Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT BUSCANDO IDENTIDAD, Section : Lucky Sikat

Session 9 :
Niño adoptado




Inna sudah tertidur sambil memelukku. Kami masih sama-sama telanjang. Perlahan kugeser tubuhnya. Ia sedikit terjaga, namun kembali pulas. Kulirik jam dinding, hmmm sudah mau subuh. Segera kucari pakaianku dan kukenakan. Kuperiksa isi kantong celana, kunci, handphone, masih lengkap. Tapi sayangnya baterai handphone-ku habis tandas. Aku jadi bingung sendiri bagaimana menghubungi Prima. Kuintip sejenak posisi sekuriti dan jumlahnya. Ooh ada lebih dari 15 orang. Jika aku melawan mereka maka akan cukup memakan waktu. Namun jika aku tidak melewati mereka, maka aku tak akan bisa mengambil sepeda motorku di pelataran rumah Inna.

Akhirnya kuputuskan dengan menyelinap. Masalah motor, aku sudah tak pedulikan. Toh tabungaku jauh lebih dari cukup untuk membeli mobil sekalipun.

Aku teringat tombol bahaya yang disiapkan oleh Prima. Yap..meski handphone-ku mati, aku tetap bisa meminta bantuan Prima menggunakan alat ini. Cepat kupencet tombol yang ada di sisi tersembunyi dari gantungan kunci motorku. Kuperkirakan waktu tempuh Prima adalah 1 jam.

Perlahan aku membuka jendela kamar Inna yang berada di lantai 2. Aku menyelinap keluar jendela dan menutupnya kembali. Sejenak aku duduk di serambi lantai 2 sambil memikirkan skema untuk turun. Cukup lama aku berdiam di sisi gelap serambi tersebut sambil menunggu datangnya Prima.

"Pak...pakk...Lucky kaburrr!!"
tiba-tiba kudengar suara Inna yang telah bangun.

Bangsat!!...belum juga aku keluar, sudah ketahuan. Cepat ku melompat di bibir teras lantai 2. Bertemu dengan pipa pembuangan langsung kumanfaatkan untuk meluncur turun. Tapi sial, begitu kakiku menjejak di teras lantai 1, sebagian penjaga sudah menungguku.

"Mau kemana kamu ??!"
bentak seorang pria.

"Hehe..kebelet ngiseng om!!"
jawabku cengengesan.

"Kurang ajar!!"
Teriak si pria.


Bett!!


Satu tendangan si pria nyaris mengenai pelipisku jika aku tak mundur. Yahh alamat harus melayani semua pengawal nih. Hmm..teleek..telek!!.

Kulancarkan satu pukulan, ditangkis, menyusul pukulan ke dua, masuk tepat di perut si pria. Kutambah lagi dengan lututku menggempur batang kemaluannya. Ia mengerang jatuh.

Pria kedua dan ketiga langsung mendekat. Kuputar tumpuan kaki seolah berbalik badan, namun menyusul tendanganku ke arah samping belakang. Yes, tendanganku mengenai leher pria kedua. Ia mundur kesakitan.

Dari arah belakang kukirim satu pukulan sambil memutar badan kembali. Alhasil ayunan pukulan memiliki tenaga berlipat ganda. Brassss...hidung pria ketiga menerima pukulan super kerasku. Ia tumbang.

Oooh shitt!!, para pengawal seperti berdatangan tiada henti. Sambil melawan pria-pria berikutnya aku terus berpikir mencari solusi agar dapat lolos dari kepungan mereka.


Bletakk!!


Satu balok besar berhasil kuhindari dan membentur tembok rumah. Dengan gerakan mendorong kulesakkan siku tangan tepat di ulu hati si pembawa balok. Ia terpental ke belakang dan meringis kesakitan.

Kulihat dua pengawal membuka gerbang dan beranjak membantu teman-temannya. Aku menjadi punya ide. Perlahan kugeser posisi pertarungan agar segaris dengan gerbang. Tujuanku adalah memancing respon cepat Prima begitu ia melihatku.

Banyak seranganku yang berhasil mengenai para penjaga. Namun tenagaku terbatas. Meski aku belum terluka, bertarung terus menerus seperti ini akan semakin menguras energiku.


"Woy stopp!!"
teriakku lantang.

"Apa yang kalian inginkan dari aku??"
tanyaku. Sengaja aku mengulur waktu agar tidak terus menerus bertarung.

"Membawa kamu kembali ke Bu Inna, bodohh!!"
jawab salah satu pria dengan geram.

"Untuk apa?"
tanyaku lagi.

"Bukan urusanmu!!"
jawab pria yang lain.

"Waitt..sebentar bro semua. Kalian dibayar berapa sih per orang?. Kalau aku sanggup bayar kalian lebih tinggi, kalian mau ikut aku??"
tanyaku lagi melakukan persuasi.

Semua terdiam. Aku yakin mereka mulai dihinggapi rasa bimbang. Aku tersenyum dan mengulang beberapa kali kalimat yang seolah menjadi tawaran menggiurkan bagi mereka.


Bukk!!


Seorang pria tiba-tiba tersungkur karena menerima tendangan keras di perutnya. Aku menoleh kepada si penendang.

"Great!!. Let's play the game broo..."
aku berteriak kearah Prima yang baru saja mengirim tendangan.

Dengan cepat kami menggilas beberap pria yng berada di barisan terdepan.

"Broo..cabut!!"
bisik Prima.

Kami memberi perlawanan sambil terus melangkah mendekati gerbang. Tepat pada jeda pertarungan, Prima menarikku. Aku segera berlari mengikuti Prima ke arah sebuah mobil.

"Gass Ca!!"
teriak Prima kepada pengemudi mobil saat kami baru saja melompat masuk. Para pengawal berlarian mengejar, namun aksi nekad si pengemudi yang seolah hendak menyapu mereka, membuat mereka mundur teratur.

"Fiuuhh...hampir saja. Kamu ngapain sih sob, kok bisa masuk ke situ??"
tanya Prima saat mobil sudah berjalan cukup jauh.

"Itu rumah calon klien yang tadi aku datangi bro. Dan ternyata aku dijebak!!. Ceritanya panjang. Nanti aja di markas aku cerita semua,"
jawabku kelelahan.

"Eiiit...ini mbak siapa?, pacarmu bro?"
tanyaku saat melihat seorang wanita imut di belakang kemudi.

"Haloo mas, kenalkan. Aku Oca temannya Firsa,"
ucap si imut menyapaku. Aku terkejut. Bagaimana bisa ada temannya Firsa yang ikut. Lalu apa hubungannya dengan Prima?.

"Halo, aku Lucky. Kok bisa sama Prima mbak?"
aku masih heran dan bingung.

"Ceritanya juga panjang. Nanti di markas kita saling curcol ya bebs!!"
potong Prima dengan tatapan mata dikedip-kedipkan dan mulut yang dimonyongkan seolah hendak menciumku. Kujawab dengan colokan jari dimatanya. Prima menangis. Haha..


~~~|_~~~



Aku selesai mandi ketika jam menunjukkan pukul 6 pagi. Kulihat Prima baru saja datang bersama Oca dengan membawa bungkusan plastik.

"Dari mana?"
tanyaku sambil menikmati moccacino di atas meja ruang tengah. Entah milik siapa.

"Dari pasar, belanja mas. Sama beli pakaian dalam, upss kelepasan,"
Oca segera tersipu.

"Busett, itu anak orang abis kamu apain bro? Sampe butuh pakaian dalam!!"
candaku.

"Jangkrikk..itu moccachino punyaku des!!, bikin sendiri sana!"
bukannya menjawab candaanku, Prima malah uring-uringan membela moccachino-nya yang ku embat.

"Iyaa iya sorii... aduh laper nih,"
balasku.

"Ini kita beli nasi uduk mas, yuk makan bareng. Belanjaannya nanti siang biar aku masakin,"
ucap Oca ceria.

"Baik banget sih mau masakin..makasih istrikuu,"
Prima cengar-cengir dan langsung dicubit gemas oleh Oca.

"Enak aja!!, lamar dulu, trus nikah, baru nyebut istri!"
Oca cemberut sambil ngedumel sendiri.

"Aaduhh sakit tau. Emang kamu mau dilamar?"
balas Prima.

"Gaaa!!"
Oca berlalu ke dapur dengan bersungut. Tapi tetap saja masih kelihatan lucu wajah imut nya. Sebentar kemudian ia sudah kembali dengan membawa 3 buah piring dan sendok.

Sambil makan, kuceritakan perihal kejadian bersama Inna. Meski bagian esek-eseknya jelas aku skip. Aku hanya menceritakan bahwa Inna melarangku membantu pak Bimo dan diminta hanya fokus menjaga dia. Posisiku disitu malah disekap agar tidak melarikan diri.

"Aneh itu bro. Pengawal nya saja tadi sebanyak itu, untuk apa dia cuma perlu seorang Lucky saja yang mengawal?. Lalu kenapa sampai menyebut nama pak Bimo?, Kenapa tidak menyebut kasus lain gitu aja?. Ini sangat janggal!!"
ucap Prima menanggapi.

"Makanya itu, setelah ini harus kita bahas bersama!"
jawabku lugas.

Kemudian Prima ganti bercerita tentang perkelahian melawan orang-orang yang hendak menculik Firsa dan Oca. Aku langsung emosi saat mendengar Firsa kembali terancam. Entah kenapa dengan aku ini. Saat semalam ena-ena dengan Inna, aku lupa Firsa. Tapi giliran sekarang Firsa diganggu, aku marah. Aku ga habis pikir dengan perasaanku sendiri.

"Bro...Firsa dan mamanya harus segera kita amankan di markas sebelum terlambat. Sekaligus kita ajak mereka berdiskusi mengenai ini semua,"
cepat kupikirkan tindakan awal untuk melindungi Firsa dan mama.

"Aku saja mas yang jemput mereka,"
usul Oca, namun aku kurang sependapat.

"Jangan Ca...kamu dalam posisi di incar juga sekarang. Lebih baik ajak ketemu diluar. Baru dibawa kesini,"
saranku. Langsung dijawab Oca dengan anggukan.

"Beres bos. Akan aku atur untuk kedatangan mereka pagi ini juga. Yang jelas dalam posisi semua selamat, dan tak ada yang mengetahui posisi markas. Gitu kan??"
balas Oca. Jempolku menjawab kecerdasan Oca dalam menyikapi permasalahan ini.



Satu jam kemudian...


"Firsa...mama..."
aku menyambut kedua orang tersebut di markas. Terlihat wajah-wajah tegang dari keduanya.

"Ada apa ini mas?"
tanya Firsa dwngan wajah khawatir.

"Ada perkembangan baru?"
mama Lily tak kalah khawatir.

"Mari kita duduk bersama membahas ini,"
jawabku kooperatif.

Di sekeliling meja makan kami berkumpul. Firsa bersebelahan dengan mama Lily. Prima berhadapan dengan dua orang tersebut dan disamoingnya ada Oca. Sedangkan aku sendiri duduk paling ujung menghadap lurus dari sisi samping mereka semua.

"Ok, baiklah. Mari kita runut perjalanan kasus ini dari awal. Dimulai dari awal mula pengawalanku atas Firsa. Dari foto yang ditunjukkan Prima terlihat bahwa beberapa kali ada sekelompok manusia berpakaian hitam yang sedang mengintai Firsa. Anehnya, tak ada satupun dari mereka yang datang menyerang Firsa."
ucapku.

Kulanjutkan,
"Namun setelah kemunculanku yang berkelahi dengan Prima, terlihat sebuah kecondongan dari mereka untuk menyerang. Serangan pertama saat aku di kosan. Pak Bimo mengatakan bahwa penyerangan itu adalah skenario kompetitor-nya yang tidak senang dengan kehadiranku yang melindungi Firsa. Sampai disini timbul pertanyaan, sejak kapan ditarik kesimpulan bahwa para penyerang itu adalah kompetitor?, bukankah sebelumnya pak Bimo hanya menyebut tentang ancaman dari salah satu pihak. Mengapa kemudian ia menyebutnya kompetitor?"

"Setiap kali aku diperjalanan, selalu ada saja orang yang menguntit. Lalu terjadi penyerangan kedua, kali ini ditujukan terhadap Firsa karena seolah tahu bahwa aku tidak sedang menjaganya,"
aku terus bertutur sambil berpikir.

"Penyerangnya bilang, disuruh bos Rio!"
ucap Firsa yang spontan membuat aku dan mama Lily tersentak.

"Itu kan papa nak,"
desau mama Lily.

"Tapi ga mungkin papa sepicik iru, mama sangat mengenal papa!!"
lanjut mama Lily.

"Papa? nak?, kalian ngomongin apaan sih?"
Firsa menjadi penasaran melihat gelagatku dan mama yang aneh.

"Mungkin sekarang waktunya cerita. Tapi aku minta, Firsa sayang, jangan berubah yah apapun isi ceritanya nanti!!
pesan mama Lily sebelum memulai ceritanya.

"Apaan sih??!!. Iya iyaa Firsa ga akan gimana-gimana..buruan Ma ceritaa!!"
pohon Firsa. Aku yang menyaksikannya menjadi ikut tegang.

"Begini...22 tahun yang lalu mama dan suami mama sedang naik pesawat dan pesawat itu jatuh. Semua korban tidak ditemukan kecuali mama dan si kecil Firsa. Akhirnya mama dan Firsa ditolong oleh pak Bimo yang kemudian menikahi mama. Belakangan ini ternyata mama bertemu dengan suami mama yang dulu. Tapi hanya sekilas saja karena mama dan pak Bimo waktu itu buru-buru. Pak Bimo yang menyimpan kartu nama pemberian suami mama dan tak pernah mama tanyakan sampai sekarang,"
tutur mama Lily.

"Saat itu mama sudah memiliki anak laki-laki yang tidak ikut dalam pesawat. Mama juga dalam kondisi hamil tua saat kecelakaan pesawat. Kata pak Bimo, mama melahirkan bayi tersebut prematur dalam kondisi depresi berat dan bayi itu meninggal. Satu anak laki-laki mama yang tersisa adalah Lucky ini. Dan papa Lucky namanya adalah Rio!!"
pungkas mama Lily yang terlihat kembali tersedu mengingat kejadian pedih di masa lalunya.

Semua yang duduk terkejut mendengarnya. Lebih terkejut lagi adalah Firsa yang seolah mendapatkan berita paling duka dalam hidupnya.

"J..jadi aa..ku bukan anak mama?"
tanya Firsa memastikan.

"Kamu tetap anak mama, sayaaang. Anak angkat atau kandung bagi mama sama saja!!"
jawab mama Lily bijak.

"Yaa ampuuun...hikks,"
Firsa menangis tanpa bisa berucap lagi. Pikirannya demikian kacau. Mama memeluknya, menenangkannya.

"Semua yang hidup di dunia ini hanya titipan sayaang. Tak ada yang abadi. Tapi mama bahagia telah dititipi seorang gadis cantik dan baik hati seperti kamu nak. Apalah arti orangtua kandung jika kamu selama ini sudah merasakan kasih sayang layaknya orangtua kandung!!"
hibur mama. Semua yang diucapkan mama adalah benar. Firsa tentu akan bersyukur menerima segala kenikmatan selama ini.

"Iya ma..maafkan Firsa. Aku sadar, jika tanpa mama, mungkin Firsa akan mati bersama korban yang lain..hikss.."
ucap Firsa berusaha legowo meski isak tangisnya belum mereda.

"Maaf menyela. Semalam aku dapat data baru tentang pak Bimo. Dia sempat berhubungan dengan sebuah panti asuhan. Aku khawatir pak Bimo ada kesengajaan untuk membuang Firsa. Maafkan aku jika lancang,"
suara Prima muncul ditengah suasana haru. Kini semua mata tertuju padanya. Perlahan benang merah mulai terjalin dan saling berkait.

"Yaa ampuun maa.."
Firsa memeluk mama Lily semakin erat. Hati dan pikirannya benar-benar telah semrawut dan ngelangut.

"Sudahh..kamu aman bersama mama,"
mama Lily menggosok sayang pundak Firsa untuk memberikan efek penenangan. Perlahan isak tangis Firsa berkurang.

"Ma...tapi aku..aahmm..masih boleh itu kan..ehm Firsa..."
suaraku ikut kacau.

"Hmm...kalian masih diperbolehkan agama uuntuk menikah kok..tenang. Mama siap untuk menjadi ibu sekaligus mertua Firsa hehe,"
ucap mama Lily seakan tahu maksud dari perkataanku.

"Iish mamaaa..apaan sih, maluuu..."
rajuk Firsa. Semua pun tersenyum lega.

"Baiklah. Untuk itu, mama dan Firsa harus mengungsi disini sebelum kasus ini tuntas. Bahaya mengancam di luar sana. Langkah selanjutnya akan kita bahas nanti lagi,"
kuambil keputusan sebagai pilihan terbaik.

"Aku boleh ikut tinggal disini mas??"
tanya Oca merajuk manja.


"Hahahaha...cieeeeeh...!!"


~~~|_~~~




..please check index for new update
Thanksoo Huu Apdetnyaaa, makin mantap ceritanya
 
Maafkan tdk bs bls komen, ada kesibukan mendadak di RL. Tapi tenang, masih tetep lanjutin ketikan apdet kok. Ditunggu aja apdetnya

Terimakasih smua yg sdh support dan berkomen :ampun: :ampun:
 
Session 10 :
Probado por hechos



I : Haloo Lucky!!

L : Ada apa lagi mbak Inna??

I : Apa maksudmu kabur dari rumahku?

L : Aku sibuk.

I : Ya ga bisa gitu dong. Apa-apa kamu lukai para pengawalku?

L : Mereka yang mulai..

I : Alasaan!!

L : Terserah.

I : Aku minta kamu kembali kesini!!

L : Ga.

I : Luckyyy!!

L : Cari aja pengawal yang lain.

I : Kamu kan sudah janji untuk tidak bantu Bimo lagi!!

L : Iya benar. Aku ga bantu Bimo lagi. Aku hanya ingin lindungi keluargaku.

I : Brengsekk!!. Lihatlah, kamu akan menyesal!!

Tutt..tutt



Inna, dia datang terlalu kebetulan. Aku rasa dia ada kaitannya dengan kasus ini. Baiklah...akan kita buktikan, siapa yang akan menyesal!!

Mama, Firsa, Oca, Prima, dan aku kembali duduk bersama di meja makan menikmati makan siang hasil karya chef Oca. Kulihat mama dan Firsa kurang bersemangat, selera makan mereka seperti hilang.

"Fir, dimakan dong...jangan sedih terus. Kasihan mama kamu, kasihan Lucky. Mereka tentu sangat khawatir melihat kondisimu yang seperti ini!"
ucap Prima memberi semangat.

"Kamu ga tau rasanya jadi anak yang tak pernah bertemu orangtuanya!!. Meski ada mama Lily yang selalu sayang ke aku, tapi namanya anak pasti ingin bertemu bertemu orangtuanya yang asli. Atau setidaknya mendengar kabar mereka saja aku sudah cukup senang!!"
Firsa menyalak. Emosinya belum stabil. Perhatian yang diberikan Prima justru membuatnya semakin terpukul.

"Gampang banget kamu bilang 'jangan sedih'. Tau apa kamu soal anak yatim piatuuu??!"
lanjut Firsa memojokkan Prima.

"Hahaha...daripada ngomong ngelantur, mending kamu diam Fir!!. Cukup kamu tahu saja ya..aku dari bayi hidup di panti asuhan. Sampai sekarang aku sebatang kara!!. Lebih pedih mana dibanding hidupmu yang masih ada kasih sayang mama Lily??"
jawab Prima dengan suara bergetar. Matanya berkaca-kaca. Firsa melongo dan tak bisa berkata-kata.

Sejenak kemudian Prima berlalu meninggalkan meja makan diikuti oleh Oca yang berusaha menenangkan.

"Firsa...sabar ya nak. Mama paham jika kamu masih tertekan. Jalani saja, biar waktu yang akan mengiringi langkahmu sayaang,"
bisik mama lembut.

"Maafin Firsa mamaa...mas Lucky...Firsa tak pernah mensyukuri nikmat yang ada..."
Firsa menangis menyesali perbuatannya yang telah melukai perasaan Prima.

"Kamu nanti minta maaf ke Prima ya sayang,"
bujuk mama dengan diiringi senyum keibuan.

"Iya mama. Pasti!!"
balas Firsa.


malam harinya...


"Mas Prima...aku minta maaf banget, tadi aku kasar ke kamu,"
Firsa meminta maaf dengan disaksikan kami yang sedang duduk bersama di ruang tamu.

"Gapapa Fir...memang nasibku untuk selalu di injak-injak, dihina, dikucilkan. Kenyataannya aku kan gelandangan. Ga punya keluarga, ga punya strata sosial. Aku terima saja apa adanya."
pedih sekali jawaban Prima. Siapapun yang mendengarnya pasti akan iba.

"Pliss mas...jangan ngomong gitu. Aku ga pernah hina kamu kok. Tadi cuma emosi saja,"
pohon Firsa, berharap Prima memaafkan.

"Iya mas...kami semua peduli kok sama mas Prima. Kita berlima adalah keluarga. Bukan begitu bu Lily??"
Oca melengkapi.

"Oca benar nak Prima...kalian semua anak-anakku. Kita adalah keluarga. Masa bodo dari mana kalian berasal. Kita diciptakan memang untuk bersatu. Jadi tidaknya kisah cinta Lucky dan Firsa, atau Prima dan Oca. Kita tetap keluarga. Jika kalian berpisah sebagai kekasih, kembalilah sebagai saudara,"
petuah bijak sang ibu suri sejenak meluluh lantakkan tembok-tembok tinggi kerajaan egosentris. Kini saatnya jiwa yang berbicara.

"Maaf Bu...saya salah!!"
ucap Prima menyesal.

"Mamaa!!"
koreksi mama Lily.

"Iya..Ma..mama,"
ucap Prima mengulangi kata-katanya.

"Kalian semua...Lucky, Firsa, Prima, Oca...panggil aku mama!!. We are one!!"
ulang mama Lily untuk semua.

"Iya mama,"
Serempak mereka berucap.

Baiklah anak-anak, pelajaran Taman Kanak-kanak malam ini dinyatakan : selesai.


~~~|_~~~​



"Kesimpulan atas kasus ini, masih abu-abu antara papa Rio dan pak Bimo dalangnya. Meski mama berkeyakinan bahwa papa Rio tak akan sekeji itu, tapi bukti nyata belum ada. Kita perlu profesional menyikapi ini!"
suaraku mengalir mengisi ruang tamu markas. Semua sedang menyimak.

"Untuk membuktikan itu semua, aku ada ide,"
lanjutku.

"Gimana bro, penasaran kita,"
tanggap Prima.

"Bro, tugasmu, tolong carikan nomer handphone papa Rio. Entah dari data perusahaannya, atau menyadap, atau apalah kamu yang lebih paham caranya!"
satu instruksi kuberikan kepada Prima. Ia mengangguk cepat.

"Aku akan segera hunting setelah rapat kita ini,"
terdengar suara Prima menanggapi. Jempolku menjawab mantan musuhku tersebut.

"Langkah selanjutnya, aku mohon mama bersedia menelepon papa untuk membuat janji bertemu. Usahakan bertemu di rumahnya. Mengapa dirumahnya?, alasan pertama adalah mengamati kekuatan pasukan papa Rio jika memang beliau pelakunya. Memang sih sedikit riskan karena kita akan berada di tengah markasnya yang tentu full pengawalan, tapi aku yakin bisa mengatasinya setelah melihat kemampuan Prima bertarung kemarin. Alasan kedua adalah ingin melihat respon istrinya papa Rio. Jujur aku curiga si Inna yang menyekapku kemarin adalah istri papa Rio."
panjang lebar ku utarakan skema yang sudah kususun dikepalaku.

"Aku ikut bertarung mas!!. Aku juara karate di kampus,"
potong Oca cepat.

"Lho kemaren pas mau diculik kenapa ga kamu lawan sendiri??"
tanyaku menyangsikan kemampuan Oca.

"Belum waktunya. Aku masih mengulur waktu menunggu tindakan nyata dari para pelaku. Namun ternyata mas Prim sudah muncul duluan,"
ucap Oca membela diri.

"Ok aku anggap kamu bisa ya. Langkah selanjutnya, adalah tugas Oca untuk mengawal mama Lily dan membawa pergi dari lokasi jika terjadi keadaan darurat dan genting. Aku harap Firsa sudah siaga dengan mobil di suatu tempat yang aman untuk menjemput mama!"
lanjutku.

"Baik akan aku siapkan juga alat komunikasi wireless untuk masing-masing dari kita agar mudah berkomunikasi satu sama lain. Ditambah kamera pengintai di masing-masing tubuh kita yang terkoneksi dengan layar di dalam mobil agar Firsa dapat memantau perkembangan situasi,"
Prima menambahkan. Aku sangat senang melihat kiprahnya yang sangat membantu.

"Dengan cara ini semoga dapat ditemukan fakta tentang kasus yang kita hadapi. Kita akan melihat respon papa Rio bagaimana agar dapat menarik kesimpulan. Jika perkiraanku tepat maka harusnya pak Bimo sekarang bingung mencari mama. Dan jika memang terbukti bahwa pak Bimo pelakunya, maka saat pertemuan itu dia akan datang. Kita lihat nanti, sebenarnya siapa diantara mereka yang berdiri di pihak kita!!"
pungkasku mengakhiri penjelasan tentang skema.

"Setelah ini, sambil Prima mencari data kontak papa Rio, aku dan Prima akan menyiapkan semua peralatan yang diperlukan. Termasuk alat beladiri untuk pertahanan kita,"
imbuhku. Semua menatapku dengan tegang. Tak kupungkiri, akupun demikian juga. Namun logikaku tetap berjalan mengimbangi perasaan yang terus berkecamuk. Ini bukan kasus klienku. Ini masa depan keluargaku!!.


~~~|_~~~​



Hari belum terlalu larut. Sekitar setengah jam yang lalu kulihat jam di layar handphone-ku menunjukkan pukul 22.00. Mama dan Firsa sudah tertidur memeluk segala kecamuk pikiran demi esok hari yang nampaknya akan cukup melelahkan untuk dilalui. Esok hari mama berencana menghubungi papa Rio dan sekaligus mengajak bertemu hari itu juga. Entah apakah berhasil, tapi yang jelas mereka berusaha mempersiapkan fisik sebaik mungkin dengan istirahat yang cukup.

Begitu juga denganku. Aku punya cara tersendiri dalam mempersiapkan fisikku. Aku lebih senang menyebutnya latihan dan pemanasan. Di halaman belakang markas ku tempa fisik dengan berlatih beladiri. Berbagai kombinasi pukulan, tendangan, bantingan, dan sebagainya ku asah sedemikian rupa untuk membangun kepercayaan diri lebih tinggi sekaligus meregangkan otot-otot dan persendian yang ada.

Prima malam ini bersama Oca sedang bergerak dalam mode senyap. Mengendap dan memasang beberapa kamera dan alat pelacak di sekitaran rumah pak Bimo.

Sambil menunggu mereka datang maka kuisi waktu dengan berlatih fisik seperti yang tengah kulakukan sekarang. Keringat bercucuran membasahi singlet yang kukenakan. Celana pendekku yang berbahan kaos juga terlihat mengetat lengket membungkus tubuh bagian bawah. Penisku terlihat menonjolkan lekukan akibat celana pendek yang lengket tersebut.

Merasa lelah, sejenak aku duduk di sebuah gazebo sederhana yang malah lebih mirip poskamping. Kunyalakan sebatang rokok menemani kesendirianku sambil terus berpikir tentang berbagai rencana.


Haaaa!!


Teriakku tertahan saat tiba-tiba kurasakan sesuatu yang lembut menempel dipundakku. Aku menoleh dan terkejut.


Firsanti (Firsa)


"Firsaa..ngagetin ajah. Kok ga jadi tidur sayang?"
mataku melotot ke arah Firsa yang sudah berada di belakang punggungku tanpa kusadari.

"Gerah mas, banyak nyamuk juga. Akhirnya kebangun deh,"
Firsa mengucek matanya menghilangkan rasa kantuk.

"Ohh..yaudah duduk sini aja biar segeran. Udara di sini enak, semriwing,"
tukasku memberi tempat Firsa untuk duduk. Kami berdampingan menengadahkan wajah menikmati bintang gemintang yang berserakan di angkasa.

"Ribuan bintang, atau bahkan beribu-ribu juta bintang tak pernah berhenti mengerlingkan sinarnya setiap malam. Meski kita kadang mengacuhkannya. Dan kita, kamu, aku, Prima, serta yang lainnya laksana bintang-bintang itu. Harusnya tiap saat selalu memberikan yang terbaik bagi orang-orang disekelilingnya, tanpa berharap untuk dianggap. Dengan begitu kita akan terlupa dengan azas keakuan. Ego kita terpelihara rapi dalam bilik-bilik senyap yang tak pernah berusaha mengemuka. Mengabdikan diri sebagai butiran pelengkap semesta. Mengesampingkan makna hak pada batas pagar pemahaman. Aku selama ini belajar untuk tak menuntut dimana orangtuaku, harta nenekku, kelayakan nasibku, apapun itu. Aku hanya berusaha melangkah agar menjadi manfaat bagi semua, atau minimal bagi orang-orang yang aku sayangi."
Entah darimana aku mendapatkan bahasa sepuitis itu. Semuanya mengalir begitu saja dari bibirku.

"Kian hari berjalan aku semakin banyak belajar dari kamu, dari mama, dari mas Prima, dari Oca tentang bagaimana menjalani hidup dengan lebih berarti. Ratap dan sepi adalah dua sejoli yang selalu mengintimidasi kejiwaan, kemudian menyeretnya pada sosok ego dengan hanya mengenal aku dan mencampakkan empati, persis seperti yang mas bilang barusan. Sekarang aku paham mas. Bukan aku terlahir untuk mendapatkan apa, tapi aku terlahir untuk memberikan apa,"
Firsa sepertinya juga sedang keranjingan jiwa puitis. Terdengar dari ucapannya yang berusaha mengimbangi.

"Syukurlah Fir...meski masa laluku perih, dan masa kinimu juga pedih, namun kebersamaan kita adalah obat antara satu dengan yang lain. Melengkapi dari yang terlukai,"
lanjutku.

"Terima kasih mas. Terima kasih semua yang telah kamu dan mama berikan. Plisss jangan tinggalin aku ya mas. Aku tak punya siapa-siapa lagi di dunia ini selain kalian!"
suara Firsa mengalun lembut bersama hembusan sang bayu yang sepoi menggoyangkan indah gerai rambut panjangnya.

Kupeluk bahu Firsa yang duduk disampingku. Pelan ia mulai menyandarkan kepala. Dapat kucium aroma shampoo nan wangi dari rambut Firsa.

"Tegarkan langkahmu, hadapi rintangan, jalan cerita masih terbentang. Aku ada bersamamu."
Bisikku tak kalah lembut.

"Iih maaas..gelii,"
Firsa sedikit mendesah sambil memegang tengkuknya. Mungkin bisikan ku di telinganya membuat ia merinding.

"Dasar mesum, orang serius malah mendesah,"
ledek ku.

"Hiiih..namanya juga respon badan. Mana aku tauuu!!"
Firsa menoleh dan mencubit gemas pipiku.


Cupp


Tak kusia-siakan momen, lembut kukecup bibir indahnya. Firsa hanya diam meresapi.

"Situu yang mesum, nyosor aja tahu-tahu!!"
ledek Firsa membalas.

Tak kupedulikan, kini kulumat bibir mungilnya. Ia menjawab dengan lumatan serupa. Sekian menit kami sibuk dengan permainan bibir dan lidah. Matanya mulai sayu terdorong lonjakan hasrat.

Perlahan tangannya mulai menjalar meremasi tonjolan di celana pendekku yang sejak tadi selalu curi-curi di liriknya.

Tak mau kalah serangan, aku juga ikut meramasi buah dadanya yang saat ini terlihat sangat montok dibalut kaos ketat sambil kami teris berciuman. Sejenak ia melenguh diantara sela napas.

Melihat bagian bawah pakaiannya yang berupa rok pendek, aku cepat berinisiatif dengan berjongkok di depannya. Kuraba belahan vaginanya dari balik rok. Celana dalam itu sudah membasah di bagian tengah.

Tarikan jariku pada sisi jahitan celana dalam memberi isyarat untuk meminta ijin untuk melepas celana dalam tersebut. Firsa mengangguk lemah dengan menggigit bibir bawahnya. Sedikit mengangkat pinggul ia biarkan aku melucuti celana dalam tanpa melepas rok yang ada.

Dibawah sinar rembulan kupinta Firsa untuk mengangkat paha, bertumpu pada sisi bibir dudukan gazebo, dan membuka lebar. Sekejap terlihat lah pemadangan sangat memukau. Seorang dara cantik nampak berseronok mempertontonkan belahan vagina di udara bebas. Sensasinya sungguh membuatku bergetar.

Gesekan pertama jariku tepat ditengah belahan itu membuat ia merintih pelan.

"Uhmm mass,"
rintihan parau Firsa memecah keheningan malam ditengah pekarangan.

Demi mengejar waktu sebelum Prima tiba. Kudaratkan lidahku menjuluri area lembab di selaksa vagina Firsa. Jempolku langsung menyerang titik utama di klitorisnya.

"Shhh..."
bibirnya mendesis seperti kepedasan. Matanya terkatup dan membuka silih berganti.

Lidah ini semakin liar mencumbui bibir vagina Firsa. Mulai dari ujung atas, berlari keujung bawah mendekati sunhole, kembali ketengah, meronjok kaku ke arah dalam, kemudoan kembali menggelitik klitorisnya.

"Uuhhssh mass aah.."
desahan makin kentara terdengar mewakili segala rasa yang ia inderakan.

Mengingat bahwa ia tak lagi perawan, ku masukkan satu jari penuh menggelitik rongga dalam. Jari itu berputar, menekuk, mengorek segala dinding pejal yang ia temui di dalam sana.

"Ouuhh...hmmm,"
Firsa mengatupkan bibirnya menahan suara desahan agar tak semakin membahana. Jariku sudah membuat ia melayang tak karuan.

Melihat ia menikmati. 3 jari sekaligus kulesakkan. Lidahku masih saja menggelitik klitoris. Dua rangsang sekaligus yang bakal membuat ia semakin membumbung tinggi ke angkasa.

"Iiishhh nakall tangannya ahh,"
racau Firsa namjn tak sedikitpun melarang.

Kocokan 3 jari kupercepat. Ia meraung-raung gila. Aku harap mama cukup pulas dalam tidurnya. Aku tak ingin mama melihat kejadian 21++ ini. Meski mama merestui hubungan kami, namun sangat canggung bagi kami jika tertangkap basah melakukan hal yang vulgar.

"Mass..aaauhh enakkk ampunnn,"
desah Firsa.

Bunyi kecipak liang basah membuatku semakin bersemangat. Kutekuk sedikit jari kearah dinding atas vagina untuk menemukan area g-spot setiap kali kutarik jari.

"Uuuh mass mau nyampee ahh masss,"

"Ehhh ehh ehh... mass ahh,"

"Iya disitu...cepetin ahh ahh ahh mas aku nampeeee ahhhh,"
Firsa mengerang. Cairan squirt menyembur deras. Ia tersentak-sentak mengikuti semburan. Sebagian wajahku basah oleh cairan Firsa dan segera kuusap menggunakan singlet yang sebelumnya sudah basah oleh keringat. Sisa cairan Firsa menyiram tanah di depan gazebo.

"Mas belum keluar. Ayukk kita masukkan mas kontolmu!!"
Firsa menggeliat saat melihatku kembali berdiri.

"Sudah, kita sudahi dulu sayang. Sebentar lagi Prima datang!"
ucapku mengingatkan.

"Masukin bentar laaah, kasihan kamu mas!"
pinta Firsa.

"Ga sayaaang, terlalu riskan. Kamu juga perlu segera istirahat. Besok akan sangat menguras pikiran dan tenaga,"
kembali ku tolak permintaan Firsa. Tak menampik, aku juga sangat sangat sangaaat menginginkannya. Tapi aku tak ingin fatal jika mendadak Prima dan Oca melihatnya.


Brumm..

Ceklaang!!



Terdengar deru mobil mendekat, diikuti pagar yang dibuka. Tentu saja itu Prima dan Oca, karena hanya Prima yang membawa kunci pembuka gembok pagar, kami belum sempat menggandakannya. Untung saja aku tepat dalam mengambil keputusan untuk segera menyudahi aksi liar kami.

"Fiuuhh...capeknya broo!!"
Prima yang melihat kami dari arah garasi langsung menuju ke belakang tanpa melewati bangunan utama. Ia menelentangkan tubuh di gazebo sambil menggerakkan tangan, menggeliat.

"Gimana tadi disana?"
tanyaku penasaran.

"Aman terkendali. Oca terpaksa mengalihkan perhatian penjaga dengan menggodanya agar aku bisa leluasa masuk. Namun begitu aku selesai dan keluar terlihat dua orang penjaga itu tengah berkelahi sengit dengan Oca. Beuuh.. Oca top banget dah. Udah kayak bola karet aja dia melenting kesana kemari menghabisi dua penjaga itu!!"
puji Prima dengan memandang wajah ayu si imut yang sekarang tengah bersandar di tiang penyangga gazebo.

"Yaa terpaksa mas. Mereka raba-raba tetekku. Wah ga bisa dimaafkan. Aku bikin patah sekalian tangan-tangan kurang ajar itu!!"
ucap Oca bercerita dengan berapi-api.

"Wew sadess!!"
aku melongo menanggapi kegaharan si imut.

"Ati-ati lu bro, jangan godain Oca!!...salah-salah bisa patah burungmu hahaha.."
godaku pada Prima.

"Kamu juga mas, awas kalau nyakitin Firsa!!"

"Waduww..***nyam,"

"Hahaha.*** kok mas becanda. Paling cuma aku kunyah otongnya kalian kalau macem-macem,"

"Iish horor!!"


~~~|_~~~​




"Ok Pa, dua jam lagi aku akan datang ke sana. Tolong share lokasinya,"
mama Lily baru saja mengakhiri teleponnya dengan papa Rio. Mereka bersepakat untuk bertemu di rumah papa Rio dua jam lagi.

"Kalian berdua resmi sebagai agen B-Id mulai hari ini. Firsa sebagai agen 03, dan Oca sebagai agen 04."
Ucapku sambil mengulurkan seragam baru ber-design ninja warna putih bersih.

Kami ber empat kecuali mama segera mengenakan seragam ala ninja berwarna putih tersebut. Tak lupa kloningan topeng yang biasa kukenakan. Tapi hanya aku dan Prima yang tetap menggunakan warna perak. Dua cewek imut memaksa untuk dibuatkan topeng warna pink. Alhasil berdirilah dua gadis ninja didepanku dengan mengenakan topeng pink mereka. Ahaha.*** gagah sama sekali, ninja kok pakai topeng pink. Aya aya wae.

"Woy matanya!!"
bentak Oca saat memergoki aku dan Prima yang ngiler menatap tubuh dewi-dewi ninja yang terbungkus bahan ketat. Buah pantat dan buah dadanya membusung indah.

"Iyaak iyakkk...ampunn!!"
aku dan Prima terkaing-kaing menerima jeweran dari mama Lily. Ahhh.. 3 wanita kok galak semua sih, ampun dah.

Harusnya ninja sepaket dengan katana-nya. Namun karena kami ninja kawe, maka yang kupunya hanya mandau dan badik. Mandau kuberikan kepada Prima, dan dua buah badik ukuran tanggung kuberikan masing-masing untuk Firsa dan Oca. Tak lupa mereka kubagikan ranjau kaki sebagai ganti dari suriken yang lagi-lagi tak ada stoknya.

Prima sejenak masuk kekamarnya dan kembali dengan membawa sebuah trisula bergagang pendek yang diberikan kepadaku. Kuterima alat itu dengan senang hati.

"Mbak Firsa, tugas kamu nanti adalah menggantikan posisiku sebagai pemantau dan pengintai layar kontrol. Led tersedia di dalam mobil dan terkoneksi dengan semua kamera yang sudah aku pasang di masing-masing pin di tubuh kita. Kamera juga sudah terpasang di sekeliling kediaman pak Bimo. Satu lagi alat komunikasi, mbak yang mengatur arus komunikasi antara kita berlima. Ringkasnya, panel control ada di tangan mbak Firsa dan kami mengandalkannya. Untuk keamanan, semalam mobil Oca sudah aku lapisi film gelap kacanya, juga peredam tembakan di hampir seluruh body mobil!"
Prima kuakui memiliki kemampuan yang tidak dapat dianggap remeh. Segala penjelasannya kepada Firsa sangat profesional dan sistematis.

Sebelum berangkat, terakhir ku selipkan belasan pisau kecil disaku-saku sepatu. Berlima kami melangkah menuju mobil. Firsa duduk sebagai driver.


~~~|_~~~​




..please check index for new update
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd