Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Wah patut ditunggu cerita kaya ginii. .
Semangat terus suhu untuk cerita ciamiknya
 
Bagian 2


Malam ini suasana kampung beneran sepi dan gelap. Lampu penerangan di ruang tamu watt-nya juga tidak terlalu gede, sehingga kegelapan itu masih terasa. Pakde belum pulang sedari tadi, sedangkan Bude aku lihat sedang menonton tv. Kami bercakap-cakap cukup lama sedari tadi, membahas kenakalan yang aku lakukan.

“Pakde lama ya, Bude,” ucapku.

“Palingan juga sedang ngopi ama orang-orang kampung. Beberapa hari lagi masuk bulan Suro, banyak acara di desa ini. Ruwatan ama bersih desa. Kamu ikut yo!” ajak Bude.

“Ngapain aja, Bude?”

“Ya banyak. Pak Bonang katanya mau nanggap wayang. Trus ada upacara adat bersih desa, kita nanti bikin makanan spesial, do’a bersama, lalu saling tukar makanan, seteah itu makan bersama. Ada tumpeng besars juga, yang konon barang siapa yang bisa mengambil puncak tumpengnya, akan diberi keberuntungan.”

Aku tertegun, “Masa’ sih? Apa orang-orang di desa ini percaya dengan itu semua?”

“Hush, itu warisan leluhur. Meskipun, sekarang mungkin tidak banyak yang percaya, setidaknya mereka tetap melestarikan dan menganggap itu hanya adat saja. Yang namanya adat, itu kan buatan manusia. Awalnya memang dibuat untuk mengajak manusia menjadi makhluk sosial. Selain itu, bersih desa sendiri tujuannya untuk bersyukur kepada Yang Maha Kuasa.”

Untuk soal ini sebaiknya aku tidak terlalu mempertanyakan. Kepalaku hanya mengangguk-angguk saja. Beberapa kali aku menoleh ke layar tv. Acara sinetron yang sedang populer saat ini sedang ditonton Bude.

“Suka sinetron, Bude?” tanyaku.

“Mau gimana lagi, tontonannya cuma ini,” jawab Bude.

“Apa di sini nggak ada tv kabel?”

“Boro-boro tv kabel, internet aja tidak masuk.”

“Padahal acara drama korea itu bagus-bagus lho, Bude.”

“Bude tahu. Tiap ada PKK itu ada ibu-ibu yang cerita tentang drama korea. Bude orangnya praktis. Nggak perlu neko-neko. Di tv juga ada rama korea,” jelas Bude.

“Tapi ya tetep aja beda, Bude. Seriesnya kan banyak,” bantahku.

Bude tersenyum. Sebenarnya Bude tidak ketinggalan zaman amat. Hanya saja mungkin hiburan yang sederhana bagi beliau sudah cukup. Sejak dulu beliau memang seperti itu.

“Assalaamu’alaikum!”

Tak berapa lama kemudian, Pakde datang sambil membawa tas yang biasanya memang beliau bawa kalau keluar rumah. Tas tersebut kemudian ditaruh di meja, Bude yang melihatnya segera membantu Pakde membawa tas tersebut masuk ke kamar. Tak lupa aku mencium tangan beliau.

“Le, Guntur. Gimana? Besok ikut Pakde ke sawah, ya?! Tadi mamamu itu ngasih omongan, kalau kamu harus bisa mandiri di sini. Makanya jadi anak jangan nakal. Emangnya apa yang kamu cari pake balap liar itu? Masih untuk kamu ketemu polisi baik yang mulangin ke rumah, coba kalau tidak?” kata Pakde yang langsung ngerocos nasehatin aku.

Malam itu aku full dikuliahi Pakde. Bude juga ikut-ikutan menguliahi aku. Meskipun begitu, keduanya sangat baik kepadaku. Sesekali aku juga diajak bercanda. Pakde cerita panjang lebar dengan kegiatan-kegiatan yang ada di desa. Setidaknya, aku juga ingin bisa belajar tradisi yang ada di desa ini.

“Tadi Pakde ketemu sama Nanang, masih inget anak itu? Yang dulu sama kamu nyari belut di sawah,” cerita Pakde.

Ah, Nanang. Aku ingat anak ini. Dulu pas aku masih kecil memang kami sering main. Dari main-main yang wajar sampai main-main yang tidak wajar. Kami juga terkadang ngintip orang mandi, kebetulan waktu itu wanita-wanita desa masih ada yang mandi di sumber, banyak remaja-remaja cantik yang ramai-ramai mandi di sana. Tentunya kalau ketahuan kami pasti dihukum. Kadang kala, kami mengambil satu atau dua batang tebu yang diangkut oleh truk untuk kami makan sama-sama.

“Gimana kabar anak itu?” tanyaku.

“Ya begitulah. Dia seneng banget pas Pakde cerita kalau kamu ada di sini,” jawab Pakde, “ah, kamu juga masih ingat sama Nur?”

“Nur?” gumamku.

“Nur, masa’ kamu lupa? Yang dulu kamu goda sampai nangis anaknya.”

Ngomong-ngomong soal temen main ada satu lagi cewek bernama Nur. Dia anaknya lugu gitu. Rambutnya ikal dan mengembang, sering kami ledek seperti kemoceng. Bahkan, sampai dia nangis gara-gara itu. Entah bagaimana kabarnya sekarang.

“Nurlela. Masih ingat,” ucapku.

“Ngomong-ngomong anaknya cantik lho sekarang. Udah gede, kamu pasti naksir, Le,” ucap Pakde sambil terkekeh.

“Iya, kapan hari itu tanya-tanya apa bener kamu ke sini. Kayaknya dia seneng banget,” celoteh Bude.

Aku hanya bisa mengangguk-angguk saja. Terakhir kali aku main di tempat ini ya pas masih SD. Sekarang keadaan sudah berubah. Bagaimana tampang mereka pun aku sudah tak tahu lagi. Setidaknya hari ini menjadi pengobat rinduku akan kampung ini. Menjadi teman pengantar tidur yang membuatku tidur nyenyak malam ini.

Jam sudah menunjukkan pukul 22.00 saat aku pamit untuk tidur. Dan benar saja, kelelahanku mengantarkanku menuju ke dunia mimpi. Persendianku kembali mendapatkan energinya, otot-ototku pun mendapatkan relaksasi yang membuatnya bisa siap untuk kegiatan esok hari.

Malam itu memang sedikit berbeda. Secara tak biasa aku terbangun. Dari celah kaca jendela, aku bisa melihat langit dengan bintang-bintang gemerlap. Sedikit awan bertabur di sana-sini, terdengar geremisik daun tertiup angin, seperti meneriaki binatang malam untuk tidak tertidur dan terus bersuara. Namun, suara-suara binatang malam terganggu oleh sebuah suara yang tidak biasa.

Tubuhku segera beranjak dari tempat tidur. Ada suara asing di luar sana, sehingga dengan agak tergesa-gesa aku keluar kamar. Tak ada siapapun. Tetapi suara apa itu? Seperti pintu belakang rumah terbuka. Apa itu Bude atau Pakde?

Aku mengambil sandal jepitku, lalu kupakai. Benar ternyata, pintu belakang rumah tertutup tanpa dikunci. Siapa yang keluar malam-malam begini? Dalam kegelapan malam, aku lihat sesosok tubuh berjalan melintasi pekarangan kosong. Tak perlu ditanya, aku tahu siapa itu. Bude.

Ingin aku memanggilnya, tetapi aku mengurungkan niatku. Rasa penasaranku yang besar membuatku ingin mengikutinya. Akhirnya dengan berhati-hati aku mengikuti Bude sambil mengikat sarungku menyamping seperti selempang.

Langkah kaki Bude tidak begitu cepat, juga tidak begitu pelan. Aku berhati-hati mengikutinya agar tidak ketahuan. Perjalanan kami melintasi jalanan setapak yang di samping kanan dan kirinya ada pepohonan rimbun seperti hutan. Jalanan setapak itu terus menanjak, hingga terdengar olehku suara gemercik air. Perjalanannya cukup lama dan tempat ini pun cukup jauh dari rumah. Apa yang Bude lakukan malam-malam di tempat seperti ini?

Belum selesai rasa penasaranku, Bude menuju ke sebuah bangunan dengan air yang cukup melimpah. Apakah ini sendang? Kenapa aku tidak pernah tahu ada sumber air di sini? Bude dan Pakde tidak pernah mengajakku ke tempat ini.

Pemandangan lain yang kulihat setelahnya tidaklah lebih aneh lagi. Bude ternyata malam itu memakai kemben warna coklat, bawahan kain jarit dengan sesuatu seperti selendang. Kaki Bude mulai masuk ke dalam air, setelah itu dia merendamkan tubuhnya sampai ke dada. Bude mandi malam-malam di sedang? Buat apa?

Bude membasuh kepalanya, hingga seluruh tubuhnya basah. Setelah itu beliau bangkit, naik ke pinggir sedang dengan kedua telapak tangan menyatu, lalu diangkat ke atas kepala. Masih terlihat tetesan-tetesan air dari tubuhnya, mengkilat basah dengan cahaya seadanya. Setelah itu tubuh Bude meliuk-liuk, seperti penari yang mengikuti irama. Dari sini bulu kudukku mulai berdiri. Ini tidak biasa, ini aneh. Apakah aku harus memanggil Bude? Tidak, aku ingin melihat ini sampai akhir.

Bude terus menari, padahal tidak ada bunyi gamelan atau apapun yang mengiringinya. Hanya suara angin dan bunyi binatang malam saja. Bude terus menari untuk beberapa waktu yang lama sambil mengitari sendang. Saat tarian berakhir, Bude kemudian masuk lagi ke dalam sendang, kali ini melepas kembennya, tanpa busana sama sekali. Aku pun menelan ludah. Baru kali ini aku melihat tubuh Bude tanpa busana sama sekali.

Jantungku berdebar-debar. Ingin rasanya aku ikut mandi saja di sana, tapi kan ini tidak mungkin. Apalagi aku tak mengerti apa yang Bude lakukan tengah malam seperti ini. Tapi jujur, aku ngaceng, Cuk. Saat aku bergerak, tiba-tiba kakiku menginjak ranting pohon. Sial!

Bude menoleh ke arah suara. Aku ingin berlari, tetapi tiba-tiba Bude sudah ada di hadapanku. Setelah itu wajahku ditutupi oleh kain dan aku pun tidak ingat apa-apa lagi.

* * *

====================== to bi konti crot ===================
NB: Maaf, kalo updatenya dikit.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd