Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Bagian 5

Boleh dibilang, aku ini orang yang beruntung dan sial sekaligus. Sial, karena dihukum, beruntung karena setiap hari disuguhi tontonan seperti ini. Misi ini harus berhasil, aku berharap kepada keberuntungan. Setidaknya dicoba dulu, semoga niat mesumku tidak ketahuan dan tidak dihukum berat.

Kedua tanganku sekarang sudah berada di pundak Bude. Kupijiti pelan-pelan sambil mataku menatap kedua bukit kembarnya. Ah, brengsek itu daster menghalangi saja, aku nggak bisa lihat secara utuh. Maunya, hehehe.

“Ah, pijatanmu enak, Gun. Terusin ya,” ucap Bude. Matanya kadang-kadang terpejam saat aku pijat. “Belajar dimana kamu?”

“Ah, nggak belajar, Bude. Ini mah siapa saja bisa,” ucapku.

“Tapi enak beneran lho,” kata Bude.

Semoga saja niat kotorku untuk melihat pemandangan ini tidak diketahui Bude. Aku terus memijat, terkadang aku mengelus pundak dan bahunya. Bau parfum bude seperti feromon yang membuat siapa saja ingin sekali menikmati tubuhnya, aku jadi terangsang dan tentu saja, benda di selakanganku sekarang mengeras.

“Ahh….,” desah Bude.

Buset dah. Desahannya mirip pemain bokep aja. Akukan jadi negatif thinking. Mungkin kalau ada orang yang mendengar, aku seperti melakukan sesuatu kepada Bude. Aku berusaha seprofesional mungkin agar kemesumanku tidak ketahuan. Jujur, tali dasternya ini mengganggu. Ingin sekali aku melepasnya, tapi apa alasan yang paling bagus?

“Bude, talinya mengganggu. Kalau Bude nggak keberatan, dilepas atau diturunin,” ucapku.

“Oh, iya ya ya,” ucap Bude tanpa curiga.

Akhirnya, Bude mengikuti saranku. Diturunkannya tali tersebut dan kini pundaknya tidak tertutup apapun. Ah, mulus sekali. Pakde beruntung sekali mendapatkan wanita seperti Bude. Sepertinya beneran ini Bude cinta pertamaku. Sejak kecil aku memang sudah naksir kepadanya. Yah, tahulah cinta-cinta monyet. Namun, sekarang lebih ke nafsu. Ingin sekali aku gesek-gesekkan pusakaku di kulitnya. Apa bisa? Bagaimana nanti kalau ketahuan?

Bude antara masih menonton sinetron atau menikmati pijitanku. Mungkin aku bisa memakai celah itu. Akhirnya dengan gerak cepat aku pelorotkan celana pendekku. Kontolku tegak mengacung di belakang kepalanya Bude. Perlahan-lahan aku tekan kepalanya ke punggung Bude. Anjiiiiiirrrr!!! Ini untuk pertama kalinya kepala kontolku menyentuh kulit Bude.

“Ah, iya. Punggung Bude juga rasanya agak nggak enak. Pijitin bagian situ,” ucap Bude tanpa menyadari kalau beda yang menekan punggungnya adalah kontolku.

Alhasil, aku pun menggerakkan pinggangku maju mundur seperti orang bersetubuh. Apa sodokan kontolku begitu keras sehingga seperti dipijat?

“Ahh… pinter banget kamu, Gun. Enak,” puji Bude.

Kalau Bude tahu aku mesumin dirinya, aku bisa mati sekarang. Tidak hanya menekan-nekan, tetapi juga menggesek-gesekkan batang kontolku ke leher dan pundak Bude. Agar tidak curiga, kedua tanganku tetap silih berganti memijat pundaknya. Saat ini nafsuku sudah di ubun-ubun, sehingga tidak peduli lagi kalau ketahuan. Ini nikmat banget coy. Biar pun hanya digesek-gesek seperti itu, kenikmatannya lebih enak daripada onani pake tangan.

Yang tidak habis pikir adalah waktu serasa berjalan lambat. Mungkin karena saat ini adrenalinku sedang berpacu. Ancaman kalau ketahuan, juga birahi. Bude memejamkan matanya, bisa aku ketahui saat kepalanya sedikit mendongak. Beliau benar-benar menikmati pijatan dan gesekan kontolku. Persoalanya adalah sedikit saja Bude menengok, habislah aku.

Keberuntungan itu bertambah, sekarang sadar atau tidak daster Bude melorot, buah dadanya terekspos. Mataku kian melotot menyaksikan itu. Kutelan ludahku, ingin rasanya aku caplok buah dadanya. Terlebih lagi sekarang pentil merah kecoklatan itu ada di hadapanku. Ah, buah dadanya montok.

Bisa dibayangkan, seorang keponakan sedang mesumin Budenya di ruang tamu. Kontolnya ada di pundak Budenya, sedangkan baju Budenya terbuka menampakkan kedua susunya. Brengseklah, aku nggak tahan lagi. Tapi bagaimana? Kalau aku crot di sini bisa ketahuan.

“Sebentar Bude, aku lupa nelpon mama,” ucapku beralasan. Buru-buru aku berbalik, membenarkan celanaku, lalu masuk kamar.

“Oh, iya. Telpon sana!” ucap Budeku. Aku tak melihat beliau lagi entah membetulkan bajunya atau tidak.

Di kamar, kulaukan ritual mengocok burung dan iya, tak butuh waktu lama untuk muncrat di tangan. Brengsek, banyak banget spermany. Segera aku membersihkan tangan dengan baju kotorku. Setelah itu mengambil HP untuk menelpon mama. Sebenarnya alasan saja agar Bude tidak curiga.

“Halo, Ma?” sapaku.

“Halo, gimana, Gun? Lancar?” tanya mama.

“Iya, begitulah, Ma. Capek,” kataku.

“Kamu harus terima itu. Itu hukumanmu. Mama ingin kamu belajar mandiri dan tidak berbuat onar,” kata mama.

“Iya, Ma. Guntur tahu, Guntur salah. Guntur berjanji nggak akan mengulangi lagi,” kataku.

“Bagus kalau gitu. Baik-baik saja kamu di sana kalau begitu. Sekarang sedang apa kamu?”

“Oh, tadi bantu-bantu Bude, trus mijitin Bude.”

“Mijitin Bude? Tumben. Mama aja nggak pernah kamu pijitin.”

“Ih, mama cemburu ya?”

Mama tertawa. “Ya sudah, mama ingin bicara sama Budemu. Kasih telponnya!”

Aku keluar kamar untuk menyerahkan Hpku ke Bude. “Bude, ini mama mau ngobrol.”

Bude lalu menerima HP-ku dan astaghfirullaah, itu susu belum ditutup! Masih gondal-gandul dengan indahnya menggodaku! Lagi-lagi aku menelan ludah. Burungku yang barusan setengah loyo, karena barusan ngecrot pun kini mengeras lagi.

Tidak, tidak, tidak! Aku berusaha mengalihkan pandanganku tapi gagal. Bude melihatku terpana kepada tubuhnya.

“Halo, Dek?” sapa Bude.

Aku kemudian duduk di samping Bude. Bude menghadapku seolah-olah sengaja memamerkan susunya kepadaku. Aku berusaha bersikap santuy, tapi sayangnya selakanganku tidak. Batangku mengeras lagi.

“Iya, tenang aja. Guntur anaknya baik kok, penurut pula. Tadi ketemu temen-temennya di ladang. … iya… gampang itu. Sampai bulan depan? Nggak masalah. Tenang aja….”

Bude terus bicara dengan mama, sedangkan fantasiku sudah kemana-mana. Kutidak menghiraukan celotehan Bude, malah sibuk menikmati dua bukit kembar, seolah-olah kedua benda itulah sedang berbicara kepadaku. Boleh nggak sih aku nyusu? Sedikit aja.

Sampai-sampai tak terasa Bude memberikan Hpku lagi. “Nih, HP-mu. Sudah. Mamamu bilang kamu kudu nurut ama Bude dan Pakde selama di sini.”

“I-iya, Bude,” kataku.

Bude memperhatikanku. “Kenapa? Suka ama susu Bude?”

“Iya, eh…. E-enggak Bude. Maaf, nggak sengaja. Habis Bude juga nggak ditutup,” jawabku gelagapan.

“Hadeeh, apa sih bagusnya? Tubuh Bude ya gini-gini aja,” kata Bude, kini beliau menaikkan tali dasternya, sehingga susunya ketutup.

“Tapi tubuh Bude bagus lho. Susunya Bude kok bisa seputih itu sih?” tanyaku ngasal.

“Apa to Gun. Jadi bocah jangan mata keranjang,” katanya.

“Eh, Bude. Aku ini sudah 17 tahun lho. Apa Bude lupa?”

Bude mengernyit. Dia mengamatiku dari atas sampai ke bawah. “Iya ya, kamu sudah 17 tahun ya. Bude baru ngeh.”

“Lha, emangnya Bude kira aku apa?”

“Bude kira masih SMP.”

Meledaklah tawaku. Bude juga ikut tertawa.

“Pantes, makanya sudah ngerti tubuh perempuan. Makanya cari pacar sana,” kata Bude.

“Aku sudah pacaran, Bude, tapi nggak berhasil,” ucapku.

“Hah? Mosok?”

“Serius,” kataku. Kemudian aku bercerita tentang bagaimana aku membonceng Selly, lalu ketangkap razia. Setelah itu dia memblokir nomorku. Bude pun tertawa.

“Gun, Gun. Kok yo iso,” ucap Bude sambil tersenyum. Ah, sungguh cantik benar Budeku ini kalau tersenyum.

“Yah, namanya juga sial, Bude,” kataku.

“Kamu nyimpen fotonya nggak? Bude ingin lihat.”

“Ada sih, tapi buat apa?”

“Ingin lihat aja.”

“Ogah, ah. Malu Bude, masih cakepan Bude. Suwer.”

“Ah, nggak mungkin. Bude lho sudah tua.”

“Tapi jujur, Bude ini cakep nggak ada yang ngalahin.”

“Bisa aja kamu, Gun. Ya udah kalau nggak boleh juga nggak apa-apa.”

Kami pun terdiam beberapa saat. Pandanganku kulempar ke arah tv yang sedang menyiarkan sinetron. Pakde sampai sekarang belum pulang-pulang. Mana istrinya baru saja dimesumin. Sebenarnya, aku ingin bertanya hal-hal yang lebih privasi, tapi takut nggak enak dan menyinggung Bude.

“Oh iya, tadi siang aku di ladang ketemu orang tua yang agak aneh, katanya sesepuh sini, Ki Ageng namanya,” ucapku.

“Hmm, iya. Trus?”

“Emangnya siapa sih orang itu, Bude? Aneh sekali pakaiannya, trus tasbihnya juga segedhe gaban.”

“Segede gaban itu segimana?”

“Yaahh, pokoknya gede.”

“Ki Ageng itu sebenarnya pendatang di desa ini. Hanya saja, konon katanya dia punya kesaktian, setelah itu karena sering menolong para penduduk, akhirnya dia dihormati. Itu cerita yang Bude tahu,” tutur Bude.

“Oh, begitu. Bude pernah ketemu langsung?” tanyaku.

Bude menatapku sambil tersenyum. Dia cuma mengangguk. Duh, itu bibirnya. Ingin aku lumat saja. Bibir Bude ini cukup menggemaskan. Biar pun tidak memakai gincu, tapi bibirnya sudah cukup seksi. Lagi-lagi niat mesumku muncul.

“Jangan dekat-dekat atau berurusan dengan orang itu!” Bude menasehatiku.

“Kenapa, Bude?”

“Pokoknya jangan. Selama kamu tidak berurusan dengan orang itu, kamu akan aman,” ujar Bude sambil tersenyum.

Aku manggut-manggut saja. Apa bisa ya? Aku coba saja ya?

“Bude, boleh Guntur meluk Bude?” tanyaku. Ini uji coba peruntungan. Tadi bisa kan gesek-gesek, masak kalau meluk nggak bisa?

Bude mengernyit. “Boleh, tapi kenapa tiba-tiba?”

“Nggak apa-apa, kepengen aja. Boleh ya?” tanyaku. Sebelum Bude mengangguk, aku kemudian memeluk Bude.

Tak perlu aku ceritakan bagaimana rasanya. Yang jelas, saat tubuh rasanya penat, kita memang perlu sandaran. Bayangkan saja kau berada di atas ranjang marshmallow. Empuk kan? Nah, seperti itu rasanya. Squishy? Terserahlah.

Budeku kupeluk dengan erat. Dada kami saling sapa, walaupun terhalang baju, setidaknya tadi sudah melihat bentuknya. Ah, nyaman banget meluk Bude. Biar pun lama melepasnya, Bude tak protes, malah menepuk-nepuk punggungku.

Sesaat kemudian aku melepaskan pelukannya. Wajahku dan wajah Bude cukup dekat. “Boleh aku ngesun, Bude?”

“Ih, permintaanmu aneh deh, Gun. Emangnya Bude orang lain? Emangnya selama ini Bude ngelarang kamu?” ucap Bude.

Tanpa banyak bertanya lagi, aku pun mencium pipinya. Pipi kanan, pipi kiri, setelah itu inilah jackpot yang aku inginkan. Well, tahulah ya. Aku ingin mencium bibir Bude, akan kuterima apapun hukuman setelah ini, demi merasakan bagaimana rasa bibir lembutnya.

Kedua tanganku kini berada di pundaknya. Budeku, orang yang paling cantik sekarang menghadapku. Jarak wajah kami hanya sekitar 10 cm. Mata Bude menjelajahi wajahku, bertanya-tanya apa yang ingin aku lakukan kepadanya.

“Bude, maafkan aku,” kataku. Dan bibirku pun menempel ke bibirnya. Teknisnya, ini bukan ciuman pertamaku, karena aku pernah ciuman dengan pacar-pacarku sebelumnya, tapi ini adalah ciuman spesial.

Kedua bibir kami bersilaturahim. No, no, no, no, jangan pikir kamu melakukan french kiss. Belum saatnya. Mendapatkan bibir Bude saja itu sudah syukur. Kedua tanganku kini memegang wajahnya sambil bibirku mengecup bibir orang yang aku hormati. Bude memejamkan mata, dari bahasa tubuhnya bisa dibilang beliau kage. Kukecup berkali-kali bibir Bude, hingga kemudian aku melepaskannya.

Kemudian, hening. Aku khawatir akan hal yang akan terjadi setelah ini. Aku duduk menunduk. Keringat dingin mulai keluar di dahiku. Jantungku berdegup kencang. Bude menatapku dengan penuh tanda tanya.

“Sebaiknya kamu istirahat, Gun. Sudah malam. Besok kamu harus bekerja!” titah Bude.

“Bude, maafkan aku. A-aku… terbawa suasana….jadi….” aku tak mampu berkata-kata lagi. Semua susunan kata yang ingin aku rangkai hancur.

“Tolong tutup pintunya, Bude mau istirahat. Pakdemu nanti pulang mungkin malem,” kata Bude. Dia mematikan tv, setelah itu masuk ke dalam kamarnya.

Aku tolol. Bodoh. Sambil mendesah, aku beranjak dari sofa. Kenapa aku setolol ini? Pastilah besok aku akan dihukum. Dengan lesu pintu kututup seperti arahan Bude, lalu masuk kamar, berbaring. Kuletakkan ponsel di nakas. Sempat terdengar dentingan pesan masuk, tapi kusudah tak mempedulikan lagi. Aku takut akan esok hari terjadi sesuatu yang tidak mengenakkan. Untuk mengusir perasaan yang tidak enak, aku paksa untuk tidur. Rasa lelah membuatku langsung terlelap begitu saja. Bodoh, seharusnya aku membaca pesan yang masuk itu, sebab hal itu akan membuatku menyesal di kemudian hari.

* * *
=================== to bi konticrot =================

Update tipis-tipis aja. Buat nemenin malam minggu agan-agan.

Updated, mengubah beberapa kata-kata, agar enak dibaca.​
 
Terakhir diubah:
mantap bang ceritanya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd