Ohayou...
Selamat pagi..
Sugeng enjang..
Sugeng Rawuh..
Sugeng Subali..
Susu Ageng Sak Ball Volly..
Kembali lagi sama ane yang lagi belajar nulis cerita. Kali ini ane mau bercerita intermezzo dari tokoh dalam cerita ane sebelumnya.
Cerita ini ane awali dari sosok wanita cantik bertubuh tinggi sexy tengah tertelungkup di tempat tidurnya sambil terisak meneteskan air mata. Lagi-lagi ia terjebak dalam kesalahan yang sama, hati nurani bersihnya sangat menyesali perbuatan nista itu. Namun nafsu hayawaniyah nya berkata lain.
"Hmmm.. Hemmhhhhhh...."
Setelah nafas panjang yang menenangkan dirinya, terlihat senyum merekah dari bibir merahnya. Senyum yang menandakan sebuah pencapaian akan kepuasan.
Dia lah Ida Farida, atau Teh Ida wanita yang agan-agan pernah baca ceritanya dari Kisah Tongkat Sakti Ceng Umar.
Jika agan belum membaca ceritanya silahkan mampir ke sini...
Tongkat Ceng Umar
Ini cerita intermezo tentang dirinya, dari sudut pandangnya. Seorang wanita yang mempunyai sisi nakal namun teguh dalam memegang prinsip. Di mana prinsip itu akhirnya tergoyahkan oleh Aceng Umar, tokoh utama dalam cerita ane sebelumnya.
Dan tidak menutup kemungkimam cerita ini akan dikembangkan tergantung respon agan2 dan suhu2 semua..
Terimakasih sebelumnya..
___________________________________________
Teh Ida
Nama : Ida Farida
Umur : 33 Tahun
TB/BB : 174cm/55kg 85-63-88
Deskripsi : Istri Pelaut
Namaku Ida Farida, usiaku kini 33 tahun. Saat usiaku 18 tahun aku nikah muda dengan seorang pelaut. Selain karena cinta, aku berfikir realistis sebab pria yang bernama Kang Agus, lulusan akademi pelayaran itu memiliki masa depan yang cerah dan sangat menjanjikan. Sehingga aku meninggalkan dunia keatlitan volley yang pada saat itu membesarkan namaku. Padahal ada Klub Nasional yang menawariku bergabung.
Abah yang menjodohkan aku dengan Kang Agus masih yang masih bisa dibilang saudara jauhku. Abah pula lah yang menentukan dengan siapa aku dan adiku Evi untuk menikah. Tentu ini demi kebaikan dan masa depan kami. Dan aku pun menyadarinya, maka dari itu aku meninggalkan pacar-pacarku dan mengikuti kemauan Abah.
Berbeda dengan adiku Evi, aku adalah kebalikannya. Jika Evi adalah wanita yang alim dan tertutup, aku lebih terbuka pada lawan jenis. Badanku yang tinggi atletis seperti model Gal Gadot ini tentu menarik para lelaki untuk mendekatiku. Walau payudaraku kecil, tapi ia ranum dan menantang. Di puncaknya ada sebuah puting mancung berwarna pink yang menggemaskan. Dan aku merawatnya sehingga masih tetap ranum terawat walau sekarang aku sudah memiliki anak remaja.
Dan tentu saja pantatku yang bulat dan kencang adalah bagian tubuhku yang menjadi daya tarik bagi para laki-laki. Ini yang membuat mereka terhipnotis tak berdaya. Setidaknya itulah pengakuan mantan-mantan pacarku dan TTM-TTM ku.
Ya, memang tak sedikit laki-laki yang mengisi kehidupanku. Dan tak sedikit pula laki-laki yang bisa dibilang "pernah menikmati" tubuhku. Entah itu pacar, kawan, tetangga orang lewat karena aku memang memiliki sifat exibisionis. Aku merasakan kepuasan tersendiri bisa ada lelaki yang menikmatinya. Namun aku masih bisa menjaga keperawananku sampai aku menikah. Prinsipku, vagina adalah bagian tubuhku yang paling sakral yang akan selalu aku jaga. Senakal apa pun aku dalam mengumbar auratku, hanya suamiku lah yang layak mendapatkan kehormatan itu.
Ya Kang Agus lah laki-laki yang pertama membuka segelku, menembus selaput daraku. Dan juga menjadi laki-laki yang menembakan benih pertama di rahimku. Benih yang sekarang sudah beranjak remaja.
Namun, Tak Ada Gading yang Tak Retak.
Sesempurna apa pun aku dalam memegang prinsip itu, ada satu titik hitam dalam lembaran kertas putih prinsipku ini. Titik noda yag sebenarnya aku sangat sesali namun aku tak kuasa menghindarinya. Terlebih kondisi rumah tanggaku yang mengharuskan suamiku menghabiskan kebanyakan waktunya di samudra lepas.
Noda itu adalah laki-laki yang bernama Aceng Umar. Laki-laki bertubuh besar yang menjadi suami adiku. Kadang aku bertanya dalam hati, kenapa harus dia? Aku sungguh tak ingin menyakiti hati adiku.
Tapi ini di luar kuasaku. Adik iparku lah laki-laki kedua yang bisa menembus kehormatanku ini. Dia lah mengisi kekosongan hatiku yang sering ditinggal suamiku mencari nafkah di tengah lautan.
Kejadian di rumah Evi tempo hari bukanlah pertama kali dia menggarap tubuhku.
Tepat hari ini, 5 tahun yang lalu adalah kali pertama kejadiaan naas itu. Aku masih mengingatnya dengan jelas. Harinya, jam nya, tanggalnya sampai jalannya kejadian itu masih tergambar jelas dalam ingatanku. Seakan baru saja terjadi.
Dan sejak saat itulah aku tak bisa menolak Tongkat Sakti Ceng Umar itu.....
Bersambung...
Terakhir diubah: