Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Bagian 10


Shelly ngambek. Setelah menamparku tadi, dia langsung mengunci diri di kamar. Aku tak bisa berbuat apa-apa selain berharap dia akan baik-baik saja. Malam itu Dewa tidur di kamarku dengan kasur lipat yang sudah disediakan oleh Bude. Untung saja, kamar yang aku tempati ini cukup luas, sehingga Dewa bisa tidur dengan santai di bawah dan kalau pun aku keluar kamar pun tidak akan mengganggunya.

Malam semakin larut dan aku sudah terlelap. Aku memang capek hari ini, terlebih lagi besok akan ada kegiatan Bersih Desa, sehingga aku harus mempersiapkan tenaga.

Selimut malam menenggelamkanku ke dalam alam yang tidak pernah aku lihat sebelumnya. Pipiku dibelai pelan oleh angin sepoi-sepoi dari atas padang ilalang yang tidak bertepi. Kakiku melangkah begitu saja seperti dituntun oleh lantunan suara nyanyian seorang perempuan. Suaranya begitu syahdu dan merdu, membuat telingaku seperti dimanjakan olehnya.

Tak jauh di hadapanku ada tanah yang lebih tinggi dan di atasnya kulilhat ada seorang perempuan dengan rambut panjang sampai sepinggang. Di tubuhnya melekat pakaian berwarna hijau dan terlihat sampur berwarna merah melingkar di pinggangnya.

Telingaku mendengar suara gamelan, tapi aku sama sekali tak melihat ada siapapun selain kami di tempat ini. Lalu darimana asal suara gamelan ini?

Semakin lama kakiku melangkah untuk mendekati perempuan itu. Terlihat dengan jelas perempuan itu sedang menari di atas bibir sebuah sendang. Aku tak pernah melihat sendang ini seumur hidupku. Sedangnya dibangun dengan batu yang sangat halus dan dingin seperti marmer. Airnya pun sangat jernih dan tenang. Cahaya matahari yang menyinarinya memantulkan ornamen-ornamen cahaya menerangi tubuh perempuan yang kini sedang melakukan gerakan tarian.

Kuamati dengan seksama perempuan tersebut. Di kedua telinganya ada sumping yang biasa digunakan oleh orang-orang kerajaan pada zaman dulu. Kemudian, di lehernya ada kalung emas dengan liontin seperti daun. Entah, sepertinya aku pernah melihat itu sebelumnya. Lalu, aku mencium bau harum yang berasal dari perempuan itu.

Kahananing ati, kangen kangen, tapi ora iso dingerteni

Sliramu siji sing tak akoni

Gending-gending asmoro ora iso diganteni

Bayu, Tirta lan Bhumi

Saksenono slira sing tak senengi

Sak iki dadi Agni”




Kudengar nyanyian lagu dengan logat bahasa jawa dari mulutnya. Tubuhku seperti terhipnotis dengan suara tersebut. Merdu, membuat tubuhku serasa rileks. Ingin aku mengingat tentang wajah perempuan yang sekarang ini ada di hadapanku, tetapi saat aku mencoba mengingatnya semakin kabur wajah itu. Namun, aku yakin dia sangat cantik.

Kakiku melangkah mendekatinya. Aku naik ke sendang, mendekat, dia menyambutku. Saat itu, antara sadar dan tidak aku sudah terbuai dalam pagutan bibirnya. Apa yang sebenarnya terjadi? Aku pernah rasanya merasakan ciuman ini. Bau harum ini, semua perasaan dejavu membuat aku yakin pernah mengenal wanita ini. Tapi siapa?

“Kang Mas, aku sudah lama menunggumu. Sudah ribuan purnama, sudah ribuan musim, hingga akhirnya Kang Mas muncul lagi,” katanya.

“Siapa? Aku ada dimana?” tanyaku.

“Ini adalah tempat dimana kita dulu saling memadu kasih,” jawabnya.

Aku terperangah. Bingung dengan semua perkataannya.

“Aku bisa mengerti Kang Mas tidak ingat. Tidak apa-apa, perlahan saja, nanti Kang Mas juga ingat. Untuk saat ini, aku ingin memberikan sesuatu buat Kang Mas,” katanya.

Aku bingung, tetapi aku lebih memilih diam dan menikmati. Kedua tangan perempuan ini perlahan-palahan melepaskan pakaian yang melekat di tubuhnya. Aku bisa melihat tubuhnya polos tanpa sehelai benang pun. Bagian dalam tubuhnya sangat mulus, tanpa cela, bahkan mungkin kalau ada nyamuk yang mau gigit pun akan terpeleset. Aku tak sempat melihat bagian sensitifnya, tetapi aku yakin tidak ada bulu.

Perempuan itu berlutut di hadapanku, memegang satu-satunya penutup tubuhku hingga aku bugil di hadapannya. Dia menghirup aroma burungku. Eh? What the fuck? Sebentar, ini tak seperti yang aku bayangkan bukan? Belum sempat pertanyaanku terjawab. Mulutnya sudah mencaplok kepala kontolku.

“Aaahhh…!” jeritku.

Apa ini? Kenapa nikmat sekali? Seumur hidup baru kali ini aku merasakan hisapan senikmat ini. Yah, sebenarnya kalau diingat-ingat Shelly juga pernah melakukannya, tapi ini berbeda. Sentuhan bibirnya membuat seluruh tubuhku bereaksi. Sebentar, sebentar, aku harus mengumpulkan kesadaranku, kenapa juga aku harus diam saja?

“Kang Mas nikmati saja, biarkan aku memuaskan,” ucap perempuan itu.

Aku tak mengerti. Akhirnya pasrah saja dengan bagian bawah tubuhku dilumat, dirangsang yang membuatku melayang karenanya. Gila enak banget, terlebih lagi bagaimana perempuan ini bisa melakukannya dengan syahdu. Kini kedua tangannya memegang pinggangku, sedangkan kepalanya dengan leluasa merangsang tongkatku. Benda itu pun mulai basah, mengkilat karena ludahnya.

Kuamati wajahnya. Samar-samar, kabut yang menutupi wajahnya pun mulai menghilang. Antara heran, takut dan merasakan kegelian, perempuan yang ada di bawahku ini mulai terlihat jelas wajahnya. Aku pun terkejut, adrenalinku terpacu, dia… Bude.

“B-Bude?” aku terperangah.

Terlihat wajah Bude agak terkejut saat menatapku dengan mulutnya tersumpal kontolku. Bude tersenyum, mengangguk. Ahh… bodo amat. Aku memegang kepala yang wajahnya seperti Bude ini, sambil kupegang kudorong pinggulku dan kupercepat.

“Aaarggghh…. Aku tak peduli kamu Bude atau bukan, puaskan aku!” ucapku.

Nikmat sekali rasanya saat aku mentokin hingga seluruh kontolku masuk ke mulutnya. Aku bingung menjelaskan perasaanku saat itu. Aku tak peduli lagi, bahkan sangat senang kalau memang perempuan ini adalah Bude. Anehnya, perempuan yang mirip Bude ini sangat bersemangat mengoralku.

Untuk sesaat aku tekan dalam-dalam hingga mentok di mulutnya, setelah itu aku melepaskannya. Terlihat Bude mengeluarkan air liur meleleh di mulutnya. Dia terbatuk-batuk untuk beberapa saat, setelah itu tersenyum kepadaku.

Selanjutnya, perempuan itu membaringkan tubuhnya di pinggiran sendang. Buah dadanya, ah… mirip sekali dengan mirip Bude. Dia menggamit tanganku, membuat tubuhku mendekatinya, hingga aku pun bertumpu kepada dua lenganku. Buah dadanya pun aku himpit. Hangat, empuk. Mana lagi yang bisa mengalahkan kenikmatan ini?

“Bude? Apakah ini kamu?” tanyaku sekali lagi.

Perempuan ini menarikku, hingga wajah kami mendekat, lalu kami pun berpagutan. Kedua pahanya dilebarkan seolah-olah siap menerima tongkat pusakaku yang sedari tadi tegak berdiri. Mataku masih menatapnya, hingga aku dikejutkan dengan jemari tangannya yang mengurut-urut pusakaku. Setelah itu ditempatkan kepada sesuatu yang hangat dan basah.

“Kau tahu apa yang kau lakukan, Kang Mas?” tanyanya.

Aku mengangguk. Tanpa diperintah lagi, aku sudah mendorongnya. Pertemuan antara dua alat kelamin pun terjadi. Membuatku serasa melayang ke langit ketujuh.

“Aahhh!” desah kami bersamaan.

Apakah ini mimpi?

“Jangan pikirkan, Kang Mas. Nikmati saja!” katanya yang seolah-olah mengerti apa yang sedang aku pikirkan.

“Kau ini siapa?” tanyaku.

“Menurutmu siapa?” tanyanya balik.

Pinggulku bergerak dengan sendirinya. Ah, nikmat sekali. Aku bingung dan tak bisa berpikir lagi selain berusaha untuk menikmati persenggamaan ini. Beberapa kali aku ciumi bibirnya, kuhisap teteknya, tanganku pun tak henti-hentinya berusaha untuk meremas buah dada itu. Ah, besar dan ranum.

“Ah, terus…!” desahnya.

Entahlah, tak banyak kami bicara dalam kegiatan itu. Selain kami saling melumat bibir sesekali, hingga dalam hentakan-hentakan selanjutnya aku makin bersemangat. Pinggangku dikunci oleh kedua kakinya. Dan saat itulah kilatan-kilatan memori aneh masuk ke otakku.

Aku seperti melihat sesuatu tempat dengan batu marmer di lantainya. Orang-orang tampak menangis di hadapanku. Setelah itu ingatan lain masuk lagi, kini berbeda. Dalam kegelapan malam aku berlari bersama beberapa orang bertubuh tegap. Kulihat keris ada di pinggang mereka.

Mendapatkan suntikan ingatan itu, nyaris saja tubuhku terhenyak, tetapi perempuan yang mirip Bude ini menarikku. Memelukku dengan erat dan mengunci pinggangku kuat-kuat agar tidak terlepas.

“Jangan dilepas Kang Mas! Hanya dengan cara ini Kang Mas bisa ingat,” ucapnya.

“Ingat apa? Ahh….Ohhh!”

“Panggil aku Sri. Aku Dewi Sri, orang yang Kang Mas cintai sejak dulu,” katanya.

Aku semakin bingung, tetapi juga semakin nikmat. Kuyakin tubuhku sudah mencapai limitnya. Kontolku berkedut makin sering dan sebentar lagi masuk ke puncaknya. Aku tak bisa menahan diriku lagi selain menggenjot lebih cepat dan cepat.

“Terus, Kang Mas! Lakukan!” pintanya.

Akhirnya, batang kontolku menyemburkan isinya. Semuanya aku semburkan ke dalam liang senggama Sang Dewi. Kedua wajah kami menggambarkan reaksi kenikmatan yang luar biasa. Mata kami sayu, mulut kami menganga, hingga akhirnya aku menciumi bibirnya, lalu menindihnya.

“Apa yang Kang Mas ingat?” tanya Sang Dewi.

Kepalaku tenggelam ke bahu Sang Dewi. Saat itulah tiba-tiba beberapa ingatan bertubi-tubi masuk lagi ke dalam kepalaku. Aku melihat wajah Sang Dewi, lekat dan lebih dekat. Ada perasaan cinta di dalam dadaku. Perasaan yang sulit digambarkan.

Ada kata-kata yang keluar dari mulut Sang Dewi yang ada di dalam ingatanku itu, “Aku akan menunggu Kang Mas.”

Mataku tiba-tiba terbuka, karena ada yang menggoyang tubuhku. Kulihat Dewa membangunkanku.

“Cuy, udah pagi!” ucap Dewa.

Aku masih kebingungan. Kulihat dari jendela, langit seperti baru saja menampakkan fajarnya. Ah, iya. Pakde menyuruh kami untuk bangun lebih awal dari biasanya. Dewa masih menguap dan menggaruk-garuk perutnya, setelah itu dia keluar kamar.

Di dalam kamar sendirian. Aku masih bingung dengan yang barusan terjadi. Aku bermimpi? Tapi terasa seperti nyata. Kurasakan burungku berdiri, keras. Kurogoh tanganku ke dalam celana dalamku. Brengsek! Aku mimpi basah.

* * *

============ tu bi konticrot ==========​

NB: Update tipis. Karena kesibukan saya tidak begitu banyak update, tapi semoga memuaskan. :)
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd