaju mundurkan kepala Teh Lina sehingga penis bertus keluar masuk ke mulut Teh Lina yang mungil. “uhh…uh…mhhppp…” Teh Lina tak dapat berkata apapun. Sedangkan bertus mulai merasakan kenikamatan.

Sedangkan aku masih terus memacu sepedaku mengikuti jejak sepeda motor yang ditinggalkan, sudah lama aku berputar-putar tapi masih belum menemukannya Teh Lina. “mhh…bukannya ini payung yang dipakai Teh Lina” gumamku ketika menemukan payung kecil yang cantik teronggok dipinggir jalan. Ku merasa ni jalan yang sudah benar. Hari yang gelap dengan hujan yang deras semakin menyulitkan pencarianku, jas hujan yang kupakai sudah tidak mampu menahan air karena derasnya hujan sehingga tembus hingga kedalam.

“aahh…enak…terus sayang” teriak bertus, “hahaha lihat wanita alim itu, sok gaya menolak bos kita sekarang tau akibatnya” ujar kawanan anak buah bertus. “Bos, kalau sudah puas jangan lupa bagi-bagi ya, kita juga belum pernah nih ngerasain wanita alim yang sok suci ini”, Mata bertus mulai merem melek merasakan kenikmatan, sedangkan Teh Lina hanya pasrah ketika angan bertus memaksa kepalanya untuk maju mundur di depan selangkangan pria itu. Sampai akhirnya “Aaahh…Linah aahh…” bertus mengejang, gerakan tangan yang memajumundurkan kepala Linah semakin kencang, dan…”aahh…” mulut Linah merasakan sesuatu yang hangat menyemprot ke dalam rongga mulutnya, sesuatu yang sangat menjijikkan. “huk….mhhh..ppff…huk” Linah terbatuk. “Ayo telan, jangan dibuang sedikitpun” Linah pun menjilati sisa sperma yang masih menetes di ujung penis bertus. Jilbabnya mulai acak-acakan, dan sesekali sisa sperma bertus yang muncrat mengenai wajah Teh Lina. Bertus terduduk dan menikmati hal fantastis yang baru dia alami, seorang wanita yang masih terbalut dengan jilbabnya melakukan oral padanya. Sedangkan Teh Lina terus menunduk dan menangis.

Aku terus menerobos pakatnya hujan dan menuju ladang milik orang tua bertus, aku curiga sesuatu terjadi dengan Teh Lina, aku tidk mau seseorang yang aku sayangi terluka. Tanpa mennggu komando, anak buah bertus menyerbu Linah yang masih terpaku, ada yang mnarik tangannya, ada yang menarik kakinya, ada yang meremas-remas payudaranya. “Jangan dibuka jilbabnya, biarkan sja biar kita merasakan tubuh wanita alim ini hahaha” seru joko. Teh Lina semakin tak karuan dan menangis dalam diamnya. Aku mulai menemukan sebuah rumah tua yang nampak gelap dan tidak terurus, nampaknya seperti bekas gudang milik keluarga bertus. Aku mengendap-endap mendekati rumah kosong itu, sambil memperhatikan keadaan sekeliling. dan aku menemukan suara gaduh didalamnya. gelak tawa beberapa laki-laki dan jeritan yang terputus-putus dari seorang wanita yng suaranya saya kenal sekali.

“Ah….jangan sakit…tolong lepaskan…ahh…” pinta Teh Lina memelas, ketika dua tangan kasar meremas kedua payudaranya. sedangkan seorang lagi nampaknya mulai melepskan celana dalam Teh Lina. Aku yang melihat pemandangan itu segera berpikir dan cari akal apa yang harus aku lakukan karena untuk melawan mereka sangat tidak mungkin. Rok Teh Lina mulai disingkap ke atas, kedua kakinya direntangkan sehingga terlihat jelas selangkangannya yang samar oleh sedikit cahaya bulan. Hujan nampaknya mulai mereda, tapi tangis Teh Lina semakin menjadi. Ssosok tubuh gempal mulai menurunkan celananya, dan mendekati ke selangkangan Teh Lina. Teh Lina hanya bisa memalingkan wajahnya dan tak tahan terhadap apa yang dia alami. Sihingga penis pria gempal itu mulai mendekati dan menempel pada bibir vagina Teh Lina. Aku semakin cepat berpikir, apa yang harus aku lakukan. Sesaat sebelum pria itu melepaskan hajatnya tiba-tiba Buu…ukk… tubuh gempal pria itu terjengkak. “Bodoh kau Bondan, itu bagianku tahu…!!!”, “Iy…iya boss, maafkan saya”, “hampir saja kamu merusak acaraku bodoh”, “sekali lagi maafkan saya”. Sekarang terlihat bertus yang mulai jongkok diantara selangkangan Teh Lina, Teh Lina hanya bisa menangis lemah. penis bertus yang masih loyo setelah tadi memuntahkan lahar hangat mulai ditempelkan dan digessek-gesekkan ke vagina Teh Lina. Teh Lina terlihat pasrah terhadap nasibnya, dia hnya terus menangis.

Aku akhirnya menemukan ide, aku ambil besi yang teronggok disebelahku. Penis bertus yang mulai tegang kembali sepertinya siap menembus pertahanan terakhir Teh Lina yng mulai lemah tak berdaya. Aku mulai beraksi, ketika penis itu mulai menempel di bibir vagina Teh Lina, aku pukulkan keras-keras besi yang aku ambil tadi ke tiang listrik yang ada didekatku untuk membangunkan warga. Mendengar dentingan suara tiang listrik bertus dan kawannya kaget, dan segera melarikan diri. “Sialan…siapa itu, sambil” umpat bertus sambil membetulkan celananya. sedangkan teman-temannya sudah kabur duluan. Aku segera mendekati Teh Lina yang terbujur lemah, dan menutup badannya dengan jas hujan yang aku pakai. “Ayo teh cepat sebelum warga datang” aku memapah Teh Lina ke arah sepedaku dan memboncengkannya, sampai akhirnya saat warga datang aku sudah hilang dutelan malam.

“Sialan…ada apa sich sampai pukul tiang listrik segala, aku kira ada maling” umpat warga yang mulai berduyun-duyun datang ke sumber suara tadi. Namun mereka tidak menemukan apapun. Aku sendiri bersykur tidak diketahui bertus dan temantemannya jika saja mereka tahu bisa mampus aku. dan Teh Lina juga bisa selamat. “terima kasih ya Rus, entah jika tidak ada kamu apa yang terjadi”, ujar Teh Lina lemas ketika sampai di kosnya. “ya sudah Teh Lina istirahat saja, mau aku temani?”, “hus…jangan apa kata orang nanti kalau lihat kamu tidur di rumahku, bisa jadi fitnah”, “baiklah aku pulang, tapi aku panggil dulu ya si asih adikku ntuk menemani teteh”, kebetulan adikku juga sering diajar mengaji oleh Teh Lina. “Terima kasih ya Rus, tapi ingat peristiwa ini hanya kita saja yang tahu, teteh malu kalau orang lain sampai tahu”, “baiklah teh, aku janji”

Sejak itu aku semakin akrab saja dengan Teh Lina, bahkan sudah seperti keluarga sendiri. Namn perasaanku terus berkecamuk, nampaknya Teh Lina belum menyadari apa yang aku rasakan. sebenarnya akupun menginginkan dia, bisa bersama dia, mereguk cinta terindah di dunia.

Sore itu hujan sangat lebat di bulan desember ini, ada seorang anak kecil datang mencari ke rumah. Aku diminta datang ke rumah Teh Lina, untuk memperbaiki jaringan listrik rumahnya yang rusak. “Cepat ya, Mas. Sudah ditunggu Teh Lina” ujar anak SD murid mengaji Teh Lina.

Dalam hati, aku sangat girang. Betapa tidak, guru bahasa inggris ini rupanya makin lengket dan akrab denganku. Sesampainya di rumah Teh Lina, “Rus…tadi waktu ngajar listriknya tiba-tiba mati, mana mau hujan lebat lagi, aku takut sendirian kalau lampu masih mati begini, tolong perbaiki ya”, “Oke teh, asal bayarannya jelas” aku berseloroh, “emang bayarannya berapa sih? sama teteh sendiri aja pake bayaran”, “mahal atuh teh, pokoknya sesuatu yang mahal”, “apa itu?” Teh Lina penasaran, “ada aja dech teh” ujarku, “awas kamu ya kalu mikir yang macem-macem” ancam Teh Lina sambil tersenyum, yang semakin memancarkan kecantikannya dalam balutan jilbab hitamnya, dan dia sat itu mengenakan kemeja longgar warna putih dipadu rok abu-abu polos ang napak ketat mengikuti lekung pinggulnya, hanya saja terturup oleh kemejanya yang diurai keluar. rok seperti itu maka lekukan panggul Teh Lina semakin nampak, seperti gitar spanyol yang indah, aku tertegun memandang tubuhnya yang penuh misteri. “Rusdi, please don’t look at me like that” dia mulai jengah ku perhatikan tubuhnya, “apa artinya tuh teh?” “makanya belajar anak bandel” sambil melihatku gemas yang membuat aku semakin berdegup dan gemas padanya.

Di rumah kontrakan Teh Lina, suasana sepi. hampir malam dan mendung membuat sore itu seakin pekat. “Boleh khan aku masuk teh?” “kalau kamu gak masuk gimana bisa diperbaiki?”, “ya biasanya khan aku gak boleh masuk sama teteh”, “iya tentu, tapi ini kan darurat,” pintanya.

Darahku mendesir ketika membuntuti langkah Teh Lina. Betapa tidak, walaupun tertutup darah pinggul dan pantat tetap membentuk dan terbayang sangat indah ketika kulihat dari belakang. “Anu, Rus… akhir-akhir ini listrik rumahku mati melulu. Mungkin ada ada kabel yang konslet. Tolong betulin, ya… Kau tak keberatan kan?” pinta Teh Lina kemudian.
Tanpa banyak basa-basi menunjukkan ku di tempat MCB dan Sekering berada yang kebetulan dekat sekali dengan kamarnya
“Nah saya curiga jaringan di kamar ini yang rusak. Buruan kau teliti ya. Nanti keburu mahrib dan hujan”

Aku hanya menuruti segala permintaannya. Setelah merunut jaringan kabel, akhirnya aku memutusukan untuk memanjat atap kamar melalui ranjang. Tapi aku tahu persis, kamar itu pasti tempat tidur Teh Lina jika dilihat dari tata letak ruangan yang rapih dan bau yang mewangi di sekitarnya. Celakanya, ketika aku menelusuri kabel-kabel, aku belum menemukan kabel yang lecet. Semuanya beres. Kemudian aku pindah ke ruangan sebelah. aku juga tak bisa menemukan kabel yang lecet. Kemudian pindah ke ruangan lain lagi. Celakanya lagi, ketika hari telah gelap, aku belum bisa menemukan kabel yang rusak. Akibatnya, rumah Teh Lina tetap gelap total. Dan aku hanya mengandalkan bantuan sebuah senter serta lilin kecil yang dinyalakan Teh Lina.

Lebih celaka lagi, tiba-tiba hujan deras mengguyur seantero desa. Tidak-bisa tidak, aku harus berhenti. Maunya aku ingin melanjutkan pekerjaan itu besok pagi. “Wah, maaf teh aku tak bisa menemukan kabel yang rusak. Ku pikir, kabel bagian puncak atap rumah yang kurang beres. Jadi besok aku harus bawa tangga khusus,” jelasku sambil melangkah keluar kamar. “Yah, tak apa-apa. Tapi sorry yah. Aku…. merepotkanmu,” balas Teh Lina. “Itu teh hangatnya diminum dulu.”

Sementara menunggu hujan reda, kami berdua berakap-cakap berdua di ruang tengah. Cukup banyak cerita-cerita masalah pribadi yang kami tukar, termasuk masalah yang sensitif. Entah bagiamana awalnya, tahu-tahu nada percakapan kami berubah mesra dan menjurus ke arah yang pribadi. Aku membeanikan diri memegang tangan Teh Lina, “ihh…rusdi apa-apaan sich” bentaknya agak kaget sambil menarik tangannya. “Maaf teh, hanya ingin aja memegang tangan teteh, abis menggemaskan sekali jari teteh yag lentik itu”, “mhh…kamu ini, hayo sudah berapa wanita yang kamu perdaya dengan rayuan gombalmu itu?” tanya Teh Lina, “wah gak keitung teh, cuma yang belum pernah yang seperti teteh”, “kamu nih…” sambil tangannya mulai berani mencubit lenganku, “aku tuh sudah menganggap kamu tuh seperti adik teteh sendiri”, “aku khan cuma bercanda teh, emang teteh belum pernah disentuh laki-laki ya?” tanyaku mulai memancing, “tidak juga” jawabnya singkat, “teteh gak pernah pacaran ya?” tanyaku lagi, “mhh…pernah juga sich dulu waktu SMU, tapi sejak kuliah aku sudah tidak mau pacaran lagi”, ungkapnya mulai terbuka. “kalau kamu pasti sering ya?” Teh Lina balik bertanya, aku hanya menjawab dengan senyuman. “waktu pacaran teteh gak pernah disentuh? cium atau apa gitu?”, “ya paling cium, sama pegangan tangan aja”, “apanya yang dicium?” aku semakin mencecar “bibir?”, Teh Lina hanya terdiam, aku yakin jawabannya pasti iya. “waktu teteh dicium itu, apa teteh tidak merasakan sesuatu?”. “ihh…rusdi kamu kok nanyain begituan sich?, teteh khan manusia normal juga, ya pasti merasakan lah, dan itu salah satu alasan teteh gak mau pacaran, takut tidak bisa terkontrol”, “berarti ada dong teh rasa terangsang, atau dorongan seksual?”, sambil agak melotot “ya iya atuuhh…teteh khan manusia bukan malaikat”, “Rusdi kira orang seperti teteh gak pernah merasakan itu”, sambil aku mulai memegang tangannya lagi. Tapi anehnya sekarang dia tidak menarik tangannya. Aku mulai berani melakukan belaian lembut ke tangan Teh Lina, Teh Lina tidak bergeming dan tidak marah, aku mulai berani menaikan tanganku ke arah lengannya yng tertutup lengan dari gamisnya. Suasana hening saat itu, aku menaksikan wajah Teh Lina yang bersemu merah dari cahaya lilin yang terpendar. Aku mulai berani naik keatas dan merangkul pundak Teh Lina, Teh Lina hanya terdiam saja ketika kepalanya mulai kusandarkan ke bahuku. yang ku rasakan badannya begitu panas seperti api yang membara, nafasnya mulai terengah-engah tanda dia tidak dapat mengontrol dirinya.

Merasa di atas anginm aku bahkan tak segan-segan membelai wajah Teh Lina, membelai hidungnya yang bangir, mata, hingga bibirnya dan sebagainya. Tak sadar, tubuh kami berdua jadi berhimpitan hingga menimbulkan rangsangan yang cukup berarti untukku. Apalagi setelah dadaku menempel erat pada payudaranya yang berukuran lebih besar dari yang aku kira. Dan tak ayal lagi, penisku pun mulai berdiri mengencang. Aku tak sadar, bahwa aku sudah terangsang oleh guru sekolahku sendiri! Namun hawa nafsu birahi yang mulai melandaku sepertinya mengalahkan akal sehatku. Teh Lina sendiri juga tampaknya juga mulai kehilangan akal sehatnya. bahkan dia tidak bergeming ketika aku dekatkan wajahku ke wajahnya dan mengecup lembut bibirnya yang tipis. Dia tidak bereaksi, tidak marah juga tidak membalas.

Akhirnya, nafsuku sudah tak tertahankan lagi. Sementara bibirku masih tetap terus memagut, tanganku mulai menggerayangi tubuh guru sekolahku itu. Kujamah gundukan daging kembar yang menghiasi dengan indahnya dada Teh Lina yang masih berpakaian lengkap. Dengan segera kuremas-remas bagian tubuh yang sensitif tersebut. Semua kulakukan masih dari luar pakaiannya dan masih terhalang oleh jilbabnya yang masih nampak rapih.

Tiba-tiba “Aaah…Rusdi…jangan…” Teh Lina menepis tanganku yang berada di payudaranya, dan bibirnya melepaskan dari bibirku. matanya masih terpejam, nafasnya tidak teratur sepereti sehabis berlari. hujan semakin lebat disertai kilatan petir yang terus menggelegar, seorangpun tidak daat mendengar aktivitas yang kami lakukan. kubelai lembut wajahnya, matanya terpejam dan bibirnya masih membuka. Teh Lina cantik sekali malam ini, aku tahu dia sebenarnya merasakan sesuatu yang sangat fantastis.

Aku beranikan kembali memagut bibirnya, bibir yang begitu tipis dan hangat. berganian kupagut bibir bawah dan bibir atasnya. Teh Lina masih tidak bereaksi, hanya desah nafasnya semakin tidak beraturan, aku rasakan detak jantunya pun semakin kencang. Ku beranikan tanganku menyusup dibalik jilbabnya, masih dari luar kemejanya. Ku mulai meremas payudaranya yang sangat kencang dan menantang itu. Anehnya, kali ini Teh Lina tidak bereaksi menolak dan menepis tangaku. AKu pikir dia mulai menikmati itu. Mengetahui Teh Lina tidak menghalangiku, aku semakin berani. Remasan-remasan tanganku pada payudaranya semakin menjadi-jadi. Sungguh suatu kenikmatan yang baru pertama kali kualami meremas-remas benda kembar indah nan kenyal milik guru sekolahku itu yang selama ini selalu terlihat tertutup dibalik jilbab dan gamisnya. Ku usap-usap terus payudaranya yang begitu menggiurkan itu. Tubuh Teh Lina mulai bergerak menggelinjang tak beraturan.

“Uuuuhhh… Rus…..aaahh…” Teh Lina mendesah saat jamahan tangan kiriku mendarat di selangkangannya. Penisku pun bertambah menegang akibat pantat Teh Lina yang begitu kencang dan montok berulang kali menempel di selangkanganku, membuatku bagian selangkangan celana panjangku tampak begitu menonjol. Aku yakin Teh Lina juga merasakannya, membuatku semakin bernafsu meremas-remas payudaranya dengan tanganku itu dari kemejanya yang masih tertutup rapat. Nafsu birahi yang menggelora nampaknya semakin menenggelamkan kami berdua, sehingga membuat kami melupakan hubungan kami sebagai guru-murid.

“Aaauuhh… Rus… uuuh…..” Teh Lina mendesis-desis dengan desahannya karena remasan-remasan tanganku di payudaranya bukannya berhenti, malah semakin merajalela. Matanya terpejam merasa kenikmatan yang begitu menghebat.

Tanganku mulai membuka satu persatu kancing kemeja Teh Lina dari yang paling atas hingga kancing terakhir, kemudian aku sibak jilbabnya ke atas. Aku terpana sesaat melihat tubuh guru sekolahku itu yang putih dan mulus dengan payudaranya yang membulat dan bertengger dengan begitu indahnya di dadanya yang masih tertutup beha katun berwarna krem kemerahan. Tetapi aku segera tersadar, bahwa pemandangan amboi di hadapannya itu memang tersedia untukku, terlepas itu milik guru sekolahku sendiri.

Tidak ingin membuang-buang waktu, bibirku berhenti menciumi bibir Teh Lina dan mulai bergerak ke bawah. Kucium dan kujilati leher jenjang Teh Lina yang terbuka karena jilbabnya aku singkapkan, membuatnya menggelinjal-gelinjal sambil merintih kecil. Sementara itu, tanganku kuselipkan ke balik beha Teh Lina sehingga menungkupi seluruh permukaan payudara sebelah kanannya. Puting susunya yang tinggi dan mulai mengeras begitu menggelitik telapak tanganku. Segera ku elus-elus puting susu yang indah itu dengan telapak tanganku. Kepala Teh Lina tersentak menghadap ke atas sambil memejamkan matanya. Tidak puas dengan itu, ibu jari dan telunjukku memilin-milin puting susu Teh Lina yang langsung saja menjadi sangat keras. Memang baru kali ini aku menggeluti tubuh indah seorang wanita yang begitu menjaga kesuciannya. Berbeda dengan pacar-pacarku yang lain, begitu murah menjual tubuhnya demi kepuasan dan harta.

“Iiiihh….. auuuhhh….. aaahhh…..” Teh Lina tidak dapat menahan desahan-desahan nafsunya. Segala gelitikan jari-jemariku yang dirasakan oleh payudara dan puting susunya dengan bertubi-tubi, membuat nafsu birahinya semakin membulak-bulak. AKu yakin, baru kali ini dia merasakan sensasi yang begitu fantastis, sensasi manusia normal secara umum, yang mungkin dia sendiri tidak akan enyangka akan merasakan ini dengan seorang muridnya sendiri.

Kupegang tali pengikat beha Teh Lina lalu kuturunkan ke bawah. Kemudian beha itu kupelorotkan ke bawah sampai ke perut Teh Lina. Puting susu Teh Lina yang sudah begitu mengeras itu langsung mencelat dan mencuat dengan indahnya di depanku. Aku langsung saja melahap puting susu yang sangat menggiurkan itu. Kusedot-sedot puting susu Teh Lina. Kuingat saat aku menyedot payudara pacarku. Bedanya, payudara Teh Lina ini jauh lebih terawat dan kencang karena belum terjamah oleh siapapun. Teh Lina menggeliat-geliat akibat rasa nikmat yang begitu melanda kalbunya. Lidahku dengan mahirnya tak ayal menggelitiki puting susunya sehingga pentil yang sensitif itu melenting ke kiri dan ke kanan terkena hajaran lidahku.

“Oooh…. Ruuuuuuuus” desahan Teh Lina semakin lama bertambah keras. Untung saja hujan masih deras dan letaknya rumah kontrakannya yang memang agak berjauhan dari rumah yang paling dekat, sehingga tidak mungkin ada orang yang mendengarnya.

Belum puas dengan payudara dan puting susu Teh Lina yang sebelah kiri, yang sudah basah berlumuran air liurku, mulutku kini pindah merambah bukit membusung sebelah kanan. Apa yang kuperbuat pada belahan indah sebelah kiri tadi, kuperbuat pula pada yang sebelah kanan ini. Payudara sebelah kanan milik guru sekolahku yang membulat indah itu tak luput menerima jelajahan mulutku dengan lidahnya yang bergerak-gerak dengan mahirnya. Kukulum ujung payudara Teh Lina. Lalu kujilati dan kugelitiki puting susunya yang tinggi. Puting susu itu juga sama melenting ke kiri dan ke kanan, seperti halnya puting susu payudaranya yang sebelah kiri tadi. Teh Lina pun semakin merintih-rintih karena merasakan geli dan nikmat yang menjadi-jadi berbaur menjadi satu padu. Seperti tengah minum soft drink dengan memakai sedotan plastik, kuseruput puting susu guru sekolahku itu.

“Ruuusss….. Aaaahhhhh…..” Teh Lina menjerit panjang.

Lidahku tetap tak henti-hentinya menjilati puting susu Teh Lina yang sudah demikian kerasnya. Sementara itu tanganku mulai bergerak ke arah bawah. Ku singkap rok yang Teh Lina kenakan. Terpapang didepan mata paha yang putih mulus dan jenjang, paha yang belum tersentuh oleh lelaki manapun. Kemudian tanganku berpindah ke selangkangannya, kurasakan celana dalam yang Teh Lina kenakan sudah basah oleh cairan yang keluar dari vaginanya. Aku makin berani dengan menanggalkan celana dalamnya itu ke bawah hingga terlepas dari mata kaki. Tubuh bagian bawah Teh Lina sekarang tek tertutup sehelai benangpun. Samar-samar kulihat rambut di vaginanya tercukur rapih. Hanya menyisakan bulu-bulu yang kecil dan membuat geli ketika kupegang.

Tak ayal, jari tengahku mulai menjamah bibir vagina Teh Lina di selangkangannya yang sudah mulai ditumbuhi bulu-bulu tipis kehitaman. Kutelusuri sekujur permukaan bibir vagina itu secara melingkar berulang-ulang dengan lembutnya. Tubuh Teh Lina yang masih terduduk di sofa melengkung ke atas dibuatnya, sehingga payudaranya semakin membusung menjulang tinggi, yang masih tetap dilahap oleh mulut dan bibirku dengan tanpa henti.

“Oooohhh….. Ruuusssdddyyyy….. Aaaahhh….. Ruuusss…..ssshhh…aaahhh….!”

Jari tengahku itu berhenti pada gundukan daging kecil berwarna kemerahan yang terletak di bibir vagina Teh Lina yang telah dibasahi cairan-cairan bening. Mula-mula kuusap-usap daging kecil yang bernama klitoris ini dengan perlahan-lahan. Lama-kelamaan kunaikkan temponya, sehingga usapan-usapan tersebut sekarang sudah menjadi gelitikan, bahkan tak lama kemudian bertambah lagi intensitasnya menjadi sentilan. Klitoris Teh Lina yang bertambah merah akibat sentuhan jariku yang bagaikan sudah profesional, membuat tubuh pemiliknya itu semakin menggelinjal-gelinjal tak tentu arahnya. Jilbabnya yang sudah tersingkap semakin tidak karuan, ku mulai melihat rambutnya yang panjang dan legam membuat penampilan Teh Lina malam itu semakin erotis. Wajah dan lehernya mulai ditumbuhi titik-titik keringat walaupun sesungguhnya malam itu cukup dingin.

Melihat Teh Lina yang tampak semakin merangsang, aku menambah kecepatan gelitikanku pada klitorisnya. Dan akibatnya, klitoris Teh Lina mulai membengkak. Sementara vaginanya pun semakin dibanjiri oleh cairan-cairan kenikmatan yang terus mengalir dari dalam lubang keramat yang masih perawan itu.

Puas menjelajahi klitoris Teh Lina, jari tengahku mulai merangsek masuk perlahan-lahan ke dalam vagina guru sekolahku itu. Setahap demi setahap kumasukkan jariku ke dalam vaginanya. Mula-mula sebatas ruas jari yang pertama. Ruusss…jangan sakkii..iitt…jangan Ruusss aku masih perawan” Dengan susah payah memang, sebab vagina Teh Lina memang masih teramat sempit. “Ruuss…..sakiitt….aahhh…” Kemudian perlahan-lahan jariku kutusukkan lebih dalam lagi. Pada saat setengah jariku sudah amblas ke dalam vagina Teh Lina, terasa ada hambatan. Seperti adanya selaput yang cukup lentur.

“Aiiihh… Ruusss…” Teh Lina merintih kecil seraya meringis seperti menahan rasa sakit. Saat itu juga, aku langsung sadar, bahwa yang menghambat penetrasi jari tengahku ke dalam vagina Teh Lina adalah selaput daranya yang masih utuh. Ternyata guru sekolahku satu-satunya itu benar-benar masih perawan. Dan untuk menghargainya, aku memutuskan tidak akan melanjutkan perbuatanku itu.

“Russs….. Kok distop…..” tanya Teh Lina dengan nafas terengah-engah. Aku yakin kalimat itu diluar kesadarannya, tapi itu adalah perkataan yang jujur terhadap apa yang dialaminya. “teteh, teteh kan masih perawan. Nanti kalo aku terusin kan teteh bisa…..”. “Teteh mau kalau aku teruskan?” aku tak mndengar jawaban dari mulutnya, nafasnya terus mendesah dan terengah.

Ku tuntun tangan Teh Lina menggapai selangkanganku. Begitu tangannya menyentuh ujung penisku yang masih ada di dalam celana pendek yang kupakai, penisku yang tadinya sudah mengecil, sontak langsung bergerak mengeras kembali. Ternyata sentuhan lembut tangannya itu berhasil membuatku terangsang kembali, membuatku tidak dapat membantah apapun lagi, bahkan aku seperti melupakan apa-apa yang kukatakan barusan.

Dengan secepat kilat, Aku memegang kolor celana pendekku, lalu dengan sigap pula celanaku itu ku lucutinya sebatas lutut. Yang tersisa hanya celana dalamku. Tanganku menuntun tangan Teh Lina untuk meremas-remasnya penisku, membuat penisku itu semakin bertambah keras dan bertambah panjang. Kutaksir panjangnya sekarang sudah bertambah dua kali lipat semula. Bukan main! Semua ini akibat rangsangan yang kuterima dari guru sekolahku itu sedemikian hebatnya. Kali ini aku lihat Teh Lina membuka matanya, dan terperangah melihat penisku yang sudah sangat menegang dan kaku. Mungkin baru kali ini dia melihat penis laki-laki didepan matanya langsung. Penisku ini memang sedikit diatas ukuran pada umumnya laki-laki di indonesia. Dengan anjang yang hampir mencapai 20 cm dan diameter 5 cm, aku yakin psti akan dapat memuaskan wanita yang kutiduri.

“Teh….. aku buka dulu ya,” tanyaku sambil menanggalkan celana dalamku. sehingga bagian bawahku tidak mengenakan apapun. Teh Lina terdiam, yang aku tau jika wanita diam tandanya setuju, atau masih terkesima dengan penisku.

Penisku yang sudah begitu tegangnya seperti meloncat keluar begitu penutupnya terlepas.

“Aw!” Teh Lina menjerit kaget melihat penisku yang begitu menjulang dan siap tempur. Namun kemudian ku raih tanganya dan mengarahkan ke penisku kemudian perlahan-lahan ia menggosok-gosok batang ‘meriam’-ku itu tanpa aku perintah dan aku bimbing, sehingga membuat otot-otot yang mengitarinya bertambah jelas kelihatan dan batang penisku itu pun menjadi laksana tonggak yang kokoh dan siap menghujam siapa saja yang menghalanginya. Kali ini Teh Lina melakukannya denan melihat langsung penisku tanpa memejamkan matanya. Kemudian aku menarik tangan Teh Lina yang masih menggenggam penisku dan membimbingnya menuju selangkangannya sendiri. Diarahkannya penisku itu tepat ke arah lubang vaginanya.

“Ruus…aku masih perawan…jangan…” Sekilas, aku seperti sadar. Astaga! Teh Lina kan guru sekolahku sendiri! Apa jadinya nanti jika aku sampai menyetubuhinya? Apa kata orang-orang nanti mengetahui aku berhubungan seks dengan guru sekolahku sendiri? atau kalau dia sampai hamil, pasti akan heboh jika wanita yang selama ini menutup dan menjaga tubuhnya tenyata bobol juga.

Akhirnya aku memutuskan tidak akan melakukan penetrasi lebih jauh ke dalam vagina Teh Lina. Kutempelkan ujung penisku ke bibir vagina Teh Lina, lalu kuputar-putar mengelilingi bibir gua tersebut. Teh Lina menggerinjal-gerinjal merasakan sensasi yang demikian hebatnya serta tidak ada duanya di dunia ini.

“Aaahhh….. uuuhhhh…..” Teh Lina mendesah-desah dengan kerasnya sewaktu aku sengaja menyentuhkan penisku pada klitorisnya yang kemerahan dan kini kembali membengkak. Sementara bibirku masih belum puas-puasnya berpetualang di payudara Teh Lina itu dengan puting susunya yang menggairahkan. Terlihat payudara guru sekolahku itu dan daerah sekitarnya basah kuyup terkena jilatan dan lumatanku yang begitu menggila, sehingga tampak mengkilap. Kini jilbabnya sudah kusut tidak karuan walau masih tetap menutupi sebagian rambutnya, kemejanya sudah hampir telepas dari tubuhnya yang indah, dan roknya telah tersingkap ke atas. Selangkangannya terbuka seakan siap menerima hujaman tombak tumpulku, matanya terpejam dengan bibir yang terbuka, nafasnya naik turun tidak teratur. Aku tau dia sedang berada di puncak fantasinya.

Aku perlahan-lahan mulai memasukkan batang penisku ke dalam lubang vagina Teh Lina. “aaahh…***ussdii…aahh…” ucapnya sambil semakin memejamkan matanya seperti sedang menahan rasa sakit. Sengaja aku tidak mau langsung menusukkannya. Sebab jika sampai kebablasan, bukan tidak mungkin dapat mengoyak selaput daranya. Aku tidak mau melakukan perbuatan itu, sebab bagaimanapun juga Teh Lina adalah guru sekolahku, seseorang yang sudah aku anggap seperti kakakku sendiri!

Teh Lina mengejan ketika kusodokkan penisku lebih dalam lagi ke dalam vaginanya. Ku rasakan sekali himpitan rongga vaginanya yang masih sangat sempit, sekian kali aku masukan sekian kali Teh Lina berteriak tertahan menahan rasa sakit. Sewaktu kira-kira penisku amblas hampir setengahnya, ujung “tonggak”-ku itu ternyata telah tertahan oleh selaput dara Teh Lina, sehingga membuatku menghentikan hujaman penisku itu. Segera saja kutarik penisku perlahan-lahan dari liang surgawi milik guru sekolahku itu. Gesekan-gesekan yang terjadi antara batang penisku dengan dinding lorong vagina Teh Lina membuatku meringis-ringis menahan rasa nikmat yang yang tak terhingga. Baru kali ini aku merasakan sensasi seperti ini. Lalu, kembali kutusukkan penisku ke dalam vagina Teh Lina sampai sebatas selaput daranya lagi dan kutarik lagi sampai hampir keluar seluruhnya.

Kulihat Teh Lina malah menikmati apa yang aku lakukan, giginya menggigit bibir bawahnya, tidak nampak rasa penderitaan dari wajahnya, hanya kenikmatan dan sesasi yang baru dialaminya. DIa sudha tidak ingat lagi komitmennya untuk memberikan kesucian hanya pada suaminya kelak, yang dia tau adalah bagaimana hasratnya saat itu tertuntaskan. Akal sehatnya sudah tidak bekerja lagi, kenikmatan duniawi yang baru dia rasakan telah merasuk keseluruh tubuhnya. Walau dalam hatinya menolak, tapi tubuhnya tidak dapat berbohong tentu agar syahwatnya terlepaskan.

Begitu terus kulakukan berulang-ulang memasukkan dan mengeluarkan setengah batang penisku ke dalam vagina Teh Lina. Dan temponya pun semakin lama semakin kupercepat. Gesekan-gesekan batang penisku dengan dinding vagina Teh Lina semakin menggila. Rasanya tidak ada lagi di dunia ini yang dapat menandingi kenikmatan yang sedang kurasakan dalam permainan cintaku dengan guru sekolahku sendiri ini. Kenikmatan yang pertama dengan kenikmatan berikutnya, disambung dengan kenikmatan selanjutnya lagi, saling susul-menyusul tanpa henti. Baru kali ini aku merasakan vagina seorang peraan, dan tidak tanggung vagina seorang yang selalu menjaga kesuciannya.

Tampaknya setan mulai merajalela di otakku seiring dengan intensitas gesekan-gesekan yang terjadi di dalam vagina Teh Lina yang semakin tinggi. Kenikmatan tiada taranya yang serasa tidak kesudahan, bahkan semakin menjadi-jadi membuat aku dan Teh Lina menjadi lupa segala-galanya. Aku pun melupakan semua komitmenku tadi.

Dalam suatu kali saat penisku tengah menyodok vagina Teh Lina, aku tidak menghentikan hujamanku itu sebatas selaput daranya seperti biasa, namun malah meneruskannya dengan cukup keras dan cepat, sehingga batang penisku amblas seluruhnya dalam vagina Teh Lina. “Ahh…russs…ddii” jeritnya tertahan sambil menggigit bibir bawahnya, rasanya cukup menyakitkan. Vaginanya yang amat sempit itu berdenyut-denyut menjepit batang penisku yang tenggelam sepenuhnya.

“Aaaauuuuwwww…..” Teh Lina menjerit cukup keras kesakitan. Tetapi aku tidak menghiraukannya. Sebaliknya aku semakin bernafsu untuk memompa penisku itu semakin dalam dan semakin cepat lagi penetrasi di dalam vagina Teh Lina. Tampaknya rasa sakit yang dialami guru sekolahku itu tidak membuat aku mengurungkan perbuatan setanku. Bahkan genjotan penisku ke dalam lubang vaginanya semakin menggila. Kurasakan, semakin cepat aku memompa penisku, semakin hebat pula gesekan-gesekan yang terjadi antara batang penisku itu dengan dinding vagina Teh Lina, dan semakin tiada tandingannya kenikmatan yang kurasakan.

Hujaman-hujaman penisku ke dalam vagina Teh Lina terus-menerus terjadi sambung-menyambung. Bahkan tambah lama bertambah tinggi temponya. Teh Lina tidak sanggup berbuat apa-apa lagi kecuali hanya menjerit-jerit tidak karuan. Rupa-rupanya setan telah menguasai jiwa kami berdua, sehingga kami terhanyut dalam perbuatan yang tidak sepantasnya dilakukan oleh dua guru dan murid.

“Aaaah….. Russdyyy….. aaahhh…..” Teh Lina menjerit panjang. Dia sudah tidak merasakan sakit namun kini telah berganti menjadi kenikmatan yang tiada taranya. Tampaknya ia sudah seakan-akan terbang melayang sampai langit ketujuh. Matanya terpejam sementara tubuhnya bergetar dan menggelinjang keras. Peluh mulai membasahi tubuh kami berdua. Kutahu, guru sekolahku itu sudah hampir mencapai orgasme. Namun aku tidak mempedulikannya. Aku sendiri belum merasakan apa-apa. Dan lenguhan serta jeritan Teh Lina semakin membuat tusukan-tusukan penisku ke dalam vaginanya bertambah menggila lagi. Teh Lina pun bertambah keras jeritan-jeritannya. Pokoknya suasana saat itu sudah gaduh sekali. Segala macam lenguhan, desahan, ditambah dengan jeritan berpadu menjadi satu.

Akhirnya kurasakan sesuatu hampir meluap keluar dari dalam penisku. Tetapi ini tidak membuatku menghentikan penetrasiku pada vagina Teh Lina. Tempo genjotan-genjotan penisku juga tidak kukurangi. “Russ…jangan keluarkan di dalam…aku takut hamil” keluh Teh Lina sambil terus menikmati orgasme panjang yang ia rasakan. Dan akhirnya setelah rasanya aku tidak sanggup menahan orgasmeku, kutarik penisku dari dalam vagina Teh Lina secepat kilat. Kemudian dengan tempo yang tinggi, kugosok-gosok batang penisku itu dengan tanganku. Tak lama kemudian, cairan-cairan kental berwarna putih bagaikan layaknya senapan mesin bermuncratan dari ujung penisku. Sebagian mengenai muka Teh Lina. Ada pula yang mengenai payudara dan bagian tubuhnya yang lain. Bahkan celaka! Ada pula yang belepotan di jok sofa yang diduduki Teh Lina. Ditambah dengan darah yang mengalir dari dalam vaginanya, menandakan keperawanan guru sekolahku itu berhasil direnggut olehku, murid yang sudha dianggap adik kandungnya sendiri!

Dan akhirnya karena kehabisan tenaga, aku terhempas begitu saja ke atas sofa di samping Teh Lina. Tubuh kami berdua sudah bermandikan keringat dari ujung rambut ke ujung kaki. Aku hanya mengenakan kaus oblong saja, sedangkan Teh Lina hampir telanjang bulat dengan jilbab yang tersingkap keatas tak karuan, kemeja yang tidak dapat lagi menutupi kemolekan tubuhnya, serta rok yang tersingkap ke atas sampai di perutnya.

Sesaat Teh Lina merasakan kenikmatan yang baru ia rasakan, tak lama kemudia ia mulai tersadar menangis terhadap apa yang kami lakukan. Aku tahu rasanya seseorang yang baru saja kehilangan mahkotanya, anehnya dia tidak marah padaku. Mungkin karena diapun menikmatinya, mungkin karena aku pernah menolongnya, atau mngkin karena aku yang melakukannya. Aku mulai mendekap tubuhnya dan kamipun tertidur kelelahan dalam pikuknya suara hujan dan guntur yang terus bergemuruh.

Sejak itu, Teh Lina memang agak menarik diri dan menahan diri setiap bertemu denganku, mungkin karena malu, takut atau rasa bersalah. Tapi setiap aku “mengingikannya” aku selalu datangi rumah konrakannya, dan “melakukan” hal itu lagi dengannya walau dengan sedikit memaksa. Walau tidak setuju dan tidak merespon terhadap yang kulakukan, tapi dia tidak marah dan melaporkan atas apa yang aku lakukan. Dan akupun tahu diri, aku tidak pernah menumpahkan spermaku di rahimnya, tapi terkadang memintanya untuk mengulum dan menumpahkan dalam mulutnya, dadanya, atau bahkan perutnya.

Namun sejak sebulan lalu, dia diterima menjadi PNS di kota, akupun kesulitan untuk menghubunginya lagi. Demikian sekelumit ceritaku dengan guruku yang tak mungkin aku lupakan. Beruntung kira–kira setahun yang lalu saya mendapat pekerjaan di kota yang sama dengan teh Lina, dan adikku Asih masih berhubungan baik dengan Teh Lina. Dengan sogokan HP baru, dia mau mengajak Teh Lina belanja kemudian berpura-pura ada urusan sehingga aku yang mengantar teh Lina balik.

Tentu saja sebelum itu aku membeli ekstasi jenis pink love dari kenalanku, memang semenjak aku masuk dunia kerja aku mulai mengenal dunia malam walaupun tidak seintensif temanku yang lain. Hal ini karena tak satupun wanita yang kukenal mampu membuatku puas.

Sekitar jam tujuh malam aku mendatangi mall tempat mereka janjian shoping, Seharian mereka belanja dan barang belanjaannya pun cukup banyak. Terlihat teh Lina udah kelelahan seharian jalan dan belanja bersama adikku Asih. Sesaat ia mengeluarkan lidahnya dan menjilati bibir bawahnya, ia tampak kehausan. Lenggak-lenggok tubuh Teh Lina di balik balutan busana muslimahnya telah mampu membuat darah mudaku menggelegak. Kemolekan tubuh Teh Lina yang memang aduhai ini, ditambah dengan wajahnya yang mempesona, membuat rasa haus dan laparku hilang seketika. Berkali-kali ia meneguk liurnya sendiri memandang Teh Lina dari belakang. Perlahan ia mendekati Teh Lina dan menyapanya, “Assalamu Alaikum Teh Lina, tampangnya pucat begitu? Maaf tadi Asih ada urusan jadi pesanannya saya yang bawakan, kebetulan ada kerjaan di sini.”

“Terima kasih banyak ya Rusdi” Tanpa persetujuan Teh Lina terlebih dahulu, Aku langsung duduk tepat di samping akhwat cantik tersebut. Teh Lina pun menjadi sedikit risih dibuatnya. Ia sedikit menggeser pantatnya ke arah berlawanan. Karena merasa tidak enak sudah diambilkan minum, ia pun membiarkan lelaki yang bukan mahromnya itu duduk bersebelahan dengannya walaupun tetap dengan menjaga jarak. Karena ia telah demikian haus, ia pun menenggak teh gelas yang kubawa hingga habis. Entah mengapa mendadak kepala Teh Lina menjadi pusing. Matanya berkunang-kunang, pandangannya kabur dan tenaganya melemah.

Dengan santainya kukalungkan tangannya ke leher Teh Lina dan menarik tubuh molek si akhwat muslimah yang alim itu ke dalam pelukannya. Orang-orang masih sibuk lalu-lalang berbelanja. Walaupun ada orang melihat Aku yang memeluk Teh Lina, mereka hanya menyangka kalau kami adalah sepasang suami istri, apalagi umur kami tidak terpaut jauh. Apalagi wajah Teh Lina yang demikian lemah membuat orang lain tak berani mengganggu kami.

Teh Lina merasa geli merasakan usapan-usapan tangan kasar Aku di pipinya. Ia benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa. Tubuhnya terasa lemah dan kaku. Ia merasa bingung akan apa yang terjadi padanya. Setelah minum teh gelas tadi, kesadarannya terasa tertahan. Ia tidak bebas menggerakkan anggota badannya padahal ia masih dapat melihat dan merasakan segala sesuatu di sekelilingnya. Keringat semakin deras membasahi jilbabnya yang terbuat dari bahan satin. Hampir-hampir akhwat nan molek itu basah kuyup oleh keringatnya sendiri.

Melihat hewan buruannya telah begitu jinak di pelukannya, Aku malah makin bernafsu. Kemaluan yang sudah jarang dipakai itu kini berontak dengan dahsyat dari balik celana panjangnya. Bau keringat Teh Lina yang semakin menyengat membuat gelegak birahiku makin meletup-letup. Ia membayangkan dirinya menyetubuhi muslimah aktivis nan alim dan santun itu dengan liar hingga Teh Lina bergetar hebat dibuatnya. Ia dekap tubuh indah itu lebih erat dan diciuminya bau keringat Akhwat yang merangsang itu. Ditempelkannya hidungnya di pipi Teh Lina dan sesekali Aku mengeluarkan lidahnya dan menjilati wajah Teh Lina. Teh Lina pun hanya bisa meringis dan menikmati perlakuanku pada dirinya.

“Akkhhh …” terdengar sedikit lenguhan Teh Lina begitu pelan namun telah cukup membuat denyut nadi Aku berdenyut-denyut. Akhwat yang kini makin basah bermandikan keringat itu, campuran dari keringat bekas belanja dan keringat dingin akibat dijamah oleh Aku, itu terlihat begitu gelisah. Tubuhnya yang basah menjadi makin menggiurkan bagi pria setengah baya yang tengah meraba-raba tubuhnya. Kegiatan mereka makin mendapat perhatian dari orang-orang di sekitarnya. Aku sedikit khawatir dengan hal itu, ia pun memikirkan jalan agar bisa menikmati tubuh Teh Lina dengan lebih leluasa.

Aku pun memutuskan untuk membawa Teh Lina ke sebuah tempat sepi, mumpung akhwat nan menawan itu masih dalam pengaruh bayang-bayang campuran obat bius dan obat perangsang yang tadi diberikannya. Dengan cepat kulepas pelukanku pada Teh Lina dan bergegas mengambil motor bebeknya yang diparkir tak jauh dari situ. Akupun membimbing Teh Lina untuk berdiri dari trotoar dan mengajaknya untuk naik motor bersamanya. Dengan lembut Aku membisikkan sesuatu di telinga Teh Lina, “Teh Lina, bila kau ingin merasakan kenikmatan yang jauh lebih indah dari ini, ikutilah kata-kataku. Sekarang naiklah ke motor ini dengan membonceng padaku”

Layaknya seorang kerbau yang dicocok hidungnya, Teh Lina pun menuruti semua yang kuperintahkan. Ia merasakan adanya dorongan yang begitu dalam dari dirinya untuk merasakan kembali sentuhan dan belaianku. Ia merasakannya seperti gairah. Mungkin ini adalah efek dari obat perangsang yang kuberikan tadi. Teh Lina yang tadinya merupakan seorang akhwat yang anggun, menawan, shalihah, alim, dan santun kini telah tergila-gila dengan perbuatan cabulku. Setelah Aku pun naik motor, Teh Lina dengan pasrah menuruti dan duduk menyamping sambil memeluk pinggangku dengan erat.

Merasakan hal tersebut, aku begitu girang. Selama perjalanan ia hanya memakai tangan kanan untuk menarik gas dan mengerem, sementara tangan kirinya terus mengelus-elus tangan perawan suci nan alim yang melingkari pinggangnya. Teh Lina telah begitu jauh terperosok ke dalam jebakan yang kubuat. Kami berdua begitu dilanda birahi yang menggebu-gebu di atas motor tua itu. Kami sudah sama-sama tidak sadar untuk melampiaskan nafsunya masing-masing. Tanpa sadar tangan Teh Lina pun dengan lembut mengelus-elus bagian perutku membuatku belingsatan dibuatnya. Untung rumah kontrakanku tidak begitu jauh sehingga 10 menit kemudian mereka telah sampai.

Begitu sampai di dalam rumah, Aku langsung menyiapkan segalanya. Pintu rumah ia kunci, motor ia masukkan, tak lupa aplikasi perekam video di HP kunyalakan untuk merekam kenangan ini, dan Teh Lina ia baringkan di atas kursi ruang tamu rumah kontrakanku. Kini hidangan lezat telah menantinya di atas ranjang itu dengan gairah yang menggelora.

Bibirku mulai merayap menciumi wajahnya yang cantik, tak semilipun dari permukaan wajahnya yang luput dari ciuman bibirku. Mulutnya ternganga… matanya mendelik dengan leher yang tengadah…

”Aahhh….. ouh…… mmmhhhh…. eehh… ke.. na.. pa….. begi..nii…ouhhh …”

Erangan penuh rangsangan keluar dari bibirnya disela-sela ucapan ketidakmengertian yang terjadi pada dirinya..

Sementara bibirku menciumi wajah dan bibirnya dan terkadang lehernya yang masih tertutup oleh jilbab yang lebar…, secara perlahan tangan kanan merayap ke depan tubuhnya dan mulai meremas buah dadanya..

”Ouhhh….aahhh…”

Kembali dia mengerang penuh rangsangan. Tangan kirinya memegang kuat tangan kananku yang sedang meremas buahdadanya. Tetapi ternyata tangannya tidak berusaha menjauhkan telapak tanganku dari buahdadanya, bahkan mengarahkan jariku pada putting susunya agar aku mempermainkan putting susunya dari luar baju gamis yang dikenakannya

“ouh…ouh…ohhh…..”

Erangan penuh rangsangan semakin tak terkendali keluar dari mulutnya Telapak tanganku dengan intens mempermainkan buahdadanya…, keringat sudah membasahi gamisnya…, bahkan tangan kanannya dengan gemas merengkuh belakang kepalaku dan mengacak-ngacak rambutku serta menekan wajahku agar ciuman kami semakin rapat…

Nafasnya semakin memburu dengan desahan dan erangan nikmat semakin sering keluar dari mulutnya yang indah. Tangan kananku dengan lincah mengeksplorasi buahdada, pinggang dan secara perlahan turun ke bawah untuk membelai pingggul dan pantatnya yang direspon dengan gerakan menggelinjang menahan nikmatnya nafsu birahi yang terus menderanya. Tangan kananku semakin turun dan membelai pahanya dari luar gamis yang dikenakannya… dan terus kebawah hingga ke ujung gamis bagian bawah. lalu tanganku menyusup ke dalam sehingga telapak tanganku bisa langsung menyentuh betisnya yang jenjang..

Ouhhh… sungguh halus dan lembut terasa betis indah ini, membuat nafsuku semakin membumbung tinggi, penisku semakin keras dan bengkak sehingga terasa sakit karena terhimpit oleh celana panjang yang kukenakan, maka secara tergesa-gesa tangan kiriku menarik sleting celana dan mengeluarkan batang penisku yang tegak kaku.

Dari sudut matanya, Teh Lina melihat apa yang kulakukan dan dengan mata yang terbelalak dan mulut ternganga ia menjerit pelan melihat penisku yang tegak kaku keluar dari dalam celana

”Aaaihhh…”.

Dari sorot matanya, tampak gairah yang semakin menyala-nyala ketika menatap penis tegakku. Belaian tangan kananku semakin naik ke atas…., ke lututnya, lalu…. Cukup lama bermain di pahanya yang sangat halus…., Teh Lina semakin menggelinjang ketika tangan kananku bermain di pahanya yang halus, dan mulutnya terus-terusan mengerang dan mengeluh nikmat

“ Euhh….. ouhhhh….. hmmmnnn…. Ahhhhh……”

Tanganku lalu naik menuju pangkal paha…., terasa bahwa bagian cd yang berada tepat di depan vaginanya sudah sangat lembab dan basah. Tubuhnya bergetar hebat ketika jari tanganku tepat berada di depan vaginanya, walaupun masih terhalang CD yang dikenakannya…, tubuhnya mengeliat kaku menahan rangsangan nikmat yang semakin menderanya sambil mengeluarkan deru nafas yang semakin tersengal

“Ouh….ouhhhh…”

Ketika tangan kananku menarik CD yang ia kenakan…., ternyata kedua tangan Teh Lina membantu meloloskan CD Itu dari tubuhnya. Kusingkapkan bagian bawah gamis yang ia kenakan ke atas hingga sebatas pinggang, hingga tampak olehku vaginanya yang indah menawan, kepalanya kuletakan pada sandaran lengan kursi..,

kemudian pahanya kubuka lebar-lebar.., kaki kananku menggantung ke bawah kursi, sedangkan kaki kiriku terlipat di atas kursi. Dengan masih mengenakan celana panjang, kuarahkan penisku yang keluar melalui sleting yang terbuka ke lubang vagina yang merangsang dan sebentar lagi akan memberikan berjuta-juta kenikmatan padaku. Ku gesek-gesekan kepala penisku pada lipatan liang vaginanya yang semakin basah..

”Auw…auw….. Uuhhhh….. uuuhhh…. Ohhh ….”

Dia mengaduh dan mengeluh… membuatku bertanya-tanya apakah ia merasa kesakitan atau menahan nikmat, tapi kulihat pantatnya naik turun menyambut gesekan kepala penisku seolah tak sabar ingin segera dimasuki oleh penisku yang tegang dan kaku…. Lalu dengan hentakan perlahan ku dorong penisku dan… Blessshhh….

Kepala penisku mulai menguak lipatan vaginanya dan memasuki lorong nikmat itu dan..

“AUW… AUW…. Auw… Ouhhh……uhhhh…… aaahhhh…”

Tanpa dapat terkendali Teh Lina mengaduh dan mengerang nikmat dan mata terpejam rapat…., rintihan dan erangan Teh Lina semakin merangsangku dan secara perlahan aku mulai memaju mundurkan pantatku agar penisku mengocok liang vaginanya dan memberikan sensasi nikmat yang luar biasa.

Hal yang luar biasa dari Teh Lina adalah dia terus mengaduh dan mengerang setiap aku menyodokkan batang penisku ke dalam vaginanya. Rupanya dia merupakan tipe wanita yang selalu mengaduh dan mengerang tak terkendali dalam mengekspresikan rasa nikmat seksual yang diterimanya. Tak berapa lama kemudian, tanpa dapat kuduga, kedua tangan Teh Lina merengkuh pantatku dan menarik pantatku kuat-kuat dan pantatnya diangkatnya sehingga seluruh batang penisku amblas ditelan liang vagina yang basah, sempit dan nikmat. Lalu tubuhnya kaku sambil mengerang nikmat

“Auuuww…. Auuuwww…… Auuuuuhhhh….. Aakkkhhhh…..”

kedua kakinya terangkat dan betisnya membelit pinggangku dengan telapak kaki yang menekan kuat pantatku hingga gerakan pantatku agak terhambat dan kedua tangannya merengkuh pundakku dengan kuat dan beberapa saat kemudian tubuhnya kaku namun dinding vaginanya memijit dan berkedut sangat kuat dan nikmat membuat mataku terbelalak menahan nikmat yang tak terperi. Lalu …. badannya terhempas lemah…, namun liang vaginanya berkedut dan meremas dengan sangat kuat batang penisku sehingga memberikan sensasi nikmat yang luar biasa.

Gairah yang begitu tinggi akibat rangsangan yang diterimanya telah mengantarnya menuju orgasmenya yang pertama. Keringat tubuhku membasahi baju membuatku tidak nyaman, sambil membiarkannya menikmati sensasi nikmatnya orgasme yang baru diperolehnya dengan posisi penisku yang masih menancap di liang vaginanya, aku membuka bajuku hingga bertelanjang dada tetapi masih mengenakan celana panjang.

Lalu secara perlahan aku mulai mengayun pantatku agar penisku mengocok liang vaginanya. Rasa nikmat kembali menderaku akibat gesekan dinding vaginanya dengan batang penisku. Perlahan namun pasti, pantat Teh Lina merespon setiap gerakan pantatku. Pinggul dan pantatnya bergoyang dengan erotis membalas setiap gerakanku. Mulutnyapun kembali mengaduh mengekspresikan rasa nikmat yang kembali dia rasakan

“Auw…Auw… Auuuwww…. Ouhhh…. Aahhh…”

Rangsangan dan rasa nikmat yang kurasakanpun semakin menjadi-jadi. Dan erangan nikmatnyapun terus-menerus diperdengarkan oleh bibirnya yang tipis menggairahkan sambil kepala yang bergoyang kekiri dan ke kanan diombang-ambingkan oleh rasa nikmat yang kembali menderanya

“Auw…Auw… Auuuwww…. Oohhh… ohhh… oohhh…”

Erangan nikmat semakin tak terkendali dan seolah puncak kenikmatan akan kembali menghampirinya hal ini tampak dari gelinjang tubuhnya yang semakin cepat dan kedua tangannya yang kembali menarik-narik pantatku agar penisku masuk semakin dalam mengobok-obok liang nikmatnya dan kedua kakinya sudah mulai membelit pantatku. Namun aku mencabut penisku , dan hal itu membuat Teh Lina gelagapan sambil berkata terbata-bata

“Ke..napa…..di cabut…? Ouh…. Oh…”

Dengan sorot mata protes dan napas yang tersengal-sengal…

“Ribet ….”

Kataku, sambil berdiri dan membuka celana panjang sekaligus dengan CD yang kukenakan.

Lalu sambil menatapnya

“Gamisnya buka dong..!”

Dia menatapku ragu.., namun dorongan gairah telah membutakan pikirannya apalagi dengan penuh gairah dia melihatku telanjang bulat di hadapannya, maka dengan tergesa-gesa dia berdiri dihadapanku dan melolosi seluruh pakaian yang dikenakannya menyisakan jilbab yang masih membalut wajahnya yang cantik …, mataku melotot menikmati pemandangan yang menggairahkan itu. Oohhh….

Kulitnya benar-benar putih dan halus, penisku terangguk-angguk semakin tegang dan keras. Dia melepaskan gamis dan BHnya sekaligus, hingga dihadapanku telah berdiri bidadari yang sangat cantik menggairahkan dalam keadaan bulat menantangku untuk segera mencumbunya.

Dalam keadaan berdiri aku langsung memeluknya dan bibirku mencium bibirnya dengan penuh gairah…. Diapun menyambut ciumanku dengan gairah yang tak kalah panasnya. Bibir dan lidahku menjilati bibir, pipi lalu ke lehernya yang jenjang yang selama ini selalu tertutup oleh jilbabnya yang lebar…. Teh Lina mendongakkan kepala hingga lehernya semakin mudah kucumbu… Penisku yang tegang menekan-nekan selangkangannya membuat dia semakin bergairah.

Dengan gemetar, tangannya meraih batang penisku dan mengarahkan kedepan liang vaginanya yang sudah sangat basah dan gatal., kaki kanannya dia angkat keatas kursi sehingga kepala penisku lebih mudah menerobos liang vaginanya dan blesshh….. kembali rasa nikmat menjalar di sekujur pembuluh nadiku dan mata Teh Linapun terpejam merasakan nikmat yang tak terperi dan dari mulutnyapun erangan nikmat

“Auw… Auww… Oohh….. akhhh….”

Kepalanya terdongak dan kedua tangannya memeluk erat punggungku. Lalu pantatku mulai bergerak maju mundur agar batang penisku menggesek dinding vaginanya yang sempit, basah dan berkedut nikmat menyambut setiap gesekan dan kocokan batang penisku yang semakin tegang dan bengkak. Diiringi dengan rintihan nikmat Teh Lina yang khas… …

”Auw… Auw… Ouhh… ouhh…ahhh…”

Sambil pantatku memompa liang vaginanya yang nikmat, kepala Teh Lina semakin terdongak ke belakang sehingga wajahku tepat berada didepan buahdadanya yang sekal dan montok, maka mulut dan lidahku langsung menjilati dan menghisap buah dada indah itu.. putting susunya semakin menonjol keras. Teh Lina semakin mengerang nikmat…

”Auw… Auw… Ouhh… ouhh…ahhh…”

Gerakan tubuh Teh Lina semakin tak terkendali, dan tiba-tiba kedua kakinya terangkat dan membelit pinggangku, kemudian dia melonjak-lonjankkan tubuhnya sambil memeluk erat tubuhku sambil menjerit semakin keras …

”Auw… Auw… Ouhh… ouhh…ahhh…”.

Kedua tanganku menahan pantatnya agar tidak jatuh dan penisku tidak lepas dari liang vaginanya sambil merasakan nikmat yang luar biasa… Tak lama kemudian kedua tangannya memeluk erat punggungku dan mulutnya menghisap dan menggigit kuat leherku. Tubuhnya kaku…., dan dinding vaginanya meremas dan memijit-mijit nikmat batang penisku. Dan tak lama kemudian

“AAAAUUUUWWWW………..Hhhooohhhh….”

Dia mengeluarkan jeritan dan keluhan panjang sebagai tanda bahwa dia telah mendapatkan orgasme yang kedua kali…

Tubuhnya melemas dan hampir terjatuh kalau tak ku tahan. Lalu dia terduduk di kursi sambil mengatur nafasnya yang tersengal-sengal, badannya basah oleh keringat yang bercucuran dari seluruh pori-pori tubuhnya.

Tapi dibalik rasa lelah yang menderanya, gairahnya masih menyala-nyala ketika melihat batang penisku yang masih tegang mengangguk-angguk. Aku duduk disampingnya dengan nafas yang memburu oleh gairah yang belum terpuaskan. Tiba-tiba dia berdiri membelakangiku, kakinya mengangkang dan pantatnya diturunkan mengarahkan liang vaginanya agar tepat berada diatas kepala penisku yang berdiri tegak.

Tangan kanannya meraih penisku agar tepat berada di depan liang vaginanya dan … bleshhhh….

“AUUWW…. Auww…. Ahhhh…”

Secara perlahan dia menurunkan pantatnya sehingga kembali batang penisku menyusuri dinding vagina yang sangat nikmat dan memabukkan..

”Aaahhh……”

erangan nikmat kembali keluar dari mulutnya. Lalu dia mulai menaik turunkan pantatnya agar batang penisku mengaduk-ngaduk vaginanya dari bawah..

Semakin lama gerakannya semakin melonjak-lonjak sambil tiada henti mengerang penuh kenikmatan, kedua tanganku memegang kedua buahdadanya dari belakang sambil meremas dan mempermainkan putting susu yang semakin keras dan menonjol. Kepalanya mulai terdongak dan menoleh kebelakang mencari bibirku atau bagian leherku yang bisa diciumnya dan kamipun berciuman dalam posisi yang sangat menggairahkan… lonjakan tubuhnya semakin keras dan kaku dan beberapa saat kemudian kembali batang penisku merasakan pijatan dan remasan yang khas dari seorang wanita yang mengalami orgasme sambil menjerit nikmat

“AAAUUUUUWWWWW…….. Aaakkhhhh………”

Namun saat ini, aku tidak memberi waktu padanya untuk beristirahat, karena aku merasa ada dorongan dalam tubuhku untuk segera mencapai puncak, karena napasku sudah tersengal-sengal tidak teratur, maka kuminta ia untuk posisi nungging dengan kaki kanan di lantai sedang kaki kiri di tempat duduk kursi sedangkan kedua tangannya bertahan pada kursi. Lalu kaki kananku menjejak lantai sedang kaki kiriku kuletakkan dibelakang Kaki kirinya sehingga selangkanganku tepat berada di belahan pantatnya yang putih, montok dan mengkilat oleh basahnya keringat. Tangan kananku mengarahkan kepala penisku tepat pada depan liang vaginanya yang basah dan semakin menggairahkan. Lalu aku mendorong pantatku hingga blessshhh….

“Auw… Auw… Ouhhhh….”

Kembali ia mengeluh nikmat ketika merasakan batang penisku kembali memasuki dirinya dari belakang. Kugerakan pantatku agar batang penisku kembali mengocok dinding vaginanya. Teh Lina memaju mundurkan pantatnya menyambut setiap sodokan batang penisku sambil tak henti-henti mengerang nikmat..Ouh… ohhh…ayoo.. Rusdi…ayo… ohh…ouhh…” Rupanya dia merasakan batang penisku yang semakin kaku dan bengkak yang menandakan bahwa beberapa saat lagi aku mencapai orgasme. Dia semakin bergairah menyambut setiap sodokan batang penisku, hingga akhirnya gerakan tubuhku semakin tak terkendali dan kejang-kejang dan pada suatu titik aku menancapkan batang penisku sedalam-dalamnya pada liang vaginanya yang disambut dengan remasan dan pijitan nikmat oleh dinding vaginanya sambil berteriak nikmat

“Auuuuwwwhhhhhhh…… Aakkhhh…….”

Dan diapun berteriak nikmat bersamaan denganku. Dan Cretttt…. Creeetttt… crettttt spermaku terpancar deras membasahi seluruh rongga diliang vaginanya yang nikmat…

Tubuh Teh Lina ambruk telungkup dikursi dan tubuhkupun terhempas di kursi sambil memeluk tubuhnya dari belakang dengan helaan napas yang tersengal-sengal kecapaian… punggungku tersandar lemas pada sandaran kursi sambil berusaha menarik nafas panjang menghirup udara sebanyak-banyaknya.

Dan kuperhatikan Teh Linapun tersungkur kelelahan sambil telungkup di atas kursi. Sambil beristirahat mengumpulkan napas dan tenaga yang hilang akibat pergumulan yang penuh nikmat, mataku menatap tubuh bugil Teh Lina yang basah oleh keringat. Dan terbayang olehku betapa liarnya Teh Lina barusan pada saat dia mengekspresikan kenikmatan seksual yang menghampirinya. Semua itu diluar dugaanku.

Aku tak menyangka Teh Lina yang demikian anggun dan lemah lembut bisa demikian liar dalam bercinta…… Mataku menyusuri seluruh tubuh Teh Lina yang bugil dan basah oleh keringat….

Uhhh……. .. Tubuh itu benar-benar sempurna …… Putih , halus dan mulus…. Beruntung sekali malam ini aku bisa menikmati tubuh indah ini.

Aku terus menikmati pemandangan indah ini, sementara Teh Lina nampaknya benar-benar kelelahan sehingga tak sadar bahwa aku sedang menikmati keindahan tubuhnya… Semakin aku memandangi tubuh indah itu, perlahan-lahan gairahku muncul kembali seiring dengan secara bertahap tubuhku pulih dari kelelahan yang menimpaku.

Dalam hati aku berbisik agar malam ini aku bisa menikmati tubuh Teh Lina sepuas-puasnya sampai pagi. Membayangkan hal itu, gairahku dengan cepat terpompa dan perlahan-lahan penisku mulai mengeras kembali….

Perlahan tanganku membelai pinggulnya yang indah, dan bibirku menciumi pundaknya yang basah oleh keringat…., namun nampaknya Teh Lina terlalu lelah untuk merespon cumbuanku, dia masih terlena dengan kelelahannya… mungkin dia tertidur kelelahan.

Posisi kami yang berada di atas kursi panjang ini membuatku kurang nyaman…, maka kuhentikan cumbuanku, kedua tanganku merengkuh tubuh indah Teh Lina dan dengan sisa-sisa tenaga yang mulai pulih kubopong tubuh indah itu ke kamar.

Dengan penuh semangat aku membopong tubuh bugil Teh Lina kearah kamar. Kuletakkan tubuhnya dengan hati-hati dalam posisi telentang. Teh Lina hanya melenguh lemah dengan mata yang masih terpejam. Aku duduk di atas kasur sambil memperhatikan tubuh indah ini lebih seksama.

Semakin keperhatikan semakin terpesona aku akan kesempurnaan tubuh Teh Lina yang sedang telanjang bugil. Kulit yang demikian putih , halus dan mulus….. dengan bagian selangkangan yang benar-benar sangat indah dan merangsang.

Di sela-sela liang vaginanya terlihat lelehan spermaku yang keluar dari dalam liang vaginanya mengalir keluar ke sela-sela kedua pahanya.. Aku mengambil tissue yang ada di pinggir tempat tidur dan mengeringkan lelehan sperma itu dengan penuh perasaan. Teh Lina menggeliat lemah., lalu matanya terbuka sedikit sambil mendesah..

”uhhh……”

Bibir dan lidahku tergoda untuk menciumi dan menjilati batang paha Teh Lina yang demikian putih dan mulus. Dengan penuh nafsu bibir dan lidahku mulai mencumbu pahanya. Seluruh permukaan kulit paha Teh Lina kuciumi dan jilati… tak ada satu milipun yang terlewat. Lambat laun gairah Teh Lina kembali terbangkitkan, mulutnya mendesis nikmat dan penuh rangsangan

“uhhh….. ohhhh… sssssttt…”

Sementara telapak tanganku bergerak lincah membelai dan mengusap paha, pantat, perut dan akhirnya meremas-remas buahdadanya yang montok. Erangannya semakin keras ketika aku memelintir putting susunya yang menonjol keras

“Euhh….. Ouhhh…. Auw…… Ahhh…”

Disertai dengan gelinjang tubuh menahan nikmat yang mulai menyerangnya. Penisku semakin keras dan aku mulai memposisikan kedua pahaku di bawah kedua pahanya yang terbuka, lalu mengarahkan penisku ke tepat di lipatan vaginanya yang basah dan licin.

Kugesek-gesekan kepala penisku sepanjang lipatan vaginanya, tubuhnya semakin bergelinjang…., pantatnya bergerak-gerak menyambut penisku seolah-olah tak sabar ingin ditembus oleh penis tegangku. Namun aku terus merangsang vaginanya dengan penisku…., dia semakin tak sabar …… tubuhnya semakin bergelinjang hebat.

Dan akhirnya ia bangkit dan mendorong tubuhku hingga telentang di atas kasur, dia langsung menduduki selangkanganku… mengangkat pantatnya dan tangannya dengan gemetar meraih penisku dan mengarahkan ke tepat liang vaginanya, lalu langsung menekan pantatnya dalam-dalam hingga……. Blessshhhh……. batang penisku langsung menerobos dinding vaginanya yang basah namun tetap sempit dan berdenyut-denyut. Mataku nanar menahan nikmat…., napasku seolah-olah terhenti menahan nikmat yang ku terima…

”Uhhhh…..”

Mulutku berguman menahan nikmat. Dengan mata terpejam menahan nikmat, Teh Linapun mengaduh.

”Auuww…. Oohhhhhhh……”

Pantatnya dia diamkan sejenak merasakan rasa nikmat yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Lalu secara perlahan dia menaik turunkan pantatnya hingga penisku mengocok-ngocok vaginanya dari bawah….. Erangan khasnya kembali dia perdengarkan

“Auw….. auw…. auw… euhhhh…..”

Semakin lama gerakan pantatnya semakin bervariasi…, kadang berputar-putar…. Kadang maju mundur dan terkadang ke atas ke bawah bagaikan piston sambil tak henti-hentinya mengaduh nikmat…

Gerakannya semakin lincah dan liar, membuat aku tak henti-hentinya menahan nikmat. Kembali aku terpana oleh keliaran Teh Lina dalam bercinta…., sungguh aku tak menyangka…..Wanita sholeh…., anggun dan lembut ini begitu liar dan lincah.
”Ouhhhh…. Ouhhhh …”

Aku pun mengeluh nikmat menyahuti erangan nikmat yang keluar dari bibirnya yang tipis. Buahdadanya yang montok dan indah terguncang-guncang keras akibat gerakannya yang lincah dan membuatku tanganku terangsang untuk meremasnya, maka kedua buahdada itu kuremas-remas gemas. Teh Lina semakin mengerang nikmat

“Auw…. Auw….auhh….ouhhh…”

Lalu gerakannya semakin keras tak terkendali…, kedua tangannya mencengkram erat kedua tanganku yang sedang meremas-remas gemas buahdadanya…,, dan badannya melenting sambil menghentak-hentakkan pantatnya dengan keras hingga penisku masuk sedalam-dalamnya….

Dan akhirnya tubuhnya kaku disertai dengan jeritan yang cukup keras

“Aaaaakkhhhsssss………….”

Dan tubuhnya ambruk menindihku……. Namun dinding vaginanya berdenyut-denyut serta meremas-remas batang penisku…. Membuatku semakin melayang nikmat….

Ya…. Teh Lina baru saja memperoleh orgasme yang pertama di babak kedua ini…. Dengan tubuh yang lemas dan napas yang tersengal-sengal bagaikan orang sudah melakukan lari marathon bibirnya menciumi lembut pipiku dan berkata sambil mendesah…

”Rusdi…. Benar-benar hebat….”

Lalu mengecup bibirku dan kembali kepalanya terkulai di samping kepalaku sehingga dadaku merasakan empuknya dihimpit oleh buahdadanya yang montok. Penis tegangku masih menancap dengan kokoh di dalam liang vaginanya, dan semakin lama denyutan dinding vaginanyapun semakin melemah… Kugulingkan tubuhnya hingga tubuhku menindih tubuhnya dengan tanpa melepaskan batang penisku dari jepitan vaginanya.

Tangan kananku meremas-meremas buah dadanya diselingin memilin-milin putting susu sebelas kiri, sementara bibirku menjilati dan menghisap-hisap putting susu sebelah kanan, sambil pantatku bergerak perlahan mengocok-ngocok vaginanya.

Perlahan namun pasti…, Teh Lina mulai menggeliat perlahan-lahan…, rangsangan kenikmatan yang kulakukan kembali membangkitkan gairahnya yang baru saja terpuaskan…

“Emmhhh…… euhhhh……… auh……..”

Dengan kembali dia mengerang nikmat… Pinggulnya bergoyang mengimbangi goyanganku…. Kedua tangannya merengkuh punggungku….

“Auw…. Auw…… ahhh….auhhh…”

Kembali dia mengaduh dengan suara yang khas, menandakan kenikmatan telah merasuki dirinya… Goyang pinggulnya semakin lincah disertai dengan jeritan-jeritannya yang khas. Dalam posisi di bawah Teh Lina menampilkan gerakan-gerakan yang penuh sensasi… Berputar…., menghentak-hentak …, maju mundur bahkan gerakan patah-patah seperti yang diperagakan oleh penyanyi dangdut terkenal. Kembali aku terpana oleh gerakan-gerakannya…. Yang semua itu tentu saja memberikan kenikmatan yang tak terhingga padaku….. Sambil mengerang dan mengaduh nikmat…, tangannya menarik kepalaku hingga bibirnya bisa menciumi dan menghisap leherku dengan penuh nafsu. Gerakan pinggul Teh Lina sudah berubah menjadi lonjakan-lonjakan yang keras tak terkendali, kedua kakinya terangkat dan membelit dan menekan pantatku hingga pantatku tidak bisa bergerak, Kedua tangannya menarik-narik pundakku dengan keras dengan mata terpejam dan gigi yang bergemeretuk.

Dan akhirnya tubuhnya kaku sambil menjerit seperti yang yang disembelih…

”Aakkkkkhhhh…….”

Kembali Teh Lina mengalami orgasme untuk ke sekian kalinya…. Aku hanya terdiam tak bisa bergerak tapi merasakan nimat yang luar biasa, karena walaupun terdiam kaku, namun dinding vagina Teh Lina berkontraksi sangat keras sehingga memijit dan memeras nikmat batang penisku yang semakin membengkak Tak lama kemudian tubuhnya melemas…., kedua kakinya sudah terjulur lemah Kuperhatikan napasnya tersengal-sengal…, Teh Lina menatap wajahku yang berada diatas tubuhnya. Lalu dia tersenyum seolah-olah ingin mengucapkan terima kasih atas puncak kenikmatan yang baru dia peroleh….

Kukecup bibirnya dengan lembut… Tubuhku kutahan dengan kedua tangan dan kakiku agar tidak membebani tubuhnya, Sambil bibirku terus menciumi bibir, pipi, leher , dada, hingga putting susunya untuk merangsangnya agar gairahnya segera bangkit kembali…

Kuubah posisi tubuhku hingga aku terduduk dengan posisi kedua kaki terlipat dibawah kedua paha Teh Lina yang terangkat mengapit pinggangku. Buahdadanya yang indah dan basah oleh keringat begitu menggodaku. Dan kedua tanganku terjulur untuk meremas-remas buah dada yang montok dan indah

“Euhh…. Euhhh…. “

Kembali tubuhnya menggeliat merasakan gairah yang kembali menghampirinya. Sambil kedua tanganku mempermainkan buahdadanya yang montok…, pantatku kembali berayun agar penisku kembali mengaduk-ngaduk liang vagina Teh Lina yang tak henti-hentinya memberikan sensasi nikmat yang sukar tuk dikatakan….

Hentakan pantatku semakin lama semakin keras membuat buah dadanya terguncang-guncang indah. Erangan nikmat yang khas kembali dia perdengarkan…. Kepalanya bergerak ke kanan dan kekiri seperti dibanting oleh rasa nikmat yang kembali menyergapnya…

Pinggul Teh Lina mulai membalas setiap hentakan pantatku….., bahkan semakin lama semakin lincah disertai dengan lenguhan dan jeritan nikmat yang khas…. Kedua tanganku memegangi kedua lututnya hingga pahanya semakin terbuka lebar membuat gerakan pinggulku semakin bebas dalam mengaduk dan mengocok vaginanya.

“Auw….Auw…. Auw…. Aahhh….ahhhh”

Erangan nikmat semakin meningkatkan gairahku…. Dan penisku semakin bengkak…. Dan ternyata dengan posisi seperti membuat jepitan vagina semakin kuat dan membuatku semakin nikmat. Dan tanpa dapat kukendalikan gerakanku semakin liar tak terkendali seiring dengan rasa nikmat yang semakin menguasai diriku… Teh Linapun mengalami hal yang sama…, penisku yang semakin membengkak dengan gerakan-gerakan liar yang tak terkendali membuat orgasme kembali dengan cepat menghampirinya dan dia pun kembali menjerit-jerit nikmat menjemput orgasme yang segera tiba…

“Auw….Auw…. Auw…. Aahhh….ahhhh”

Akupun merasa bahwa orgasme akan menghampiriku…., tanpa dapat kukendalikan gerakan sudah berubah menjadi hentakan-hentakan yang keras dan kaku. Hingga akhirnya orgasme itu datang secara bersamaan dan kamipun menjerit secara bersamaan bagaikan orang yang tercekik.

“Aakkkkkkhhssss…………..”

Pinggul kami saling menekan dengan keras dan kaku sehingga seluruh batang penisku amblas sedalam-dalamnya dan beberapa saat kemudian. Creetttt….creeettttt…. Cretttt…..

Sperma kental terpancar dari penisku menyirami liang vagina Teh Lina yang juga berdenyut dan meremas dengan hebatnya… Tubuhkupun ambruk… ke pinggir tubuh Teh Lina yang terkulai lemah…., namun pantatku masih diatas selangkangan Teh Lina sehingga Penisku masih menancap di dalam liang vaginanya. Kami benar-benar kelelahan sehingga akupun tertidur dalam posisi seperti itu….

Malam itu benar-benar kumanfaatkan untuk menikmati tubuh Teh Lina sepuas-puasnya.. Entah berapa kali malam itu kami bersetubuh……., yang kutahu adalah kami selalu mengulangi berkali-kali…. Hingga hampir subuh…. Dan tertidur dengan pulasnya karena semua tenaga telah terkuras habis …

Pagi-paginya sekitar jam 6 pagi aku mendengar Teh Lina menjerit..

”Apa yang telah terjadi..? Kenapa bisa terjadi begini..?”

Lalu dia menangis tersedu-sedu sambil tiada henti mengucap istigfar…. Sambil tak mengerti mengapa kejadian semalam bisa terjadi.

Tak lama kemudian dia berkata padaku sambil menangis

“Rusdi,kamu beja….t,kamu merkosa aku” tangisnya. Aku pegangin tangan dia sambil kukecup keningnya. “Sudahlah Teh Lina. Kata siapa Rusdi merkosa kamu?” “Iya kamu merkosa Teh Lina!Hiks hiks hiks”. Tangis Teh Lina. “Sebentar sayang”. Lalu kuambil hp yang merekam kami ngentotan dan memutarnya sambil mengelus rambut Teh Lina. “Ini buktinya sayang”. Melihat rekaman itu,tangis Teh Lina berhenti dan menunduk lesu.Ya dia terpukul melihat rekaman itu.Apa lagi lihat keganasan dia pas ngentot tadi.

“Sudah sayang,kamu jangan kuatir,Rusdi bakal tanggung jawab kalo terjadi sesuatu sama kamu”. Teh Lina tiba-tiba nangis di dadaku. Kuusap dan kubelai rambutnya dibalik jilbabnya. “Tenang sayang,Rusdi beneran bakal tanggung jawab. Kamu juga kan tahu, Rusdi suka sama Teh Lina semenjak aku kenal kamu”.

Jam setengah tujuh pagi kami mandi dan makan, pagi itu Teh Lina terlihat semakin cantk dengan jubah panjang berwarna biru muda dan berjilbab biru lebar hingga menutup sampai pantatnya. Mata kami tiba-tiba saling bertatapan.

“kamu cantik.” Kataku kembali merayu. Teh Lina kembali memalingkan wajahnya. Aku tahu wanita belia cantik seksi berjilbab itu tersipu malu. “gombal.” Katanya singkat. Mendengar suaranya yang tidak ada kemarahan, aku tahu kalau pancingku sudah mengena. Aku sedikit mendekatkan diriku ke tubuhnya.

“Teh Lina temenin Rusdi bentar liat rekaman video dong. Sumpah Demi Gusti Rusdi gak bakal nakal”Akhirnya walau terpaksa, Teh Lina mau juga.Tapi duduknya dihalangin bantal.

“Aihhh……!” jeritnya sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya… Terlihat di layar handphone saat aku sedang mencumbunya dan dia begitu menikmati penuh gairah menyambut cumbuanku…. Teh Lina diam terpaku dengan mulut ternganga menyaksikan rekaman dirinya yang sedang dirangsang olehku. Tangannya selolah kaku tidak bisa bergerak membiarkan layar handphoneku terus menampilkan percumbuanku dan dirinya diselingi oleh erangan penuh ransangan yang keluar dari mulutnya.

Terlihat olehnya bagaimana dirinya dalam rekaman itu begitu menikmati rangsangan yang kuberikan diiringi lenguhan rangsangan penuh gairah dari bibirnya “Rusdi…jahat…., mengapa Rusdi lakukan itu…?” suaranya bergetar…, namun matanya seolah tidak bisa dialihkan dari layar monitor. Aku diam tak menjawab… “Me..mengapa…, Rus ?” tanyanya lagi dengan suara yang bergetar diselingi oleh deru nafas yang semakin bergemuruh… “Buat kenangan…pribadi…, Teh ! Untuk mengingatkanku bahwa Teh Lina begitu istimewa…dimata saya..Percayalah, Teh. File ini rahasia…, hanya kita yang tahu dan tidak sedikitku terbersit dalam pikiran saya untuk menyebarkannya….. Saya juga malu kalau tersebar. Kan ada gambar saya di sana juga…” Jelasku menenangkannya. Dalam gambar, tampak bahwa dia begitu menikmati dan bergairahnya membalas pagutan bibirku dan bagaimana ekspresi wajahnya yang menahan nikmatnya rangsangan gairah yang sedang melandanya saat itu. Rekaman itu membawa Teh Lina akan kenangan betapa saat itulah dia merasakan kenikmatan puncak orgasme yang berulang yang tidak pernah dia dapatkan selama ini. Serrrrrr…., perlahan namun pasti gairah Teh Lina mulai bangkit, dan gairah yang selama ini terpendam dan tak tersalurkan mulai meronta-ronta dengan hebatnya. Bulu-bulu halus di seluruh tubuhnya merinding…, tangannya semakin kaku menahan gelora yang mulai menghasutnya. Sementara itu bagian vaginanya mulai basah dan berdenyut-denyut membayangkan kenikmatan yang luar biasa yang ia rasakan saat itu.. “Uhh…” tanpa sadar keluhan penuh rangsangan keluar dari bibirnya yang tipis dan duduknya mulai gelisah merasakan vagina yang semakin basah dan berdenyut.

Aku pelan-pelan mendekatkan mulutku ke telinganya yang tertutup jilbab, dan berbisik pelan. “Aku suka mata kamu, bibir kamu..” kuraih dagu wanita muda bertubuh ranum berjilbab itu dan memalingkan wajah cantiknya kearahku, sambil mataku memandang dalam-dalam ke arah matanya. Mata wanita alim berjilbab berpantat semok itu juga memandangku. Tatapan bingung harus bagaimana, takut, namun juga tatapan pasrah dan hanyut dalam angan-angannya tentang film tadi.

Perlahan-lahan kutundukkan kepalaku dan bibirku mulai mengecup pundaknya yang terhalang oleh jilbabnya yang lebar… “Euhh….” Teh Lina mengeluh. Tangannya semakin meremas jari-jariku yang berada di pundaknya dan kepalanya terdongak. Aku terus mengecup pundaknya, sementara perlahan-lahan kedua tanganku bergerak ke arah buah dadanya yang terhalang oleh baju panjang yang dikenakannya. Tanganku menyusup di balik jilbab lebar yang dipakai Teh Lina hingga tanganku merasakan gundukan montok dan kenyal di dada wanita berjilbab lebar ini. Tanpa diduga, Teh Lina yang telah kehilangan kendali atas dirinya akibat kenikmatan yang dirasakannya justru menyampirkan jilbab lebarnya ke punggungnya seakan mempersilahkan tanganku untuk menggerayangi dadanya bahkan wanita berjilbab lebar ini sendiri yang membuka 3 kancing jubahnya bagian atas satu persatu, kemudian mengeluarkan sepasang buah dadanya sendiri dari balik jubah yang dipakainya. Sejenak aku mendongak ke atas melihat reaksi Teh Lina yang tidak kuduga itu. Mataku melotot penuh nafsu melihat sepasang buah dada Teh Lina yang montok putih mulus dengan puting susu kemerahan itu telanjang tanpa penutup lagi. Mulutku terkekeh melihat buah dada Teh Lina lalu dengan bernafsu tanganku mengelus-elus lantas meremas-remas sepasang payudara wanita berjilbab yang telanjang itu.

Sepasang payudara montok berukuran 34 C yang putih mulus di dada Teh Lina terasa kenyal di tanganku yang meremas-remasnya. Dan puting susu kemerahan yang telah mengeras itu pun aku pelintir dan tarik-tarik membuat tubuh wanita berjilbab lebar ini menggelinjang jalang. Akhwat alim ini hanya merintih-rintih dan memekik-mekik lirih dari balik jilbabnya dengan tubuh yang menggelinjang-gelinjang menahan birahinya. Teh Lina menggelinjang jalang ketika berulangkali kelentit wanita berjilbab alim ini aku jilat dan hisap dengan kuat lantas puting susunya yang kemerahan kupelintir dengan pelintiran yang luar biasa. Mata wanita jilbaber yang bulat ini terlihat sayu menahan birahi yang melandanya, nafasnya terdengar memburu di balik jilbab lebar putihnya, kemaluannya yang tengah kujilati juga telah basah oleh cairan kenikmatan yang berulangkali terpancar. Melihat Teh Lina sudah dilanda birahi, aku segera berdiri di depan wanita berjilbab lebar ini. Aku memandang Teh Lina dengan penuh nafsu ketika melihat wanita berjilbab tersingkap jubahnya hingga terlihat kemaluannya yang mulus lalu sepasang payudara montok dan kencang akhwat alim ini tampak mencuat dengan puting susu kemerahan yang tegak mengeras. Payudara putih mulus itu tampak kontras dengan jubah biru yang dipakai guru muda ini.

Aku bergerak kesamping sambil kuputarkan kursi yang sedang diduduki oleh Teh Lina sehingga aku berdiri dihadapannya, lalu aku duduk dilantai sehingga kepalaku menghadap selangkangannya, kusingkapkan rok panjang yang dikenakannya ke atas sampai sebatas pinggangnya hingga dihadapanku terpampang pahanya yang putih dan mulus dan CD putih yang menutupi vaginanya yang indah. Aku mulai menciumi pahanya yang kiri dan kanan dengan penuh gairah. “Uhhhh… euhhhh…” Teh Lina semakin menggeliat nikmat dan penuh rangsangan. Lalu kedua tanganku berusaha menarik CD yang dikenakannya. Teh Lina mengangkat pantatnya sehingga CD itu dengan mudah dapat kulepaskan. Lalu dengan rakus aku menjilati lipatan vagina yang dihiasi oleh jembutnya yang halus.. “Auw…..auh….ouh….” Teh Lina mulai mengaduh nikmat dan mengerang… Pinggulnya bergelinjang. Aku semakin bersemangat menjilati vagina Teh Lina yang semakin basah. Tangaku membuka lipatan bibir vaginanya dan Lidahku menjilati lorong basah itu dari bawah hingga ke atas dan berhenti dan menghisap clitorisnya yang menonjol keras.. “Aaaauuhhhh…. aaawwwwhh…….auwwww…” Dia menjerit dan tubuhnya bergetar pada saat lidahku menjilati dan menghisap clitorisnya.

Tubuhnya menggeliat, melenting ke belakang hingga punggungnya menekan sandaran kursi dengan kuat, pantatnya terangkat menyambut jilatanku yang semakin bersemangat. Kedua tangannya mencengkram erat pegangan kursi dengan kuat hingga urat-urat tangannya menonjol keluar “Auw… auw….. ouhhhh… .euhhhh……” erangannya semakin merangsangku. Gerakan menjilati celah vaginanya hingga clitorisnya kulakukan berulang menyebabkan Dia terus menerus mengaduh dan mengerang nikmat dan tubuh yang bergetar dan bergelinjang tiada henti. Hingga akhirnya kedua kakinya terangkat melewati punggungku dan memiting leherku dengan kedua pahanya dan kedua tangannya mencengkram bagian kepalaku dan menekan kepalaku agar semakin menekan vaginanya dengan kuat dan kaku dan akhirnya… “Aaaakkkkkssss……….aaauuuhhhhhhhhhhhhh” tubuhnya terlonjak-lonjak kaku sementara vaginanya terasa berdenyut-denyut oleh lidahku dan beberapa saat kemudian tubuhnya terhempas dengan napas yang terengah-engah dan tatapan mata yang menunjukkan rasa puas dan nikmat yang luar biasa. Aku berdiri membuka gesper yang kugunakan dan membuka kancing celana yang kukenakan serta menari sleting hingga kebawah, lalu tanganku mengeluarkan penisku yang sudah sangat tegang dari pinggir CD yang kukenakan. Penisku mengacung tegak dan keras begitu terbebas dari kurungannya.

Mata Teh Lina masih setengah terpejam merasakan kenikmatan orgasme yang masih menderanya, kemudian mata itu terbuka perlahan dan memandang wajahku seolah ingin mengucapkan terima kasih karena telah memberikan kenikmatan orgasme padanya, tetapi tatapan mata itu kemudian jatuh pada penisku yang sedang mengacung tegak dan tegang, gairahnya kembali bangkit dengan cepat dan dengan penuh nafsu dia menatap penisku yang mengacung tegak. Dengan gemetar tangan kanannya meraih batang penisku yang mengacung tegak, secara perlahan dia membelainya dengan penuh nafsu. Pantatku terangkat merasakan rasa nikmat yang menjalar dari batang penisku yang diremas olehnya. Melihat aku merasakan nikmat akibat perlakuannya, dia semakin bersemangat dan bernafsu meremas dan mengocok batang penisku. Kepalaku terdongak ke belakang merasakan kenikmatan yang tak terperi. Tanganku mencengkram erat pundaknya menahan keseimbangan tubuhku. Melihat tubuhku melenting kaku menahan rasa nikmat akibat kocokan yang dilakukannya, membuat Teh Lina semakin terangsang, merasakan nikmat dan puas tersendiri mampu menyiksaku dengan rasa nikmat “Uhh…ouhhh…” tanpa sadar mulutku mengeluh lirih… Ada dorongan besar dalam dirinya untuk lebih menyiksa diriku dengan mempermainkan batang penisku yang semakin menggemaskan bagi dirinya. Sementara itu tubuhku semakin sering melenting kebelakang menahan rasa nikmat yang terus menghantamku.

Pada saat kepalaku terdongak untuk kesekian kalinya dihempas oleh rasa nikmat yang terus menghantamku. Tiba-tiba aku menjerit “Auh…..ouhhhh….”, tanpa sadar mulutku menjerit kaget, karena kurasakan kepala penisku dilamuri oleh sesuatu yang basah, hangat dan nikmat luar biasa, membuat pantatku terangkat dan tubuhku kaku, tubuhkupun semakin melayang.. Rupanya Teh Lina mendapatkan kepuasan dan kenikmatan tersendiri ketika melihat bahwa dirinya mampu membuatku melayang-layang ketika dia meremas dan mengocok batang penisku yang semakin bengkak dan kaku. Di matanya, batang penisku terlihat semakin menggemaskan sehingga tanpa dia sadari kepalanya semakin mendekat dan akhirnya mulutnya mencaplok kepala penisku dan menghisapnya perlahan, membuat tubuhku semakin melenting dan menjerit nikmat.

Melihat tubuhku yang menggeliat-geliat nikmat, rangsangan dan gairahnyapun semakin menggebu dan vaginanya semakin berdenyut, basah dan gatal. Diapun akhirnya mengocok batang penisku dengan mulutnya… Aku merasa semakin tak tahan…, akhirnya pantatku kumundurkan kebelakang sehingga batang penisku lepas dari mulutnya. Teh Lina menatapku dengan senyum kemenangan.

Lalu kuarahkan kedua tanganku untuk menarik kedua tangan Teh Lina sambil berkata “Teh Lina.., duduk di meja…!” Dia berdiri dengan kedua tangan memegang pinggir rok panjang yang dikenakan, pantatnya diarahkan ke pinggir meja, lalu duduk dipinggir meja dengan paha yang terkangkang seolah tak sabar ingin menjemput penis tegangku untuk segera memasuki dirinya. Akupun berdiri menghadap dirinya, kuarahkan kepala penisku tepat di liang vaginanya, kedua tangan Teh Lina memegang pundakku, kedua kakinya terangkat memudahkan diriku untuk memasuki dirinya sementara matanya dengan penuh nafsu menatap nanar batang penisku yang sedang mengarah tepat di depan liang vaginanya yang berdenyut dan gatal penuh harap untuk segera dimasuki. Lalu secara perlahan Blesshhhh…… “Auuwww….auww….. Auuhhhhhh…..” Teh Lina mengaduh nikmat pada saat batang penisku menerobos lorong vaginanya yang sangat nikmat, matanya terpejam menikmati sensasi nikmat yang dirindukankannya selama ini.

“Ahh… ahh.. ssshhh.. sakit.. pak… pelan-pelan dulu ya.” desah Teh Lina ketika kemudian aku mulai menggerakkan penis maju mundur. Secara refleks ustadzah muda ini menggoyangkan pinggulnya mengimbangi gerakan kontolku ini yang semakin lama semakin cepat. Mata Teh Lina merem melek ketika penis besarku mengaduk-aduk liang vaginanya. Mulut wanita berjilbab lebar ini meracau sambil merintih merasakan kenikmatan yang belum pernah didapatkan seumur hidupnya dari siapa pun. “Ahh.. ahh.. sshhh..” desah wanita berjilbab ini menggairahkan di tengah suara beradunya tubuh kami berdua. Teh Lina tidak sadar ketika kemudian kedua kaki akhwat jilbaber yang masih terbungkus kaus kaki ini menjepit tubuhku. Tubuh wanita berjilbab ini terguncang-guncang oleh gerakan ritmis dariku yang begitu bernafsu menyetubuhinya. Nafasku mendengus-dengus oleh libido yang menggelegak liar ditingkahi nafas Teh Lina yang memburu di balik jilbab dan jubah panjang yang dipakai wanita ini. Berulangkali wanita berjilbab ini merintih dan mengerang merasakan nikmat dengan tubuh menggelinjang hebat. Mata Teh Lina merem melek menikmati penisku yang mengaduk-aduk memeknya dan membuat tubuh wanita berjilbab ini terguncang-guncang. Ketika tubuh Teh Lina terguncang-guncang, sepasang payudara montok dan masih kencang yang putih mulus di dada wanita berjilbab lebar ini ikut terayun-ayun. Mataku melotot melihat payudara Teh Lina yang telanjang terayun-ayun di depannya, mulutku tak sabar mau segera melumat dan mengunyah-ngunyah sepasang payudara di dada wanita berjilbab ini secara bergantian. Sekejap kemudian payudara Teh Lina yang putih mulus itu dipenuhi bilur-bilur kemerahan bekas gigitanku. Teh Lina hanya mampu merintih di balik jilbabnya ketika buah dadanya yang montok aku lumat dan kunyah-kunyah secara bergantian. Tubuhnya menggelinjang dengan jalang saat kedua puting susunya kuhisap dengan kuatnya dan penuh nafsu.

Dan gelinjang tubuh itu semakin keras sambil mengaduh nikmat “Auw…auuwww..auuw……auhh….” Untuk mendapatkan kenikmatan lebih.., Teh Lina menurunkan kedua tangannya dari pundakku dan meletakkannya menekan meja dibelakang punggungnya sehingga pantatnya bisa melonjak-lonjak menyambut sodokan penisku di dalam liang vaginanya . Jeritan mengaduh menahan nikmat semakin keras keluar dari mulutnya “Auw… auw… auw… ouhhhhhh…” Kepalanya bergerak kekiri dan ke kanan seirama dengan sodokan batang penisku dan terkadang terdongak-dongak hingga dadanya naik Beberapa menit kemudian, jeritan nikmat yang keluar dari mulutnya semakin keras dan tubuhnya semakin melonjak-lonjak keras, kedua kakinya yang berada dipinggir pinggangu terangkat dan kedua tumitnya menekan-nekan pantatku dengan keras dan kaku.

Kepalanya semakin terdongak dan kaku dan akhirnya jeritan menjemput puncak orgasme terdengar dari mulutnya “Aaaaaakkkkkkkkssss……..” Tubuhnya terdiam kaku, dan terjadi kontraksi yang sangat hebat di dalam liang vaginanya meremas dan menghisap-hisap batang penisku dengan kuat, sementara pantatku tak bisa bergerat karena terkunci oleh jepitan kaki Teh Lina. Beberapa saat kemudian “Uhhhhhh……” lenguhan melepaskan napas panjang keluar dari mulutnya dan tubuhnyapun melemas. Kudekap tubuh Teh Lina agar kepalanya terkulai dipundakku. Kudiamkan bebera saat dalam posisi seperti itu, membiarkan Dia menikmati fase-fase orgasme yang baru saja diterimanya. Setelah beberapa menit kepalanya bergerak dan tangannya memegang leherku, kemudian dia mencium bibirku dengan mesra…. Dan berkata “Rusdi… sungguh luar biasa….” Akupun menyambut ciuman itu dengan lembut dan tersenyum bangga mendengar ucapannya. Lalu berkata “Nungging.. Yukkk!” “Bagaimana…?” Dia bertanya Aku menurunkan tubuhnya dari atas meja dan mengarahkan tubuhnya agar berdiri membelakangiku, kemudian kedua tangannya kuletakkan agar memegang pinggir meja, pinggulnya kumundurkan dan kakiknya ku kangkangkan agar dia berada pada posisi menungging sambil berdiri. Kusingkapkan rok panjang yang dikenakannya ke atas pinggangnya, lalu kuarahkan kepala penisku tepat pada depan liang vaginanya yang semakin basah, lalu …. Blessshhh…., Rasa nikmat kembali menjalar disekujur pembuluh darahku ketika batang penisku memasuki liang vaginanya yang berdenyut dan basah serta licin. “Auw…auw….auhhhhh….” Teh Linapun kembali mengaduh nikmat…. Aku mulai mengocok batang penisku dengan memaju mundurkan pantatku sehingga selangkanganku bertepukan dengan pantatnya yang bulat dan montok “Uh…uh….uh…” Napasku semakin berderu sambil pantatku memompa pantat Teh Lina..

Rasa nikmat semakin menjalar disekujur tubuhku…. Akupun semakin lama semakin keras dan cepat menggerakan pantatku. Lenguhan nikmatku bersahutan dengan erangan nikmat dari mulut Teh Lina, bagaikan orkestra ekspresi nikmat sedang kami kumandangkan. Pantat Teh Lina turut bergerak maju mundur menyambut sodokan batang penisku sehingga batang penis menancap semakin dalam, sehingga rasa nikmatpun semakin bertambah. Goyangan kami makin lama semakin cepat dan aku merasa orgasme akan menerjang diriku sehingga gerakan tubuhku semakin tak terkendali dengan cepat dan kaku… Dan Teh Linapun tahu bahwa aku segera mencapai puncak karena merasakan batang semakin keras membengkak di dalam vaginanya, hal ini membuat kenikmatan yang diterimanya semakin cepat mengantarnya menjemput orgasme untuk ke sekian kalinya. Diapun semakin cepat memaju mundurkan pantatnya. Hingga akhirnya pantatku menekan keras dan kaku pantat Teh Lina membuat batang penisku amblas sedalam-dalamnya… Dan Teh Linapun demikian, Dia pun menyambut sodokan terakhirku dengan menekan pantatnya dengan kuat pada selangkanganku Badai puncak orgasmepun pada saat yang bersamaan menghantam Aku dan Teh Lina sehingga akhirnya dengan mata melotot dan tubuh yang melenting kaku sambil kedua tangan mencengkram kuat bongkahan pantat Teh Lina yang bulat sambil menjerit nikmat “Aaaakkkkkksssshhh………………” Dan dijawab dengan jeritan nikmat Teh Lina “Aaaakkkkkksss……… “ Beberapa saat tubuh kami kaku dan akhirnya tubuhku berkelojotan sambil… Crettt..crettt.. creeeettttt…. Spermaku terpancar dengan deras membasahi seluruh lorong nikmat di dalam vaginanya, disambut dengan kontraksi yang sangat kuat seolah memeras-meras batang penisku agar mengeluarkan semua sperma yang sedang terpancar… Beberapa saat kemudian, aku merasa tubuhku lunglai, lututku goyah menahan beban tubuhku dan hampir saja tubuhku terjatuh.

Aku berusaha menjaga keseimbangan tubuhku dari sekuat tenaga agar tidak jatuh. Sedangkan Teh Lina langsung terduduk di pinggir meja, rupanya lututnya langsung goyah tak mampu menopang beban tubuhnya, hingga penisku tercabut dari liang vaginanya. Sesaat kemudian kami terdiam, hanya napas kami yang tersengal-sengal seolah habis berlari jauh. Tak lama kemudian aku berusaha membangunkan Teh Lina dan menariknya agar berdiri. Teh Lina berdiri dengan bantuanku dan langsung berdiri berhadapaan, baju yang kami kenakan basah oleh keringat. Aku memeluknya dan membelai kepalanya, sejenak kamipun berciuman dengan lembut dan mesra. “Uhhh…Rusdi, kenapa jadi begini….?” Tanyanya dengan pertanyaan yang tak perlu kujawab, lalu dia memunguti Cdnya yang tergeletak di lantai, mengenakannya dan akhirnya menghampiri kursi, kemudian menghempaskan tubuhnya di atas kursi tersebut.

Tak lama kemudian Teh Lina pun pamitan dan menolak diantar olehku, ‘untuk menghindari curiga orang lain’ katanya. Peristiwa persetubuhanku kali ini dengan Teh Lina, benar-benar telah mengikat akal sehatnya, Dia tak mampu lagi lepas dari pesona seksual yang didapatnya dariku dan dia benar-benar nekad, sehingga selalu mencuri-curi waktu dan kesempatan untuk bisa melepaskan semua hasrat kepuasan birahi denganku, baik di tempat kostku, ataupun hotel di luar kota, dengan membuat alasan ‘sakit’ sehingga kami bisa bermain seharian. Pernah dia mencoba untuk tidak bercinta denganku selama hampir dua bulan, tapi akhirnya pertahanannya bobol juga, karena kebutuhannya akan kepuasan seksual tidak terpenuhi dan akhirnya kembali dia membuat janji denganku untuk mengayuh nikmat meraih orgasme di kontrakanku. Dan jika sudah demikian Teh Lina pasti bermain bagaikan kuda binal yang melonjak-lonjak sangat liar tanpa mengenal lelah selama beberapa jam. Dia akan bergoyang dengan sangat lincah dan erotis untuk menjemput orgasmenya secara berulang-ulang, hingga akhirnya terhenti setelah tubuh kami tak bertenaga lagi karena suluruh persendian seolah-olah dilolosi.

Setelah enam bulan hubungan kami berlanjut lagi, tiba-tiba Teh Lina sering muntah-muntah. Saat itulah Teh Lina nampak cemas dan diam-diam wanita berjilbab ini minta dibelikan alat tes kehamilan kepadaku. Ketika alat tes kehamilan itu dipakainya, tubuh wanita berjilbab lebar ini gemetar karena dia melihat alat tes kehamilan itu menunjukkan bahwa dirinya kini positif hamil. Ya mau apa lagi, nasi dah jadi bubur, berhubung dia hamil denganku. Walau dengan terpaksa, mau gimana lagi.

Aku kemudian datang melamar Teh Lina kepada orang tuanya. Mulanya orang tuanya tidak setuju Teh Lina harus menikah denganku sebab selisih usia kami yang jauh dan pekerjaanku yang masih belum mapan. Dengan sangat menghiba Teh Lina meminta keluarganya untuk mengizinkannya menikah dengan diriku, Teh Lina tidak mau menyebutkan alasannya secara terperinci. Sedangkan untuk meyakinkan orang tuanya aku beralasan, Teh Lina bisa membuat perubahan besar dalam hidupku dan membimbing ke jalan yang baik. Akhirnya, orang tuanya mengizinkan aku menikah dengan wanita berjilbab lebar ini. Ya walo bokis, kan yang penting selamat. Tapi yang jelas sekarang Teh Lina sudah jadi istriku. Hehehehe
luar biasa huuu:pantat:
 
Lanjut huu

Pertemuan Kembali

Suatu hari, nampak Teh Lina sedang duduk ruang tamu rumah kontrakannya sehabis mengajar. Rumah kontrakan itu disewa oleh Teh Lina dan dua orang rekannya, Zuraida dan Linda. Sama seperti Teh Lina, Zuraida dan Linda akhwat yang selalu memakai jilbab lebar dan baju longgar. Namun berbeda dengan Teh Lina, Zuraida dan Linda adalah masih mahasiswi yang menginjak semester akhir.

Hari itu, Teh Lina sedang sendirian di kontrakan. Linda sedang pulang kampung di Temanggung karena urusan keluarga, sementara Zuraida belum pulang dari kampus. Suasana rumah yang sepi membuat Teh Lina mengingat kembali peristiwa yang menimpanya beberapa tahun yang lalu, yaitu huTeh Linannnya dengan mantan muridnya saat dia penempatan di daerah. Ia tidak menceritakan peristiwa itu pada teman-temannya, satu karena ia takut, satu lagi karena ia malu kalau ketahuan bahwa ia juga menikmati hubungan itu. Bahkan, saat rumah dalam keadaan sepi seperti sore itu, perasaan birahi dan rindu memeknya disodok kontol besar mantan muridnya kembali datang. Ternyata tanpa Teh Lina sadari, ia telah ketagihan seks. Namun Teh Lina berusaha mengusir perasaan itu dengan menonton tivi diruang tengah.

Saat menonton tivi, tiba-tiba guru muda itu mendengar pintu diketuk. Pasti bukan Zuraida, karena Zuraida membawa kunci cadangan. Segera Teh Lina memakai jilbabnya dan keruang depan untuk membuka pintu.

“Selamat sore Teh Lina…” aku berdiri didepan pintu dengan senyum yang lebar. “Mau apa kamu?!” bentak Teh Lina. “cuman mau main Teh… masak nggak boleh. Gak usah galak-galak gitu donk.” Kataku. Teh Lina sudah hendak membanting pintu, namun langsung kutahan. “aku punya fotomu lho teh, masak mau temen kerja teteh tahu semua…” kataku. Teh Lina langsung pucat pasi. Tubuhnya gemetar karena marah. Namun ia menyerah. Akhirnya guru muda berjilbab itu pelan2 membuka pintu, lalu aku masuk.

“Lagi apa teh?” tanya aku setelah duduk disofa diruang depan. Teh Lina tidak menyaut, namun hanya berdiri. “mau apa kamu kesini?” tanya Teh Lina ketus, meskipun terbersit ingatan tentang memeknya yang kusodok. “ya cuman main, Teh. Kali aja Teh rindu sama saya.” Kataku, menyeringai sambil meremas2 selangkangannya sendiri. Teh Lina melotot. guru muda berjilbab itu marah, namun memeknya terasa basah tanpa ia bisa menghambatnya.

“Sendirian Teh? Teman kosnya pada dimana?” tanyaku. “pergi.” Kata Teh Lina pendek. aku tersenyum lebar. “marah ya Teh, lama kita tidak ketemu? Memeknya rindu disodok kontol saya yah? Wah, saya jadi kepingin nih. Teh tambah cantik aja kayaknya.” Kata aku. Teh Lina hanya bisa memandang marah tanpa bisa berkata apa-apa. Terasa memeknya semakin basah. Kata-kata kotorku merangsangnya.

“Sebelumnya boleh saya minta minum Teh?” kataku masih sambil menyeringai. Teh Lina kembali memandangku dengan tatapan marah. Namun akhwat berjilbab itu akhirnya beranjak kedalam, mengambilkan minum bagi tamunya.

Ketika sudah didalam, ia baru sadar kalau aku ikut masuk kedalam. Ketika wanita montok berjilbab itu berbalik, ia melihatku ada dibelakangnya. “saya pengen minum susu Teh. Susunya Teteh. Enak dikenyot-kenyot.” Kataku lagi.

“Jangan ngelunjak Rus… Sana cepet keluar!” hardik Teh Lina dengan telunjuk mengarah ke pintu. Bukannya menuruti perintah Teh Lina, aku malah melangkah mendekati Teh Lina, tatapan mataku seolah menembus baju longgar ungu, rok serta jilbab lebar hitam yang dipakai oleh mantan guruku yang montok dan alim itu.

“Aku… Saya bilang keluar… Jangan maksa!” bentak Teh Lina lagi.

“Ayolah Teh Lina, cuma sebentar saja kok… Aku sudah kebelet nih, lagian masa Teh Lina nggak kepingin sih, disodok2 kontol saya. Dulu itu Teh keenakan.” ucapku sambil terus mendekat.

Wajah Teh Lina merah padam. Memeknya terasa semakin basah. Namun wanita berjilbab itu terus mundur selangkah demi selangkah menghindariku, jantung Teh Lina semakin berdebar-debar. Perasaanya campur aduk, antara tidak mau berzina lagi, tapi juga sulit menahan nafsu. Akhirnya kaki guru muda itu tersandung oleh tepi kasur busa yang berada didepan tivi diruang tengah, Teh Lina hingga Teh Lina jatuh terduduk di sana. Kesempatan ini tidak kusia-siakan. Langsung kuterkam dan tindih tubuh Teh Lina. guru muda berwajah cantik itu menjerit tertahan dan meronta-ronta dalam himpitanku. Namun sepertinya reaksi Teh Lina malah membuatku semakin bernafsu, aku tertawa-tawa sambil menggerayangi tubuh Teh Lina. Teh Lina menggeleng-gelengkan kepala Teh Lina yang terbungkus jilbab lebar kesana kemari saat aku hendak mencium Teh Lina dan menggunakan tangan putihnya untuk menahan laju wajahku.

“Mmhh… Jangan Rus… Teteh nggak mau!” mohon wanita manis berjilbab itu.

Aneh memang, sebenarnya Teh Lina bisa saja berteriak minta tolong, tapi tidak Teh Lina lakukan. Nafsu birahinya menahan wanita cantik berjilbab berwajah putih bersih itu untuk berteriak, ia hanya bisa merintih dan mengerang. Breettt… rok hitam Teh Lina robek sedikit di bagian bawah dalam pergumulan yang tidak seimbang itu. aku telah berhasil memegangi kedua lengan Teh Lina dan direntangkannya ke atas kepala Teh Lina. guru muda itu sudah benar-benar terkunci, hanya bisa menggelengkan kepalanya yang masih terbungkus jilbab hitam, itupun dengan mudah kuatasi. Bibirku yang tebal itu sekarang menempel di bibir Teh Lina. Wanita manis berjilbab itu bisa merasakan kumis pendek yang kasar menggesek sekitar bibirnya juga deru nafasku pada wajah Teh Lina.

Kecapaian dan kalah tenaga membuat rontaan Teh Lina melemah, mau tidak mau mantan aktifis rohis dikampusnya itu harus mengikuti nafsunya. Kurangsang Teh Lina dengan mengulum bibir Teh Lina, mata Teh Lina terpejam, mengakui bahwa wanita montok alim itu menikmati cumbuanku. Lidah aku terus mendorong-dorong memaksa ingin masuk ke mulut Teh Lina. Mulut Teh Lina pun pelan-pelan mulai terbuka membiarkan lidah aku masuk dan bermain di dalamnya. Lidah Teh Lina secara refleks beradu karena aku selalu menyentil-nyentil lidah Teh Lina seakan mengajaknya ikut menari. Suara desahan tertahan, deru nafas dan kecipak ludah terdengar jelas didalam ruangan berukuran 3X3 meter, disebuah kontrakan para wanita berjilbab itu.

Mata Teh Lina yang terpejam terbuka ketika guru muda itu merasakan tanganku mengelusi paha mulusnya, dan terus mengelus menuju pangkal paha. Jariku menekan-nekan liang vagina Teh Lina dan mengusap-ngusap belahan bibirnya dari luar. Birahi Teh Lina naik dengan cepatnya, terpancar dari nafas wanita manis berjilbab itu yang makin tak teratur dan vagina Teh Lina yang semakin becek.

Tanganku sudah menyingkap rok panjang hitam guru muda itu, lalu menyusup ke balik celana dalam. Jari-jari aku mengusap-usap permukaannya dan menemukan klitoris Teh Lina. Benda seperti kacang itu dipencet-pencet dan digesekkan dengan jari aku membuat Teh Lina menggelinjang dan merem-melek menahan geli bercampur nikmat. Tangan wanita berjilbab itu sudah tidak berontak, namun merentang keatas kepala, meremas-remas kasur busa. Terlebih lagi ketika jari-jariku menyusup dan menyetuh dinding-dinding dalam liang aktifis dakwah kampus itu.

“Ooohhh… Teh Lina Teh Lina jadi tambah cantik saja kalau lagi konak gini!” ucapku sambil menatapi wajah Teh Lina yang merona merah dengan matanya yang sayu karena sudah terangsang berat.

Lalu kutarik keluar tanganku dari celana dalam Teh Lina. Jari-jarinya belepotan cairan bening dari vagina Teh Lina.

“Teh Lina cepet banget basahnya, ya. Lihat nih becek gini,” kataku memperlihatkan jarinya yang basah di depan wajah Teh Lina yang lalu dijilatinya.

Kemudian dengan tangan yang satunya aku sibakkan jilbab dan kaos longgar Teh Lina sehingga payudara Teh Lina yang memakai bra terbuka. Segera pula bra itu terlepas, dan teronggok dipinggir ruangan, membuat payudara putih sekal wanita manis alim itu terlihat jelas. Mataku melotot mengamat-ngamati dan mengelus payudara Teh Lina yang berukuran 36 B, dengan puting kemerahan serta kulitnya yang putih mulus.

“Nnngghhh… Rus” desah Teh Lina dengan mendongak ke belakang merasakan mulut aku memagut payudara yang menggemaskan milik guru muda itu.

Mulutku menjilat, mengisap, dan menggigit pelan putingnya. Sesekali Teh Lina bergidik keenakan kalau kumis pendekku menggesek putingnya yang sensitif. Tangan lain aku turut bekerja pada payudara Teh Lina yang sebelah dengan melakukan pijatan atau memainkan putingnya sehingga wanita cantik berjilbab lebar itu merasakan kedua benda sensitif itu semakin mengeras. Yang bisa Teh Lina lakukan hanya mendesah dan merintih. Tangan putih mulusnya tak bisa berhenti meremasi kasur busa.

Puas menyusu dari Teh Lina, mulutku perlahan-lahan turun mencium dan menjilati perut Teh Lina yang rata dan terus berlanjut makin ke bawah sambil tangannya menyibakkan rok hitam guru muda itu kepangkal paha, lalu menurunkan celana dalamnya. Sambil memeloroti; aku mengelusi paha putih mulus wanita montok berjilbab itu. CD itu akhirnya lepas melalui kaki kanan Teh Lina yang kuangkat, setelah itu kukulum sejenak jempol kaki Teh Lina dan juga menjilati kaki Teh Lina. Darah Teh Lina semakin bergolak oleh permainan aku yang erotis itu. Selanjutnya aku mengangkat kedua kaki Teh Lina ke bahuku, badan wanita berjilbab itu setengah terangkat dengan selangkangan menghadap ke atas. Bajunya sudah awut2an, namun jilbabnya masih tetap saja terpasang.

Teh Lina pasrah saja mengikuti posisi yang kuinginkan karena dorongan nafsu Teh Lina ingin menuntaskan birahinya. Tanpa membuang waktu lagi aku melumat kemaluan Teh Lina dengan rakusnya. Lidahku menyapu seluruh pelosok vagina Teh Lina dari bibirnya, klitorisnya, hingga ke dinding di dalamnya, anus guru yang alim dan montok itu pun tidak luput dari jilatanku. Lidahku disentil-sentilkan pada klitoris Teh Lina memberikan sensasi yang luar biasa pada daerah itu. Teh Lina benar-benar tak terkontrol dibuatnya, mata Teh Lina merem-melek dan berkunang-kunang, syaraf-syaraf vagina Teh Lina mengirimkan rangsangan ini ke seluruh tubuh yang membuat Teh Lina serasa menggigil.

“Ah… Aahh…Rus… Nngghh… Terus!” erang Teh Lina lebih panjang di puncak kenikmatan, guru muda itu meremasi payudaranya sendiri sebagai ekspresi rasa nikmat.

Aku terus menyedot cairan yang keluar dari memek guru muda berjilbab lebar itu dengan lahapnya. Tubuh Teh Lina jadi bergetar seperti mau meledak. Kedua belah paha Teh Lina semakin erat mengapit kepalaku. Setelah puas menyantap hidangan pembuka berupa cairan cinta Teh Lina, barulah aku turunkan kaki Teh Lina. Teh Lina sempat beristirahat dengan menungguku membuka baju, tapi itu tidak lama. Setelah kubuka baju, aku langsung beraksi.

Aku dengan paksa melepaskan rok hitam Teh Lina, lalu membentangkan kedua paha Teh Lina dan mengambil posisi berlutut di antaranya. Bibir vagina Teh Lina jadi ikut terbuka memancarkan warna merah merekah diantara bulu-bulu hitamnya, siap untuk menyambut yang akan memasukinya. Namun aku tidak langsung mencoblosnya, terlebih dulu aku gesek-gesekkan penisku yang besar itu pada bibirnya untuk memancing birahi guru muda bertubuh putih mulus itu agar naik lagi. Karena sudah tidak sabar ingin segera dicoblos, secara refleks Teh Lina meraih batang itu, keras sekali benda itu waktu Teh Lina genggam, panjang dan berurat lagi.

“Aaakkhh…!” erang Teh Lina lirih sambil mengepalkan tangan erat-erat saat penis aku melesak masuk ke dalam memek becek gads berjilbab yang montok itu.

“Aauuuhhh…!” Teh Lina menjerit lebih keras dengan tubuh berkelejotan karena hentakan keras aku hingga penis itu tertancap seluruhnya pada vagina Teh Lina.

Dengan gerakan perlahan aku menarik penisnya lalu ditekan ke dalam lagi seakan ingin menikmati dulu gesekan-gesekan pada himpitan lorong sempit yang bergerinjal-gerinjal itu. guru muda itu ikut menggoyangkan pinggul dan memainkan otot vaginanya mengimbangi sodokan aku. Respon ustadzah muda yang biasanya selalu menjaga pergaulannya itu membuat aku semakin menggila, penisnya semakin lama menyodok semakin kasar saja. Kedua gunung Teh Lina jadi ikut terguncang-guncang dengan kencang.

Teh Lina merasakan selama menggenjot memeknya, otot-otot tubuhku mengeras, tubuhku yang kekar bercucuran keringat, sungguh macho sekali, pria sejati yang memberi Teh Lina kenikmatan sejati. Suara desahan dan rintihan wanita montok berjilbab lebar itu bercampur baur dengan eranganku dan derit ranjang. Butir-butir keringat nampak di sejukur tubuh Teh Lina seperti embun, sampai kaosnya yang tersingkap juga jilbabnya basah oleh keringat.

“Uugghh… Teh Lina Teh Lina… Sayang… memek kamu emang enaakk… Oohh… Teh Lina cewek paling cantik yang pernah kuentotin,memek kamu juga tebel dan keset..” aku menggumam tak karuan di tengah aktivitasnya.
main-qimg-eca70dca7ef4050c251f839a6907a55d


Kuturunkan tubuhku hingga menindih Teh Lina, Teh Lina sambut dengan pelukan erat, kedua tungkai Teh Lina, ia lingkarkan di pinggangku. Kudekati bibir tipis yang indah milik Teh Lina dan memagutnya. Sementara di bawah sana penisku makin gencar mengaduk-aduk vagina Teh Lina, diselingi gerakan berputar yang membuat memek guru muda montok itu terasa diaduk-aduk. Tubuh kami sudah berlumuran keringat yang saling bercampur, Teh Lina pun semakin erat memelukku. Teh Lina merintih makin tak karuan menyambut klimaks yang sudah mendekat bagaikan ombak besar yang akan menghantam pesisir pantai.

Namun begitu sudah di ambang klimaks, aku menurunkan frekuensi genjotanku. Tanpa melepaskan penisku, aku bangkit mendudukkan diriku, maka otomatis Teh Lina sekarang diatas pangkuanku. Dengan posisi ini penisku menancap lebih dalam pada vagina Teh Lina, semakin terasa pula otot dan uratnya yang seperti akar beringin itu menggesek dinding kemaluan Teh Lina. Kembali wanita aktifis masjid di kampungnya itu menggoyangkan badannya, kini dengan gerakan naik-turun. Rintihannya semakin keras. Aku merem-melek keenakan dengan perlakuan Teh Lina. Mulut aku sibuk melumat payudara Teh Lina kiri dan kanan secara bergantian membuat kedua benda itu penuh bekas gigitan dan air liur. Tanganku terus menjelajahi lekuk-lekuk tubuh Teh Lina, mengelusi punggung, pantat, dan paha. Jilbab yang Teh Lina kenakan semakin menaikkan birahiku.

Tak lama kemudian Teh Lina kembali mendekati orgasme, maka wanita berjilbab lebar itu mempercepat goyangannya dan mempererat pelukannya. Hingga akhirnya mencapai suatu titik dimana tubuh Teh Lina mengejang, detak jantung mengencang, dan pandangan agak kabur lalu disusul erangan panjang serta melelehnya cairan hangat dari vagina Teh Lina. Saat itu aku gigit puting Teh Lina dengan cukup keras sehingga gelinjang wanita manis yang alim itu makin tak karuan oleh rasa perih bercampur nikmat. Ketika gelombang itu berangsur-angsur berlalu, goyangan Teh Lina pun makin mereda, tubuh wanita berjilbab lebar itu seperti mati rasa dan roboh ke belakang tapi ditopang dengan lenganku yang kokoh. Kuhentikan gerakanku, kemudian mencium bibir Teh Lina. Kali Teh Lina membiarkan saja, dan sedikit membalas ciumanku itu.

“Aku mau keluar, di dalam atau dimana?” bisikku.

“Jangan, jangan di dalam, tolong jangan di dalam,” pinta Teh Lina memelas.

Teh Lina panik karena merasakan sesuatu yang keras menggesek bibir analnya, bukan di bibir vaginanya. Teh Lina tentu ketakutan, karena belum pernah sekalipun lubang belakang itu aku gunakan. Dia tak bisa membayangkan betapa sakitnya lubang yang sempit itu dimasuki penisku yang begitu besar.

“Ruuus, saya mohon, jangan disituu…” ucap Teh Lina panik.

Teh Lina panik karena merasakan sesuatu yang keras menggesek bibir analnya, bukan di bibir vaginanya. Teh Lina tentu ketakutan, karena belum pernah sekalipun lubang belakang itu aku gunakan. Dia tak bisa membayangkan betapa sakitnya lubang yang sempit itu dimasuki penis aku yang begitu besar.

“Ooh, jadi yang disini masih perawan ya? Baiklah, hari ini akan aku perawani lubang belakangmu sayang, hahaha.”

“Jangan Russ, jangaaaan…”

Permohonan Teh Lina sama sekali tak kugubris. Aku terus saja mencoba memaksa menekankan kepala penisku yang besar di lubang anus Teh Lina yang masih sangat sempit. Teh Lina berusaha menghindar, tapi kedua tangan aku dengan kuat memegangi pinggangnya. Apalagi saat ini tubuh Teh Lina benar-benar masih lemah setelah kubuat berkali-kali orgasme.

“Aaarrgghh sakiiiit.. udaah Ruus, udaaah sakiiiiiittt…”

Teriakan Teh Lina terdengar, namun tak terlalu keras karena masih lemah. Dia berteriak saat kepala penis aku berhasil membuka sedikit lubang pantat itu, dan itu sangat membuat Teh Lina kesakitan. aku bukannya berhenti, malah terus melanjutkan aksinya. Penis itu perlahan-lahan semakin masuk. Teh Lina semakin kesakitan, dia menjerit. Tangannya sampai meremas kuat sprei putih ranjang itu. Sementara itu aku juga meringis merasakan betapa ketatnya lubang pantat Teh Lina mencengkram penisnya.

“Aaaahh bangsaaat, sempiit bangeeet…”

“Aaaaaaaarrrkkkkkhhhhh…”

Lengkingan jeritan Teh Lina terdengar saat penis itu berhasil masuk sepenuhnya di lubang anus Teh Lina. Dia menangis sejadi-jadinya. Rasa sakit yang teramat sangat, bahkan lebih sakit daripada saat aku perawani dulu, dan juga saat pertama kali tadi penis aku mempenetrasi lubang vaginanya.

Kudiamkan penisnya sejenak, karena aku juga merasakan nyeri di penisnya. Tapi lebih daripada itu, aku merasakan kenikmatan yang tiada tara. Bahkan aku tertawa gembira saat melihat ada lelehan cairan merah yang keluar dari lubang anus Teh Lina, darah.

Setelah beberapa saat mendiamkan penisnya, aku mulai bergerak maju mundur dengan perlahan. Tanpa peduli tangis kesakitan dari Teh Lina, aku terus menjejalkan penisku di lubang sempit yang baru saja kuperawani itu. Bahkan beberapa kali kupukul pantat Teh Lina yang montok, meninggalkan bekas kemerahan disana.

Secara bertahap sodokanku bertambah kencang dan kasar sehingga tubuh wanita berjilbab itu pun ikut terhentak-hentak. Tanganku meraih kedua payudara Teh Lina dari luar kaos dan jilbabnya dan kuremas-remas dengan brutal. Keringat dan air mata Teh Lina bercucuran akibat sensasi nikmat di tengah-tengah rasa perih dan ngilu, wanita manis berjilbab itu menangis bukan karena sedih, juga bukan karena benci, tapi karena rasa sakit bercampur nikmat. Rasa sakit itu Teh Lina rasakan terutama pada dubur dan payudara, Teh Lina mengaduh pelan setiap kali kukirim hentakan dan remasan keras, namun guru muda itu juga tidak relaku menyudahinya. Terkadang Teh Lina harus menggigit bibir atau sofa untuk meredam jeritannya agar tidak keluar sampai ke terdengar tetangga sebelah.

Akhirnya ada sesuatu perasaan nikmat mengaliri tubuh Teh Lina yang ia ekspresikan dengan desahan panjang, ya Teh Lina mengalami orgasme panjang dengan cara kasar seperti ini, tubuh wanita montok berjilbab itu menegang beberapa saat lamanya hingga akhirnya lemas seperti tak bertulang.ku sendiri menyusul Teh Lina tak lama kemudian, aku menggeram dan makin mempercepat genjotanku. Kemudian dengan nafas masih memburuku mencabut penisnya dari Teh Lina dan membalikkan tubuh wanita aktifis kampus berjilbab lebar itu lalu mengarahkan kontolnya kewajah cantik dan putih Teh Lina. Spermaku muncrat, menyemprot dengan derasnya dan berceceran di wajah Teh Lina, menetes sampai membasahi jilbab hitam Teh Lina.

Tubuh Teh Lina tergolek lemas disofa, sementar aku duduk terengah-engah dikursi empuk sebelah sofa panjang. Baru saja kunikmati tubuh seorang guru muda berjilbab yang biasanya menjaga dirinya. Terlebih lagi, aku menikmatinya dikontrakan sang wanita berjilbab itu sendiri dan tanpa melepas bajunya. Sebuah senssi yang membuat gairahnya semakin tinggi dan orgasmenyapun semakin kuat. Perlahan Teh Lina duduk dan mengambil tissue dimeja, lalu membersihkan wajahnya yang berlumuran sperma, juga jilbabnya.

main-qimg-141bdeda403693a9d0df627237d87347


Tiba-tiba, terdengar suara motor yang masuk kehalaman rumah kontrakan itu. “Itu Zuraida!” Kata Teh Lina yang langsung tergesa-gesa memakai bajunya dan mengenakan roknya. Segera kami berdua kembali keruang depan, duduk disofa berpura-pura tidak ada apa2.

“Assalamu alaikum…” Beberapa saat kemudian, Zuraida masuk. Teh Lina dan aku menjawabnya. “Ada tamu ya Teteh?” tanya Teh Lina. Teh Lina hanya mengangguk. “Kenalkan, nama saya Rusdi.” Kataku sambil mengulurkan tangan. Mataku memandang Zuraida yang cantik dan ramping, yang memakai baju longgar putih, jilbab coklat muda dan rok yang berwarna sama dengan jilbabnya. Wajahnya manis dan putih, dengan bibir yang indah dan tipis. Zuraida tidak menyambut tanganku, namun langsung mengatupkan tangannya, “kenalkan, nama saya Zuraida.” Kata Zuraida. Aku langsung salah tingkah. “Teteh aku masuk dulu yah.” Kata Zuraida. Teh Lina mengangguk. Kemudian Zuraida masuk. Tak berapa lama terdengar tivi diruang tengah didepan kasur busa yang tadi kami pakai untuk bercinta terdengar dihidupkan. Ternyata Zuraida menonton televisi.

Kemudian dengan pelan Teh Lina yang masih agak syok dengan perlakuanku segera pergi tanpa permisi menuju kamar mandi, sementara Zuraida menonton televisi di ruang tengah. Tak beberapa lama, aku ke ruang tengah dengan alasan hendak kencing dan menanyakan di mana toilet. Lalu kususul Teh Lina.
 
Terakhir diubah:
Terima kasih suhu sudah berkenan melanjutkan cerita yang bagus ini:tepuktangan:salah satu favorit ane nih. Dan lanjutannya juga dari cerita yg ane suka ternyata
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd