Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

BUNGA BUNGA SURGAWI -Update Part 7

Status
Please reply by conversation.

Otta

Semprot Lover
Daftar
9 Jan 2021
Post
225
Like diterima
40.213
Bimabet
BUNGA BUNGA SURGAWI


INDEX :


Part 01 -------------------------------- page 01
Part 02 -------------------------------- page 07
Part 03 -------------------------------- page 11
Part 04 -------------------------------- page 15
Part 05 -------------------------------- page 20
Part 06 -------------------------------- page 23
Part 07 -------------------------------- page 27

























Part 01


Umi meninggal pada saat aku berusia 13 tahun. Sehingga aku merasa kehilangan kasih sayang ibu yang selalu menyejukkan perasaanku. Namun untungnya Papa selalu menyayangiku sebagai anak satu - satunya, dengan segala kesabaran dan kelembutannya yang mungkin jarang ditemukan pada sosok ayah lain.

Waktu pun berputar terus. Sedikit demi sedikit aku mulai terbiasa dengan kenyataan pahit ini. Kenyataan bahwa Umi telah meninggalkan kami selama - lamanya.

Untungnya Papa sangat menyayangiku. Bahkan terkadang beliau memperlakukanku seperti temannya, bukan sekadar anak kandung.

Beberapa tahun kemudian, ketika aku sudah kuliah semester 4, Papa membawa seorang wanita muda berperawakan tinggi montok.

“Ray ... “ Papa menepuk bahuku, “Ini pengganti Umi. Mudah - mudahan kamu menerima dia sebagai mama sambungmu. “

Tentu saja aku terkejut sekali mendengar bahwa wanita muda yang baru pertama kali kulihat itu sudah menjadi mama sambungku. Namun cepat aku menyeimbangkan perasaanku. Bahwa Papa sudah saatnya move on dari ibu kandungku yang telah tiada. Sudah cukup lama Papa hidup tanpa pendamping. Sudah saatnya Papa punya istri lagi.

Lalu dengan sikap sopan kucium tangan wanita itu. Yang disambut dengan pelukan dan cipika - cipiki, disusul dengan ucapan perlahan, “Terima kasih Ray. “

Kemudian terdengar suara Papa, “Nah ... mulai saat ini kamu harus memanggil Mama padanya Ray. “

Ketika kedua tanganku masih dipegang oleh ibu sambungku, aku bertanya, “Kalau aku memanggil Bunda bagaimana ?”

Ibu sambungku spontan mengangguk dengan sorot ceria, “Setuju. Memanggil bunda terasa lebih menyejukkan hati, “ ucapnya.

“Ya udah, “ kata Papa, “itu berarti kamu sudah setuju Bunda sebagai pengganti Umi kan ?”

Sahutku, “Papa tentu lebih tau mana yang terbaik bagi kita semua. “

Papa tersenyum. Lalu menepuk - nepuk bahuku sambil berkata, “Kamu memang anak papa. Sejak kecil sampai segede ini belum pernah mengecewakan papa. “

Itulah awalnya. Awal pertemuanku dengan Bunda, yang belakangan kuketahui namanya Ratih dan usianya 33 tahun. Berarti Bunda 12 tahun lebih muda daripada Papa dan 14 tahun lebih tua dariku. Karena pada saat itu usia Papa 45 tahun sedangkan usiaku 19 tahun.



Ternyata Bunda sangat lembut dan penyayang. Kehadiran dia di rumah kami menimbulkan atmosfir segar dan sejuk. Tak salah Papa memilih dia untuk menjadi istrinya.

Yang sangat menyenangkan, Bunda selalu adaptasi pada apa yang kusukai dan apa yang tidak kusukai. Dalam hal makanan, misalnya, Bunda selalu memasak apa yang disukai oleh Papa dan aku. Meski ada pembantu, Bunda selalu masak sendiri.

Dan sebelum masak, Bunda selalu bertanya padaku, apakah aku suka nasi goreng seafood ? Suka sop ikan ? Suka gulai kambing dan sebagainya. Kalau aku bilang suka, Bunda masak sesuai dengan “referensi” dariku.

Bunda pun sangat rajin menata tanaman hias di pekarangan depan. Bahkan kulihat banyak pot tanaman hias baru yang ditata secara artistik di pinggiran teras depan. Kolam hias yang sudah lama dibiarkan kering itu dialiri air lagi. Dan diisi dengan ikan - ikan koi yang berwarna - warni. Sirkulasi airnya pun direparasi dan dijalankan lagi.

Pokoknya sejak kehadiran Bunda, rumah kami jadi terasa hangat dan membangkitkan semangat.

Ada lagi yang menyenangkan hatiku, bahwa setiap aku pamitan hendak pergi kuliah, Bunda selalu menyelipkan uang ke dalam saku celanaku. Uang jajan, dalam jumlah yang tidak sedikit. Hal ini membuatku teringat pada almarhumah Umi, yang selalu memberikan uang jajan setiap aku mau pergi ke sekolah dahulu. Maka aku pun bersikap seperti kepada Umi dahulu. Setiap kali mendapatkan uang jajan, kukecup pipi Bunda sambil mengucapkan terima kasih.

Memang setiap bulan Papa selalu mentransfer uang ke dalam rekening tabunganku. Sehingga aku tak pernah merasa kekurangan untuk biaya kuliah, termasuk untuk makan di warung dekat kampus setiap kali kuliahku berkepanjangan. Tapi yang namanya duit, tetap saja menyenangkan jika aku mendapatkannya dari Bunda.

Papa pun tampak senang melihatku yang semakin akrab dengan istrinya. Beliau bahkan pernah bilang bahwa aku anak yang sangat baik dan bisa menyesuaikan diri dengan suasana baru ini.



Hari demi hari, bulan demi bulan berputar terus dengan cepatnya. Tanpa terasa setahun telah berlalu. Usiaku pun sudah bertambah setahun dan mulai menginjak usia dewasa. 20 tahun.

Sejak ada Bunda, aku tak suka ngeluyur tanpa tujuan. Aku hanya pergi untuk kuliah dan sesuatu yang terasa pRomlahg. Mungkin hal ini akibat kehadiran Bunda juga. Ada perasaan kasihan kepada Bunda kalau termenung - menung sendiri di rumah, sementara Papa sering pulang larut malam dari kantornya. Maklum Papa sudah dijadikan tangan kanan owner perusahaan di mana beliau bekerja.

Dan Bunda tampak senang kalau melihatku sudah pulang dari kampus. Lalu dia mengajakku makan bersama di ruang makan.

Tapi pada suatu hari, ketika aku baru pulang kuliah, kulihat Bunda sedang termenung di ruang makan. sambil bercucuran air mata ... !

Baru sekali inilah aku melihat Bunda mencucurkan air matanya. Tentu saja aku heran dan cemas. Sehingga aku spontan menghampirinya.

Seperti biasa aku mencium tangannya, lalu duduk di kursi yang berdampingan dengan kursi Bunda.

“Bunda menangis ? Ada apa Bun ?” tanyaku sambil mengusap - usap punggungnya.

Bunda menatapku tanpa suara. Lalu menyeka air matanya dengan kertas tissue. “Nggak ada apa - apa, “ ucapnya sendu.

“Kalau gak ada apa - apa, masa Bunda nangis ? Cerita dong Bun. Kan aku jadi cemas melihat Bunda seperti sedang sedih gini. “

Bunda seperti mau menjawab. Tapi keburu muncul Bi Romlah, pembantu di rumah kami. Dia pamitan mau pulang, karena hari sudah jam 4 sore.

Bunda mengangguk. Bi Romlah pun meninggalkan rumah kami.

Lalu Bunda menepuk bahuku sambil berkata, “Sekarang makan aja dulu gih. “

“Aku makan di dekat kampus tadi siang. Masih kenyang Bun, “ sahutku.

“Kalau gitu mandi dan ganti baju dulu gih. Nanti bunda ceritain, kenapa bunda sedih. “

Aku mengangguk. Lalu melangkah ke arah kamarku.

Pada waktu aku mandi, pikiranku tetap tertuju kepada Bunda. Ada apa sebenarnya ? Kenapa Bunda tampak begitu bersedih sampai mencucurkan air matanya ?

Setelah mandi kukenakan celana pendek dan kaus oblongku yang sama - sama putih. Kusisir rambutku sesaat. Lalu keluar dari kamarku.

Kulihat Bunda sudah duduk di sofa ruang keluarga. Masih dengan air mata yang mengalir ke pipinya.

Aku pun duduk di sebelah kanannya, sambil memegang pergelangan tangan Bunda. “Sekarang ceritakanlah Bun. Apa sebenarnya yang membuat Bunda menangis begini ?”

Bunda menatapku dengan mata basah. Lalu berkata lirih, “Kamu kan tau ... belakangan ini Papa jarang pulang. “

“Iya Bun. Mungkin Papa sibuk di kantornya. Banyak kerja lembur dan sebagainya, “ sahutku.

“Sibuk dengan istri mudanya ... hiks ... “ sahut Bunda sambil memeluk dan merapatkan pipinya yang basah ke pipiku.

“Istri muda ?! Bunda dengar dari siapa ?” tanyaku sambil balas memeluknya erat - erat.

“Dari Papa sendiri. Kan sebelum menikahi wanita itu, papamu minta ijin tertulis dulu pada bunda, “ sahut Bunda sambil menciumi pipiku.

“Ohya ?! Kok Papa gak ngomong sama aku ?” ucapku tajam.

“Belum aja. Hiks ... Nanti juga pasti Papa ngasih tau kamu. Hiks ... “ sahut Bunda sendu, sambil terisak - isak.

Aku terdiam. Seandainya apa yang dikatakan Bunda itu benar, aku bisa apa ? Sejak kecil sampai sedewasa ini aku sudah terbiasa jadi anak penurut. Apa pun yang Papa lakukan adalah yang terbaik baginya dan bagiku.

Tapi melihat Bunda bersedih, aku merasa kasihan sekali. Terlebih kalau mengingat betapa baiknya ibu sambungku itu padaku.

Hati kecilku memang menyalahkan Papa. Karena Papa telah menyakiti wanita baik ini. Tapi aku takkan pernah mengatakannya secara lisan. Cukup menyimpannya di dalam hati saja.

“Tenang aja Bun. Aku siap untuk melakukan apa pun demi Bunda. Asalkan jangan menyuruhku melawan Papa ... “ ucapku sambil memeluk Bunda dan merapatkan pipiku ke pipinya.

Bunda masih terisak sesekali. Lalu menatapku dengan sorot yang lain dari biasanya.

Tiba -tiba ia memagut bibirku ke dalam ciuman ketatnya. Lalu melumatnya ... membuatku jadi salah tingkah. Jadi membayangkan sesuatu yang lebih dari sekadar ciuman. Akibatnya, aku mulai melumat bibir sensual dan hangat itu, sambil meremas - remas bahu Bunda. Lalu aku terlupa siapa wanita yang tengah melumat bibirku ini.

Sebagai cowok yang baru 20 tahun, aku sangat terbangkitkan dengan perlakuan Bunda yang lain dari biasanya ini.

Terlebih setelah kusadari bahwa tangan Bunda sudah berada di dalam celana pendekku. sambil meremas - remas alat kejantananku yang mulai menegang dengan cepatnya ini.

Meski aku masih bingung, makin lama batang kemaluanku makin tegang. Akibat remasan Bunda. Ini membuat darah mudaku berdesir - desir, dengan perasaan tak menentu.

Sedangkan pikiranku mulai menebak - nebak. Bahwa Bunda ingin membalas dendam kepada Papa dengan caranya sendiri. Lalu apa salahnya kalau aku menanggapinya secara dewasa ? Bukankah Bunda seperti yang membutuhkan kejantananku ? Bukankah aku pun mulai digoda oleh nafsu juga ?

Meski aku sudah tahu ke mana aku harus menuju, aku tetap hati - hati. Tidak langsung main dobrak saja.

Maka ketika Bunda masih tetap menggenggam kontol tegangku yang masih berada di balik celana pendekku, aku memagut bibir sensual ibu tiriku. Lalu melumatnya seperti sedang melumat bibir kekasihku sendiri.

Ternyata Bunda menyambut lumatanku dengan lumatan pula. Membuatku semakin terlena dalam perasaan baru terhadap ibu tiriku yang tengah bersedih ini.

Bahkan pada suatu saat Bunda menarik tanganku dan menyelinapkannya ke balik kimono berwarna pink itu. Lalu menempelkannya di pangkal pahanya yang hangat dan membuatku degdegan.

Perlakuan Bunda padaku ini, membuatku cepat mengambil kesimpulan, bahwa Bunda sudah mengijinkanku untuk menggerayangi bagian yang paling sensitif di tubuhnya. Maka spontan aku menyelinapkan tanganku ke balik celana dalam Bunda sambil bertanya setengah berbisik, “Maaf ... aku mulai lancang Bun. “

Namun Bunda menyahut, “Iya, semuanya boleh kamu sentuh. Tapi tutup dan kunci dulu semua pintu keluar. Takut ada keluarga yang langsung nyelonong ke sini. ‘

“Oh ... iya Bun, “ ucapku spontan mengeluarkan lagi tanganku yang barusan sudah berada di balik celana dalam Bunda.

Lalu bergegas aku menutup dan menguncikan semua pintu keluar. Dan menghampiri Bunda lagi yang masih duduk di sofa ruang keluarga.

Ada sesuatu yang baru ketika aku menghampiri Bunda kembali ini. Kulihat sebuah celana dalam berwarna hitam tergeletak di atas meja kecil depan sofa yang Bunda duduki. Pasti itu celana dalam Bunda. Berarti sekarang Bunda tak bercelana dalam lagi.

O, aku merasa seperti tengah bermimpi menghadapi kenyataan ini.

Memang dalam beberapa hari belakangan ini aku sering terangsang kalau melihat Bunda duduk sambil memamerkan paha gempal putihnya. Tapi aku selalu menindasnya. Dan berpikir bahwa hasrat kejantananku tidak pada tempatnya. Lalu aku mengalihkan perhatianku pada titik lain.

Tapi kini keadaannya sudah berkembang sedemikian rupa bedanya. Bunda telah mengundangku secara jelas. Dan aku sudah memutuskan untuk menerima undangan itu.

Aku duduk di samping Bunda lagi. Untuk “melanjutkan” aksi yang di-pause tadi. Bunda pun menyambut dengan pagutannya di bibirku, sementara aku tiada ragu lagi untuk merayapkan telapak tanganku di paha gempal putihnya yang hangat ini. Seperti sengaja Bunda pun merenggangkan jarak kedua paha gempalnya.

Tanganku langsung merayap ke pangkal paha Bunda. Sampai menemukan “sesuatu” yang tembem dan bersih dari bulu ... !

Di situ jemariku mencari - cari celahnya. Dan setelah menemukannya, jari tengahku menyelinap ke dalamnya. Ke dalam celah yang hangat dan licin. Wow, liang kewanitaan Bunda sudah basah. Mungkin dia memang sedang sangat membutuhkan sentuhan lelaki.

Terasa sangat menyenangkan ketika jemariku bisa bermain di liang yang basah dan licin ini. Sementara bibir kami semakin terlarut dalam saling lumat penuh nafsu.

Bunda pun mendorong dadaku sampai celentang di atas sofa. Lalu entah kapan mulainya ... tahu - tahu kami sudah sama - sama telanjang bulat. Sehingga tiada rahasia lagi di antara Bunda denganku.

Sampai pada suatu saat, Bunda mengarahkan mulutku untuk mengulum pentil toketnya yang sudah tampil sepenuhnya di depan mataku.

Tanpa harus diajari, aku mulai melakukannya. Mengulum dan mengisap pentil toket Bunda, sementara jemariku semakin larut menggerayangi kemaluan Bunda yang semakin basah.

Tangan Bunda pun mulai meremas - remas batang kemaluanku. Sementara kepala dan leher kontolku mulai dielus - elus oleh jari tangan Bunda.

Lalu terdengar bisikan Bunda, “Kontolmu sudah ngaceng sekali Ray. Memek bunda juga udah basah. Ayo masukkan aja Ray ... supaya sakit hati bunda terobati. “

Bunda duduk bersandar di sofa, sambil merentangkan sepasang paha gempalnya. Lututnya terlipat. Dan sepasang lutut itu ditahan oleh kedua tangan Bunda, agar kedua pahanya tetap terpentang lebar.

Bokong Bunda bahkan maju, separuhnya berada di pinggiran sofa, separuhnya lagi di luar sofa. Seingga kemaluannya yang sudah agak ternganga kemerahan itu maju ke depan. Aku pun berlutut di atas karpet, sambil memegang batang kemaluanku yang sudah tegang mengeras ini.

Bunda pun meletakkan kedua lipatan lututnya di atas sepasang bahuku, sambil memegang kontolku dan mencolek - colekkan moncongnya ke mulut kewanitaannya yang terasa sudah basah dan licin.

Sampai pada suatu saat, Bunda memberikan isyarat agar aku mendorong batang kemaluanku yang sudah ngaceng full ini.

Dalam keadaan berlutut sambil menahan kedua lipatan belakang lutut Bunda yang berada di atas bahuku, aku pun mendorong batang kemaluanku, mengikuti isyarat Bunda.

Sedikit demi sedikit batang kemaluanku mulai masuk ke dalam liang meki Bunda.

Terdengar suara Bunda setengah merintih, “Aaaah... kontolmu gede banget Ray ... padahal memek bunda sudah basah ... tapi masih seret masuknya ... “

“Seret karena liangnya masih seperti liang gadis Bun ... “ sahutku sambil mulai mengayun kontolku perlahan dan pendek - pendek jaraknya.

“Bunda kan belum pernah melahirkan. Kalau bunda hamil dari benihmu, bunda akan bahagia sekali, ” ucapnya.

“Kalau ketahuan sama Papa gimana ?”

“Pasti bunda rahasiakan. Lagian DNA Papa kan pasti sama dengan DNAmu. Jadi kalau bayinya ditest DNA juga pasti hasilnya sesuai dengan DNA Papa ... “

“Iya Bun. Atur aja deh gimana baiknya, “ ucapku sambil mempercepat entotanku. Karena liang memek Bunda mulai terasa licin, sehingga batang kemaluanku mulai lancar bermaju - mundur di dalam liang memek ibu tiriku.

Bunda pun mulai mendesah - desah. Bercampur baur dengan dengus - dengus nafasku.

“Oooo .... ooooh Bun ... punya Bunda ini .... ooooh luar biasa enaknya Bun ... “ cetusku tanpa mengurangi kecepatan entotanku.

“Punyamu juga gagah sekali Sayang. Lebih gagah daripada punya Papa. Ereksinya juga sempurna. Bunda jadi makin sayang padamu, “ sahut Bunda sambil merengkuh leherku ke dalam pelukannya. Lalu Bunda mencium bibirku, yang kusambut dengan lumatan. Bunda pun membalas dengan lumatan pula. Sementara gesekan antara batang kemaluanku dengan memek Bunda makin lama makin nikmat saja rasanya.

Namun, saking nikmatnya persetubuhan ini, seperempat jam kemudian aku merasa sudah berada di detik - detik krusialku. Sehingga aku panik dan berkata terengah, “Bunda ... aaaah ... Buuun ... aku mau keluar ... “

Bunda menyahut, “Bunda juga ... ayo lepasin bareng - bareng Sayang, “ sahut Bunda sambil menggoyang - goyangkan bokong semoknya.

Tak lama kemudian Bunda mulai berkelojotan, kemudian mengejang tegang. Pada saat itu pula kutancapkan batang kemaluanku sampai mentok di dasar liang memek Bunda yang sedang berkedut - kedut. Dibalas dengan bermuncratannya lendir kenikmatanku. Srettt .. sreetttt ... sretttttt ... sreeeeeetttt ... srettt ... sroooootttt .... srooooootttt .... !

Lalu kami sama - sama terkulai lemas. Dan sama - sama bersimbah keringat.

Sesaat kemudian kucabut batang kemaluanku dari kewanitaan Bunda.

“Spermamu banyak sekali Sayang, “ ucap Bunda sambil duduk dan menunduk, memperhatikan lendir kejantananku yang mengalir ke luar dari memek Bunda. Tapi tangan Bunda memasukkannya lagi ke dalam, sambil berkata, “Biar jadi anak kita. “

“Kalau Bunda mengandung benihku, harus manggil apa aku pada anak kita nanti ?” tanyaku sambil memainkan toket gede Bunda.

“Hitam di atas putihnya anak Papa. Tapi sebenarnya dia anakmu Sayang, “ sahut Bunda disusul dengan kecupan mesra di bibirku. “Batin bunda sekarang sudah lega. Karena sudah memilikimu. Bunda akan semakin sayang padamu Ray. “

“Sekarang sakit hati Bunda sudah terlipur ?” tanyaku sambil mendekap pinggang Bunda yang masih hangat.

“Ya, “ sahut Bunda sambil tersenyum, “Kamu telah berhasil mengobati keperihan hati bunda. Terima kasih Ray Sayang. “

“Lalu ... kalau aku ketagihan, ingin menyetubuhi Bunda terus nanti, bagaimana ?”

Bunda tersenyum dan menyahut, “Bunda sudah menjadi milikmu Sayang. Kamu boleh menggauli bunda sepuasmu, asalkan Papa sedang tidak ada. “

Ucapan Bunda membuat gairah mudaku bangkit lagi. Dan diam - diam kontiku ngaceng lagi.

“Sekarang pun aku udah mau lagi Bun, “ ucapku sambil memamerkan batang kejatanananku yang sudah tegak lurus lagi ini.

“Haaa ?” Bunda tercengang dan menangkap batang kemaluanku yang sudah siap tempur lagi ini.

Bunda turun dari sofa, lalu merangkak di atas karpet sambil menepuk - nepuk bokongnya sendiri sambil berkata, “Ayo masukin dari belakang Ray ... “

Aku pun segera berlutut di depan bokong Bunda yang ditunggingkan. Karena meski sedang menungging, belahan memek Bunda yang tembem itu tampak sepenuhnya.

Dengan bantuan kedua tanganku, mudah sekali memasukkan batang kemaluanku ke dalam liang memek Bunda yang masih basah dan licin itu.

Memang pantas kalau posisi seperti ini disebut posisi doggy. Karena aku dan Bunda seolah sedang main anjing - anjingan. Mama merangkak dengan pantat menungging, sementara aku berlutut sambil memegang sepasang buah pantat Bunda ... sambil mengayun batang kemaluanku di dalam liang memek Bunda yang basah dan licin ini.

Desahan dan rintihan histeris Bunda pun mulai terdengar lagi.

Aku pernah membaca tentang trik yang harus dilakukan dalam posisi doggy ini. Bahwa pihak lelaki bisa menepuk - nepuk pantat wanitanya, bisa merapat sambil meraih kedua payudaranya, bisa juga mencari kelentit si wanita sampai ketemu, lalu mengelus - elusnya dengan tekanan agak kuat (supaya terasa oleh wanitanya).

Itulah yang kulakukan. Bahwa ketika aku sedang lancar - lancarnya mengentot liang memek Bunda, kedua tanganku mencari - cari clitorisnya. Dan setelah yakin sudah menemukan yang kucari, kuelus - elus kelentit Bunda dengan tekanan agak kuat, sementara batang kemaluanku tetap gencar mengentot liang memeknya.

Lalu entah dari mana datangnya kegarangan ini. Tiba - tiba saja aku ingin menepuk - nepuk buah pantat Bunda sekencang mungkin. Plaaaak ... plaaaakkkkk .... plaaaaakkk !

Bunda malah bersuara, “Iya Ray ... tamparin pantat bunda sekencang mungkin.Enak Ray ... enak .... !”

Maka beralihlah sasaran kedua tanganku ini. Sambil mengentot liang memek Bunda yang terasa sudah becek ini, kukemplangi bokong Bunda sekuat mungkin.

Plaaaakhhh .... plaaaaaakkkkk .... plaaaaaakkkkhhhh .... plaaaaaakkkkk ... plaaaaaaakkkhhh .... plooooookkkkkkh .... plaaaaaakkkkkhhh .... dan begitu terus sampai kedua telapak tanganku terasa panas.

Namun beberapa saat kemudian Bunda memekik lirih, “Lepasssssss lagiiii .... aaaaa .... aaaaaaaaahhhhh ...... !”

Lalu Bunda ambruk, sehingga kontolku tercabut dari liang memek ibu tiriku yang montok semok itu.

Lalu Bunda celentang lagi di atas karpet. Dengan mata terpejam dan wajah pucat.

Tapi hal itu hanya berlangsung beberapa detik. Kemudian Bunda membuka matanya. “Kamu belum ejakulasi kan ?”

“Belum. “

“Ya udah ... masukin lagi aja, “ ucap Bunda sambil merenggangkan kedua paha gempal mulusnya.

Aku pun merayap ke atas perut Bunda sambil memegang kontolku yang masih ngaceng berat ini.

Bunda pun memegang kontolku. Lalu mencolek - colekkan puncak kontolku ke belahan memeknya yang masih ternganga kemerahan. Setelah Bunda melepaskan kontolku dari pegangannya, kudesakkan tongkat kejantananku. Dan ... blessssss ... melesak masuk ke dalam liang memek Bunda.

Aku menghempaskan dadaku ke atas sepasang toket gede Bunda. Lalu mulai mengentotnya dengan gerakan hardcore. Namun Bunda membisikiku, “Jangan terlalu cepat ngentotnya Sayang. Bunda ingin menghayati nikmatnya kontol muda yang sempurna ereksinya ini. “

Aku tersenyum. Lalu mengurangi kecepatan entotanku. Bunda pun mulai menggoyang pinggulnya, memutar - mutar dan meliuk - liuk. Terkadang menghempas - hempas, sehingga kelentitnya jadi sering bergesekan dengan badan kontolku.

“Hhhhhhh .... heeenaaaak Ray. Hhhhh ... heeeenaaak begini ... hhhh .... “ gumam Bunda terengah.

Lalu tinggal desahan nafasnya yang terdengar, berbaur dengus - dengus nafasku.

Aku melengkapi persetubuhan ini dengan jilatan dan gigitan - gigitan kecil di leher Bunda. Sementara tanganku pun mulai meremas toket gede ibu tiriku yang sudah telanjur kusayangi ini.

Keringat pun mulai membasahi tubuhku di sana - sini. Berbaur dengan keringat bunda. Sehingga tubuh Bunda mulai tampak mengkilap oleh keringat. Namun hal itu justru membuatku semakin bergairah mengentot liang memek ibu tiriku. Semakin bergairah pula untuk menjilati lehernya yang sudah dibasahi keringat. Bahkan pada suatu saat mulutku pindah sasaran, untuk menjilati ketiak Bunda dengan lahapnya, sambil meremas toket gedenya.

Desahan dan rintihan Bunda pun makin riuh kedengarannya. “Aaaaaa .... aaaaah ..... Raaaay .... ini luar biasa enaknya Raaaay .... entot terus Sayaaaang ... bunda makin sayang sama kamu Raaaay ... aaaaa ... aaaaah .... bunda mau lepas lagi Raaaaay ... “

“Aku juga udah mau lepas Buuun ... “ sahutku yang memang sudah merasa berada di detik - detik “gawat”.

“Ayo lepasin bareng - bareng ... biar nikmat Sayaaang ... “ Bunda semakin bersemangat menggoyang pinggulnya. Sehingga aku pun mempercepat lagi entotanku. Kali ini Bunda tidak complain lagi meski entotanku semakin lama semakin menggila.

Sampai pada suatu saat, aku dan Bunda seperti sepasang manusia yang sedang kerasukan. Kami saling cengkram. Saling remas dengan kuatnya. Aku menancapkan kontolku sedalam mungkin tanpa menggerakkannya lagi. Lalu terasa liang memek Bunda berkedut - kedut, berbarengan dengan kejutan - kejutan kontolku yang tengah memuntahkan lendir kenikmatanku. Berulang - ulang. Sampai akhirnya kami sama - sama terkapar. Terkulai lemas dalam kepuasan.

“Sekarang Bunda masih sedih ?” tanyaku yang masih berada di atas perut Bunda.

“Nggak Sayang, “ sahut Bunda sambil tersenyum, “Tapi bunda mohon ... Ray selalu ada ketika bunda membutuhkan ya. “

“Tentu aja Bun, “ ucapku sambil mencabut kontolku dari liang memek Bunda yang sudah kebanjiran lendir pejuhku bercampur lendir libido Bunda sendiri.

“Biarlah Papa tenggelam dalam pelukan istri mudanya. Karena bunda sudah punya Ray yang jauh lebih perkasa daripada Papa. “

Kemudian Bunda mengenakan kimononya. “Selama Papa di rumah istri mudanya, kamu tidur di kamar bunda aja ya. “

“Iya Bun. “

“Nanti malam kamu masih kuat main lagi ?” tanyanya sambil memijat hidungku.

“Masih kuatlah. Empat ronde lagi juga kuat. “

“Kamu memang masih sangat muda sih. Pasti masih powerfull. “

“Bunda kuat berapa kali sehari ?”

“Kalau bunda kan perempuan. Tergantung kamunya aja. Berapa kali pun kamu mau menggauli bunda, pasti bunda ladeni. “

“Asyiiiik .... aku bakal kenyang wikwik sama Bunda dong. “

“Emangnya memek bunda masih enak ?”

“Wuiiih ... enak sekali Bun. Empuk - empuk legit gitu. Aku pasti bakal ketagihan. “

Bunda memelukku sambil berkata perlahan, “Bunda juga pasti ketagihan Sayang. “

Lalu Bunda mengecup bibirku dengan mesra dan hangatnya.

Jujur, setelah merasakan semua itu, aku jadi semakin sayang kepada Bunda. Bahkan di dalam hatiku ada semacam keberpihakan kepada Bunda. Kenapa juga Papa harus menikah lagi dan membuat Bunda jadi begitu murung tadi ?

Tapi biarlah Papa tenggelam dalam pelukan istri mudanya. Sementara aku bisa berpuas - puas bersama Bunda.

Ketika malam tiba aku benar - benar tidur di kamar Bunda. Tidur seranjang dengan ibu tiriku yang sedang disia - siakan oleh Papa.

Tentunya aku tak menyia - nyiakan Bunda. Malam itu aku menyetubuhi Bunda 4 ronde. Hal ini kulakukan sampai hari menjelang subuh. Dan Bunda tampak puas sekali.

Sebelum tidur Bunda berkata, “Papa belum pernah menyetubuhi bunda sampai sedemikian seringnya. Dua ronde aja hanya terjadi pada malam pertama. selanjutnya hanya sekali - sekali. “

Jawabku, “Tenang aja Bun. Selama Papa gak ada, aku akan selalu siap untuk menggauli Bunda. Pokoknya aku akan selalu ada untuk Bunda. “

“Terima kasih Sayang, “ ucap Bunda sambil memelukku erat - erat, “Kamu bukan hanya mampu menyembuhkan pilu hati bunda, tapi juga telah menyirami bunda dengan kepuasan tiada tara. Kepuasan birahi bunda. “

Aku dan Bunda bangun terlambat, karena telah habis - habisan memadu birahi semalam suntuk.

Ketika aku mau keluar dari kamar Bunda, kulihat Bunda masih tertidur pulas. Maka aku turun dari ranjang Bunda dengan hanya mengenakan celana dalam. Karena pakaianku terhimpit oleh Bunda yang masih nyenyak tidur. Dan aku tak mau mengganggu tidur pulasnya.

Kebetulan Bi Romlah sedang menyapu di depan pintu kamar Bunda. Ia memandang ke arahku dengan sorot curiga. “Habis olahraga Den ?” tanya Bi Romlah dengan senyum yang lain dari biasanya.

“Nggak ... “ cuma itu sahutku.

“Kamar Den Ray mau dibersihkan ?”

“Iya, “ sahutku sambil membuka pintu kamarku dan masuk ke dalamnya. Membiarkan pintunya tetap terbuka, karena biasanya Bi Romlah akan menyapu dan mengepel lantai kamarku yang sudah 3 hari tidak dibersihkan.

Di kamar aku langsung masuk ke kamar mandi. Memutar kran shower diarahkan ke titik merah. Lalu air hangat pun memancar dari atas kepalaku. Membasahi rambut dan sekujur tubuhku. Disusul oleh sabun cair, menyapu sekujur tubuh dan wajahku, sampai tiada celah yang terlewat. Lalu kubilas lagi dengan pancaran shower air hangat.

Tapi setelah selesai mandi, kulihat tiada handuk sehelai pun di kamar mandi. Maka kubuka pintu kamar mandi. Tampak Bi Romlah sedang mengepel lantai. Seperti biasa, dia harus berjongkok untuk mengepel lantai. Karena Bunda melarangnya menggunakan alat pel yang pakai tongkat. Karena sudut - sudut lantai tidak tercapai oleh alat pel itu. Sehingga Bi Romlah harus mengepel dengan kain lap pel sambil berjongkok.

Masalahnya, waktu Bi Romlah sedang berjongkok itu ... Oiii maaaak ... sepasang paha berwarna gelap itu tampak sampai pangkalnya. Dan masalahnya, pagi ini Bi Romlah tidak mengenakan celana dalam. Sehingga aku bisa menyaksikan suatu pemandangan indah. Pemandangan tentang kemaluan berjembut lebat ... tapi belahannya tampak jelas, menganga kemerahan ... !





Tadi Bi Romlah memandangku dengan sorot curiga, karena aku keluar dari kamar Bunda dengan hanya bercelana dalam doang. Dan aku harus mencegah segala kemungkinan buruk yang mungkin terjadi. Bisa saja Bi Romlah dijadiin mata - mata Papa, untuk memantau kegiatan Bunda sehari - hari. Lalu bagaimana kalau dia melapor kepada Papa bahwa dia pernah melihatku cuma bercelana dalam doang, keluar dari kamar Bunda ?

Lalu : “Bi ! Tolong ambilin handuk yang bersih. Aku lupa bawa handuk ... “

Bi Romlah agak kaget. Lalu berdiri dan bergegas menuju lemari pakaianku.

Sesaat kemudian perempuan setengah baya yang hitam manis itu menghampiri pintu kamar mandi, “Ini handuknya Den. ”

“Tolong gantungin di kapstok Bi, “ sahutku yang pura - pura sedang sikat gigi.

“Iiiih ... Den Ray lagi telanjang ... “ gumamnya sambil masuk ke dalam kamar mandi, untuk menggantungkan handukku di kapstok.

Pada saat itu pula kututup dan kukunci pintu kamar mandi. Lalu menghampiri Bi Romlah yang bokongnya gede itu. “Mau ini Bi ?”

“Iiih ... Deeen ... “ serunya tertahan, “Astaga ... kok ada ya titit sepanjang dan segede itu ? Kayak ular sanca ... hihihiiii ... “

Sebagai jawaban aku melangkah ke belakang Bi Romlah. Lalu mendekapnya dari belakang sambil diam - diam mengangkat ujung dasternya sedikit demi sedikit. “Kok ada juga memek berbaok lebat dan gak pake celana ya ?” pertanyaan itu berbarengan dengan mendaratnya telapak tanganku di permukaan memek Bi Romlah yang berjembut lebat itu.

Bi Romlah tidak meronta sedikit pun. Bahkan bertanya, “Kok Den Ray bisa tau bibi gak pake celana dalem ?”

“Tadi waktu ngepel sambil jongkok kelihatan jelas, “ sahutku sambil menyelinapkan jemariku ke celah memek pembantu 35 tahunan berperawakan sedang tapi punya bokong gede itu.

“Celana dalemnya nyemplung di wc Den. Makanya terpaksa bibi cuci. Nanti siang juga kering. Duh Den ... kalau udah dicolok - colok gini sih bibi suka jadi kepengen. “

Kuambil handuk dan kubelitkan ke badanku. Lalu menuntun lengan Bi Romlah keluar dari kamar mandi.

Cepat aku melompat ke dekat pintu kerluar. Kukuncikan pintu itu lalu menghampiri Bi Romlah yang tampak kebingungan di dekat tempat tidurku.

“Bibi mau diapain Den ?” tanyanya setengah berbisik.

“Katanya pengen dientot, “ sahutku dengan suara setengah berbisik juga. Takut terdengar ke kamar Bunda. “Ayo celentang sana ... sttt ... celentang ... “

“Sttt ... gak usah telanjang ya ... begini aja ...sttt ... “ Bi Romlah celentang di atas bedku, sambil menyingkapkan dasternya, sehingga memek berjembut lebat itu tampak jelas di mataku.

Aku pun melepaskan handuk yang membelit badanku, sehingga jadi telanjang bulat. Bi Romlah terduduk sambil memegang kontolku yang sudah siap tempur ini, dengan tangan gemetaran. Lalu bisiknya, “Dalam keadaan ngaceng gini jadi lebih gede lagi Den. Sereeem ... “

“Bibi punya anak berapa ?” tanyaku sambil mengusap - usapo jembut yang menyembunyikan memek Bi Romlah.

Ia mengacungkan tiga jari tangannya.

“Kontolku tetap kalah gede kalau dibandingkan dengan ketiga bayi yang Bibi lahirkan kan ?” ucapku sambil mencolok - colok belahan memek Bi Romlah.

“Iya Den ... masukin aja deh. Takut Ibu keburu bangun, “ ucap Bi Romlah sambil celentang lagi, dengan daster yang sudah disingkapkan sampai perutnya.

“Kalau kepergok sama Ibu nanti, bilang aja abis mijetin aku gitu Bi, “ bisikku, dengan jemari yang masih menggeluti liang memek Bi Romlah.

“Iya Den. “

Semua percakapan itu dilakukan perlahan sekali. Seolah desis ular yang sedang mencari pasangannya.

Memang berkat permainan jari jemariku, memek Bi Romlah sudah basah. Sehingga aku pun siap untuk beraksi. Mulai dengan meletakkan puncak kontolku di mulut memek Bi Romlah.

Wanita setengah baya yang hitam manis itu pun ikut memegang dan mengarahkan kontolku, mungkin agar jangan sampai meleset.

Lalu kudesakkan kontolku sekuatnya. Tak sulit. Kontolku mulai melesak masuk ke dalam liang memek Bi Romlah.

Aku pun menghempaskan dadaku ke atas dada Bi Romlah yang masih mengenakan daster batik lusuhnya.

Ketika aku mulai benar - benar mengentot liang memek Bi Romlah, terdengar bisikannya di dekat telingaku, “Den ... aduuuuh ... punya Den Ray ini ... enak sekali Den. Belum pernah bibi merasakan titit sepanjang dan segede ini. Tapi setelah disetubuhi sama Den Ray ini, mungkin beberapa hari bibi takkan mau digauli oleh suami. “

“Kenapa ?” bisikku tanpa mengurangi kecepatan entotanku.

“Takut dia heran, karena liang memek bibi jadi gede ... hiihihii ... “

Aku cuma tersenyum. Sementara pikiranku terpusat pada satu hal : Memek Bi Romlah ini ... gila ... enak sekali ... ! Mungkin tepat kalau aku menyebut Bi Romlah ini laksana mutiara dalam lumpur.

Sungguh tak kusangka kalau perempuan setengah baya berkulit gelap ini ternyata punya memek yang begini legit dan mencengkramnya. Dan aku sangat ... sangat menikmatinya. Sementara Bi Romlah pun menggoyang pinggulnya habis - habisan. Sehingga liang memek legitnya membuat kontolku terasa dibesot - besot dan dipelintir.

Sungguh aku tak menduga akan mendapatkan kenikmatan yang begini mengesankan di pagi ini.

Tapi belasan menit kemudian Bi Romlah berbisik terengah, “Cepetan keluarin Den. Takut Ibu bangun dan mencari bibi. Cepetin ya Den. Bibi sih sudah lepas barusan. “

Aku pun merespon permintaan Bi Romlah. Dengan mempercepat entotanku. Sampai akhirnya kubenamkan kontolku sedalam mungkin, sambil menembak - nembakkan lendir kejantananku.

Uuuuuggghhhhh .... sebenarnya aku masih ingin berlama - lama berpush up di atas perut Bi Romlah. Tapi apa yang dipikir olehnya sejalan dengan pikiranku. Takut Bunda keburu bangun, lalu Bunda murka.

Setelah mencabut kontolku dari liang memek Bi Romlah, aku menepuk - nepuk memek berjembut lebat itu sambil berkata, “Gak nyangka Bibi punya memek seenak itu. “

Bi Romlah tersipu dan menyahut, “Bibi juga gak nyangka Den Ray punya ular sanca sepanjang itu. “

Kemudian Bi Romlah menyeka memeknya dengan kertas tissue basah yang selalu tersedia di meja kecil dekat bedku. “Air maninya sedikit sekali Den. Pasti sudah habis - habisan sama Ibu tadi malam ya ?”

“Bibi sotoy ih. Kenapa bisa punya pikiran seperti itu ?” bantahku.

“Kan tadi bibi mau mengambil cucian Ibu. Makanya berani membuka pintu kamarnya. Ternyata Ibu masih tertidur sambil pelukan sama Den Ray. Dalam keadaan sama - sama telanjang, “ sahut Bi Romlah setengah berbisik.

“Bi ... kalau udah tau, tolong jaga mulut Bibi ya. Kalau terdengar sama Papa, bisa murka nanti beliau. “

“Gak dong Den. Gak akan ngomong sama siapa pun. Lagian kan bibi juga udah ngerasain punya Den Ray ini .... “ ucapnya sambil memegang kontolku yang sudah lemas.

Sebelum Bi Romlah keluar dari kamarku, terlebih dahulu kubuka pintu kamarku dan melongok ke luar. Tampaknya aman. Lalu kukasih isyarat agar Bi Romlah keluar.

Aku yang sudah mengenakan baju dan celana piyama, mendadak kepikiran. Takut ada aroma yang ditinggalkan oleh Bi Romlah di tubuhku, lalu tercium oleh Bunda.

Karena itu aku lalu mandi lagi sebersih mungkin.
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd