Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Birahi Binal - Part 17

Bimabet
ini kalau gak salah karya nya @Neena tapi lupa ane judul nyaa yang jelas sudah pernah baca dan memang mangkrak karena yg punya cerita udaah lama kagak on di forum
Mungkin. Tapi saya mendapatkan naskahnya dari pelaku yang namanya disamarkan sebagai Bona itu. Pasti penulisnya kesulitan di tengah jalan, karena Bona memang seorang pemangsa rakus, tapi baik hati.
 
Part 07





U
ntung sekali, setibanya di rumah Mama, di Subang, Mbak Rina dan Mbak Lidya masih berada di kantornya. Sehingga aku tak perlu salah tingkah di depan Mama.

Aku pun langsung meninggalkan Subang, meski Mama menahanku agar menginap dulu di rumahnya. Ya ... rumah itu ternyata memang milik Mama. Bukan dibeli dengan uang Papa. Karena itu setelah Papa bercerai dengan Mama, maka Papa lah yang harus angkat kaki dari rumah itu.

Mama memang rajin berbisnis, tak sekadar jadi IRT biasa. Bahkan kata Mama, penghasilan bisnisnya sekarang sudah jauh melampaui gaji dan penghasilan tambahan Papa.

Stamina fisikku masih cukup tangguh untuk nyetir kembali. Karena tadi malam menginap di hotel dan ... menyetubuhi Mama sekali lagi. Bahkan dalam ronde kedua itu (diselang 1 ronde dengan Tante Artini), aku sangat lama menyetubuhi Mama. Sehingga Mama berkali - kali orgasme. Kemudian aku benar - benar ngecrot di dalam memek Mama, bukan berpura - pura lagi. Lalu kami terkapar dan tertidur nyenyak sampai keesokan paginya.

Karena itu waktu aku meninggalkan Subang, staminaku masih sangat segar.

Tapi jarak dari Subang ke Solo bukan jarak dekat. Sehingga ketika aku tiba di rumah Mamie, hari sudah cukup malam, sekitar jam sepuluh malam.

Mamie tampak senang sekali melihatku sudah pulang.

“Kok cepat sekali pulangnya ? Kirain mau nginap di rumah Mama barang seminggu gitu, “ sambut Mamie di dalam kamarku. Sambil mendekap pinggangku.

“Gak tau kenapa, rasanya aku gak bisa berjauhan dengan Mamie berlama - lama, “ sahutku yang sedikit mengandung gombal.

“Sama ... setelah tau bahwa kamu itu anak mamie, malah gak mau pisah lama - lama sama kamu Sayang, “ ucap Mamie disusul dengan mendaratkan kecupan hangat di bibirku, “Ayo ... sekarang sih mau tidur di kamar mamie juga boleh. “

“Tapi aku mau mandi dulu di kamar Mamie ya, “ sahutku.

“Boleh. Apa pun boleh kamu lakukan dan boleh kamu miliki. Kamu kan anak semata wayang mamie, “ ucap Mamie yang disusul dengan bisikan, “Bahkan tempik mamie juga boleh kamu miliki seumur hidup. “

“Hihihihiii ... iya Mam. Punya Mamie itu luar biasa enaknya ... “ sahutku sambil mengikuti langkah Mamie menuju pintu lift. Lalu kami naik ke lantai tiga.

“Kalau kamu mau, tiap malam bobo sama mamie juga boleh. Hitung - hitung kompensasi, karena waktu masih bayi gak pernah bobo sama mamie, “ kata Mamie yang malam itu mengenakan kimono sutera berwarna orange dengan bintik - bintik merah bertaburan di sana sini.

“Tapi aku sudah dewasa sekarang Mam. Dua bulan lagi juga usiaku genap duapuluhempat tahun. “

“Kali aja kamu merindukan pelukan ibu sepanjang malam. “

“Tapi setelah dewasa gini, kalau dipeluk Mamie pasti kontolku ngaceng Mam. “

“Ya gak apa - apa. Kalau ngaceng kan tinggal masukin ke dalam tempik mamie. Sekarang ngaceng nggak ?”

“Belum. Aku mau mandi dulu ya. Badanku penuh debu di sepanjang jalan dari Subang ke sini tadi. “

“Iya, mandi dulu deh, biar seger badannya. “

Lalu aku masuk ke dalam kamar mandi Mamie yang jauh lebih lengkap daripada kamar mandiku di lantai dasar. Sabun, shampoo dan sebagainya import semua. Ada bathtub segala di dalamnya. Sehingga aku bisa berlama - lama berendam dengan air sabun hangat, sambil menerawang ke mana - mana.

Namun malam itu aku hanya mandi dengan shower air hangat. Menyabuni sekujur tubuhku, lalu membilasnya lagi. Kemudian mengambil handuk baru untuk mengeringkan tubuhku. Dan mengambil kimono putih yang all size dan banyak terlipat di dalam lemari kaca kamar mandi.

Setelah mengenakan kimono itu aku menyisir rambut di depan cermin besar yang menempel di dinding kamar mandi.

Kemudian keluar dari kamar mandi dan melompat ke atas bed, di mana Mamie sedang menelentang sambil nonton televisi yang dipasang di dinding.

“Daripada nonton tivi mendingan nonton bokep Mam, “ kataku sambil meletakkan tanganku di atas perut Mamie.

“Memangnya kamu punya filmnya ?” tanya Mamie.

“Banyak. Tapi di kamarku. Ambil dulu ya. “

“Iya. “

Lalu aku melangkah ke dalam lift dan meluncur turun ke kamarku.

Kuambil external hardisk 2 Tb, yang isinya beribu - ribu bokep. Lalu aku naik lagi ke lantai tiga, untuk menyambungkan external HD itu ke smart TV Mamie.

“Gak pakai CD player Bon ?” tanya Mamie.

“Sudah gak zaman pakai player sekarang sih Mam. Lagian televisi Mamie ini termasuk Smart TV. External HD ini menyimpan ribuan bokep Mam ... nanti kalau ada yang menarik, kita praktekkan ya. “

“Iya Sayang, “ sahut Mamie lembut.

Setelah External HD itu tersambung dengan TV, aku pun mengambil remote control. Dan menyetelkannya ke USB. Setelah tersambung, aku merebahkan diri di samping Mamie.

Video pertama adalah seorang anak muda dan seorang wanita setengah baya yang melakukan hubungan sex outdoor.

“Ini mengingatkan kita ya Mam. Kan untuk pertama kalinya aku merasakan legitnya tempik Mamie di puncak bukit itu kan ?” ucapku sambil menyelinapkan tanganku ke balik kimono Mamie. Ternyata Mami tidak memakai celana dalam. Mungkin dia sudah siap untuk berhubungan sex denganku, jadi semuanya dimudahkan.

“Iya ... waktu itu mamie sedang horny mulu. Lantas gak kuat lagi menahannya. Duuuh .. Bona Sayang ... kalau tempik mamie udah digerayangin gini ... mamie suka langsung horny. “

“Kan mau nonton bokep dulu Mam. “

“Biarin aja film itu main, kita juga main yok ... mamie sudah kepengen dientot nih sama kontol gedemu ... “ ucap Mamie sambil melepaskan tali kimonoku, kemudian membuka kimono yang sedang kupakai ini. Sehingga kontolku yang sudah mulai ngaceng ini langsung terbuka.

Dan Mamie langsung memegang kontolku, sambil menjilati moncong dan lehernya. Bahkan lalu mengulumnya dengan lahap. Dan mulai menyelomoti kontolku tak ubahnya anak sedang menyelomoti permen loli.

Tak cuma itu. Mamie pun mengalirkan air liurnya ke badan kontolku, lalu dengan bantuan air liur itu Mamie mengurut - urut badan kontolku yang tidak terkulum oleh mulutnya.

Karuan saja kontolku jadi ngaceng berat. Tapi Mamie tampak masih asyik menyelomoti kontolku. Maka kubiarkan saja Mamie melakukan apa pun yang diinginkannya.

Sampai akhirnya Mamie menelentang sambil berkata, “Ayo ... masukin aja kontolmu sekarang. Tempik mamie sudah basah nih. “

Tadinya aku ingin membalas untuk menjilati memek Mamie juga. Tapi karena kedua paha Mamie sudah direntangkan lebar - lebar, aku pun segera merangkak ke atas perutnya, sambil memegangi leher kontolku. Lalu meletakkan moncongnya di mulut memek Mamie yang bentuknya mirip - mirip memek Tante Artini (maklum adik - kakak).

Dan kudorong kontolku dengan sekuat tenaga. Blessssss ... kontolku melesak masuk ke dalam liang memek Mamie ... !

“Adudududuuuuuh ... kontolmu memang enak sekali Sayaaaang ... sejak aku tau bahwa kamu ini anak kandungku, ini pertama kalinya kontolmu dimasukin ke dalam tempik mamie yaaa ... “

“Iya Mamieku Sayaaaang, “ sahutku sambil mencium bibir Mamie, yang lalu disambutnya dengan lumatan hangat.

“Mwuaaaaaaahhhhh .... kamu ini seolah menjelma jadi dua sisi bagi mamie. Sebagai anak semata wayang mamie, sekaligus sebagai suami mamie ... aaaaah ... kita tak usah bertanya kenapa harus jadi seperti ini .... lanjutkan saja hubungan fisik kita seperti ini ya Sayaaang ... “

“Iya Mam ... kalau hubungan ini dihentikan di tengah jalan, aku bisa murung dan melamun mulu nanti ... bahkan mungkin aku akan menjauhi Mamie dengan perasaan bersalah ... “

“Kamu tidak bersalah. Kan yang mengawalinya mamie sendiri di puncak bukit itu Sayang. Ayolah ... entotkan kontolmu ... jangan direndem terus ... nanti keburu jadi ager kontolnya ... hihihihiiii .... “

“Tapi kalau Mamie hamil nanti gimana ?” tanyaku sambil mengayun kontolku perlahan - lahan.

“Gak mungkin. Sebelum kita bersetubuh di puncak bukit itu, mamie sudah disuntik oleh dokter. Jangan sampai hamil. Anakku cukup satu saja. Cukup kamu saja seorang. Tapi kamu jangan jadi anak yang manja ya. Jadilah anak yang rajin dan ulet dalam berbisnis. Demi masa depanmu sendiri. “

“Iiii ... iya Mamieku Sayaaaang ... “ sahutku yang mulai mempercepat entotanku.

Mamie pun tidak berbicara lagi. Bahkan mulai mendesah dan merintih histeris lagi seperti biasa. “Iyaaaaa ... aaaaaah ... iyaaaaaa .... aaaahhhh ... kontolmu ini ... luar biasa enaknya sayaaaaang .... entot teruuuusssss ... entoooot teruuuussss ... iyaaaaa ... iyaaaaa ... entooooooottttt ... entoooootttttt .... enak sekaliiiii .... enaaaaaak .... iyaaaaaa ... entooooootttttt .... entooooot .... kontolmu enaaaaaak ... entoooootttttt ... aaaaaah ....aaaaaa ... aaaaahhh ... pentil tetekku sedoooot ... sedoooootttt kayak bayi netek ... iyaaaaa ... iyaaaaaa.... entooooottttt ... iyaaaaa .... aaaaa ... aaaaahhh ... entot teruuuusssss .... iyaaaaa ... entoooootttttt .... “

Rintihan - rintihan histeris Mamie dibarengi dengan dengus - dengus nafasku. Sementara entotan kontolku semakin menggila. Seolah mesin pompa yang sedang memompa liang memek ibu kandungku.

Terkadang mulutku nyungsep di atas toket gedenya, mengemut dan menyedot - nyedot pentilnya. Terkadang menjilati lehernya yang mulai keringatan, disertai gigitan - gigitan kecil yang tidak menyakitkan. Sementara tangan kiriku tetap asyik meremas - remas toket kanan Mamie.

Ketika tangan Mamie terjulur ke bawah kepalanya, kujilati pula ketiaknya yang beraroma parfum mahal. Membuat bokong gede Mamie semakin menggelepar - gelepar, memutar - mutar. meliuk - liuk dan menghempas - hempas. Sehingga kontolku terasa dibesot - besot dan dipilin - pilin oleh liang memeknya yang licin, empuk tapi legit ini.

Aku sudah hafal bahwa Mamie tidak ingin disetubuhi terlalu lama. Yang penting, pada waktu Mamie sudah mau orgasme, aku pun harus secepatnya berejakulasi. Bahkan kalau bisa, dilepasin bareng - bareng lebih disukainya.

Karena itu, ketika keringatku mulai merembes dari pori - pori kulitku, ketika Mamie mulai berkelojotan, aku pun mempercepat ayunan kontolku.

Maju - mundur - maju - mundur dengan cepat sekali. Sampai akhirnya ... ketika sekujur tubuh Mamie mengejang tegang, kontolku pun ditancapkan di dalam liang memeknya.

Lalu ... ketika liang memek Mamie terasa mengejut - ngejut, kontolku pun mengejut - ngejut sambil memuntahkan lendir kenikmatanku.

Crrrroooooooooooooooottttt ... crooootttttcrottt ...croooootttttt ... crottttt ... crooooottttt ... crooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooootttttttttttttttttttt ..... !

Kami sama - sama terkapar sambil berpelukan. Lalu terkulai lunglai di dalam kepuasan sedalam lautan.

“Mamie puas sekali ... Terima kasih ya Sayang, “ ucap Mamie yang disusul dengan kecupan mesranya di bibirku.

Setelah mencabut kontolku dari liang tempik Mamie, aku merebahkan diri di samping ibuku. Sambil menonton bokep yang masih tayang di layar televisi LED besar itu.

“Ohya ... tadi ada tantemu yang dari Kalimantan datang. Dia tidur di kamar yang berdampingan dengan kamarmu. “

“Tante yang mana ? Aku kan baru tau Tante Artini doang. “

“Adik - adik mamie ada empat orang. Adik yang pertama bernama Surtini, tinggal di Semarang. Adik yang kedua bernama Haryati, tinggal di Surabaya. Adik yang ketiga bernama Artini ... mantan ibu kosmu itu. Nah yang sedang nginap di rumah kita itu suka dipanggil Tari. Nama lengkapnya sih Muntari. “

“Jadi ... Tante Tari itu adik bungsu Mamie ?”

“Iya Sayang. Dia dijadikan istri muda seorang pengusaha batubara yang sudah tua. Tapi nikahnya secara diam - diam. Cuma nikah siri. Setelah sekian lamanya dijadikan istri muda, lama - lama ketahuan oleh istri pertamanya. Lalu Tari terus - terusan diteror oleh istri pertama. Sehingga akhirnya dia minta cerai saja. Jadi selama dia menjanda, akan tinggal di rumah kita ini. “

“Sudah punya anak berapa orang ?”

“Belum punya anak. Untung juga gak punya anak. Jadi gak repot ngurusin anak dalam status jandanya. Usianya masih sangat muda lho. Cuma setahun lebih tua darimu. “

“Jadi umurnya baru duapuluhlima tahun ?”

“Iya. Waktu mamie melahirkan kamu, usia Tari baru setahun. Dia kan adik seayah beda ibu. “

“Owh ... memangnya ayah Mamie berpoligami ?”

“Nggak. Kan nenekmu meninggal duluan. Kemudian kakekmu menikah lagi. Maka lahirlah Tari itu. “

“Jadi ... walau pun usianya cuma beda setahun, aku tetap harus manggil Tante padanya ?”

“Seharusnya memang begitu. Kata orang - orang tua, kita tidak boleh merusak sirsilah. Status dalam keluarga harus tetap sesuai dengan kedudukannya. Meski usianya lebih muda darimu, tetap saja kamu harus manggil Tante padanya. “

Aku terdiam. Karena tayangan bokep di layar televisi lebih menarik perhatianku. Sepasang manusia tampak sedang bersetubuh di dalam mobil pick up.

Dan ... diam - diam kontolku ngaceng lagi.

Untung Mamie pun terangsang oleh adegan di layar televisi itu. Sehingga kami bersetubuh lagi. Tentu dalam durasi yang lebih lama daripada persetubuhan yang pertama tadi ... !

Bahkan di ronde kedua ini bermacam - macam posisi kami praktekkan. Sehingga keringat kami bercucuran kembali.

Lebih dari sejam kami melakukannya.

Dan setelah Mamie berkali - kali orgasme, aku pun akhirnya memuntahkan lendir maniku lagi di dalam liang tempik Mamie yang sangat legit itu.

Lalu kami tertidur sambil berpelukan. Dalam keadaan sama - sama telanjang, di balik selimut tebal .....

Tapi menjelang subuh, ketika aku masih nyenyak tertidur, tiba tiba aku terjaga. Karena merasa ada sesuatu yang lembut dan basah licin bergerak gerak di sekujur batang kontolku. Ternyata Mamie sedang menyepongku.

Spontan kontolku ngaceng. Dan ingin bertanya apakah Mamie ingin disetubuhi lagi ? Tapi sebelum sempat menanyakan itu, Mamie sudah bergerak. Meletakkan memeknya tepat di atas kontolku, pada saat aku masih celentang.

Mamie berusaha memasukkan kontolku ke dalam liang memeknya yang empuk dan basah hangat itu, sambil berlutut dengan sepasang lututnya di kanan kiri pangkal pahaku.

Blesssss …. Mamie berhasil membuat kontolku berada di dalam liang tempiknya. Lalu bokongnya diayun naik turun, sehingga kontolku mulai merasakan lagi nikmatnya liang tempik Mamie yang empuk dan basah-licin-hangat itu.



Keesokan paginya, setelah mandi bersama Mamie di kamar mandinya, tentu saja sambil saling menyabuni dan bercanda yang mengandung birahi, kami berpakaian lengkap lagi. Aku mengenakan pakaian casual, celana dan baju katun berwarna coklat muda. Mamie mengenakan gaun shanghai dress yang katanya beli di Hongkong waktu suaminya masih hidup, berwarna kuning muda yang tampak serasi sekali dengan kulitnya yang putih bersih.

Kemudian kami turun ke kamarku dan langsung menuju ruang makan untuk menyantap sarapan pagi yang sudah disiapkan oleh pembantu bagian dapur. Cuma makan bubur ayam dengan taburan emping di atasnya, tapi terasa lancar di mulut.

Setelah selesai makan sarapan pagi, Mamie menyuruhku menunggu sebentar di ruang makan, sementara Mamie membuka pintu kamar yang berdampingan dengan kamarku.

Tak lama kemudian Mamie keluar lagi bersama seorang wanita muda bergaun putih bersih yang ... aduh maaaak .... wanita muda itu luar biasa cantiknya ... ! Tak kalah cantik dnegan artis - artis yang sering tampil di televisi ... !

Sambil memegang pinggang wanita muda berperawakan tinggi langsing itu, Mamie berkata padaku, “Bona ... ini adik bungsu mamie yang namanya Tari ... meski usianya hanya beda setahun denganmu, kamu harus memanggilnya Tante ... ayo kenalan sama tantemu ini ... “

Spontan aku berdiri dan menghampiri wanita muda yang cantiknya luar biasa itu. Dengan sikap sopan kucium tangan wanita yang terlalu muda untuk dipanggil tante itu. Sedangkan Tante Tari malah memeluk dan mencium sepasang pipiku sambil berkata, “Ya Tuhan ... keponakanku kok ganteng gini Mbak Lies ... “

Dengan suara setengah berbisik aku langsung menanggapi, “Tante juga cantik sekali, masih sangat muda pula .... “

Tante Tari menatapku dengan senyum manis yang aduhai .. dan .. mencium bibirku di depan Mamie ... !

Membuatku gelagapan. Tapi kulihat Mamie cuma tersenyum - senyum sambil mengedipkan sebelah matanya padaku. Entah isyarat apa yang Mamie maksud dengan kedipan sebelah matanya itu.

Lalu kami melangkah ke ruang keluarga. Kami duduk berdampingan di sofa panjang berbentuk L yang sudutnya menempel di sudut ruang keluarga itu. Aku duduk diapit oleh Mamie dan Tante Tari yang ternyata ramah sekali itu.

Mamie di sebelah kiriku, Tante Tari di sebelah kananku.

“Biar tantemu ini jangan murung terus, ajak dia main ke tempat yang bisa menghibur hatinya Bon, “ kata Mamie.

“Ajak main ke mana Mam ?” tanyaku bersemangat.

“Ke mana aja, “ sahut Mamie, “Ohya ... mamie kan punya tanah di perbatasan Jabar dengan Jateng. Tantemu sudah dua kali diajak ke sana waktu masih gadis dulu. Sedangkan Bona kan belum pernah diajak ke sana. Tanah di perbatasan itu termasuk tugasmu juga untuk mengelolanya nanti kan ? Nah ... kapan - kapan ajak tantemu ini ke sana. “

“Sekarang sih jangan jauh - jauh dulu Mbak. Kalau ke Jogja, aku mau. Pengen beli gaun batik yang bagus kualitasnya, “ tanggap Tante Tari.

“Mau ke Jogja sekarang ? Boleh, “ kataku.

Mamie juga tampak setuju, “Iya ... anterin dia ke mana pun yang dia mau. Pokoknya setelah tinggal di rumah ini, dia gak boleh murung lagi. Harus kembali ceria seperti dahulu. Dandan aja dulu sana Tari. “

“Nggak usah, “ sahut Tante Tari, “Pakai gaun ini aja gak apa - apa kan ? “

“Iya, “ Mamie mengangguk, “Pakai gaun itu juga gak apa - apa. Nanti di Jogja beli gaun yang bagus - bagus. “

“Aku juga pakai ini aja, “ kataku sambil memegang lengan baju katun coklat mudaku.

Kemudian Mamie bangkit sambil mengedipkan matanya padaku. Isyarat yang satu ini kumengerti. Bahwa aku harus mengikuti langkah Mamie, sementara Tante Tari juga berdiri dan masuk ke dalam kamarnya.

Mamie mengajakku bicara di dalam kamarku, “Duit adik bungsu Mamie itu amat sangat buanyaaak. Mantan suaminya kan petambang batubara yang duitnya berlimpah ruah. Kelihatannya dia suka padamu Bon. Kamu rayu aja dia sampai jatuh hati padamu. “

“Lho ... Mamie kok ngomong gitu ?” tanyaku heran dan bingung.

“Biar dia kerasan di sini Sayang. Supaya sakit hatinya terobati olehmu. Selain daripada itu ... nanti deh mamie bicara panjang lebar denganmu. Tapi masalah rahasia kita jangan sampai dia tau. Kecuali ... “

“Kecuali apa ?” tanyaku karena Mamie tidak melanjutkan kata - katanya.

“Kecuali kalau kamu sudah mendapatkan dia dan sudah menggaulinya, kita boleh buka kartu. “

“Kok Mamie seperti ngotot begitu, ingin agar dia tetap tinggal di sini ?”

“Tari itu punya faktor keberuntungan yang bagus sekali Bon. Mantan suaminya sering bilang gitu dahulu. Bahwa sejak Tari jadi istrinya, usaha mantan suaminya itu langsung meledak - ledak. Lagian Tari takkan menyusahkan kita kok. Duit pemberian mantan suaminya sangat buanyaaak ... ! Kalau dia jatuh ke tangan lelaki yang pemorotan kan bahaya. ”

“Memangnya Mamie rela kalau dia benar - benar jatuh hati padaku nanti ?” tanyaku memancing. Padahal aku sudah setuju dengan keinginan Mamie itu.

“Rela ... sangat rela. Asalkan mamie tetap dapat jatah darimu Sayang. Ya udah pergi sana. Mau pakai mobil yang mana terserah kamu. “

“Pakai sedan yang kemaren kupakai nganterin Mama aja. “

“Iya, terserah kamu. Semua mobil di garasi itu kan sudah jadi punyamu juga sekarang. “

Kemudian kami keluar menuju ruang tamu, di mana Tante Tari sudah menunggu sambil menjinjing tas kecilnya.

“Mbak Lies ... villa kayu yang berada di dekat Parangtritis itu masih punya Mbak ?” tanya Tante Tari pada Mamie.

“Masih, “ Mamie mengangguk. Mau ke sana ? Silakan aja. Sebentar ... kuncinya tak ambil dulu. “

Lalu Mamie bergegas menuju ruang kerjanya. Tak lama kemudian mamie sudah kembali lagi sambil membawa seuntai kunci. Lalu diserahkannya kunci - kunci itu kepada Tante Tari sambil berkata, “Villa itu biasa dibersihkan dan ditata oleh seorang lelaki bernama Sapto. Nanti kalau dia nyamperin, kasihkan duit ini padanya. Gaji untuk tiga bulan ke depan. “



Beberapa saat kemudian aku sudah menjalankan sedan hitam built up Jerman ini menuju Jogja, tentu harus lewat Solo dulu.

“Sudah punya pacar belum ?” tanya Tante Tari sambil memegang tangan kiriku yang nganggur, karena sedannya bisa matic bisa manual juga. Kali ini kuaktifkan maticnya.

“Belum, “ sahutku, “Diwisuda juga baru sebulan. Langsung sibuk ngurusin perusahaan Mamie. Jadi ... belum sempat nyari calon pacar ... apalagi calon istri. “

“Masa sih cowok seganteng kamu gini belum punya pacar ?! “ tanyanya sambil meremas tangan kiriku dnegan lembut.

“Waktu masih kuliah, aku kan belum dipertemukan dengan Mamie. Pada saat itu aku hanya konsen kuliah aja. Gak mau mikirin cewek. “

“Sayangnya kamu anak kakakku. “

“Memangnya kalau anak kakak kenapa ?”

“Gak bisa kawin. “

“Kawin apa nikah ?”

“Nikah ... hihihihiii ... kalau kawin sih boleh - boleh aja. “

“Mau dong kawin sama tante yang cantik begini sih ... “

“Kawin apa nikah ?”

“Kawin. “

“Kalau gitu sekarang langsung ke jalan menuju Parangtritis aja. Setelah lewat ISI, belok ke kiri. Menuju villa punya mamiemu. Belanja pakaian sih gampang, kapan - kapan juga bisa. “

“Mau ngapain ke villa ?”

“Katanya mau kawin. Ya udah kita lakukan di villa aja. Mumpung darahku lagi hangat nih. “

“Serius nih ?”

“Tiga rius bukan serius lagi. Aku suka kok punya keponakan ganteng gini, “ ucap Tante Tari yang disusul dengan kecupan hangatnya di pipi kiriku.

Sebagai jawaban, kecepatan mobil kukurangi, lalu kubelokkan ke samping kiri, ke bahu jalan. Lalu kuhentikan tanpa mematikan mesinnya.

“Kenapa berhenti ?” tanya Tante Tari.

“Tadi waktu kita kenalan, Tante nyium bibir segala kan ? Sekarang giliranku untuk mencium bibir Tante. “

Tante Tari celingukan, “Nanti ada orang liat gak ?”

“Kacanya gelap Tante. Dari luar gak bisa melihat ke dalam mobil ini, “ sahutku sambil melingkarkan lengan kiriku di leher Tante Tari.

Tante Tari tersenyum. Lalu mendekatkan bibirnya ke bibirku.

Maka kupagut bibir sensual itu. Dan kulumat dengan lahap, membuat sepasang mata bening dan indah itu terpejam.

Lama juga kulumat bibir tanteku yang sangat cantik ini, karena ia pun balas melumat bibirku.

Setelah ciuman dan lumatan itu terlepas, terdengar suara Tante Tari yang belum pantas kupanggil tante itu saking masih mudanya, “Bona ... “

“Ya ?” sahutku sambil melajukan lagi mobil Mamie yang katanya sudah jadi mobilku juga ini.

“Kayaknya aku jatuh hati dalam pandangan pertama di rumah mamiemu tadi. “

“Nggak ada yang salah kan ?”

“Tapi ... mungkin kita hanya bisa saling mencintai, tanpa bisa melangkah ke arah yang sah. “

“Kita jalani aja apa yang mungkin terjadi kelak Tante. Jujur, begitu melihat Tante tadi, aku juga seperti Tante. Langsung jatuh hati. Makanya aku kaget ketika Tante mencium bibirku di rumah tadi. “

“Iya ... tadi aku sudah gak nahan melihat gantengnya keponakanku. Makanya gak sungkan - sungkan lagi mencium bibirmu di depan mamiemu. “

“Tapi sejak Tante mencium bibirku tadi, aku langsung merasa ingin memiliki Tante. “

“Kamu boleh memiliki aku lahir batin. Tapi kita takkan bisa menikah secara sah Bon. Gak apa - apa kan ?”

“Gak apa - apa. Anggap aja kita sedang berada di Eropa, yang bebas melakukan apa saja. “

Tante Tari mengecup pipi kiriku lagi, Emwuuuuaaaah .... !” disusul dengan ucapan, “Aku gak mau munafik Bon. Detik ini aku merasakan getaran cinta ini. Aku langsung jatuh cinta padamu Bon.”

“Hmmm ... si dede langsung bangun nih Tante. “

“Masa ?! Pengen lihat yang baru bangun dong, “ kata Tante Tari sambil memegang ritsleting celana katunku.

Kubantu dengan menurunkan ritsleting celana katunku. Lalu kupelorotkan celana katunku berikut celana dalamnya sekalian.

“Waaaaw ! “ pekik Tante Tari sambil menggenggam kontolku yang sudah ngaceng ini, “Gagah bener dedemu ini Booon ... ya gede banget ya panjang banget ... wahwaaah ... bisa klepek - klepek aku kalau dikasih yang segede dan sepanjang ini sih.“

“Memangnya punya mantan suami Tante segede apa ?”

“Aaaah, punya dia sih jauh lebih kecil daripada kontolmu ini Bon. Lagian usianya juga sudah hampir enampuluh tahun. Banguninnya susah. Harus dioral dulu. “

“Tapi tentu ada kelebihan dia yang membuat Tante bersedia dijadikan istrinya kan ?”

“Kelebihan dia hanya duitnya aja Bon. Dia tak segan - segan menghamburkan duitnya padaku. Itu saja. Yang lainnya sih nol besar. “

“Tapi Tante gak punya anak ya dari dia ?”

“Ya itu ... dia kan sudah tua. Mungkin spermanya sudah lemah. Makanya gak mampu membuahi telurku. “

“Nanti kubuahi, mudah - mudahan bisa. “

“Mau kok aku dihamili olehmu. Biar kalau lahir anak cowok, pasti ganteng seperti ayahnya, “ sahut Tante Tari sambil menciumi puncak kontolku.

“Jangan dioral Tante ... !” cegahku.

“Kenapa ?”

“Aku kan lagi nyetir. Bisa nabrak mobil orang nanti kalau dioral sekarang. “

“Ooooh iya, iyaaa ... aku lupa Bon. Ya udah ... sekarang konsen ke setir aja dulu. Nanti kuemut kontolmu di villa. “

“Aku juga mau jilatin puki Tante. “

“Heh ... kok kamu bisa bahasa Banjar ?”

“Yang jorok - jorok sih bisa. Di Kalimantan kontol itu disebut butuh, kalau memek disebut puki kan ?”

“Iyaaaaaa ... “

“Kalau bersetubuh disebut basakian. Cewek cantik disebut galuh bungas, benar kada ?”

“Cailaaaa ... ternyata kamu bisa ngomong bahasa Banjar juga ya. “

“Ulun masih belajar Tante. “

“Duh ... tau ulun segala. Itu bahasa halus. Kan bahasa Banjar juga punya bahasa halus dan kasarnya. “

“Bujurrrrrr ... “

“Nah bujur itu kalau dalam bahasa Sunda berarti pantat. Tapi buat bahasa Banjar berarti betul. “

Sedan hitam ini berlari terus di jalan menuju Parangtritis. Seperti petunjuk Tante tari, pada suatu saat sedan ini kubelokkan ke kiri.

Dendang birahi pun mulai berkumandang di dalam batinku.

Lalu terngiang lagi kata- kata mamie di rumah tadi. Berarti kalau terjadi sesuatu di antara aku dengan Tante Tari, adalah atas restu Mamie juga.
 
Part 08



L
elaki bernama Sapto itu tampak senang sekali menerima uang dari Tante Tari. Uang gaji untuk tiga bulan ke depan, dari Mamie.

Sementara aku memperhatikan keadaan di sekeliling villa kayu ini.

Villa yang terbuat dari balok - balok kayu glondongan ini dikitari oleh kebun sawo.

Setelah Sapto berlalu, Tante Tari menghampiriku, “Kebun sawo di sekeliling villa ini punya mamiemu semua Bon.”

“Ogitu ya. Aku kan baru dipertemukan dengan Mamie beberapa hari yang lalu. Menginjak villa ini pun baru sekarang, “ sahutku.

“Nanti semua harta mamiemu akan menjadi milikmu Bon. Karena anaknya hanya kamu satu - satunya. “

“Aku bahkan harus berjuang untuk mengembangkan harta Mamie. Bukan cuma memilikinya saja. “

“Nanti aku juga mau berinvestasi. Mungkin aku akan menyerahkannya padamu untuk mengelola investasiku agar berkembang step by step. “

“Investasi Tante ingin dikembangkan dalam bentuk apa ?”

“Terserah kamu Bon. Kamu tentu lebih tau harus dikembangkan dalam bentuk apa. Aku sih yang penting berkembang tapi aman. “

“Kalau mau aman sih kembangkan dalam dunia properti aja Tante. “

“Properti apa saja contohnya ?”

“Misalnya, beli tanah di daerah strategis. Lalu bangun ruko - ruko. Setelah selesai ya dijual ruko - rukonya. “

“Naaah ... boleh tuh. Bikin perumahan juga boleh. “

“Kalau perumahan harus luas lahannya. Sedangkan di Jogja mau pun di Solo sudah sulit mencari lahan luas - luas Tante. Kalau bangun ruko sih tanah setengah hektar juga bisa dijadikan beberapa buah ruko. Lalu cari lagi lahan lain ... itu pun kalau dananya cukup. “

Tante Tari lalu membisikkan jumlah dana yang dimilikiinya. Aku tercengang dibuatnya. Hampir sama jumlahnya dengan saldo Mamie di bank ... ! Tapi yang hampir sama jumlahnya itu saldo di bank saja. Tanpa menghitung aset Mamie dalam bentuk tanah di beberapa provinsi itu. Dengan kata lain, kalau jumlah aset secara keseluruhan, pasti Mamie lebih kaya.

Aku berusaha untuk bersikap datar - datar saja. Lalu melangkah ke dalam villa kayu itu.

Ternyata di dalam villa itu ditata sedemikian nyamannya sehingga aku tertegun sejenak, karena tak menyangka kalau di dalam villa itu tampak serba mewah, tidak sederhana seperti kelihatan dari luarnya. Di dalam villa kayu itu ada kulkas, televisi, mesin cuci, microwave dan sebagainya. Tentu saja ada listrik yang waktu membiayainya dulu pasti mahal sekali, karena kabelnya harus membentang jauh ke jalan raya. Kagum juga aku melihat keadaan di dalam villa itu yang jauh dari dugaanku semula.



Namun yang paling kukagumi adalah Tante Tari itu ... yang telah menanggalkan gaunnya, meski ada lingerie di balik gaun putih bersih itu.

Lalu sambil bertolak pinggang ia menatapku dan bertanya, “Apakah aku memenuhi syarat untuk dijadikan kekasih tercintamu ?”

“Belum kelihatan semuanya. Jadi aku belum bisa menilainya Tan. “

“Nah begitu aja ... panggil aku Tan aja, jangan dikengkapkan jadi tante. Karena umurku kan baru duapuluhlima tahun. Belum layak dipanggil tante, “ ucapnya sambil duduk di atas sofa bertilamkan kain putih bersih.

“Iya, “ sahutku sambil duduk di sampingnya. Ingin melihat dengan jelas ketika ia sudah melepaskan behanya. Tampaklah samar - samar sepasang toket yang tidak besar. Tapi tampak seperti masih kencang sekali. Tak ubahnya toket perawan.

“Toketku kecil kan ?” ucapnya sambil menyembulkan toketnya dari belahan lingerienya.

Dengan tangan agak gemetaran, kupegang toket yang diangsurkan padaku itu.

“Segini sih sedang Tante. Masih kencang padat gini ... kayak toket ABG yang masih perawan.”

“Sekujur tubuh dan segenap jiwaku akan menjadi milikmu Bon. “ ucap Tante Tari sambil menanggalkan lingerienya. Lalu juga celana dalamnya. Tampak sebentuk memek yang mungil, dengan sedikit jembut pendek - pendek di atasnya, “Tapi lepasin dong pakaianmu. Masa cuma aku yang telanjang sendiri ?”

Aku tersenyum sambil melepaskan baju dan celana katunku. Disusul dengan pelepasan celana dalamku.

Tante Tari langsung menyergap kontolku yang sudah agak tegang tapi belum full ngaceng. “Satu - satunya lelaki yang pernah kurasakan kontolnya adalah lelaki tua yang mantan suamiku itu. Sekarang aku mendapatkan sesuatu yang jauh lebih gagah. Orangnya pun ganteng sekali. Hmmm ... sekarang sudah boleh kuoral ?”

“Tadinya justru aku yang ingin mengoral Tante. Soalnya memek Tante itu ... aaah ... menggiurkan sekali Tan. “

“Ya udah kalau gitu .. lakukanlah, “ ucap Tante Tari sambil melompat ke atas bed. Lalu menelentang sambil mengusap - usap memeknya yang mungil dan menggiurkan itu.

Aku pun langsung merayap ke antara dua paha putih mulus yang sudah direnggangkan, sampai wajahku berhadapan dengan memeknya. Lalu kuciumi memek mungil itu sambil mengangakannya dengan kedua tanganku, sampai tampak bagian dalamnya yang berwarna pink itu.

Mulailah aku menjilati memek Tante Tari yang penampilannya seperti gadis belasan tahun itu.

“Aaaaaahhhh .... bermimpi pun tidak kalau aku akan mengalami ini semua Bona ... “ ucap Tante Tari sambil mengusap - usap rambutku.

Dan tubuh indahnya mulai menggeliat - geliat setelah aku mulai gencar menjilati bagian dalam memeknya yang berwarna pink itu. Terlebih lagi setelah aku menjilati itilnya disertai dengan sedotan - sedotan agak kuat, mendesah dan merintihnya adik bungsu Mamie itu dibuatnya, “Booonaaaaa ... aaaaaa ... aaaaaah Boooon ... kamu sudah pandai sekali maen oral ... ini luar biasa enaknya Boooon ... tapi jangan terlalu lama yaaaa ... aku takut keburu orga .... Boooon ... iyaaaaa ... itilnya jilatin dan isep - isep terus Boooon ... itilnya ajaaaa ... itilnyaaaaa ... iyaaaaa ... itilnya ... itiiiil ...... aaaaaaah Boooon .... udah Booon ... masukin aja kontolmu Booon ... liang pukiku udah basah Booon .... masukin kontolmu Bona Sayaaaang .... “

Dengan sigap kutanggapi permintaan Tante Tari itu dengan meletakkan moncong kontolku yang sudah ngaceng berat ini, tepat di mulut memeknya yang sudah kemerahan.

Dan dengan sekuat tenaga kudesakkan kontolku sampai membenam kepalanya. Kudesakkan laagi sekuat tenaga .... blesssss melesak amblas lebih dari separuhnya.

Tante Tari pun merengkuh leherku ke dalam pelukannya, “Maaf ya gak jadi nyepong kontolmu ... keburu tak kuat ... keburu ingin dientot oleh kontolmu yang panjang gede ini ... “

“Nggak apa. Aku lebih suka mengoral daripada dioral, “ sahutku sambil mulai mengayun kontol ngacengku perlahan - lahan dulu. Memang sebenarnyalah aku seperti itu. Lebih suka menjilati memek daripada kontolku diselomoti cewek. Sebabnya, kalau terlalu lama kontolku diselomoti, pada waktunya dientotkan di dalam liang memek malah gelis metu (cepat keluar).

Dan kini aku sedang mulai menikmati liang memek Tante tari ini. Gila ... sempit sekali liang memek tanteku ini. Tak kalah sempit dengan liang memek Tante Artini waktu baru pertama kali kuperawani, tak kalah sempit dengan liang memek Mbak Rina dan Mbak Lidya waktu aku memecahkan selaput dara mereka.

“Memeknya sempit sekali Tante ... gak beda dengan memek perawan sebelum disetubuhi cowok, “ kataku setengah berbisik waktu mulai asyik mengayun kontolku, bemaju - mundur di dalam liang memek adik bungsu Mamie ini.

“Kan selalu dirawat oleh ramu - ramuan tradisional, “ sahut Tante Tari sambil merapatkan pipinya ke pipiku. “Lagian kontolmu ini ... kegedean Bon. Tentu aja liang memek mana pun akan terasa sempit bagimu. Jangan terlalu cepet ngentotnya ya ... slow aja ... biar romantis ... “

Tante Tari melanjutkan ucapannya itu dengan mencium bibirku, lalu menyedot lidahku ke dalam mulutnya. Terkadang menyedot bibirku juga, seolah sedang melumatnya. Ini berlangsung lama ... lama sekali, sementara liang memeknya terasa sudah mulai mekar ... menyesuaikan diri dengan ukuran kontolku yang memang di atas rata - rata.

O, betapa nikmatnya menyetubuhi adik bungsu Mamie ini ... !

Rupanya dia senang “slow motion”, sehingga gesekan demi gesekan di antara alat vital kami lebih bisa dihayati. Gesekan nikmat yang membuat kami serasa tengah berada di kahyangan ... seolah tengah berada di surga ... surga dunia.

Setelah lumatannya dilepaskan, kualihkan mulutku untuk menjilati leher jenjangnya disertai dengan gigitan - gigitan kecil. Sementara tanganku pun ikut beraksi. Tangan kiriku meremas - remas toket kanannya, sementara tangan kananku digunakan untuk mengusap - usap rambutnya yang tergerai lepas.

Tante Tari mulai menggeliat - geliat erotis. Desah - desah nafasnya pun mulai terdengar berbaur dengan rintihan - rintihan histerisnya, “Aaaaah ... aaaaa .... aaaaahhhh ... Booon ... aaaaaah ... ini luar biasa nikmatnya ... tak kusangka ... bakal menikmati semuanya ini ... aku cinta kamu Booon ... cintaaaa ... aaaaaah ... kontolmu luar biasa nikmatnyaaaa ... entot terusss ... perlahan gini aja Boooon ... aku ingin menghayati nikmatnya disetubuhi olehmu .... aku sayang kamuuuu ... cinta kamuuu ... Boooonaaaaa ... entooootttt terussss ... Booonaaa ... luar biasa indahnya dunia ini Booon ... cintai aku juga ya Bona Sayaaaang ... aku cintaaaa ... cinta kamuuuu ... aaaa .... aaaaaah .... aaaaa .... aaaaahhhh .... aaaaa .... aaaaahhhh ....“

Kedua tangan Tante Tari pun terkadang meremas - remas kain seprai, di saat lain meremas - remas bahuku, rambutku, tengkukku ... dan terkadang mengepak - ngepak kasur, seolah burung patah sayap, ingin terbang tapi tak bisa.

Dalam indahnya menikmati semua ini, terngiang lagi kata - kata Mamie ... agar Tante Tari jatuh cinta padaku. Agar hartanya jangan jatuh ke tangan lelaki pemorotan.

Tapi aku melakukan semuanya ini bukan untuk harta. Bukan. Aku hanya ingin menikmati hidup yang “terlambat nakal” ini. Karena semasa masih kuliah, aku tak pernah bertualang dengan siapa pun. Dan kini aku bebas melakukannya dengan wanita pilihanku sendiri ... meski dengan keluargaku sendiri.

Sementara itu keringatku mulai bercucuran. Bercampur baur dengan keringat tanteku. Dan manakala keringat sudah membasahi tubuh kami ini, Tante Tari berbisik terengah, “Aku sudah mau lepas ... mau orgasme ... oooooohhhhh ... sekarang percepat entotanmu sayang ... aku mau lepas ... mau lepasssssssss ....aaaaaaa ... aaaaaaaah ....aaaaaah ..... “

Tante Tari mulai berkelojotan. Aku pun mempercepat entotanku, seolah pelari marathon yang sedang sprint di depan garis finish ... dan Tante Tari semakin klepek - klepek ... sampai akhirnya menggeliat dan mengejang. Dengan mulut ternganga, dengan mata terpejam dan nafas tertahan.

Pada saat itulah kutancapkan kontolku sedalam mungkin, sampai menabrak dan mentok di dasar liang sanggama Tante Tari ....

Pada saat itulah kurasakan sesuatu yang sangat indah. Bahwa liang memek tanteku berkedut - kedut ... empot - empotan seperti pantat ayam waktu ditiupin ... mpot mpot mpot ... apakah ini yang disebut mpot ayam ?

Namun gilanya, aku pun tak dapat bertahan lagi. Tiba - tiba moncong kontolku memuntahkan lendir kenikmatanku .... crooootttt ...crooootttttt ....crooootttttttt ... croootttt ... crooooooooooooottttttttttttttttttt ... crottt ... croooooooooooooooooootttttttttt ..... !

Aku menggelepar di atas perut tanteku.

Lalu kami sama - sama terkulai lunglai. Dengan keringat membanjiri tubuh kami.

Ketika kuperhatikan wajah Tante Tari yang sedang menatapku dengan senyum di bibir mungilnya ... tampak sekali bedanya. Dia lebih cantik dari sebelumnya. Cantiknya seorang wanita muda yang baru menikmati kepuasan birahi.

Lalu ia mencium bibirku dengan mesranya, disusul dengan bisikan, “Terima kasih Bona Sayaaaang ... baru sekali ini aku merasakan puas yang benar - benar puas ... barusan kita bareng - bareng lepasnya ya ?”

“Iya Tante ... gak kuat nahan lagi. Memek Tante terlalu enak sih. “

“Mudah - mudahan aku hamil nanti ya Bon. Soalnya sekarang aku sedang di dalam masa subur. “

“Tante mau punya anak dariku ? “

“Sangat mau. Kalau anaknya cowok, biar ganteng seperti ayahnya. “

“Kalau anaknya cewek, biar cantik jelita seperti ibunya. Tapi kita gak boleh menikah. Aku pernah menanyakan hal itu. Lalu mendapat penjelasan. Bahwa menikah dengan adik ayah atau pun ibu itu dilarang oleh agama kita. ”

“Biar aja, “ sahut Tante Tari, “ Yang penting aku ingin cinta kita berbunga dan berbuah. Kebayang bahagianya diriku kalau sudah punya momongan, yang akan menjadi temanku di masa tua … ”

“Iya Tante, “ sahutku sambil mencabut kontolku dari liang memek tanteku. Kemudian aku turun dari bed sambil mengepal pakaianku. Dan melangkah menuju kamar mandi.

Ternyata kamar mandinya pun tak beda dengan kamar mandi dalam rumah - rumah elit di kota besar. Lengkap dengan bathtubnya segala. Mamie memang punya selera tinggi. Maklum beliau kan belasan tahun hidup di Hongkong bersama seorang pengusaha tajir melintir. Tentu saja seleranya pun tidak murahan.

Lalu entah kenapa, setelah bersih - bersih dan mengenakan pakaian lagi, aku teringat pada Mamie dan ingin meneleponnya. Maka kukeluarkan handphone dari saku celanaku. Kupijit nomor Mamie. Dan :

“Ya sayang ... ada apa ?”

“Boleh kami nginap di villa kayu Mam ?”

“Boleh. Boleh. Usahakan agar dia mencintaimu Sayang. “

“Sudah. “

“Haaa ? Sudah ?!”

“Iya, “ sahutku yang tetap ngomong perlahan. Takut terdengar oleh Tante Tari yang masih terkapar di atas bed itu.

“Hebat. Anak Mamie memang punya daya pesona tinggi. Mamienya aja sampai bertekuk lutut. Jadi maksud sudah itu, sudah kamu gauli ?”

“Iya. “

“Hihihiiii ... baguusss ... berarti dia takkan jatuh ke tangan lelaki yang cuma ingin morotin duitnya. Tau nggak ? Duit dia itu lebih banyak daripada duit Mamie Bon. Tapi dia gak ngerti mau diapakan duit sebanyak itu. Makanya nanti kamu arahkan, agar duitnya dikembangkan. Jangan dihabiskan begitu saja. “

“Iya Mam. Sudah ya. “

“Iya, iyaaaa ... kalau mau nginep di villa kayu itu, ngineplah dengan tenang. Yang penting Mamie juga harus dapet jatah nanti yaaa ... emwuaaaah ... “



Ketika keluar dari kamar mandi, kulihat Tante Tari sedang rebah miring sambil memeluk bantal guling, dalam keadaan masih telanjang bulat.

Kutepuk - tepuk bokongnya yang proporsional, gede tidak tepos pun tidak.

Tante Tari membalikkan badannya. Membuka kelopak matanya. Menatapku dengan senyum manis di bibir mungilnya. “Udah pakai baju lagi ? Belanja di Jogja sih besok lagi aja Bon. Aku masih ingin berlama - lama bersamamu di sini. “

“Iya Tan. Mau nginep juga bisa. Besok atau lusa aja pulangnya. “

“Harus ngomong dulu sama mamiemu. Biar dia nggak merasa cemas. “

“Sudah nelepon barusan. Minta izin mau nginep di sini. “

“Terus mamiemu bilang apa ?”

“Ngasih izin. Mau nginep seminggu juga di sini boleh. “

“Hihihiii ... asyik dong. Kita bisa memadu cinta sepuasnya di sini. Tapi kalau sudah pulang ke rumah ... mati kutu nanti. “

“Kenapa mati kutu ? Kamar kita kan berdampingan. Di antara kamar Tante dengan kamarku kan ada pintu. Kunci pintu itu ada padaku. Jadi kapan saja kita bisa melakukannya setelah pulang nanti. “

“Owh ... iya ya. Aku pasti ketagihan nanti. Karena baru sekali ini merasakan nikmatnya disetubuhi cowok ... yang lebih muda dariku pula cowoknya, “ ucap Tante Tari sambil meremas tanganku dengan lembut.

Ketika aku duduk di samping Tante Tari yang maish telanjang, dia bangkit sambil berkata, “Sebentar ... mau bersih - bersih dulu Sayang. “

Lalu ia bergegas menuju kamar mandi.

Aku menunggunya sambil duduk bersila di atas bed.

Tak lama kemudian Tante Tari muncul lagi, dengan tubuh dibalut handuk putih yang tersedia di kamar mandi. “Tanah mamiemu di sini cukup luas Bon. Mau sekalian survey ?”

“Boleh, “ aku mengangguk sambil turun dari bed, “Kita kan mau nginep di sini. Tapi pada gak bawa baju ganti ya ?”

“Iya sih. Gak usah nginepo segala deh. Kalau nanti mau ngentot aku lagi kan tinggal buka pintu yang menghubungkan kamarmu dengan kamarku aja. “

“Terus kita mau pulang aja gitu ?”

“Ke Jogja dulu. Mau nyari gaun batik yang bagus. “

“Hehehee ... percuma aja aku nelepon Mamie tadi, minta izin untuk tidur di sini. “

“Gak percuma lah. Kan nanti malam kita masih bisa main di kamarku, “ ucap Tante Tari disusul dengan kecupan hangat di pipiku.

Akhirnya aku setuju untuk pulang dan mampir dulu di Jogja. Sambil berjalan menuju tempat parkir mobilku, Tante Tari menunjukkan dari mana ke mana batas tanah punya Mamie. Semuanya ditanami pohon sawo. Semuanya tampak subur. Jadi kurasa tiada yang perlu direkayasa lagi.

Dalam perjalanan menuju Jogja, Tante Tari berkata, “Bon ... meski kita saling mencintai, kita takkan bisa menikah. Tapi aku tidak rela kehilangan kamu. Meski pada suatu saat kamu sudah menikah, hubungan kita harus jalan terus. “

“Aaaah ... jangan mikir sejauh itu Tante. Aku sih belum mikir nikah segala. Apalagi sekarang sudah punya Tante Tari, yang cantik dan sulit dicari tandingannya. Mendingan konsen sama Tante aja ... tapi itu pun kalau Tante menginginkannya juga. “

“Mungkin aku takkan menikah lagi. Aku akan menganggap kamu aja sebagai suamiku, walau pun kita tidak bisa menikah secara sah. “

“Siap Tante. “

“Siap apa ?”

“Siap untuk menjalin hubungan rahasia dengan Tante. Tapi Mamie juga takkan menghalangi hubungan kita Tan. “

“Aku memang paling disayangi di antara adik - adik mamiemu. Tapi dalam masalah hubungan kita, entahlah. Mungkin beliau akan melarang ... “

“Nggak mungkin, “ sergahku, “Mamie malah menyuruh aku menghibur Tante ... biar jangan murung terus katanya. “

“Menghibur kan gak sama dengan mencintai Bon. “

“Lihat aja nanti. Aku akan memperlakukan Tante semesra mungkin di depan Mamie. Kujamin Mamie takkan merintangi. “

“Ohya ?! Mudah - mudahan aja seperti itu. Tapi aku butuh rumah pribadi juga Bon. “

“Bisa kucarikan rumah sih. Mau di Solo apa di Jogja ?”

“Di mana aja. Yang penting suasananya aman, nyaman dan bebas. Dan yang terpenting, bisa hidup bersama denganmu Bonaku Sayaaang, “ ucap Tante Tari yang lagi - lagi disusul dengan kecupan mesranya di pipi kiriku.

“Iya Tan, “ cuma itu yang bisa kuucapkan sebagai tanggapan untuk ucapannya.

“Jujur Bon ... sebenarnya simpananku di bank lebih besar daripada simpanan mamiemu. Karena aku punya rekening di lima bank. Karena itu aku ingin punya cowok yang kucintai dan bisa dipercaya untuk mengembangkan dana simpananku. Supaya kalau aku punya anak kelak, masa depan anaknya akan terjamin. Dan cowok itu adalah kamu Sayang. “

“Iya Tan, “ sahutku singkat lagi, karena sedang konsen nyetir.

“Entah kamu itu punya daya pikat yang segitu hebatnya. Sehingga dalam hitungan jam - jaman, aku sudah mencintaimu begini dalamnya. “

“Aku akan merawat cinta Tante itu dengan segala daya dan upaya. “

“Kamu siap untuk punya anak dariku ?”

“Siap Tante. Lahirnya seorang anak, bisa memperkuat tali cinta kita. “

“Makanya nanti di rumah, kamu harus rajin menyetubuhi aku selama masa suburku ini. Biar jadi anak ... anak kita. “

“Tapi pada waktu hamil, mungkin Tante harus bersembunyi dulu. Jangan ketemu saudara dan siapa pun. “

“Makanya aku minta dicarikan rumah, tujuannya kan untuk itu. Kalau aku hamil di rumahmu kan nggak enak sama mamiemu. Karena dia akan terbebani oleh rahasia pribadiku. “

“Tinggal di kompleks perumahan elit, yang tetangganya pada cuek - cuek mau nggak ?”

“Mau. Justru suasana cuek - cuekan gitu yang aku mau. Di mana perumahannya ?”

“Di Jogja. Dekat bandara. Tapi harga rumah di sana hitungannya sudah milyar Tan. Enam milyar ke atas. “

“Gakpapa. Justru rumah seperti itu yang kuinginkan. Duapuluh milyar juga gakpapa, asalkan sesuai antara harga dengan kondisinya. “

“Sekarang sih keburu sore. Besok aja lihat - lihat rumah yang mau dijual di kompleks perumahan elit itu ya. “

“Kamu aja sendiri yang surveynya Bon. Kan rumah itu nantinya untuk kita berdua. Kalau kata kamu bagus, ya aku pun pasti menganggap bagus. “

“Tapi lebih enak lagi kalau Tante ikut melihatnya besok. “

“Gak usah Sayang. Aku ingin kamu mengurus semua keperluanku. Pokoknya semua dana simpananku itu akan kuserahkan padamu untuk mengelolanya. “

“ Ohya … ada yang lupa mengatakannya padamu. Aku punya rekening dalam bentuk dollar di sebuah bank internasional. Cabang banknya ada di Indonesia juga. “

Kemudian Tante Tari menyebutkan jumlah saldo rekening dollarnya itu.

“ Semuanya akan kuserahkan padamu Bon. Semoga kamu bisa mengelola semua danaku secara profesional. “

Ternyata Tante Tari sudah sangat percaya padaku. Sehingga dana sebesar itu pun mau diserahkan padaku untuk mengelolanya.

Pantaslah Mamie berkeras agar bisa merebut hati Tante Tari. Kalau ketemu lelaki yang gak bener, bisa dikuras habis nanti duitnya.

“Ya sudah, kalau Tante akan mempercayakannya semua padaku, nanti semuanya aku yang ngurus. Tante duduk manis aja. “

“Naaah ... itu yang aku mau Sayaaang ... “ Tante Tari mengusap - usap rambutku dengan lembut, “Pokoknya segala urusan pribadiku akan kuserahkan padamu semua. “

“Tapi kalau harga rumah itu sudah cocok, Tante kan harus menandatangani akte jual belinya di notaris nanti. “

“Kamu aja yang tandatangani. Rumah itu memang untukmu kok. “

“Haaa ?! “

“Kenapa seperti kaget ? Rumah itu atas namamu nanti. Jadi kalau aku tinggal di sana, aku seolah - olah tinggal di rumah suamiku sendiri. “

Aku cuma nyengir kuda. Tak tahu apa yang harus kukatakan.

“Itu sebagai tanda keseriusan cintaku aja Bon. Kalau aku tidak serius menincintaimu, mana mungkin kuserahkan puki eeeh ... memekku padamu ?”

“Iya Tante. Mudah - mudahan aja hubungan kita baik terus ya. “

“Nanti aku akan melakukan RTGS, untuk memindahkan dana dari bank - bank aku ke bank kamu. “

“Sekarang sih udah gak zaman RTGS Tante. Ada yang jauh lebih praktis. Tanpa disulitkan oleh PPATK dan sebagainya. “

“Ya udah. Pakai aja caramu. Yang penting dana dari rekeningku pindahkan ke rekeningmu. Aku sih gak kuatir - kuatir amat. Mantan suamiku tiap bulan juga transfer nanti. Begitu perjanjiannya sebelum kami bercerai. “

“Kata Mamie, Tante diteror terus oleh istri pertamanya ya ?”

“Iya. Soalnya modal awal yang dipakai oleh mantan suamiku adalah duit istri pertamanya. Tapi sebenarnya perusahaan tambangnya itu maju pesat setelah aku dijadikan istri mudanya. Sekarang dia bahkan sudah punya pesawat jet pribadi segala. Aaaah ... sudahlah. Gak perlu ngomongin dia lagi. Suka jengkel jadinya. “

Mendengar hal itu aku pun mengalihkan topik pembicaraan, “Kata Mamie, ibu Tante masih ada ya ?”

“Masih ada. Masih seger kok. Usianya kan lebih muda daripada mamiemu. “

“Ohya ? Mmm ... berarti beliau itu ibu tiri mamie ya ?”

“Iya. Tapi ibuku sih gak beda - bedain anak tiri dengan anak kandung. “

“Tinggal di mana dia sekarang ?”

“Di Semarang. “

“Setelah kakek meninggal, ibu Tante nikah lagi nggak ? Kan masih muda. “

“Nggak mau nikah lagi. Soalnya waktu kakekmu masih ada, dia sangat dimanjakan sama Kakek. Makanya setelah kakekmu meninggal, dia gak mau nikah lagi. Takut gak disayang seperti sama Kakek lagi katanya. “

“Tante juga dimanjakan oleh mantan suami waktu masih di Kalimantan ya. “

“Sangat sangat dimanjakan. Tapi aku merasa hidup dalam kepalsuan. Karena sebenarnya aku tidak mencintainya. Cuma merasa kasihan aja, karena dia sudah habis - habisan untuk memanjakanku. Tapi sudah ah ... jangan bahas dia lagi. “

Setibanya di Jogja, kuantar Tante Tari belanja gaun - gaun batik yang katanya sih bagus - bagus. Sementara aku belum bisa membedakan mana batik yang kualitasnya bagus atau tidak. Di mataku batik itu sama saja bagusnya.

Setelah mendapatkan gaun - ghaun batik yang diinginkannya, Tante Tari mengajakku makan malam dulu, karena hari memang sudah jam delapan malam.

Pada saat makan malam itulah aku membuka sesuatu yang ingin kukatakan sejak di villa kayu tadi.

“Tante ... aku mau menceritakan suatu rahasia, tapi aku minta Tante janji dulu ... janji takkan marah, “ kataku.

Tante Tari menatapku dengan sorot menyelidik. Lalu bertanya, “Rahasia soal apa ? Sudah punya cewek ya ? Nggak ... aku takkan marah. Yang penting kamu harus selalu mendampingiku setelah beli rumah nanti. “

“Begini ... sebelum berjumpa dengan Mamie, aku kos di rumah Tante Artini. “

“Ohya ? Terus di situ kamu punya cewek ?”

“Jangan potong dulu dong Tanteku Sayang, “ ucapku sambil meremas tangan Tante Tari yang tergeletak di atas meja. “Tante pasti sudah tau bahwa Tante Artini itu pernah menikah dengan lelaki yang dijodohkan oleh almarhum Kakek. Tapi ternyata lelaki itu seorang gay. Kemudian Tante Artini minta cerai. Dan dia menjadi seorang janda dalam keadaan masih perawan. Nah ... dia jatuh hati padaku dan ingin merasakan hubungan seperti suami - istri. Karena kadung menyandang status janda. Lalu begitulah ... akhirnya aku sering berhubungan badan dengannya. Dan hubungan kami jadi sangat dekat. Bahkan dia juga yang mengantarkan aku ke rumah Mamie. “

“Sampai sekarang kamu masih punya hubungan dengan Mbak Ar ?”

“Masih Tante. Nah ... aku sudah bicara jujur pada Tante. Karena aku tak mau menyembunyikan masalah pribadiku sedikit pun. “

Tante Tari tercenung sejenak. Lalu wajahnya mendadak jadi ceria, seolah menemukan ilham bagus di benaknya. Lalu berkata, “Nggak apa. Aku malah jadi punya teman senasib dan serahasia. Nanti Mbak Ar akan kuajak pindah ke rumah yang akan dibeli itu. Jadi kalau aku hamil, aku punya teman. Hihihiii ... biar cepat selesai, sekarang kita ke rumah dia aja yuk. Mumpung kita sedang di Jogja. “

Aku senang sekali melihat keceriaan Tante Tari itu. Tapi entah bagaimana sikap Tante Artini kalau sudah buka - bukaan dengannya nanti. Mudah - mudahan Tante Artini menerima kenyataan itu dengan “berbesar hati” seperti Tante Tari.

Maka setelah keluar dari rumah makan itu aku arahkan mobilku menuju rumah Tante Artini.

“Tante Ar nasibnya tidak sebaik Tante Tari, “ ucapku di belakang setir, “Tante Tari kan jadi janda juga punya dana sedemikian gedenya di bank - bank. Sedangkan Tante Ar, punya rumah kos juga dimodali oleh Mamie. “

“Iya ... kasian juga sih Mbak Ar itu. Jadi setelah menjadi janda dia masih tetap perawan ?”

“Iya. Kan mantan suaminya gak suka perempuan. Perkawinannya juga dijodohkan oleh orang tua lelaki yang gay itu. “

“Beruntung dong kamu bisa dapetin keperawanan Mbak Ar ... hihihiii ... kebayang ... “

“Iya ... jadi janda di usia tigapuluh tahun, masih perawan pula. “



Tante Artini terkejut melihat kedatanganku bersama adik bungsunya. Sementara untuk membuka masalah itu kuserahkan kepada Tante Tari. Karena lidahku terasa kelu untuk menyampaikannya.

Tapi aku merasa beruntung ... karena setelah Tante Tari membuka semuanya, Tante Artini tidak kelihatan marah sedikit pun. Dia malah menciumi pipi Tante Tari lalu berkata, “Berarti kita bakal punya teman kalau salah seorang di antara kita hamil nanti ya. “

“Kalau dua - duanya hamil bareng gimana ?” tanyaku sambil mencium pipi Tante Artini, lalu mencium pipi Tante Tari juga.

“Biarin aja, “ sahut Tante Tari, “kan ada Bona tercinta. Iiiih ... aku jadi horny lagi nih ... “

“Ya udah ... di sini aja mainnya. Kan istanamu baru mau dibeli, “ sahut Tante Artini sambil mencium pipi Tante Tari lagi.

Lalu kami bertiga ketawa cekikikan sambil melangkah ke dalam kamar tante Artini .....
 
Part 09



Dengan memiliki Tante Artini dan Tante Tari, aku sudah merasa lengkap. Karena Tante Artini berperawakan tinggi montok, mirip - mirip Mamie, sementara Tante Tari berperawakan tinggi langsing dengan toket sedang - sedang saja. Jadi kalau aku jenuh dengan kemontokan Tante Artini, aku bisa menyalurkan hasrat birahiku kepada Tante Tari yang berperawakan tinggi langing dan sepasang toket yang sedang - sedang saja tapi masih sangat kencang dan padat itu.

Tapi kini baik Tante Artini mau pun Tante Tari sudah sama - sama telanjang bulat di depan mataku. Siapa dulu yang harus kulahap nih ? Yang montok dulu atau yang langsing dulu ?

Mereka menyerahkan padaku, mau siapa yang akan kuentot duluan. Dengan Tante Tari baru beberapa jam yang lalu aku menyetubuhinya. Sementara dengan Tante Artini, sudah agak lama aku tidak menggaulinya. Lagipula aku ingin agar kekagetannya reda (setelah melihatku membawa Tante Tari berikut penjelasannya), maka akhirnya kuputuskan untuk mengentot Tante Artini dulu. Maka aku pun merayap ke atas perut Tante Artini yang sudah celentang berdampingan dengan Tante Tari.

“Mulai saat ini Tante jangan minum pil anti hamil lagi ya, “ ucapku sambil memainkan pentil toket Tante Artini yang mulai menegang itu.

“Iya, “ sahut tante Artini, “kalau ada teman gini, aku ingin hamil. Mumpung usiaku baru tigapuluh. “

“Aku juga ingin cepat hamil, “ kata Tante Tari sambil mengusap - usap memeknya, “Supaya kalau sudah tua kelak, ada yang ngurus. “

“Beruntung kita punya keponakan yang ganteng kayak Bona ini ya Tar. “

“Iya Mbak. Makanya aku butuh cinta dan kasih sayangnya sekaligus jadi sosok yang bisa melindungiku. “

Aku tidak ikut ngomong, karena sedang melorot turun, untuk menjilati memek Tante Artini. Memek yang terindah di antara memek - memek yang pernah kulihat, kusentuh dan kuentot.

Dan kini aku tengah menepuk - nepuk memek cantik yang seolah tengah tersenyum lucu padaku itu. Puk ... puk ... puk .... !

Lalu kungangakan memek Tante Artini selebar mungkin. Sehingga bagian yang berwarna pink itu mulai terbuka, seolah menantang lidahku untuk menggasak dan menggeseknya. Ya ... aku mulai menjilati bagian yang berwarna pink itu dengan lahap. Namun Tante Tari yang tengah celentang di sebelah kananku tetap mendapat sentuhanku juga. Kupijat - pijat paha puytih mulusnya, lalu kutepuk - tepuk juga memeknya yang berambut pendek - pendek itu.

Dan ketika aku mulai asyik menjilati memek Tante Artini, jari tengah tangan kananku pun sudah menyelundup ke dalam liang memek Tante Tari.

Ini terasa asyik sekali, karena aku bisa mainkan dua memek sekaligus. Dua memek yang berlainan bentuknya.

Bahkan setelah aku membenamkan kontolku ke dalam memek Tante Artini, tangan kiriku bisa memegang toket kanan Tante Artini, sementara tangan kananku bisa memegang toket kanan Tante Tari.

Aku pun mulai mengentot liang memek Tante Artini yang tak kalah sempitnya dengan liang memek Tante Tari. Sedangkan tangan kiriku mulai meremas - remas toket kanan Tante Artini, sementara tangan kananku meremas - remas toket kanan Tante Tari.

Aku merasa sedang menikmati dua jenis toket yang berlainan bentuknya. Karena toket Tante Artini lumayan gede, meski tidak segede toket Mamie. Sementara toket Tante Tari termasuk kecil, tapi padat dan kencang sekali.

Sehingga aku jadi sangat bersemangat untuk mengayun kontolku di dalam liang memek Tante Artini.

Sementara Tante Tari menikmati remasanku di toket kanannya, sambil bermasturbasi dengan menggesek - gesekkan jemarinya ke itilnya sendiri ... !

Tante Artini pun mulai mendesah dan menggeliat, lalu merintih - rintih histeris. “Aaaahhh ..... aaaaa ... aaaaaah ... Boooonaaaa ... aku sudah tergila - gila oleh gesekan kontolmu yang luar biasa enaknya ini Boooon ... “

Tante Tari pun mulai mendesah - desah, mungkin akibat masturbasinya yang dilengkapi dengan remasanku di toket kecilnya ... !

Maka riuhlah suasana di dalam kamar Tante Artini ini. Bahwa rintihan - rintihan histeris Tante Artini bercampur baur dengan desahan nafas Tante Tari yang semakin gencar menggesek - gesekkan jemari ke itilnya sendiri.

Ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Sampai pada suatu saat Tante Tari memberikan isyarat sambil menunjuk ke memeknya sendiri. Aku pun merayapkan tanganku ke memek Tante Tari. Ternyata memeknya sudah basah sekali.

Aku mengangguk sambil memberi isyarat agar Tante Tari bersabar menunggu.

Untungnya Tante Artini mulai berkelojotan. Lalu mengejang tegang dengan liang memek berkedut - kedut kencang, pertanda sedang mengalami orgasme.

Aku masih besabar menunggu, sambil tetap mengentot Tante Artini. Sampai akhirnya Tante Artini sendiri yang memberi isyarat agar aku pindah ke atas tubuh adiknya.

Aku mengangguk. Mencium bibir Tante Artini, kemudian mencabut kontolku dari liang memeknya. Dan cepat merayap ke atas perut Tante Tari yang menyambutku dengan senyum dan tatapan wanita muda yang sedang horny.

Tanpa banyak langkah lain, aku langsung memasukkan kontolku ke dalam liang memek Tante Tari yang sudah basah ini. Dan mulai mengentotnya.

Pada saat itulah Tante Tari berkata terengah, “Aku yakin bakal hamil ni Bon ... soalnya ... ooooh ... kontolmu terasa enak sekali ... baru dientot sebentar aja udah terasa nikmatnya ... semoga aku hamil ya Booon ... “

“Iya Tante. Yang penting aku ingin membahagiakan dan melindungi Tante seperti yang Tante inginkan, “ sahutku sambil mencium bibirnya dengan hangat. Dan mulai mempercepat entotanku.

Aku yakin bahwa aku bakal kuat bertahan lama menyetubuhi kedua bulekku itu. Karena tadi siang aku baru menyetubuhi Tante Tari. Sehingga sekarang aku seolah sedang memainkan peran di ronde kedua, yang pasti lebih lama durasinya.

Aku punya target, setelah kedua tanteku mencapai orgasme, selanjutnya acara bebas sepuasnya. Tante Artini sudah orgasme. Maka aku akan mengupayakan agar Tante Tari pada saat staminaku masih stabil.

Maka sambil mengentot memek Tante Tari, kujilati lehernya dan kuemut pentil toketnya. Bahkan ketiaknya pun kujilati disertai dengan sedotan - sedotan kuat, terkadang disertai gigitan - gigitan kecil.

Maka belasan menit kemudian Tante Tari berkelojotan, lalu mengejang tegang dan ... orgasme ... !

Lalu aku pindah ke tante Artini lagi. Kali ini kuminta Tante Artini menungging, karena aku ingin melakukan posisi doggy. Tante Artini menurut saja. Ia merangkak, lalu menungging. Dan aku membenamkan batang kontolku ke liang memek Tante Artini yang masih dalam keadaan agak becek, sehingga kontolku agak mudah mnembenam ke dalam liang tempiknya.

Tante Tari tidak memperturutkan keletihannya. Ia menyaksikanku yang sedang ngentot kakaknya dalam posisi doggi ini sambil tersenyum - senyum. Bahkan ia ikut membantuku, dengan menggerayangi bagian atas, memek kakaknya. Setelah menemukan itilnya, Tante Tari pun mengelus - elus itil kakaknya itu.

Tentu saja Tante Artini jadi klepek - klepek dibuatnya.

Tapi kali ini aku tak mau menunggu sampai Tante Artini orgasme lagi. Ketika melihat Tante Tari sudah menungging di samping kakaknya, sambil menepuk - nepuk pantatnya sendiri, kucabut kontolku dari liang memek Tante Artini. Lalu kejebloskan ke dalam liang memek Tante Tari ... !

Kemudian aku mulai dengan keasyikan baru. Berlutut sambil mengentot memek Tante Tari yang sedang menungging. Sementara Tante Artini sudah celentang lagi sambil memperhatikan adiknya yang sedang kuentot habis - habisan ini.

Tiba - tiba aku mendapatkan ilham. Tante Artini kuminta agar menelentang dengan memek berada tepat di bawah mulut Tante Tari. Kemudian Tante Tari kuminta untuk “membantu” agar Tante Artini mencapai orgasme, dengan jalan menjilati memeknya.

“Hihihihi ... kayak di dalam bokep - bokep ya, “ sahut Tante Tari. Namun Tante Tari melaksanakan juga apa yang kusarankan. Ia tetap menungging dengan memek yang sedang kuentot, namun mulutnya langsung menyergap memek kakaknya. Kemudian menjilatinya dengan lahap.

Sementara aku tetap asyik mengentot Tante Tari dalam posisi doggy ini.

Ketika giliran Tante Artini yang kuentot dalam posisi doggy, Tante Tari giliran celentang dengan memek berada di bawah mulut Tante Artini. Kemudian Tante Artini pun menjilati memek Tante Tari, sementara memeknya sendiri sedang kuentot.

Banyak ... banyak lagi yang kami lakukan malam itu. Sampai akhirnya aku berejakulasi di antara mulut kedua tanteku. Ya ... mulut Tante Artini dan Tante tari kubagi secara adil. Crooot ke mulut Tante Artini, lalu croooot ke mulut Tante Tari. Sebgian lagi crot crot croooot di pipi mereka.

Lalu kami bertiga terkapar beberapa saat, dalam keadaan masih telanjang bulat semua.



Setelah bersih - bersih, Tante Tari mengemukakan keinginannya untuk mengajak Tante Artini pindah ke rumah yang akan kucari dan kubeli besok.

“Lalu kos - kosan itu gimana ya ?” ucap Tante Artini sambil menunduk.

“Kan rumah kos gak perlu ditunggui tiap hari. Banyak pemilik rumah kos yang rumah pribadinya jauh dari rumah kos itu, “ sahut Tante Tari.

“Lalu rumahku ini ditinggalkan begitu saja dalam keadaan terkunci ?” tanya Tante Artini.

Aku yang menjawab, “Rombak total rumah ini. Jadikan bangunan yang sesuai dengan mini market. Lalu kontrakkan ke pihak yang berminat untuk membuka minimart di sini. Soal biaya perombakannya biar serahkan kepada Tante Tari saja. “

“Mmm ... serahkan sama Bona lah. Kan duitku mau dipegang semuanya oleh Bona, “ sahut Tante Tari.

Aku mengangguk sambil berkata, “Iya ... aku lupa. “

Tante Tari menepuk lutut Tante Artini sambil berkata, “Kita kan sama - sama memiliki Bona. Dan kalau salah seorang di antara kita hamil, kan ada saudara yang ikut mengurus. Lagian kalau kita di rumah terus juga takkan jenuh, karena ada teman ngobrol yang sama - sama bisa menyimpan rahasia. “

Tante Artini menatap Tante Tari sambil tersenyum. Lalu menyahut, “Iya deh. Aku ikut keinginan adik terseyangku aja. “

“Naaah ... begitu dong, “ ucap Tante Tari yang disusul dengan kecupan di pipi kakaknya.





Atas desakan Tante Tari, akhirnya Tante Artini mau juga diajak ke rumah Mamie.

Tengah malam kami baru tiba di rumah.

Tante Artini masuk ke kamar di sebelah kamarku, sementara aku mauk ke dalam kamarku sendiri.

Mungkin Mamie sudah tidur. Tapi aku ingin bertemu dengan beliau, untuk melaporkan segala yang telah terjadi di antara aku dan Tante Tari, bahkan juga aku mau melaporkan masalah hubunganku dengan Tante Artini.

Aku memang tak mau menyimpan rahasia apa pun terhadap Mamie.

Lalu aku memijat tombol lift. Setelah pintunya terbuka, aku masuk ke dalam lift, menuju lantai tiga.

Setelah berada di lantai tiga, kulihat Mamie sedang tidur celentang dengan daster putih yang tersingkap sampai ke perutnya.

Aaaah ... aneh memang. Melihat bagian - bagian terlarang Mamie, selalu saja darahku berdesir. Apakah aku belum kenyang main dengan Tante Tari dan Tante Artini tadi ?

Lalu kenapa diam - diam kontolku langsung ngaceng melihat memek Mamie yang tidak bercelana dalam itu ?

Ohya, aku ingat bahwa setiap kali mau tidur, Mamie tak pernah mengenakan celana dalam dan beha. Kalau sudah malam, biasanya Mamie hanya mengenakan kimono atau daster saja, tanpa pakaian dalam lagi di baliknya.

Tanpa berpikir panjang lagi kulepaskan segala yang melekat di tubuhku. Lalu dalam keadaan telanjang aku naik ke atas bed Mamie.

Dengan hati - hati kurenggangkan sepasang paha Mamie yang putih mulus dan gempal itu. Tadinya aku ingin menjilati memek Mamie dulu. Tapi setelah dingangakan, ternyata memeknya dalam keadaan basah.

Mungkin benar kata orang - orang. Bahwa memek perempuan montok selalu basah.

Lalu dengan hati - hati kuletakkan moncong kontolku di mulut memek Mami. Dan kudorong sekuat tenaga ... bleeessss ... kontolku mulai menyelundup ke dalam liang kewanitaan Mamie ...

“Aaaaaau .... ! ‘ pekik Mamie sambil melotot, “Ya Tuhan ... kamu Sayang ? Kirain siapa ... !”

Sebagai jawaban kuayun kontolku perlahan - lahan di dalam liang memek Mamie yang memang basah dan licin ini.

Mamie pun mendekap pinggangku sambil berkata setengah berbisik, “Katanya sudah sama Tari tadi. “

“Aaaah ... Mamie tetap akan bersemayam di dalam batinku, sebagai wanita yang paling spesial di dunia ini. Meski pun aku sudah kawin dengan cewek secantik bidadari sekali pun, hubungan rahasia dengan Mamie tak boleh putus. “

Mamie mencium sepasang pipi dan bibirku. Lalu berkata, “Iya Sayang ... mamie juga akan selalu menyayangi dan mencintaimu di seumur hidup mamie. Aaaa ... aaaaaah ... pelan dulu ngentotnya Sayaaang ... jangan langsung cepat begini ... “

Lalu kupelankan kecepatan entotanku.

Mamie pun merapatkan pipinya ke pipiku sambil berkata, “Setelah tau bahwa kamu ini anak kandung Mamie ... anehnya ... tiap kali bersetubuh sama kamu malah jadi tambah nikmat Sayang ... “

“Iya Mam ... aku juga begitu. Bahkan ada perasaan takut kalau semua ini dihentikan ... pasti aku akan sedih sekali mamieku Sayang ... biarkan aja dosanya kita tanggung berdua ... karena kita sudah telanjur menikmati hubungan rahasia ini. “

“Tuh tuh tuuuuh ... sekarang nikmatnya ini terasa mengalir dari ujung kaki sampai ke ubun - ubun kepala mamie sayang ... ooo ... oooo ... oooooh .... sambil emut lagi pentil tetek mamie Bon ... “

Kuikuti saja keinginan mamie itu, mengemut pentil toket gedenya sambil mengentot liang memeknya secara berirama. Kontolku bermaju mundur terus di dalam lubang licin dan hangat Mamie ... sretttt ... bleessss ... srttttt .... blessss .... srtttt .... blesssss ... srttttt .... blessssssss ... srettttt .... blessss .... srettttt ... blessss ... srttttttttt ... blesssss ...

Sementara dekapan Mamie di pinggangku makin erat saja rasanya.

lalu rintihan - rintihan tertahan pun mulai terdengar di telingaku. Lebih mirip bisikan yang hanya aku bisa dengar. “Mamie sayang Bonaaa ... ooooh ... ternyata kepuasan itu hanya kudapatkan dari anakku sendiri ... Booonaaaa ... Mamie sangat sayang sama kamu Booon ... ayoooo ... entot terus Sayaaang ... entooootttt ... entoooootttttttt ... aaah ... aaaaaaaa ... aaaaaaah ... makin lama makin enaaaaak ... entoooot terusss sayaaang ... entoooot memek mamie sepuasmu ... entooooootttttttttt ... entoooottttttt ... kontolmu luar biasa enaknyaaaa ... kontol enaaak ... entoooooottttttttt ... entttooooooooooootttttttt teruuuuuuuussssssssssss ... !”

Keringat pun mulai membasahi tubuhku dan tubuh montok Mamie. Karena sudah lama kami melakukan semuanya ini.

Sehingga pada suatu saat Mamie membisiki telingaku dengan suara tersendat, “Sayaang ... mamie udah mau lepas ... ayo barengin kalau bisa ... biar nikmaaaaat ..... “

Aku berusaha untuk mengikuti keinginan Mamie. Dengan segenap gairah kugencarkan entotanku. Maju mundur dan maju mundur dengan cepatnya di dalam liang memek Mamie tersayang dan tercinta ... !

Mamie pun mulai menggelepar - gelepar. Lalu sekujur tubuhnya mengejang tegang, dengan kedua tangan meremas dan menjambak rambutku, dengan nafas tertahan dan mata terpejam erat - erat.

Dan ... wow ... aku berhasil melakukan keinginan Mamie. Bahwa ketika liang memek Mamie mengejut - ngejut, kontolku pun mengejut - ngejut sambil memuntahkan lendir kenikmatanku.

Crooottttt ... croooottttcroootttt ... croooooooooooooottttttt ... crooootttttt ... crottttt ... croooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooottttttttttttttttttttt ... !

Lalu kami sama - sama terkulai lunglai di pantai teramat indah bernama kepuasan.

Mamie pun mencium bibirku dengan hangatnya. Lalu berkata lirih, “Terima kasih Sayang. Kamu adalah satu - satunya lelaki yang paling memuaskan buat mamie. Dan mamie makin sayang padamu. Sayang sekali ... emwuaaaah ... “ Mamie menutup ucapannya dengan kecupan hangat lagi di bibirku.

Setelah kucabut kontolku dari liang memek Mamie yang sudah sangat becek itu, Mamie pun bangkit. Duduk sambil menyeka memeknya dengan kertas tissue basah. “Katanya mau tidur di villa kayu. Kenapa gak jadi ?” tanya Mamie.

“Tante Tari ngajak ke rumah Tante Artini, “ sahutku, “ Lalu Tante Artini dibawa ke sini sekalian. “

“Ohya ?! Di bawah ada Artini segala ?”

“Iya Mam. Sekalian aku juga mau ngomong soal Tante Artini. “

“Mau ngomong bahwa kamu pernah menggauli dia juga ya ?”

“Iiiih ... Mamie kok tau aja. “

“Dari awal kamu datang ke sini, mamie liat sikap Artini padamu. Begitu penuh perhatian kelihatannya. Makanya mamie sudah menduga kalau di antara dia dengan kamu pernah terjadi sesuatu. “

“Iya Mam. Awalnya Tante Artini mengaku masih perawan, padahal statusnya janda. Karena itu dia ingin tau seperti apa rasanya bersetubuh itu. Lalu ... dia memberikan keperawanannya padaku, Mam. “

“”Berarti dia benar - benar masih perawan saat itu ?”

“Iya Mam. Makanya sebelum berjumpa dengan Mamie, aku sudah ada hubungan rahasia dengan Tante Artini. Masalah ini tak mau kurahasiakan kepada Tante Tari. “

“Tari cemburu dan marah ?”

“Tidak Mam. Dia malah berniat untuk serumah dengan Tante Artini, supaya kalau Tante Tari hamil, ada yang nemenin ya Tante Artini itu. Aku bahkan disuruh beli rumah untuk Tante Tari, yang nantinya akan dihuni oleh Tante Artini juga. Ohya Mam ... seluruh dana kepunyaan Tante Tari akan diserahkan semuanya padaku, supaya aku bisa mengembangkannya. Karena Tante Tari gak punya bakat berbisnis katanya. “

“Berarti Tari sangat mencintaimu Bon. Tapi ingat ... kamu harus tetap jadi manusia jujur. Duit Tari itu jangan dipakai untuk foya - foya. Kasihanilah Tari yang sekarang hidup menjanda. “

“Iya Mam. Aku bahkan berniat untuk mengembangkan dana Tante Tari sebisa mungkin. Ohya Mam ... mengenai tugas dari Mamie, aku hanya mau mengurus bisnisnya saja. Tentang masalah pengelolaan tanah - tanah Mamie, nanti aku akan merekrut sarjana pertanian yang seangkatan denganku. Biar dia yang mengurus masalah pertaniannya, sementara aku hanya akan mengurus bisnisnya saja. Mamie setuju ?”

Mamie mengangguk dengan senyum. Dan berkata, “Sebenarnya mamie juga merasakan hal seperti itu. Tadinya ingin mengurus tanah - tanah warisan dari almarhum suamiku. Tapi setelah terjun ke dunia agro bisnis, ternyata hasilnya jauh lebih gede daripada bertani. Hihihiii ... syukurlah kalau kamu pun sudah sepandangan dengan Mamie. “

“Iya Mam. Mungkin nanti aku akan merekrut beberapa teman seangkatanku. Lalu mereka akan dipecah ke masing - masing lokasi tanah punya Mamie. Misalnya yang di Jabar seorang, yang di Jateng seorang dan yang di Jatim seorang. “

“Tanah mamie bukan cuma di pulau Jawa, Sayang. Di Sumatra ada, di Kalimantan ada. Malahan di Papua juga ada .... bahkan tanah mamie yang paling luas ya di Papua itu. Berarti kamu harus merekrut paling sedikit enam orang sarjana pertanian. Atau gimana ya kalau tanah - tanah yang di luar Jawa itu dijualin aja ?”

“Nanti dulu Mam. Harus dipikirkan dulu baik - buruknya. Soalnya tanah itu walau pun dibom takkan habis. Dan harga tanah di negara kita masa depannya sangat baik. Makanya daripada mengoleksi mobil mendingan ngoleksi tanah. Karena harga tanah naik terus, sementara kalau kita beli mobil, tahun depan pasti akan turun nilainya ... makin lama makin turun. “

“Iya ... kamu betul Bon. Mama seneng mendengar wawasan kamu yang ternyata sudah luas begitu. “

“Iya Mam. Kalau Mamie punya duit yang nganggur, belikan tanah atau rumah aja. Aku punya teman tiga tahun yang lalu beli rumah harganya dua milyar. Sekarang sudah ditawar tujuh milyar gak dilepas Mam. Dalam masa tiga tahun aja perkembangannya sedemikian bagus kalau investasi di bidang properti kan ?”

“Oke ... dalam soal bisnis, mamie setuju pada pendirian dan wawasanmu. Makanya nanti terserah kamu, harta dan dana mamie itu mau dijadikan apa. Yang penting hasilnya poisitif, “ kata Mamkie, “Sekarang mengenai Tari dan Artini itu mau dibagaimanakan ? Mamie sih gak mau berpandangan kolot. Pasti kamu membutuhkan perempuan untuk membangkitkan gairah hidup dan bisnismu. Makanya kalau terjadi sesuatu dengan mereka berdua, mami takkan merintangi. Hanya saja kamu harus tau, bahwa mereka takkan bisa kamu nikahi secara sah. Karena adik kandung ayah dan adik kandung ibu haram untuk dinikahi. “

“Iya Mam. Tapi kalau ditinggalkan kasihan Tante tari dan Tante Artini itu. Mereka sudah sangat mencintaiku. Dan bagusnya, mereka bisa kompak. Tidak saling cemburu. Makanya aku akan memperlakukan mereka sebagai istri - istriku, tapi takkan melaksanakan akad nikah secara sah. Ohya ... memangnya Mamie gak cemburu kalau mereka kujadikan sebagai wanita simpananku ?”

“Aku ini kan ibumu Sayang. Kalau kamu punya pacar lalu menikah, misalnya, mamie malah bangga karena anakku sudah ada jodohnya. Tapi hubungan rahasia kita harus berjalan terus ... itu saja syaratnya. “

Lalu aku dan Mamie merundingkan banyak hal. Baik tentang bisnis mau pun tentang masalah pribadi kami.

Sampai akhirnya aku tertidur di dalam belaian dan pelukan Mamie.



Keesokan paginya, setelah makan sarapan pagi bersama Mamie, Tante Artini dan Tante Tari. Mamie mengajak Tante Artini dan Tante Tari ke lantai tiga, lewat tangga biasa. Karena lift itu seolah jadi rahasiaku dengan Mamie. Aku pun diajak naik ke lantai tiga. Ke ruang keluarga yang sangat jarang dipakai oleh Mamie.

Di situlah Mamie membahas masalah hubunganku dengan kedua tanteku itu.

Mamie berkata, “Aku sudah tahu bahwa di Artini dan Tari sudah menjalin hubungan seperti suami istri dengan Bona. Gak apa - apa. Aku malah merasa jadi ada teman dua orang sekaligus adik - adik kandungku. “

Tante Artini dan Tante Tari saling pandang sambil tersenyum.

“Kalian mengerti apa yang kumaksud teman barusan ?” tanya Mamie pada kedua adiknya.

Kedua tanteku saling pandang lagi.

“Begini, “ lanjut Mamie, “pada waktu Bona baru datang diantar oleh Artini itu, aku belum tau kalau Bona itu anak kandungku. Artini juga belum tau kan ?”

“Njeh Mbak, “ sahut Tante Artini.

“Nah pada saat itu, jujur aja ... aku melihat kegantengan Bona, sementara aku sendiri sudah lama sekali tidak mendapatkan sentuhan lelaki. Sampai akhirnya kuminta Bona menggauliku. Begitu sering kami melakukannya. Sampai datang ibu angkat Bona sekaligus menjelaskan siapa Bona sebenarnya. Bahwa Bona itu Fajar yang waktu masih bayi merah kuberikan kepada Bu Maryani, ibu angkat Bona itu. “

Kedua tanteku saling pandang lagi, dengan sorot wajah semakin serius.

Mamie melanjutkan, “Gilanya, aku sudah telanjur ketagihan. Sehingga setelah aku tau bahwa Bona itu anak kandungku, aku tak bisa menghentikan kegilaan itu. Bona pun sepakat, untuk tetap melanjutkan kebiasaan gila tapi nikmat itu. “

“Nah ... “ ucap Mamie di ujung pengakuan singkatnya, “sekarang ternyata kalian juga ingin memiliki Bona kan ? Gak apa - apa. Kita anggap aja Bona itu sebagai milik kita bertiga. Tapi ingat, masalah ini jangan sampai bocor ke luar. Kita harus pandai - pandai merahasiakannya. Surtini dan Haryati juga jangan sampai tau. “

Kemudian Mamie dan kedua adiknya berunding, tentang langkah - langkah selanjutnya, disertai dengan canda tawa.

Aku pun senang mendengarkannya. Tapi aku harus ke Jogja, untuk melihat - lihat rumah yang akan dijual. Untuk Tante Tari itu. Sekalian ingin menjumpai teman seangkatanku yang bernama Charlita, tapi biasa dipanggil Tata itu. Karena aku akan merekrut dia, kalau dia belum mendapatkan lapangan kerja.

Maka aku pamitan kepada Mamie dan kedua adiknya.

“Maju ke mana Bon ? “ tanya Tante Artini.

“Mau membeli rumah untuk boss muda ini, “ kataku sambil menunjuk Tante Tari.

Tante tari pun serasa diingatkan. Lalu ia mengeluarkan sebuah buku cek dari tas kecilnya dan menyerahkannya padaku sambil berkata, “Semua cek yang sebuku ini sudah ditandatangani semua. Nanti tinggal menulis nominal dan tanggal ceknya aja Bon. “

“Iya Tante. “

Sebelum berangkat, aku mencium bibir Mamie, bibir Tante Artini dan bibir Tante Tari.

Tiada rahasia lagi di antara kami berempat. Karena itu aku tidak melakukan cipika - cipiki lagi, melainkan cium bibir mereka satu persatu.



Beberapa saat kemudian, aku sudah berada di dalam sedan hitam yang sudah menjadi milikku itu, menuju Jogjakarta.

Tadinya aku ingin menuju perumahan elit di dekat bandara itu. Tapi aku ingin mendapatkan kepastian dulu dari Charlita, apakah dia bersedia kurekrut atau tidak. Sayang aku belum punya nomor hapenya. Sehingga aku tidak bisa call dan mengajaknya ketemuan di suatu tempat yang nyaman. Tapi aku masih ingat rumahnya, di daerah Ngadiwinatan, masuk ke dalam gang kecil.

Setibanya di Jogja aku langsung menuju ke arah rumah Tata Charlita.

Setelah memarkir mobil, aku melangkah ke dalam gang kecil yang hanya bisa dilewati motor atau sepeda itu.

Dan ... maaaak ... kebetulan sekali Tata sedang berdiri di depan rumahnya. Sehingga aku bisa menyapanya langsung, “Tata cantik ... lagi ngapain ?”

Tata tampak kaget. Memandang ke arahku dan menyahut, “Hai Bona ! Tumben maen ke sini. Mau ke rumah siapa ?”

“Mau ke rumah kamu. Kok seperti mau pergi ? “

“Mmm ... iya sih tadinya mau pergi, tapi gak penting - penting amat. Ayo masuk, “ Tata membuka pintu pagarnya. Aku pun masuk ke dalam pekarangan yang lebarnya cuma semeter lebih sedikit, mungkin. Kemudian masuk juga ke dalam rumahnya. Ke ruang tamu yang kira - kira hanya berukuran 2 X 2 meter.

“Untung kamu datang hari ini. Kalau besok, aku sudah pulang ke kampung, “ kata Tata setelah mempersilakanku duduk di kursi rotan.

“Terus rumah ini mau ditinggalkan kosong ?”

“Iya. Rumah ini kembalikan aja kuncinya kepada pemiliknya. “

“Owh ... ini bukan rumah kamu ?”

“Bukan. Aku cuma ngontrak di sini. Ntar dulu ... kayaknya kamu serius Bon. Ada hal yang bisa kubantu ?” tanyanya.

“Kamu sudah dapat kerjaan belum ?” aku balik bertanya.

“Belum, “ Tata menggeleng, “Memangnya kamu mau ngasih kerjaan sama aku ?”

“Iya, “ sahutku. Kemudian kututurkan maksudku datang ke rumahnya, untuk menempatkannya di salah satu lokasi tanah milik Mamie.

Tata pun mendengarkannya dengan serius.

“Tanahnya di mana saja Bon ?”

“ Di Jatim ada, di Jateng dan Jabar juga ada. Bahkan di Sumatra, Kalimantan dan Papua juga ada. Terserah kamu, mau pilih yang mana lokasinya. “

“Di Jabarnya sebelah mana ?”

“Dekat perbatasan antara Jabar dengan Jateng. “

“Waaah ... aku pilih di Jabar aja, biar dekat kampungku. “

“Kampungmu di mana sih ?”

“Di Ciamis. “
“Mmmm ... pantesan kamu manis. Amis dalam bahasa Sunda berarti manis kan ?”

“Iya ... hihihiiii ... selama kenal denganku, baru sekali ini kamu muji aku manis. Biasanya sih cuek mulu. Sampai aku mikir, jangan - jangan kamu ini LGBT. “

“Hush ... aku ini normal Ta. Apa perlu kubuktikan ?”

“Hihihiii ... gak usah, gak usah ... aku percaya deh. Percayaaa ... “ Tata mengibas - ngibaskan tangannya sambil geleng - geleng kepala.
 
Terakhir diubah:
ini kalau gak salah karya nya @Neena tapi lupa ane judul nyaa yang jelas sudah pernah baca dan memang mangkrak karena yg punya cerita udaah lama kagak on di forum
Iya @Neena pernah share cerita ini. Judulnya Birahi Liar - Di Dalam Keluarga Kami. Tapi thread nya udah dihapus.
 
Part 10



S
ebenarnya aku sendiri belum melihat di mana lokasi tanah yang puluhan hektar di Jabar itu. Maka aku janjian akan ketemuan dengan Tata Charlita di Banjar, yang kata Tata dekat dengan kampungnya. Kemudian kucapai kesepakatan dengannya, tentang gaji yang akan diterimanya dan apa saja tugasnya nanti.

Lalu aku pamitan, karena mau melihat rumah yang akan dijual di kompleks perumahan elit itu.

Tata mengantarkanku sampai ke mulut gang. Dan tertegun melihat mobilku yang memang bukan mobil murahan ini.

“Pengen ngerasain duduk di mobil mewah gini, “ katanya sambil mengusap - usap sedan hitamku.

“Ya ayo kalau mau nyobain sih, “ sahutku, “nanti kuanterin ke sini lagi. “

“Mmm .. kalau kamu gak keberatan sih besok pagi kita ke lokasi bareng aja. Tapi aku mau sekalian pulang kampung. “

“Boleh. Besok sekitar jam delapan pagi kita ketemuan di sini. Lalu barengan berangkat ke lokasi. Oke ?”

Tata menatapku dengan sorot yang ceria, “Iya deh. Besok aku nongkrong di sini sebelum jam delapan. “

“Iya. Kamu kan bisa sekalian jadi penunjuk jalan. Karena aku sendiri belum pernah menginjak tanah yang harus dibenahi itu. “

“Lho ... katanya tanah itu punya ibumu. Kok belum pernah ke sana ?” Tata kelihatan bingung.

“Panjang deh ceritanya. Besok aja kuceritain ya. Jam delapan siap ya. “

Kemudian aku meninggalkan Tata, menuju perumahan elit itu.

Tak sulit untuk menjumpai petugas managemen developer perumahan itu. Ada beberapa rumah yang akan dijual, karena angsurannya macet. Setelah memilih - milih, akhirnya aku menentukan rumah yang ada kolam renangnya. Supaya Tante Tari dan Tante Artini bisa berolahraga juga. Selain daripada itu, rumahnya paling besar dan bagus di antara rumah - rumah yang akan dijual ulang oleh pihak managemen.

Kalau membeli rumah baru, sudah sold out semua. Maka terpaksa aku memilih rumah - rumah second tapi kelihatannya masih 100 % baru itu. Harganya pun jauh lebih murah daripada harga baru. Tapi harus dibayar cash, tidak bisa dicicil lagi.

Rumah yang kupilih itu terdiri dari 2 lantai. Di lantai 2 ada 1 kamar. Di lantai dasar ada 3 kamar, ruang tmu, ruang makan, ruang keluarga, kitchen, kamar pembantu dan sebagainya. Kolam renang itu terletak di belakang dan tertutup oleh benteng tembok tinggi, Sehingga dari luar tidak bisa melihat ke kolam renang itu. Mungkin sengaja dibuat begitu, supaya kalau ada wanita berenang tetap nyaman, meski berenang telanjang sekali pun. Hahahaaa ...

Setelah tawar menawar yang cukup alot, akhirnya aku sepakat di harga matinya. Dan langsung kubayar di depan notaris yang langsung hadir di kantor managemen perumahan elit itu. Di zaman sekarang semuanya bisa dimudahkan oleh system. Untuk menandatangani AJB (akte jual beli) pun tak usah pergi ke kantor notaris. Karena notarisnya datang sendiri ke kantor managemen perumahan itu.

Aku membayarnya dengan selembar cek yang sudah ditandatangani oleh Tante Tari itu. Aku tinggal menulis nominal harga rumah itu dan tanggal dikeluarkannya cek itu. Selesai sudah.

Kemudian aku pulang ke rumah Mamie. Dan melaporkan masalah rumah itu kepada Tante Tari.

Tante Tari dan Tante Artini tampak ceria. Terutama setelah mendengar bahwa rumah itu ada kolam renangnya segala.

“Tapi besok aku belum bisa mengantarkan Tante ke rumah itu. Karena aku mau ke Banjar dulu, ke lokasi tanah milik Mamie. Mungkin sekitar tiga hari lagi kita bisa ke sana, sekalian membeli furniture dan perabotan rumah lainnya. Karena sekarang masih kosong melompong, “ kataku kepada Tante Tari.

“Iya, santai aja Bon. Kan kita gak dikejar - kejar waktu. Urus aja dulu tanah mamiemu itu, “ sahut Tante Tari.

Mamie memberi petunjuk kepada siapa aku harus menghubungi setelah tiba di lokasi tanah miliknya besok. “Mamie akan nelepon dia besok pagi. Supaya dia mengantarkan kamu ke lokasi dan menunjukkan batas - batas tanah itu, “ kata Mamie.

Hari itu kami hanya ngobrol dan istirahat. Tidak ada acara sex. Karena besok pagi aku harus nyetir sendiri ke Banjar, yang jaraknya cukup jauh itu. Kalau ada acara sex, bisa ngantuk waktu nyetir besok.



Keesokan harinya pagi - pagi sekali aku sudah berada di belakang setir sedan hitamku yang sudah kujalankan menuju Solo, kemudian menuju ke arah barat. Menuju Jogja.

Ternyata Charlita sudah menunggu di mulut gang menuju rumah kontrakannya itu.

Dan yang membuatku terlongong adalah pakaiannya itu. Ia mengenakan celana pendek jeans yang sudah compang - camping ujungnya, ada bolong - bolongnya pula, sehingga aku bisa menyaksikan keindahan kaki Charlita yang putih mulus itu. Tapi ke atasnya, entah apa yang dikenakannya, karena ia mengenakan jaket kulit hitam.

Kubuka pintu depan kiri dari dalam, tanpa turun dulu dari mobilku. Charlita pun masuk dengan senyum manis di bibirnya.

“Seksi bener pakaianmu pagi ini, “ ucapku setelah Charlita mengenak seatbelt.

“Seksi apa, cuma celana pendek ini yang kamu anggap seksi ?”

“Secara keseluruhan kamu tampak seksi Tata. “

“Mmm ... thank you ... “

“Sudah lama barusan nunggu ?”

“Seperempat jam kurang lebih. “

“Katanya mau nyeritain masalah tanah itu. Kenapa kamu yang anak kandung pemilik tanah itu belum pernah datang ke sana ?”

“Singkatnya aja, aku baru sebulanan tau bahwa beliau itu ibu kandungku. “

“Wow ... gimana ceritanya ?”

“Sejak bayi aku dibesarkan sampai dewasa oleh orang tua angkatku. Tadinya kupikir mereka papa dan mama kandungku. Dan kira - kira sebulan yang lalu aku baru dikasih tau bahwa ibu kandungku adalah pemilik tanah yang akan kita tinjau itu. “

“Terus sekarang kamu tinggal bersama ibu kandungmu ?”

“Iya. “

“Dari ibu kandungmu punya saudara ?”

“Nggak. Aku anak tunggal. makanya semua harta ibuku diserahkan padaku untuk mengelolanya. “

“Terus kenapa bukan kamu sendiri yang mengelolanya ?”

“Aku mau fokus ke agro bisnisnya aja. Sementara tanah - tanah yang bertebaran di sana - sini akan kupercayakan pada orang lain. Seperti sekarang ini, tanah yang di Jabar akan kupercayakan padamu untuk mengelolanya. “

“Bisa lihat denah tanahnya ?”

“Ambil aja di laci dashboard tuh. “

Charlita membuka laci dashboard, lelu mengeluarkan gulungan kertas dan memperlihatkannya padaku.”Yang ini ?” tanyanya.

“Iya, “ sahutku.

Charlita membuka gulungan kertas itu, lalu memperhatikan denah tanah milik Mamie yang di Jabar itu. “Wow ... luas sekali tanahmu ini Bon. Tujuhpuluhdua hektar ... ! “

“Iya, makanya aku hanya bisa mempercayakan kepada insinyur pertanian untuk mengelolanya. “

Sekarang istilah “insinyur pertanian” sedang diperdebatkan, bahkan ada fakultas yang tidak memakai istilah “insinyur” lagi. Tapi pada masa kisah nyata ini terjadi, gelar insinyur pertanian masih digunakan secara sah.

“Mmmm ... aku tau letak lokasi ini. Kalau dari sini sebelum Banjar ke sebelah kanan, “ kata Charlita.

“Iya, “ sahutku, “makanya nanti kamu sekalian jadi penunjuk jalan. Karena aku sama sekali blank di daerah lokasi tanah itu. “

“Ohya, kata kamu kemaren, gajiku dihitung per hektar ya ?”

“Iya. “

“Wuiiih ... berarti gajiku bakal gede dong ... “

“Tapi dengan syarat, pengelolaanmu harus bagus semua.”

“Soal itu sih jangan takut. Aku jamin semuanya akan berubah drastis. Mwuaaaah ... “ Charlita mengakhiri ucapannya dengan kecupan di pipi kiriku. Membuatku kaget. Karena tak menyangka kalau ia akan seagresif itu.

Tapi lalu kataku, “Kamu cium pipiku ... harus tanggung jawab nanti ya. “

“Tanggungjawabnya dengan cara apa ?”

“Dengan melanjutkan ke acara yang lebih jauh. Ayooo .... “

“Kalau kamu sudah tau siapa aku, pasti kamu takkan bilang gitu. “

“Emangnya kenapa ?”

“Di kampus gak ada yang tau kalau aku ini seorang janda Bon. “

“Wah ... asyik dong. “

“Kenapa asyik ?”

“Kita bisa berbagi rasa, supaya hubungan kita lebih dekat. Jangan cuma antara manager dengan owner. “

“Mmm ... gak tau juga. Soalnya selama hidup menjanda, aku tak pernah dekat dengan cowok mana pun. “

“Tapi kalau denganku harus dekat dong. Supaya kamu lebih profesional lagi bekerjanya nanti. “

“Iyalah. Aku mau dekat denganmu, agar masa depanku lebih diperhatikan oleh Boss. Emwuaaaaah .... “ lagi - lagi Charlita mengakhiri ucapannya dengan kecupan hangat di pipi kiriku.

“Sip deh, “ cetusku di belakang setir, “Soal masa depanmu, jangan takut. Pasti akan kuperhatikan. Pokoknya semua orang yang dekat denganku, pasti mandapat jaminan masa depan yang takkan mengecewakan. Yang penting jujur dan ulet. “

“Dan rajin mendekati boss ya ... mwuaaaah ... mwuaaaah .... mwuaaaah ... “ Charlita mengecup pipi kiriku lagi ... tiga kali ... !

Charlita telah membuka jalan. Membuatku takkan ragu untuk melangkah lebih jauh lagi.

Maka tangan kiriku pun mulai menangkap lutut kanan Charlita yang terbuka di bawah celana pendek jeansnya.

“Seperti apa ya kamu kalau sudah telanjang ?” tanyaku sambil menahan tawa.

“Kan nanti juga bakal kelihatan semua, “ sahutnya.

Triiiiing .... ! Kontolku mendadak ngaceng di balik celana jeans dan celana dalamku.

“Itunya dicukur nggak ?”

“Apanya yang dicukur ?”

“Memeknya. “

“Hihihiiii ... cuma digunting dan dirapikan. Nggak pernah dibotakin. Takut kelihatan gersang ... malah seperti tahu pecah kebanting. Hihihihiiii... ”

“Mmmm ... kebayang ... “

“Kebayang apa ?”

“Kebayang waktu kujilatin. “

“Apanya yang dijilatin ?”

“Memekmu. “

“Iiiiihhh ... omonganmu bikin aku langsung horny nih, “ cetus Charlita sambil mencubit lengan kiriku.

Pada saat itu mobilku sudah memasuki Gombong.

“Kita makan dulu ya. Aku lapar. “

“Iya Boss. Aku juga lapar. Padahal tadi sudah sarapan pagi. “

Lalu aku mencari rumah makan, entah rumah makan mana yang enak makanannya. Akhirnya asal - asalan milih saja. Yang penting perut lapar diisi dulu.

Pada waktu sedang makan, sikap Charlita jauh berubah. Jadi begitu jinak dan seolah mau merapat terus padaku.

Sehingga akhirnya aku berkata setengah berbisik, “Bagaimana kalau kita cek in aja di hotel yang ada di sini ? “

“Terus meninjau lokasinya kapan ?”

Kujawab dengan bisikan, “Sekarang ini dirimu lebih penting daripada penggarapan tanah itu. Meninjau lokasi kan bisa sore atau besok pagi sekalian. “

“Terus mau nginep di hotel nanti malam ?”

“Iya ... bagaimana ?”

“Terserah kamu, “ sahut Charlita yang disambung dengan bisikan, “Aku juga lagi horny berat. Tadi ngomongnya menjurus ke sana terus sih. “

“Ya udah. Kalau gak salah di kota kecil ini ada hotel bagus kok. “

“Iya, “ Charlita mengangguk sambil tersenyum. Membuatku semakin bergairah untuk merasakan kehangatannya.

Setelah membayar makanan yang kami santap, kujalankan mobilku perlahan - lahan. Menyelidik hotel demi hotel yang kami lewati. Sampai akhirnya kubelokkan mobilku ke pelataran parkir sebuah hotel berbintang, entah bintang tiga entah bintang empat.

Kali ini yang terpenting bagiku adalah menikmati kehangatan Charlita ... !

Tampaknya Charlita pun tidak berbasa - basi waktu menyatakan horny tadi. Karena begitu berada di dalam kamar yang sudah kubooking, dia langsung melingkarkan lengannya di leherku, lalu mencium bibirku dengan lahapnya.

“Kamu ini manis Ta, “ ucapku setelah melepaskan ciuman dan lumatan Charlita.

“Justru kamu yang punya daya pesona luar biasa. Bukan hanya ganteng aja. Bahkan waktu masih sama - sama kuliah, kamu terkenal sebagai mahasiswa terganteng di kampus., “ sahut Charlita sambil memegang kedua tanganku dengan senyum manisnya yang membuatku terlongong.

Charlita itu bertubuh tinggi langsing. Namun meski belum melihatnya secara terbuka, aku yakin toketnya gede. Sementara bokongnya proporsional, tidak terlalu gede tapi tidak juga kecil tepos. Pasti bentuknya indah sekali setelah telanjang bulat nanti.

“Beneran pengen melihatku telanjang ?” tanya Charlita dengan mata bergoyang perlahan.

“Iya, “ sahutku, “Makanya aku ngajak cek in ke sini juga karena ingin melihatmu telanjang. “

“Tapi jangan bocorin ke teman - teman nanti. Sejak menjanda, baru sekali ini aku merasa siap untuk diapa apain juga oleh seorang cowok. Ini karena ingin dekat saja denganmu, karena kamu itu selain bakal jadi bossku ... juga ganteng sekali, “ ucapnya sambil melepaskan jaket kulitnya. Lalu tampak pakaian di balik jaket kulit itu, bukan blouse tapi sesuatu yang mirip kaus singlet tapi terbuat dari jeans. Lalu ia pun melepaskan celana pendek jeans yang ujungnya compang camping dan ada bolong - bolongnya segala itu. Dan singlet jeans itu pun dilepaskan. Ternyata ia tidak mengenakan beha di baliknya, sehingga aku bisa membuktikan bahwa sepasang toketnya memang gede dan ... indah sekali bentuknya.

“Wooow ... toketmu ini sangat indah bentuknya ... “ cetusku sambil memegang toket gede itu dengan hati - hati, karena tak mau disebut cowok kasar.

“Bona sendiri mau pakaian lengkap terus ?” tanyanya sambil mencubit lenganku.

“Pengen liat memekmu dulu. Hehehee ... “ sahutku sambil melepaskan jaket dan baju kausku. Pada saat aku melepaskan sepatu dan celana jeansku, Charlita sedang melepaskan celana dalamnya, sehingga telanjang bulatlah teman kuliahku yang sudah sama - sama insinyur pertanian itu.

Ooo ... betapa indahnya tubuh Charlita itu ... membuatku terbengong - bengong.

Ketika melihat celana dalamku masih melekat di badanku, Charlita berjongkok di depanku sambil menurunkan celana dalamku, sampai terlepas dari sepasang kakiku.

Toiiiiiiing .... kontolku langsung bergoyang - goyang dalam keadaan ngaceng berat di depan mata Charlita yang sedang melotot kaget. Dan ia memegangnya sambil berseru perlahan, “Wow ... ini penis manusia apa kontol kuda ?”

Charlita tak cuma memegangnya saja. Tapi juga menciumi leher dan moncong kontolku. Bahkan menjilatinya juga dengan tangan agak gemetaran.

Tapi aku tidak ingin dioral. Karena dalam suasana nafsu birahiku sedang menggebu - gebu begini, bisa cepat ngecrot kalau dioral oleh teman seangkatanku itu.

Maka kutarik kedua lengan Charlita ke atas, agar dia berdiri dan kudesakkan badannya ke atas bed.

Lalu mulutku langsung menyeruduk ke memek berjembut pendek - pendek itu, dengan gairah birahi yang semakin menggila.

Kungangakan mulut vagina cantik itu sampai tampak bagian dalamnya yang kemerahan dan mengkilap itu, lalu kujilati bagian kemerahan yang empuk dan hangat itu. Dengan geliat nafsu yang semakin menagih - nagih.

“Booonaaa ... aaaaa ... aaaa ... aaaaahhh ... aku serasa bermimpi Bon ... bahwa kamu yang dahulu terkenal dingin itu ... sekarang begini dekatnya denganku ... aaaaaah ... kamu pandai sekali menjilati memek Booon ... iaaaa ... aaaaaah .....aaaaa ... aaaaah ... Booooo .... naaaa .... Booo ... naaaaaaa .....” desah dan rintih Charlita dengan sepasang paha membuka lebar, sehingga aku semakin leluasa menjilati bagian dalam memeknya.

Bahkan kemudian kugencarkan jilatanku pada itilnya yang tampak menonjol dan agak mengeras itu.

“Aaaaaaa ..... aaaaaaaaaah .... kalau itilku sudah dijilati begini ... pasti aku akan cepat basah Booon .... tapi ...aaaaah ... enak sekali Booon .... jangan terlalu lama Bon ... ini sudah basah sekali ... masukin aja kontolmuuuu ... pake kontol ajaaa ... pake kontol ajaaaaa .... !”

Memang celah memek Charlita dengan cepat sekali basahnya. Sehingga aku pun tak mau buang - buang waktu lagi. Kuletakkan moncong kontolku di celah memek teman seangkatanku itu. Lalu kudorong sekuatnya. Dan ... mulai melesak sampai leher kontolku. Kudorong lagi sekuatnya ... ya ... sekuatnya ... blesssss ... membenam lebih dari separuhnya.

Charlita pun mendesis, “Anjriiiiitttt ... kontolmu terasa seret gini masuknya ... oooohhhh ... mimpi apa aku semalam ya ? Aaaa ... aaa ... aaaaaah ...... aaaaaa ... “

Charlita terdiam ketika kontolku mulai kuayun di dalam liang memeknya yang sudah sangat licin ini. Cuma memeluk leherku yang ia lakukan, sambil mengangkat kedua kakinya ... lalu sepasang kaki putih mulus itu melingkari pinggangku.

Sambil meremas sepasang toket yang bulat - bulat seperti buah melon itu, aku pun langsung mmepercepat entotanku sampai batas kecepatan standar.

Charlita pun memagut bibirku ke dalam lumatan hangatnya.

Aku tak mempedulikan itu. Biarlah dia melumat bibir dan terkadang menyedot lidahku ke dalam mulutnya, sementara aku mulai asyik merasakan nikmatnya liang memek Charlita yang sempit tapi licin ini.

Setelah ciuman dan lumatannya terlepas, giliran mulutku yang beraksi. Menjilati leher jenjangnya yang mulai keringatan, sementara tangan kiriku asyik meremas - remas toket kanannya yang masih kenyal padat ini.

Charlita pun mulai merengek p- rengek erotis, “Entot terus sepuasmu Booon ... kontolmu luar biasa ... membuatku seperti melayang - layang gini ... entottt terussss ... entoooottttt ... entoooooootttt ... iyaaaaa .. iyaaaa ... aaaaaa ... aaaaah ... entooootttttttttt .... tubuhku sudah menjadi milikmu sekarang Bon ... entotlah memekku sepuasmu ... Bonaaaaaa ... ini luar biasa Booon ... aku gak nyangka bakal terjadi iniiii .... oooohhhhh ... makin lama makin enaaaaak ... entooot terusssss ... Booonaaaaaa .... “

Rintihan dan rengekan manja Charlita berbaur dengan dengus - dengus nafasku. Begitu lama aku melakukannya. Sampai pada suatu saat terdengar suara Charlita terengah, “Bona ... aku ... aku sudah mau lepassss ... aaaaaaaah .... entot terusss Booon ... aku mau lepas ... “

“Lepasin aja ... aku seneng menikmati cewek yang sedang orgasme ... “ sahutku sambil mempercepat entotanku.

Charlita pun berkelojotan. Lalu mengejang sambil memejamkan matanya, dengan nafas tertahan. Aku pun sudah menancapkan kontolku sedalam mungkin, sampai terasa sudah menabrak dasar liang memek Charlita. Lalu kudiamkan kontolku, sambil merasakan kedat - kedut liang memek teman seangkatanku itu.

Lalu tubuh Charlita melemas. Matanya pun terbuka. Menatapku dengan sorot jinak. Dan berkata lirih, “Terima kasih Bon. Sudah lima tahun aku tak pernah disentuh cowok. Sekalinya nemu, terlalu enak. Sehingga aku gak kuat nahan lama - lama. “

“Sejak kapan kamu jadi janda ?” tanyaku tiba - tiba kepo.

“Sebelum jadi mahasiswi aku sudah janda. “

“Ohya ? Memangnya umur berapa kamu kawin ?”

“Begitu tamat SMA aku dikawinkan sama orang tuaku, karena kuatir hubungan dengan pacar terlihat rapat sekali. Tapi usia perkawinanku hanya berlangsung setahun. AKu tidak kuat lagi jadi istrinya. “

“Emangnya kenapa mantan suamimu itu ?”

“KDRT terus. Pencemburu pula. Kalau sudah ngamuk, aku babak belur dibuatnya. “

“Hmm ... seharusnya seorang suami melindungi istrinya ya. “

“Iya ... tapi sudahlah. Aku sudah move on kok. Apalagi sekarang ... seandainya aku masih gadis sih pasti aku minta kawin sama kamu. “

“Kan ini juga lagi kawin. “

“Iiiiih ... ayo lanjutin lagi. Kamu belum ngecrot kan ?”

“Belum. Masih jauh. “

“Ya udah ... entotin lagi, “ kata Charlita sambil menepuk - nepuk pantatku yang sejak tadi dipeganginya.

Aku tersenyum. Lalu melanjutkan lagi entotanku yang terhenti beberapa menit barusan.

“Memekmu enak sekali, “ ucapku sambil mengayun kontolku dalam gerakan perlahan di dalam liang memek Charlita yang terasa becek karena habis orgasme tadi.

“Enak apa ? Becek gini dibilang enak, “ Charlita mendelik.

“Becek lantaran abis orgasme justru aku suka, “ sahutku sambil menjilati ketiak Charlita yang harum deodorant.

“Hihihihiiii ... dijilatin ketek gini sih aku gak nahan ... geli sekali Bon ... geli ... geliiiiii ... aaa ... aaaaaaaaah Bonaaaa ... geli tapi enak Bon ... aaaaaah ... iya .... jilatin terus deh ketekku ... aaaaah ... aaaaah ... enak Bon ... aaaah ... gak lama juga bakalan lepas lagi kalau gini sih ... “

Sambil menjilati ketiak Charlita, aku pun mempercepat entotanku. Seolah mesin pompa yang sedang bekerja ... maju mundur dan maju mundur terus di dalam liang memek Charlita.

Banyak lagi yang bisa dilakukan oleh mulutku. Terkadang kujilati leher jenjangnya yang sudah basah oleh keringat. di saat lain kujilati telinganya, kelopak matanya, pentil toketnya. Bahkan terkadang kusedot - sedot pentil toketnya yang tegang itu. Sementara moncong kontolku terus - terusan menyundul - nyundul dasar liang memek Charlita.

Aku memang ingin memperlihatkan keperkasaanku. Charlita sampai orgasme dan orgasme dan orgasme lagi ... sementara aku masih bertahan di atas perutnya. Padahal keringat sudah membanjiri tubuhku.

Sampai akhirnya, setelah Charlita orgasme lebih dari tiga kali, aku pun menancapkan kontolku sedalam mungkin. Sambil memuntahkan lendir kenikmatanku.

Crot ... croooooooooooottttttt ... crotcrottttt ... croooooootttttt ... crooooooooooootttttt ... !

Aku mengelojot, lalu terkulai di atas perut Charlita.

“Gila ... lebih dari sejam kamu ngentot aku ... luar biasa ... “ ucap Charlita sambil memijat hidungku, “tapi kenapa dilepasin di dalam ? Nanti kalau aku hamil gimana ?”

“Bukannya kepengen merasakan bahagianya punya anak ?”

“Jangan dulu lah. Kan aku mau ngerjain tanahmu. Kalau perut buncit, gimana bisa bekerja hilir mudik di tanah seluas itu ?”

“Yang bekerja kan buruh tani. Kamu kan bertugas untuk mengarahkan dan mengawai aja. “

“Tapi aku belum mau hamil dulu Bon. “

“Iya deh, “ kataku sambil mencabut kontolku dari liang memek Charlita, “aku punya pil kontrasepsi kok. Tenang aja. “

Kemudian kukeluarkan 1 strip pil anti hamil dari dalam dompetku. Kemudian menyerahkannya kepada Charlita.

“Wah ... kamu nyiapin pil kontrasepsi segala rupanya, “ ucap Charlita dengan wajah ceria lagi. Lalu ditelannya sebutir pil itu, didorong oleh air mineral gelas yang disediakan hotel di meja kecil dekat bed.

“Sekarang masih kuat nyetir untuk melanjutkan perjalanan ke lokasi ?” tanya Charlita.

“Kuat lah. Tapi harus mandi dulu, biar badan seger. “

“Aku juga pengen mandi. “

“Ya ayo kita mandi bareng, laksana pengantin sehabis ewean di malam pertama. Hihihihihiiiii .... “

Lalu kami mandi bareng. Sambil saling menyabuni.

Dalam keadaan seperti ini, selalu saja nafsuku bangkit lagi. Charlita juga tahu itu. “Iiiih ... kontolmu kok ngaceng lagi Bon ?!” ucapnya ketika aku sedang menyabuninya.

“Iya. Pengen dientotin ke memekmu ini lagi, “ sahutku.

“Urus dulu bisnis dong. Kata kamu di lokasi juga ada pondok yang kosong - kosong kan ?”

“Iya. Mau berusaha sabar deh. Nanti kalau sudah selesai urus masalah tanah yang harus direhabilitasi itu, kamu akan kuentot sepanjang malam sampai besok pagi. Sanggup ?”

Charlita melingkarkan lengannya di leherku. Menatapku sambil tersenyum dan berkata, “Apa pun yang kamu inginkan, pasti kukabulkan. Karena aku sudah menjadi milikmu, Pangeran ... “

Aku cuma tersenyum, sementara batinku sedang berbincang dengan diriku sendiri. Bahwa aku sudah mulai “melahap” wanita yang di luar keluargaku. Tapi aku memang bukan penganut incestis. Lebih tepatnya, mungkin aku ini bisa digolongkan sebagai hewan pemakan segalanya … seperti tikus mungkin. Kalau tiada makanan, plastik pun dilahap. Hahahahaaaaa …..



Beberapa saat kemudian, kami sudah berada di dalam mobil lagi. Mobil yang kularikan dengan cepat menuju Banjar.

“Kalau aku belum punya calon istri, pasti aku akan menikahimu, “ kataku pada suatu saat.

Dengan tenang Charlita menjawab, “Nggak usah dinikahi juga gak apa - apa. Asalkan nasibku diperhatikan aja. “

“Kamu mau kujadikan simpanan ?” tanyaku.

“Mau. Jadi simpanan Big Boss kan keren. “

“Emangnya kamu bisa setia padaku walau pun tidak kunikahi ?”

“Soal kesetiaan sih jangan diragukan lagi. Bunuh aja aku kalaju sampai aku nyeleweng nanti. Pokoknya aku hanya akan mencintai dirimu seorang di dunia ini. “

“Tapi aku sendiri takkan bisa seperti itu. Cintaku pasti akan terbagi - bagi. “

“Ngak apa - apa. Lelaki kan memang biasa begitu. Beda lagi dengan perempuan. “

Sambil ngobrol begini, tanpa terasa perbatasan Jateng - Jabar pun kami lalui.

Ketika kota Banjar masih jauh, Charlita memperingatkanku, “Kurangi kecepatannya Bon. Sebentar lagi ada belokan ke kanan. Lokasinya terletak di situ. “

Kuikuti petunjuk Charlita. Tak lama kemudian aku sudah membelokkan mobil ke kanan, ke jalan yang belum diaspal.

“Kalau tau begini jalannya, aku pakai jeep tadi, “ kataku.

“Jalannya masih tanah. Tapi kan nggak ada batu - batunya Bon. “

“Iya. Tapi kalau hujan pasti becek. Kalau memekmu yang becek malah enak. Hahahaaaa ... “

“Kamu seneng memek becek ya ?”

“Kalau becek setelah orgasme sih suka sekali. “

“Hihihiiii ... makanya sering - sering aja kamu bikin aku orga ya. “

“Iya. Memekmu enak kok. “

Tiba - tiba kulihat seorang lelaki setengah baya menyetop mobilku.

Aku pun menghentikan mobilku. Lelaki itu menghampiri mobilku.

Kubuka kaca jendela mobil dan bertanya pada lelaki itu, “Mang Gofur ?”

“Iya Den. Ini putra Ibu Boss kan ?”

“Iya. Aku anak Bu Lies Mang. “

“Owh ... iya ... iya ... tadi Bu Boss sudah nelepon saya. Beliau bilang putranya akan datang ke sini.Silakan mobilnya diparkir di sana Den, “ ucapnya sambil menunjuk ke depan pos keamanan yang tidak ada penjaganya.

Setelah memarkir mobil, aku dan Charlita turun dari mobil. Kemudian mengikuti langkah Mang Gofur ke arah batas tanah punya Mamie.

“Di sini batas baratnya Den, “ kata Mang Gofur, “Pokoknya untuk mengetahui batas tanah punya Bu Boss gampang. Karena batasnya ditandai dengan pohon pisang semua. “

“Iya Mang. terima kasih, “sahutku sambil memegang bahu Charlita, “Nanti ibu insinyur ini yang akan memimpin di sini, untuk mengadakan pembaruan tanaman di tanah punya ibuku ini Mang. “

“Oh iya ... iyaaaa ... sakarang begini keadaannya. Kayak hutan aja Den. “

“Iya. Kalau tanah dibiarkan tidak produktif terus seperti ini, bisa - bisa negara mengambil alih. Karena tanah ini kan harus bayar sewanya ke negara. “

“Iya Den ... iyaaa ... “

“Kami mau survey dulu ya Mang. “

“Baik Den. Apa saya diperlukan untuk mengantar ?”

“Nggak usah Mang. Kan ada denahnya yang dipegang oleh ibu insinyur ini. Ohya, ini ada titipan dari ibuku, “ kataku sambil mengeluarkan amplop besar berwarna coklat muda, berisi uang untuk mang Gofur.

Mang Gofur menerima dan membuka amplop besar itu. Lalu berkata, “Waaaah ... terima kasih Den. Terima kasiiih .... “

Kemudian aku dan Charlita melangkah masuk ke lahan yang sudah seperti hutan ini.

“Mungkin pohon - pohon yang tidak berguna harus ditebang semua nanti, “ kata Charlita yang berjalan sambil menggandeng pinggangku.

“Lakukan apa pun yang kamu anggap positif nanti, “ sahutku.

Setelah beberapa saat melangkah di atas tanah yang sudah seperti hutan ini, kulihat ada beberapa bangunan seperti perumahan sederhana. Aku pernah mendengar dari Mamie bahwa di lahan ini memang ada perumahan untuk buruh yang sudah ditinggalkan. Ada sebuah mobil pick up tua pula yang sudah tidak dipakai lagi.

“Nanti kalau sudah merekrut buruh tani, rumah - rumah itu bisa direnovasi semua, “ kataku.

“Wah bakal banyak proyek dong aku nanti, “ sahut Charlita sambil tersenyum.

Kusahut, “Pohon kayu yang ditebangi kan bisa dipakai bahan bangunan atau kayu bakar. Tergantung jenis kayunya, ada yang bisa dijadikan bahan bangunan, ada juga yang hanya layak untuk kayu bakar. Lalu kayunya dijual. Duit hasil penualannya bisa dipakai untuk merenovasi perumahan untuk buruh nanti kan ?”

“Iya ... iya Boss. “

“Terus ... di mana kita bisa bersetubuh lagi ya ? Apa di atas mobil pick up itu ?“

“Iiiih ... banyak debu gitu. “

“Ngentot sambil berdiri di bawah pohon beringin itu mau ?”

“Hihihihiii ... ayo deh. Mendingan sambil berdiri daripada di tempat yang banyak debu sih. “

Lalu kami melangkah ke bawah pohon beringin raksasa itu. Dengan nafsu birahi yang mulai berkobar lagi.

Di bawah pohon beringin itu kami tidak telanjang. Hanya memelorotkan celana jeans dan celana dalam kami. Lalu kami bersetubuh dalam posisi berdiri. Tanpa peduli kalau ada orang memergoki kami. Karena nafsu sudah bergolak sampai di ubun ubun.

Ya, si pemakan segala sedang ngentot sambil berdiri di bawah pohon beringin raksasa ini. Dan aku tidak menganggapnya murahan. Justru apa yang sedang kami lakukan ini menimbulkan sensasi yang fantastis ….
 
Part 11

Sebenarnya aku merasa letih juga. Habis nyetir dari pinggiran Solo ke Banjar. Lalu bersetubuh di hotel dan di lokasi tanah Mamie sekali lagi. Tapi aku merasa kasihan juga kalau melepaskan Charlita begitu saja tanpa diantarkan ke rumahnya. Terlebih menurut keterangan Charlita, rumahnya hanya sekitar tigapuluh kilometer dari lokasi lahan yang akan digarap dan dipimpin olehnya itu.
Maka kuantarkan juga Charlita ke rumahnya yang memang tidak jauh dari lokasi lahan yang akan dipimpinnya itu.
Dengan kecepatan nyantai, tidak sampai 2 jam mobilku sudah tiba di depan sebuah rumah mungil, ketika hari sudah mulai gelap.
“Itulah rumahku, “ kata Charlita sebelum turun dari mobilku, “Ayo masuk dulu Bon ... sekalian kukenalkan pada mamaku. Mau nginep di rumahku juga boleh. Tapi beginilah keadaannya ... rumah kecil yang sudah tua pula. “
Aku pun turun dari mobil, mengikuti langkah Charlita menuju teras depan rumahnya, lalu masuk ke dalam.
Seorang wanita setengah baya muncul di ruang tamu.
“Boss ... ini Mama, “ kata Charlita sambil memegang pinggang ibunya.
“Ini yang Tata bilang teman kuliah yang sekarang jadi boss Tata ?” tanya wanita itu sebelum berjabatan tangan denganku.
“Hehehe ... nama saya Bona Bu, “ ucapku pada waktu berjabatan tangan dengan wanita yang tampak lebih muda daripada Mamie itu, tapi masih kelihatan cantik sekali. Kenapa kecantikannya tidak menurun kepada Charlita ya ? Charlita bisa disebut manis, tapi tidak secantik ibunya.
“Hermin .... “ kata wanita itu waktu berjabatan tangan denganku, “Silakan duduk Nak Bona. “
Aku pun duduk di sofa ruang tamu.
Bu Hermin menoleh kepada Charlita dan berkata, “Tata ... tadi ada Yeni ke sini. Dia bilang kalau kamu sudah datang, ditunggu di rumahnya. Penting sekali, katanya. “
“Ohya ?! Kalau begitu aku mau ke rumahnya sebentar. Bisa nunggu sebentar di sini ?” tanya Charlita padaku.
“Oke, “ aku mengangguk.
Charlita masuk ke dalam. Dan keluar lagi sudah mengenakan daster batik. Lalu melangkah keluar dari pintu depan.
“Yeni itu sahabat karib Tata. Dia mau menikah minggu depan. Mungkin ingin dibantu oleh Tata untuk mengurus pernikahannya, “ kata Bu Hermin setelah Charlita berlalu.
“Ogitu ya ... “
“Tinggalnya di Jogja ?” tanyanya.
“Saya tinggal di daerah Solo. Tapi dari Solo juga masih jauh lagi ke utara Bu. Di pedesaan sih. “
“Di pedesaan kalau sudah tajir sih gakpapa. Mmm ... sebenarnya lusa mama juga mau ke Jogja, “ kata Bu Hermin membahasakan dirinya “mama”.
Dan entah kenapa ... diam - diam aku mengagumi ibunya Charlita itu yang begitu cantik, meski usianya tidak muda lagi.
“Ada urusan apa ke Jogja Bu ?” tanyaku, tetap memanggil “Bu” padanya.
“Mau belanja. Kan mama suka masukkan pakaian ke pasar dan toko - toko di sini. Belanjanya dari Jogja. “
“O begitu. Di Jogja belanja di mana ?”
“Ah, di pasar Beringharjo aja. “
“Padahal saya tau pabrik yang memproduksi pakaian di Jogja. Di situ juga bisa beli secara kodian. Saya yakin harganya lebih murah daripada di pasar. “
“Tapi mama gak tau alamatnya. Lagian mama kalau ke Jogja cuma tau Malioboro dan pasar Beringharjo aja. “
“Kalau gitu biar saya antar aja nanti. Ibu bisa telepon saya kalau sudah tiba di Jogja. Nanti saya jemput Ibu di terminal atau di stasiun kereta api. Gimana ?”
“Ngerepotin nggak ?”
“Nggak Bu. Saya nyantai kok orangnya. Kita tukaran nomor hape aja sekarang. “
“Boleh ... ini nomor mama, “ kata Bu Hermin sambil menyebutkan nomor hapenya.
Lalu nomor itu ku-misscall dari hapeku sambil berkata, “Itu nomor saya Bu. “
“Terima kasih sebelumnya ya. Tapi jangan ngomong - ngomong sama Tata. Takut dia marah karena mama mau ngerepotin bossnya. “
“Iya Bu. Tenang aja Bu. Ohya ... nanti di Jogja mau nginep ?”
“Tergantung kebutuhannya.. mama kadang suka nginep di Jogja, kadang pulang hari. “
“Kalau nginep di mana ?”
“Di losmen yang murah aja, asalkan nggak jauh dari Malioboro. “
“Lusa kalau mau nginep, Ibu akan saya tempatkan di hotel yang bagus dan dekat Malioboro juga. “
“Tuh jadi tambah ngerepotin lagi. Mama gak enak hati jadinya. “
“Nggak ngerepotin Bu. Saya punya jatah hotel gratis. Daripada jatahnya nggak dipakai, kan mendingan digunakan untuk menyamankan hati Ibu, “ kataku berbohong. Mana ada hotel mau ngasih gratis padaku yang bukan pejabat ini ?
“Panggil mama aja deh. Jangan ibu - ibuan. Nak Bona kan teman Charlita, jadi wajar kalau manggil mama. “
Lalu kami ngbrol. Tentang ayah Charlita yang sudah meninggal lima tahun yang lalu. Tentang kehidupan Mama Hermin yang terpaksa harus nyari duit sendiri semenjak suaminya meninggal.
Banyak lagi yang kami obrolkan. Kami pun bersepakat, bahwa lusa akan berjumpa di Jogja dan akan merahasiakannya kepada Charlita.
Tak lama kemudian Charlita pulang. Laporan kepada ibunya bahwa pada hari Minggu mendatang dia harus jadi penerima tamu di nikahan teman karibnya.
Aku pun pamitan pulang, karena hari sudah semakin malam.
Anehnya, di sepanjang jalan menuju rumah Mamie, terawanganku digelayuti oleh bayang - bayang Mama Hermin terus.
Di mataku, Mama Hermin itu luar biasa cantiknya. Bahkan dibandingkan dengan Charlita pun Mama Hermin jauh lebih cantik. Padahal Charlita jauh lebih muda. Tapi kenapa sosok Mama Hermin jauh lebih menarik bagiku ?
Apakah aku ini penggila wanita STW ?
Tapi tidak semua wanita STW kugilai. Dan khusus tentang mama Hermin yang tinggi langsing dan berkulit putih mulus itu ... memang mengugahkan birahiku.
Lalu bisakah aku memilikinya ?
Entahlah.
Yang jelas di belakang setir aku membayangkan Mama Hermin terus. Begitu cantik dan seksinya Mama Hermin di mataku. Tapi mungkinkah aku bisa mendapatkannya ?
Entahlah. tadi aku merasa masih gelap. Karena tidak melihat gejala - gejala “khusus” selain keramahan dan murah senyumnya. Dan sikap itu mungkin karena ingin supel saja di mataku sebagai teman anaknya.
Setibanya di rumah, hari sudah lewat tengah malam. Karena itu aku masuk ke dalam kamarku dan langsung tidur nyenyak. Namun gilanya ... di dalam tidurku datang mimpi gila itu. Mimpi menyetubuhi Mama Hermin ... sehingga waktu bangun paginya, kudapati celanaku basah ... !
Usiaku sudah hampir 24 tahun, masih mimpi begituan ?!
Selesai sarapan pagi, aku langsung on the road lagi, menuju Jogja. Untuk membeli segala jenis furniture dan perabotan rumah selengkap mungkin. Untuk mengisi rumah baru yang sudah kubayar di perumahan elit itu. Semuanya akan dikirim pagi itu juga ke alamat rumah yang akan dihuni oleh Tante Tari dan Tante Artini itu.
Setelah semuanya dikirim dan dipasang oleh tukangnya masing - masing, aku memikirkannya beberapa saat. Mengingat - ingat apakah masih ada yang kurang ?
Setelah merasa sudah lengkap, aku pulang ke rumah Mamie ketika hari sudah jam enam sore. Dan tiba di rumah Mamie jam sembilan malam, karena mampir dulu ke toko peralatan komputer.
Langsung aku laporan kepada Tante Tari. Bahwa rumah itu sudah lengkap perabotannya, termasuk perabotan kitchennya.
“Kalau mau dilihat sekarang aja, karena kalau besok aku akan sibuk seharian mengurus lahan Mamie yang di dekat perbatasan Jabar - Jateng itu. “
“Biar menyenangkan semuanya, tunggu sampai kesibukanmu reda aja Sayang, “ sahut Tante Tari sambil mencium pipiku, “aku gak keburu - buru kok. Di sini malah terasa nyaman bisa kumpul sama saudara. “
Maka malam itu aku istirahat lagi sepuasnya. Tanpa sex sama sekali. Karena besok pagi aku harus berangkat ke Jogja lagi, untuk menjemput Mama Hermin ... kalau dia jadi berangkat ke Jogja.
Agar tidak kesal menunggu call dari Mama Hermin, aku stand by di rumah Tante Tari itu. Rumah yang Tante Tari sendiri belum melihatnya. Dan dibeli atas namaku, seperti yang Tante Tari inginkan.
Dalam masalah duit, mungkin aku ini tergolong sangat jujur. Tak pernah mengganggu hak orang lain. Tapi dalam masalah perempuan, mungkin aku ini termasuk kurang jujur.
Kenapa kuakui bahwa dalam masalah perempuan aku ini kurang jujur ?
Karena ketika stand by di rumah Tante Tari itu, terlintas di dalam pikiranku untuk membawa Mama Hermin ke sini. Tanpa harus cek in di hotel segala.
Tapi setelah dipikir - pikir, nantinya malah merepotkanku sendiri. Karena aku harus melenyapkan segala “jejak” Mama Hermin sebelum Tante Tari dibawa ke rumah ini.
Tiba - tiba handphoneku berdering. Ternyata call dari Mama Hermin ... !
“Yaaa ... selamat pagi Mama ... “
“Selamat pagi juga. Sekadar mau laporan, ini mama sudah dekat ke Jogja. Nanti kalau mama nunggu di depan kantor pos aja gimana ? Apa gak merepotkan Nak Bona ?”
“Iya Mama. Aku akan langsung menuju ke situ sekarang, “ sahutku sambil bergegas menghidupkan mesin mobilku dan kupaksakan meluncur menuju kantor pos seperti yang disebut oleh Mama Hermin tadi. Di jalan aku pun menyempatkan diri untuk menghubungi hotel ... hotel yang pernah kupakai untuk mengambil keperawanan Mbak Rina dan Mbak Lidya itu. Untuk booking. Dan biayanya kutransfer langsung lewat mobile bank dari hapeku. Kebagian kamar di lantai lima.
Tak lama kemudian aku tiba di depan kantor pos.
Ternyata Mama Hermin sudah menungguku dalam pakaian yang aduhai. Celana legging hitam yang ketat dan fullover putih yang ketat ketat juga. Sehingga membuatku terpana sesaat, karena begitu seksinya Mama Hermin di mataku.
Bergegas aku turun dari mobil, untuk membukakan pintu depan kiri. Setelah Mama Hermin duduk di depan kiri, bergegas aku masuk ke belakang setir.
“Agak lama ya nunggu barusan ? Maklum jalanan lagi macet, “ kataku sambil menjalankan mobilku kembali.
“Gak lama, paling juga sepuluh menitan Nak, “ sahut Mama Hermin.
“Panggil namaku langsung aja Ma. Biar lebih akrab. “
“Masa boss anak mama dipanggil nama langsung ?”
“Heheheee ... jangan mengingat ke sana deh. Sekarang aku mau habiskan waktu khusus untuk Mama. Kalau perlu, sampai besok malam juga boleh. “
“Wah ... ngapain lama - lama banget ? Rumah nggak ada yang nungguin Nak, eh Bon. “
“Tata sudah berangkat ke Banjar ?”
“Sudah, kemaren. Dia kelihatan sangat bersemangat mendapatkan pekerjaan dari Bona itu. “
“Mmm ... barusan aku sampai bengong melihat Mama berdiri di depan kantor pos. “
“Kenapa ?”
“Mama kelihatan cantik sekali. Kenapa kecantikan Mama tidak menurun ke Charlita ya ?”
“Ah ... Bona bisa aja. Masa sudah tua dibilang cantik. “
“Aku bicara sejujurnya lho. Kalau dibandingkan dengan Mama, Charlita itu kalah jauh. “
“Tata kan menuruni tampang ayahnya. “
“O, pantesan. Makanya waktu aku sedang berada di rumah Mama, aku mikir ... kenapa kecantikan Mama gak nurun pada Charlita ya ?”
“Mmm ... Bona juga ganteng sekali kok. “
“Berarti nyambung dong. Yang ganteng harus sama yang cantik. “
“Masa sih ?! Mama kan udah tua Bon. “
“Boleh aku terus terang ?”
“Soal apa ?”
“ Sebenarnya aku ini pengagum wanita setengah baya seperti Mama ini. “
Tiba - tiba Mama Hermin memegang tangan kiriku sambil berkata, “Yang bener nih. Jangan bikin mama ge - er dong ... “
“Aku serius Mama. Nanti di pusat penjualan pakaian itu, silakan Mama ambil semua pakaian yang diperkirakan laku. Aku yang akan bayar semuanya. Hitung - hitung ngasih modal aja sama Mama. “
“Duh duh duuuh ... kalau modal sih memang mama kekurangan Bon. Terima kasih sebelumnya ya. Terus setelah belanja di pusatnya itu ke mana mama mau dibawa ?”
“Ke hotel bintang lima seperti yang kukatakan di rumah Mama. “
“Terus sekarang mau ke mana ?”
“Ke pusat penjualan pakaian yang biasa disebut factory outlet itu Mama. “
Tiba - tiba Mama Hermin mendekatkan mulutnya ke telingaku. Dan berbisik, “Ke hotel aja dulu. Biar mama tenang belanjanya nanti. Kalau perlu, besok pagi aja belanjanya. Supaya mama bisa mikir dulu, jenis apa saja yang sekira laku dijual di kampung mama nanti. “
“Itu lebih baik Mam, “ ucapku sambil membelokkan arah mobil menuju hotel bintang lima itu.
“Tapi jangan ngomong apa - apa sama Tata nanti ya Bon. “
“Iya Mam. Soal itu sih dijamin bakal ditutup rapat - rapat kepada siapa pun. “
Tak lama kemudian, aku dan Mama Hermin sudah berada di dalam lift yang mengantarkan kami ke lantai lima. Mama Hermin terus - terusan menatapku dengan senyum manisnya.
Senyum manis itu pun tersungging lagi di bibir sensual Mama Hermin ketika kami sudah berada di dalam kamar yang sudah kubooking.
Lalu kami duduk berdampingan di sofa yang tak jauh dari bed.
“Mama tau gak ? Sepulangnya dari rumah Mama ... aku sampai mimpiin Mama lho, “ kataku sambil memegang tangan Mama.
“Mimpiin apa ?”
“Mimpiin begituan sama Mama. Besoknya ... celanaku basah. Hihihihiii ... “
“Mama akan wujudkan mimpi itu. Karena mama juga kagum berat sama Bona sejak pertama kali melihat boss Tata ini. Tapi mama kan tau diri, usia mama gak muda lagi. Makanya disimpan aja perasaan itu di dalam hati. “
“Jadi Mama sudah membayangkan kalau kita bakal sedekat ini ?”
“Ada sih bayangan itu ... tapi samar - samar. Karena mama pikir cuma khayalan yang gak tau diri. Masa cowok seganteng dan semuda ini mau sama mama ... “
“Yang samar - samar itu sekarang sudah jadi jelas ya Mam, “ ucapku sambil melingkarkan lengan di leher Mama Hermin.
Seperti tahu apa yang kuinginkan, Mama Hermin mendekatkan bibirnya ke bibirku, dengan tatapan sepasang mata bening yang indah dari jarak sangat dekat sekali pun. Aku menanggapinya cuma dengan senyum, karena ingin tahu apakah dia seagresif anaknya atau tidak. Ternyata dia memagut bibirku sambil memeluk leherku. Berarti dia seagresif Charlita ... !
Maka aku pun ingin lebih agresif lagi, karena semuanya ini sudah terbayangkan sejak dua malam yang lalu. Dengan menyelundupkan tanganku ke balik celana legging ketatnya. Mama Hermin reaktif juga. Menyadari aku sulit memasukkan tangan ke balik celana leggingnya, maka celana legging itu pu dipelorotkan sampai ke lututnya, sehingga dengan mudah aku menyelundupkan tanganku ke balik celana dalam putih bersihnya. Dan langsung menyentuh memeknya yang ternyata bersih dari jembut. Tadinya kupikir memeknya berjembut jauh lebih tebal daripada jembut Charlita. Tapi ternyata Mama Hermin ini STW gaul .... sehingga memeknya pun dibersihkan dari rambut ... !
Maka dengan penuh gairah kucolek - colek belahan memek yang masih bersembunyi di balik celana dalamnya itu.
Mama Hermin pun memagut dan melumat bibirku lagi, lebih lahap dari sebelumnya. Bahkan pada suatu saat ia berbisik, “Pindah ke atas tempat tidur aja yuk ... “
Aku mengangguk dan mengeluarkan tanganku dari balik celana dalamnya. Lalu membantu Mama Hermin melepaskan celana leggingnya. Bahkan aku pula yang melepaskan celana dalam putihnya. Sehingga tampaklah memeknya yang bersih dari jembut itu, seolah menantangku untuk menjilatinya. Tapi aku hanya menciuminya sebentar, karena Mama hermin mau melangkah ke bed.
Di pinggiran bed ia melepaskan fullover dan beha serba putihnya. Sehingga tampaklah sepasang toketnya yang tak kalah gede daripada toket Charlita ... !
Apakah semuanya ini terlalu cepat bagiku ? Tidak. Aku bahkan pernah punya pengalaman yang lebih cepat lagi dahulu, ketika aku masih tinggal bersama Papa dan Mama angkatku di Jogja. Dengan seorang wanita yang mengantarkan seorang pembantu untuk bekerja di rumah kami. Setelah kuperhatikan, wanita itu memang manis sekali. Maka kutawarkan jasaku untuk mengantarkannya pulang ke kampungnya di sekitar Jatingaleh Semarang. Wanita itu tampak senang. Lalu nemplok di boncengan motorku. Dan kuantarkan ke arah Semarang. Namun di Ungaran aku mengajaknya untuk mandi air panas mineral. Ia pun setuju. Dan di dalam kamar mandi air panas itu aku langsung bisa mengentotnya ... ! Padahal dia wanita berjilbab. Bukan perempuan nakal pula. Tapi hanya dalam hitungan tak lebih dari dua jam sejak mengenalnya, aku bisa mengentotnya secara gratis pula.
Jadi aku tidak menganggap Mama Hermin ini terlalu cepat untuk melangkah sejauh ini. Aku malah butuh waktu dua malam untuk mencapai semuanya ini.
Tidak terlalu cepat untuk menanggalkan pakaianku sehelai demi sehelai, tinggal celana dalam saja yang kubiarkan tetap melekat di tubuhku. Lalu merayap ke atas tubuh Mama Hermin yang sudah celentang dalam keadaan sudah telanjang bulat itu.
Mama Hermin pun menyambutku dengan senyum manisnya. Lalu membiarkanku memegang sepasang toket gedenya yang ternyata belum kendor. Masih kenyal dan padat. Tak kalah dengan toket putrinya.
Namun tujuan utamaku dalam foreplay ini adalah ingin menjilati memeknya yang gundul bersih itu. Maka aku pun langsung melorot turun, sampai wajahku berhadapan dengan memek Mama Hermin. Pada saat yang sama Mama Hermin pun merenggangkan sepasang paha putih mulusnya, seolah mengandung ucapan “silakan jilatin memekku sepuasmu”.
Ketika ujung lidahku mulai menyapu - nyapu bibir luar (labia mayora), Mama Hermin agak tersentak. Tapi sepasang paha putih mulusnya semakin direnggangkan, sementara kedua tanganku sudah mengangakan mulut vaginanya, sehingga bagian dalamnya yang berwarna pink itu ternganga lebar di depan mataku. Bagian yang berwarna pink itulah kujilati habis - habisan, sehingga Mama Hermin mulai menggeliat - geliat dengan nafas berdesah - desah.
Di mataku, Mama Hermin ini dari ujung kaki sampai ujung rambutnya tiada celanya. Tubuh yang tinggi langsing tapi tidak kurus. Toket dan bokongnya gede. Kulitnya putih mulus. Wajahnya pun sangat cantik. Sehingga aku menganggap Mama Hermin ini harus mendapat prioritas ketiga setelah Mamie dan Tante Tari.
Ya, biar aku beristrikan perempuan secantik bidadari pun, Mamie tetap menjadi sosok yang paling menggiurkan.
Tapi dalam hal kecantikan, semuanya kalah oleh Mama Hermin ini. Selain cantik dia bertubuh seksi dan sangat menggiurkan ... !
Dan kini aku sedang menjilati memeknya yang beraroma khas. Mungkin dia rajin minum ramuan tradisional, khusus untuk mengharumkan kemaluan wanita. Sehingga aku jadi begini lahap menjilati memek tembemnya.
Namun menjilati memek bukanlah tujuan utamaku. Cunnilingus hanya sebagian dari foreplay. Maka ketika kontolku sudah sangat ngaceng dan ingin segera dijebloskan ke liang memek Mama Hermin, aku pun melepaskan celana dalamku.
Mama Hermin spontan duduk sambil memegang kontolku, “Astagaaaa ... ini penis manusia apa ular anaconda ?! Wadududuuuh ... mama sampai merinding nih. Gak nyangka Bona punya meriam sepanjang dan segede ini. “
“Kenapa merinding ? Takut ?” tanyaku.
“Merinding karena membayangkan nikmatnya kalau sudah dimainkan di dalam punya mama ... ! “ Mama Hermin menelentang lagi, sambil mengusap - usap memeknya yang sudah basah kuyup oleh air liurku, bercampur dengan lendir libidonya, mungkin.
Pada saat yang sama, kuletakkan moncong kontolku di ambang mulut memek Mama Hermin. Lalu kudorong sekuat tenaga .... blessssssss .... amblas hampir separohnya ... diiringi ringisan Mama Hermin, “ Ooooooooooooooohhhhh .... masuuuuuuk .... gede banget .... oooo .... ooooohhh ... “
Tercapai juga yang kubayangkan dalam dua hari belakangan ini. Bahwa kontolku membenam terus ... sampai cukup jaraknya untuk mulai kuayun perlahan - lahan. Tubuh menggiurkan itu pun mulai menggeletar - geletar, dalam amukan birahiku yang seolah tengah merayap cepat menuju lereng surgawi ... untuk merayap terus menuju puncaknya.
Ayunan kontolku pun seakan ingin memamerkan keperkasaanku, yang selama ini belum pernah mengecewakan. Dan kepak - kepak sepasang tangan wanita setengah baya itu mulai mengusutkan kain seprai putih yang berkali - kali diremasnya.
Aku pun mulai melengkapinya. Ketika kontolku mulai gencar mengentot liang memek Mama Hermin, mulutku pun tak sekadar mencium dan melumat bibir sensualnya. terkadang nyungsep di leher jenjangnya, untuk menjilatinya dengan lahap, disertai dengan gigitan - gigitan lembut.
Ini membuatnya mulai merintih dan mendesah, sambil mempererat dekapannya di pinggangku.
“Aaaaaaahhh ... Bonaaaa .. ini luar biasa Booon ... luar biasa indahnya .... lakukan apa pun yang Bona inginkan pada diri mama ... entot terus Booon ... penis Bona luar biasa enaknya ... terasa sekali gesekannya ... pasti akan membuat mama ketagihan nanti ... aaa ... aaaaaahhhh ... aaaa ... aaaaaahhhh ..... Boooonaaaa ... bagaimana kalau mama mencintai Bona kelak Booon ... soalnya Bona sudah memiliki sekujur tubuh dan perasaan mama ... Boooonaaaa ... oooo ...Booonaaaaa ... oooo ... ooohhh ... “
Aku harus mengakui bahwa Mama Hermin ini wanita tercantik di antara sekian banyak wanita yang telah kugauli. Namun aku tak mau mengatakannya secara lisan. Aku hanya ingin membuatnya klepek - klepek dalam entotan kontolku yang mulai kupercepat, bermaju mundur di dalam liang memeknya yang sangat legit ini.
Mama Hermin pun mulai atraktif. Bokong gedenya mulai menggeol - geol tak ubahnya kocokan telor manual. Memutar - mutar dan meliuk - liuk. Tekadang menghempas - hempas ke atas kasur, sehingga itilnya bergesekan dengan badan kontolku.
Memang luar biasa nikmatnya geolan pantat Mama Hermin ini. kontolku terasa dibesot - besot dan diremas - remas oleh liang memeknya. Namun karena itilnya terus - terusan bergesekan dengan kontolku, maka tak lama kemudian terdengar rengekan histerisnya. “Booo ... Boooonaaaa ... mama maaaaauuuu lepassss ... aaaa ..... aaaaaah ... aaaa ... aaaaaaaaaaa.... “
Mama Hermin berkelojotan dengan nafas tersendat - sendat. Dengan tangan meremas - remas bahuku. Dan akhirnya mengejang tegang, dengan perut agak terangkat, dengan nafas tertahan, mulut ternganga dan mata terpejam.
Aku pun menancapkan kontolku sedalam mungkin, sampai mentok di dasar liang memeknya.
Lalu liang memek legit ini terasa seperti ular yang tengah bergerak melilit batang kontolku. Membuat mataku terpejam, dalam nikmat.
“Aaaaaaaaahhhhh ..... “ Mama Hermin menghembuskan nafasnya setelah tertahan beberapa detik. Lalu sekujur tubuhnya melemas. Sementara wajahnya tampak seolah bersinar, seolah memancarkan aura kecantikannya yang menimbulkan rasa sayang di dalam hatiku.
Kuusap - usap pipi Mama Hermin yang keringatan. Lalu kucium bibirnya mesra. Dan berbisik, “Sudah orgasme Mam ?”
Mama Hermin membuka kelopak matanya. Menatapku dengan sorot seperti baru bangun tidur, Dan memelukku erat - erat sambil menyahut, “Sudah Sayang ... terima kasih. Setelah bertahun - tahun puasa, ternyata mama masih punya kesempatan merasakan nikmatnya digauli lelaki ... semuda dan seganteng ini pula ... aaaaah ... luar biasa indahnya. “
Aku tersenyum. Mengecup bibir sensualnya lagi. Lalu mengayun kontolku lagi, di dalam liang memek yang terasa becek. Sehinga terdengar bunyi unik dari memek Mama Hermin. Stttt ... crekkkk ... srttttttttt ... crekkkk .... stttttttttttt ... crekkkkkkkkk ... sttttttttttttt ... crekkkkkkk ...
“Jadi becek memek mama ya ?” bisiknya sambil mendekap pinggangku lagi.
“Biar aja. Aku justru seneng memek becek yang baru orgasme gini, “ sahutku tanpa menghentikan entotanku.
Mama Hermin tersenyum manis. Lalu mengusap - usap rambutku sambil berkata perlahan, “Sepertinya mama mulai mencintai Bona ... “
“Kita rawat aja cintanya ... “
“Terus, kalau mama kangen sama Bona gimana ?”
“Ketemuan aja, “ sahutku sambil melambatkan ayunan kontolku, “Mama belanja ke Jogja berapa hari sekali ?”
“Biasanya sih seminggu sekali. “
“Nah ... sedikitnya seminggu sekali aku bisa ngentot memek Mama yang legit ini, “ ucapku sambil mulai mempercepat lagi entotanku.
Mama Hermin pun terdiam. Dan menggeliat - geliat lagi.
Mungkin fisiknya sudah pulih, sehingga bisa merasakan lagi nikmatnya gesekan kontolku yang memang berukuran di atas rata - rata ini, mungkin.
Lalu aku merasa seolah sedang melayang - layang di langit tinggi. Langit yang ketujuh kata para pujangga. Langit yang bertaburkan bunga - bunga surgawi, diiringi dentang - denting gamelan kahyangan.
Pergesekan antara kulit zakar dengan dinding liang kewanitaan wanita setengah baya itu memang membuatku lupa segalanya. Aku hanya merasa bahwa rongga di hatiku sudah bertambah satu nama lagi. Hermin jelita yang membuatku lupa daratan.
Keringat pun mulai membanjiri tubuh kami. Padahal kami sedang bergelut di dalam ruangan berAC dingin sekali.
Mama Hermin pun sudah orgasme lagi. Namun aku tetap mengentotnya dengan gairah birahi yang semakin indah ... semakin nikmat.
Sampai akhirnya aku merasakan sesuatu. Bahwa aku hampir mencapai puncak kenikmatan itu, yang kebetulan berbarengan dengan orgasme ketiga mama Hermin.
Pada detik - detik indah itulah kami seolah sepasang manusia kerasukan. Saling cengkram sekuatnya, saling remas sebisanya.
Kemudian meriam pusakaku menembak - nembakkan peluru lendirnya di dalam liang memek ibunya Charlita itu. Crot …croooooooooot .... croooooooooottttt .. crottt ... croooottt ... crooooottttt ... !
Lalu kami terkapar di pantai yang sangat indah, bernama kepuasan ...
Untuk yang kesekian kalinya aku menemukan kepuasan dan memberikan kepuasan pula pada pasangan seksualku. Dan aku … si pemangsa segala ini selalu saja punya jalan untuk mendapatkan mangsa baru, baik yang masih muda mau pun yang STW.
Dan sejauh ini, aku lebih banyak memangsa yang STW daripada yang sebaya atau pun yang lebih muda dariku.
Memang kalau boleh jujur, aku lebih suka memangsa STW. Karena aku selalu merasakan nikmatnya sebagai sosok yang dibutuhkan oleh STW ketika aku sudah berhasil mendekatinya.
Kalau yang masih muda, tentu saja banyak jalan berliku liku dulu untuk mendapatkannya.
Lalu STW mana lagi yang membutuhkan kontolku ?
Entahlah. Karena suratan takdir selalu dirahasiakan. Aku hanya bisa mengikuti suratan takdir saja, tanpa kemampuan untuk memastikannya.
Yang jelas aku enjoy dengan semuanya ini.
Kalau suratan takdir sudah mengarahkanku ke jalan yang benar, tentu akan kuikuti juga. Karena terkadang aku juga merasa dalam hidup ini banyak dosa dan kesalahan, baik yang disengaja mau pun yang tidak ......
 
Bimabet
Part 12



Sang waktu berputar dengan cepatnya.....

Tanpa terasa 6 bulan sudah berlalu. Dalam tempo setengah tahun itu banyak yang sudah terjadi.

Mama Hermin tidak mengedarkan pakaian ke pasar dan toko - toko lagi. Karena sudah punya toko sendiri. Toko yang tak kalah bagus daripada FO - FO di kota besar. Pakaian yang dijual pun bukan pakaian kodian lagi, melainkan pakaian yang mengikuti trend masa kini.

Mama Hermin pun tak lagi harus belanja secara rutin ke Jogja, karena ada supplier dari Bandung yang datang sendiri untuk menyimpan pakaian model terbaru. Memang dalam soal mode, Bandung selalu ngetop. Setiap hari selalu muncul model baru, yang belum ada di kota lain.

Dengan sendirinya Mama Hermin pun berubah penampilannya. Menyesuaikan diri dengan pakaian yang dijualnya. Hal itu membuatku bangga. Karena Mama Hermin jadi tampak semakin cantik di balik pakaian yang sesuai dengannya.

Tentu saja aku ikut berperan untuk memajukan usaha Mama Hermin itu. Karena aku selalu mentransfer dana untuk mengembangkan usahanya.

Namun hubunganku dengan Mama Hermin tetap dirahasiakan. Karena kami berusaha agar Charlita jangan sampai tahu. Maka semua kemajuan yang telah dicapai oleh Mama Hermin itu seolah berasal dari perjuangannya sendiri. Padahal aku berada di belakangnya.

Sementara itu sarjana pertanian untuk memimpin di lahan Mamie di Jatim dan Jateng sudah ada. Di Jatim dipegang oleh Yuniar, teman seangkatanku yang kebetulan lahir dan dibesarkan di Jatim, meski aslinya orang Sumatra. Lahan yang di Jateng, dipegang oleh teman seangkatanku yang biasa kupanggil Joko. Lahan yang di Sumatra pun sudah ada yang kutugaskan untuk memimpinnya, teman seangkatanku juga bernama Burhan. Tinggal di Kalimantan dan Papua belum ada yang mengurus, karena belum menemukan orang yang tepat untuk ditempatkan di sana.

Kantor untuk urusan agro bisnis tetap di tempat yang tak jauh dari rumah Mamie. Tapi di Jogja aku buka kantor baru, untuk mengurus bisnis yang berasal dari dana Tante Tari. Kantor pusat urusan lahan - lahan Mamie baik yang di Jawa mau pun di luar Jawa, disatukan di kantor ini. Agar aku mudah mengurusnya kalau ada yang harus diselesaikan.

Kantor ini dibeli dengan dana Tante Tari 90% dan dana Mamie 10%. Karena urusan lahan - lahan Mamie hanya menggunakan satu ruangan. Itu pun ruangan kerjaku, karena aku tak membutuhkan asisten lagi untuk urusan lahan - lahan Mamie itu.

Sedangkan untuk urusan bisnis yang Tante Tari serahkan sepenuhnya padaku, membutuhkan sembilan ruangan, karena bisnisnya bermacam - macam (yang tak perlu dibuka satu persatu). Tentu saja aku yang memimpin semuanya itu.

Lalu bagaimana dengan ibu angkatku yang sejak kecil kupanggil Mama itu ?

Nasib kandungannya ternyata malang sekali. Karena ketika kandungannya baru berusia 7 bulan, bayi di dalam perut Mama itu dinyatakan sudah meninggal, kata dokter yang merawatnya. Sehingga bayi yang sudah meninggal itu harus dikeluarkan. Untungnya Mama hanya diberi suntikan agar mulas - mulas. Kemudian bayi laki - laki yang tidak bernyawa lagi itu lahir, tanpa harus dioperasi dan sebagainya.

Aku bisa memaklumi hal itu, karena usia Mama memang sudah di atas 40 tahun. Tentu tidak mudah untuk hamil dan melahirkan di usia yang sudah tidak muda lagi itu.

Sementara itu, Mbak Rina dan Mbak Lidya sudah pada menikah. Dengan sendirinya mereka dibawa oleh suaminya masing - masing. Sehingga Mama tinggal sendirian di rumahnya yang di Subang itu.

Hal itu kusampaikan kepada Mamie. Bahwa Mama di Subang tinggal sendirian, karena anak - anaknya sudah pada kawin dan dibawa oleh suaminya masing - masing. Tentu saja masalah kehamilan Mama itu tidak kuceritakan kepada Mamie.

Maka Mamie berkata, “Kasihan juga ya. Biar bagaimana dia sangat berjasa pada kita. Kalau tidak ada dia, mamie takkan bisa terbang ke Hongkong saat itu, takkan berjumpa dengan pengusaha besar yang lalu menjadi suami mamie itu. Mama angkatmu yang membiayai kelahiranmu. Lalu merawatmu sejak bayi merah sampai dewasa. Kita sangat berhutang budi padanya Bon. Belikan saja rumah di Jogja. Lalu ajak dia pindah ke rumah itu. Supaya kita bisa memperhatikan kehidupan sehari - harinya. Kamu juga harus sering nginap di rumahnya, supaya dia tidak merasa kehilangan kamu yang diurusnya sejak bayi sampai dewasa. “

Aku setuju kepada saran Mamie. Soal rumah, aku sudah membeli rumah di kompleks perumahan kelas menengah. Bukan di kompleks perumahan yang sudah dijadikan tempat tinggal Tante Tari dan Tante Artini itu. Aku membeli rumah itu untuk diriku sendiri. Karena terkadang aku merasa letih kalau harus pulang ke rumah Mamie. Lalu aku tidur di rumah itu. Rumah yang lumayan besar untuk ukuranku yang masih bujangan ini.

Setelah mendengar saran Mamie, aku merencanakan rumah itu untuk tempat tinggal Mama.

Keesokan harinya aku menelepon Mama dari kantorku. Lalu :

“Hallo Sayang ? Apa kabar ? Sehat - sehat saja kan ?”

“Sehat Mam. Mama sendiri gimana ? Aku ingat terus nih sama Mama. “

“Mama juga sehat Sayang. “

“Mbak Rina dan Mbak Lidya suka nengok Mama nggak ?”

“Rina kan dibawa pindah ke Palembang. Sedangkan Lidya pindah ke Jakarta. Sampai saat ini mereka belum ada yang nengokin mama, Sayang. “

“Kalau gitu Mama pindah ke Jogja aja ya. Rumah untuk Mama sudah kusediakan. Lumayan bagus kok rumahnya. “

“Mama kan punya usaha di Subang ini Sayang. Usaha mama justru sedang berkembang pesat sekarang ini. Bagaimana bisa mama tinggal di Jogja ? Kalau mama kangen sama kamu, biarlah mama yang pergi ke Jogja. Tapi mama gak bisa menetap di Jogja, Bona Sayang ... “

“Yaaahhh ... Mama sih gitu. Padahal aku sudah berunding sama Mamie. Bahkan Mamie juga yang nyuruh aku beli rumah untuk Mama. “

“Iya. Terima kasih atas perhatian kamu dan mamiemu itu. Tapi mama bener - bener gak bisa ninggalin Subang Sayang. “

Aku pun memutar kata - kata yang intinya ingin agar Mama menetap di Jogja, tapi hasilnya nihil. Mama tetap tak mau pindah ke Jogja. Meski Mama merasakan kesepian di Subang, Mama akan memaksakan diri untuk terbiasa dengan suasana sepi itu.

Sehingga akhirnya aku menyerah. Kalau ingin memperlihatkan rasa sayangku padanya, mungkin harus transfer duit aja sebulan sekali. Tak ada jalan lain, karena kalau aku diminta pindah ke Subang pun takkan bisa.

Karena itu rumah yang akan direlakan untuk tempat tinggal Mama, akhirnya kupakai sendiri. Karena menurut seorang pakar bisnis, tiap pelaku bisnis harus menyediakan waktu sedikitnya 1 atau 2 jam untuk menyendiri dan merenungkan segala langkah bisnisnya, tanpa gangguan apa pun.

Sementara itu baik Tante Tari mau pun Tante Artini belum ada yang hamil. Padahal aku sudah “serajin mungkin” menggauli mereka. Bahkan aku dan Tante Tari pernah memeriksakan diri ke dokter. Jawaban dari dokter itu, “Dua - duanya normal. Sabar aja ya. “

Begitulah secara singkat tentang segala yang telah terjadi pada diriku dan orang - orang yang dekat denganku selama 6 bulan itu.

Sampai pada suatu hari ...

Siang itu aku mau meninggalkan kantor, karena ada sesuatu yang harus kuurus di tempat lain. Namun ketika aku baru tiba di ambang pintu ruang kerjaku, tampak seorang gadis berkulit putih bersih dan berperawakan tinggi langsing tapi padat dan berisi, mengenakan celana dan baju yang sama - sama terbuat dari bahan blue jeans. Dia menjinjing sebuah koper. Wajahnya tampak muram.

Ternyata dia Yuniar, teman seangkatanku yang kutugaskan untuk mengelola lahan Mamie yang di Jatim itu.

“Selamat pagi Boss, “ ucap Yuniar sambil menjabat tanganku dengan sikap agak formal.

“Wow ... kirain siapa, “ sambutku sambil memeluk pinggang Yuniar, lalu cipika - cipiki dengannya. “Setelah tinggal di Jatim lagi, kamu jadi tambah cantik Yun. “

“Masa sih ?! “ Yuniar tersipu, “Tapi aku sedang ada masalah Boss. “

“Mmm ... ayo duduk dululah, “ kataku sambil menuntun Yuniar ke ruang tamu.

“Ada masalah apa ?” tanyaku setelah Yuniar duduk di sofa ruang tamu kantor.

“Aku melarikan diri nih dari rumah ortu. “

“Ohya ? Emangnya ada apa ?”

“Mau dijodohin sama lelaki yang sudah tua. Cuma mau dijadiin bini muda pula. Gila kan ?”

“Hahahahaa ... kalau kaya raya kan nggak apa - apa. “

“Aaah ... cuma punya mobil satu. Di zaman sekarang tukang bikin tempe juga bisa beli mobil lebih dari satu. “

“Terus ... kamu tinggalkan tugasmu di lahan yang kupercayakan padamu ?”

“Sudah ditanami bibit semua secara teratur sekali. Sekarang tinggal bersihkan rumput liarnya doang Boss. Pekerjaan itu kan bisa diberikan kepada buruh. Sekarang aku membutuhkan perlindunganmu Bon, “ ucap Yuniar yang tiba - tiba menangis terisak - isak sambil memeluk dan merapatkan wajahnya ke dadaku.

Aku pun mengusap - usap punggungnya sambil berkata lembut, “Tiada masalah yang bisa diselesaikan dengan menangis. Coba katakan apa yang bisa kubantu agar kamu bisa merasa tenang dan nyaman ?”

“Tolong sembunyikan aku Bon. Aku takut dipaksa pulang lalu dikawinkan dengan lelaki yang lebih pantas jadi ayahku itu ... hikssss ... hiksss ... “



Aku berpikir sejenak. Dan langsung memutuskan untuk menyembunyikan Yuniar di rumah yang tadinya untuk tempat tinggal Mama itu. Tapi aku lalu teringat sesuatu. Maka kataku, “Kalau aku menyembunyikan kamu, aku bisa dituduh menculik anak orang. Itu bisa dipidana, Yun. “

“Aku bilang kantor pusatku di Jakarta. Bukan di Jogja. Jadi seandainya orang tuaku melapor kepada polisi pun, pasti aku akan dilacak di Jakarta. Bukan di Jogja. Lagian, seandainya pun aku ketahuan, aku akan membelamu habis - habisan nanti. Yang penting aku sembunyikan Bona yang baik ... hiks ... “

Tanpa berpikir panjang lagi, Yuniar kubawa ke rumah itu. Rumah yang di sana sini sedang diperbaiki oleh pemilik lamanya, tapi banyak yang belum selesai renovasinya. Sementara aku pun belum sempat memanggil tukang bangunan untuk melanjutkan renovasi yang belum selesai itu.

Tapi di bagian dalamnya, rumah itu bagus dan bersih. Furniture dan perabotan rumahnya pun sudah lengkap. Sehingga Yuniar langsung merasa nyaman setelah berada di dalam rumah itu.

“Di rumah ini Bona tinggal sendirian ?” tanyanya sambil mengamati keadaan di dalam rumah ini.

“Iya, “ sahutku, “Tapi seringnya aku tidur di rumah mamieku, agak jauh dari Solo, di pedesaan. “

“Aaah ... kalau tinggal sendirian di rumah segede ini, aku takut Bon. Terutama pada waktu malam. Kalau siang - siang sih gak apa - apa, “ ucap Yuniar sambil memegang kedua pergelangan tanganku, sambil menatapku dengan sorot memohon.

“Nanti kupertimbangkan dulu ya. Sekarang mandi dulu gih sana. Perjalanan dari Jatim ke sini kan jauh. Pasti banyak debu yang menempel di tubuhmu. “

“Mumpung Bona sedang ada di sini, temenin aku mandi sekalian yuk. “

“Mmmm ?! Memang aku juga belum mandi sore nih. “

“Ya ayolah temenin aku mandi. “

“Nanti kalau aku tergiur melihatmu telanjang gimana ?”

“Apa pun yang Bona inginkan dariku, akan kuberikan. Asalkan aku disembunyikan dan dilindungi di sini. “

“Serius nih ?”

“Sangat serius, “ sahutnya sambil mengangguk dan tersenyum manis sekali.

Sebenarnya Yuniar jarang sekali tersenyum. Sikapnya sering kelihatan formal. Tapi justru itulah yang kusukai, sehingga aku menempatkannya di Jawa Timur.

Ya, Yuniar tidak pernah sembarangan tersenyum, apalagi tertawa. Dengan kata lain, dia sosok berwibawa di mataku, sehingga kuanggap cocok untuk menjadi pemimpin di lahan Mamie yang di Jatim itu.

Dan kini Yuniar sudah mengikuti langkahku, masuk ke dalam kamar mandi yang sudah ditata secara modern, namun tidak semewah kamar mandi rumah Mamie atau rumah Tante Tari.

Di dalam kamar mandi, Yuniar melepaskan busananya sehelai demi sehelai. Sehingga tinggal beha dan celana dalam saja yang masih melekat di badannya. Sementara aku sendiri sudah tinggal mengenakan celana dalam saja, karena sudah mau mandi juga. Dan setelah melepaskan behanya, Yuniar menutupi sepasang toketnya dengan kedua telapak tangannya sambil tersipu - sipu malu.

Namun aku menepiskan kedua tangannya itu, sehingga sepasang toketnya pun tampak di mataku. Dan ... aduh maaaak ... toket Yuniar ternyata gede ... tak kalah indah dengan toket Charlita ... !
Hasratku mendadak bangkit. Ketika Yuniar sedang melepaskan celana dalamnya, aku melangkah ke belakangnya. Lalu menggenggam kedua toketnya dengan kedua tanganku sambil berkata, “Gak nyangka toketmu luar biasa indahnya ... “

Yuniar tidak menyahut. Sementara celana dalamnya sudah dilepaskan dari kakinya. Sehingga aku memindahkan tanganku ke bawah perutnya, ingin memegang sesuatu yang belum kelihatan karena aku masih berdiri di belakangnya.

Kusentuh rambut pendek - pendek sekali di bawah perut Yuniar. Kompak dengan Charlita, sama - sama berjembut tapi digunting rapi dengan model “cepak”.

“Katanya mau mandi ... “ ucap Yuniar tanpa menoleh padaku.

Tak kujawab. Bahkan bertanya, “Ini jembutnya dicukur di mana ? Di salon ?”

“Aaaah ... guntingin sendiri aja. Masa ke salon cuma buat nyukur jembut. “

“Zaman sekarang kan musim di-waxing. “

“Iya sering denger. Malah sekarang ada yang baru lagi, pakai laser. Gak ada kerjaan, jembut - jembut aja diurusin. “

“Sepertinya kamu masih perawan Yun. “

“Ya iyalah. Bona lihat sendiri waktu masih kuliah, kapan aku suka dekat dengan cowok ?”

“Kebayang enaknya ... “ gumamku.

“Apanya yang enak ?”

“Memekmu ini ... pasti enak sekali ... masih perawan pula. “

“Iiih ... kirain apaan ... “

Aku ketawa kecil sambil melepaskan celana dalamku. Kemudian memutar keran shower air hangat.

Shower di atas kepala kami pun memancarkan air hangat ke kepala dan tubuh kami.

Yuniar berkali - kali memandang serius ke arah kontolku yang sudah ngaceng ini. Bahkan lalu seperti penasaran, digenggamnya kontol ngacengku sambil bertanya, “Nanti malam mau nemenin aku di sini kan ?”

“Upahin sama memekmu ya, “ sahutku bercanda.

“Sekujur tubuhku akan kupasrahkan padamu, asalkan aku kehadiranku di sini dirahasiakan dan dilindungi. Daripada dijadikan mangsa lelaki tua itu, mendingan kukasihkan pada teman lamaku yang sekarang sudah jadi bossku ini, “ kata Yuniar sambil mendekap pinggangku, sehingga kontolku terasa bertempelan dengan memeknya.



Setelah selesai mandi, kubawa Yuniar ke dalam kamar yang biasa kupakai.

Kebetulan aku punya burger yang kusimpan di dalam kulkas. Lalu kukeluarkan burger - burger itu dan kupanaskan di dalam microwave. Seolah memberi contoh kepada Yuniar, bagaimana caranya kalau dia sedang lapar nanti. Karena di kamarku ada kulkas dan microwave. Di dalam kulkas pun banyak makanan dan soft drink yang bisa dinikmati pada saat lapar dan malas ke luar rumah.

Yuniar tampak senang melihat fasilitas sederhana yang bisa dimanfaatkan dalam masa persembunyiannya.

“Kalau berduaan terus begini, pasti akhirnya akan terjadi sesuatu di antara kita, “ kataku sambil rebahan setelah menyantap burger bersama Yuniar.

Yuniar yang sudah mengenakan kimono wetlook putih, merebahkan diri di sampingku. Dan menyahut, “Aku sudah siap untuk diapakan juga. Bahkan untuk hamil pun aku siap. “

“Wah, jangan hamil dulu. “

“Kenapa ?”

“Kalau kamu hamil, aku harus menikahimu. Sedangkan aku sudah punya calon istri, “ ucapku berbohong. Padahal aku belum tahu siapa yang akan kujadikan calon istriku.

“Nikah siri kan bisa. Pokoknya dijadikan simpananmu juga aku mau. “

“Terus pekerjaanmu gimana ? Mau resign ?”

Yuniar menghela nafas panjang. Lalu berkata lirih, “Sebenarnya aku sangat mencintai tugas yang diberikan padaku itu. Apalagi sekarang, tanah ibumu itu sudah tertata dengan rapi. Dalam tempo singkat saja akan kelihatan menghijau. Sekarang sudah mulai musim hujan pula. Tanpa disirami pun pepohonan yang kutanam akan berkembang subur. “

“Kalau kamu mengaku sudah punya pacar, orang tuamu bisa menerima ?”

“Entahlah. Otakku masih blank. Tapi kalau mengaku sedang hamil, mungkin mereka akan menerima. “

Sebenarnya aku sudah semakin tertarik pada Yuniar, karena setelah diperhatikan dari dekat, dia itu cantik. Tapi aku belum bisa memutuskan apa - apa sebelum membuktikan keperawanannya.

Hal ini penting. Meski aku tidak perjaka lagi, tapi lelaki itu bersifat “membuang”. Sementara wanita bersifat “menyimpan”. Karena itu tidak mengherankan kalau ada kata - kata mutirara yang berbunyi “Lelaki berbuat nista seribu kali, dunia masih tersenyum. Tapi wanita berbuat nista sekali saja, dunia akan menangis dibuatnya”.

Ya ... karena wanita bersifat “menyimpan” itu.

Dan kini aku ingin membuktikan siapa sebenarnya Yuniar ini. Dia memang teman seangkatan denganku. Tapi aku belum tahu banyak mengenai kepribadiannya.

“Seandainya aku menjadi milikmu, aku merasa bangga, meski tidak menikah secara sah, “ kata Yuniar pada suatu saat, sambil memegang tanganku dan meremasnya dengan lembut. Saat itu aku pun mengenakan kimono, yang terbuat dari bahan handuk berwarna biru muda.

“Kenapa merasa bangga meski cuma kujadikan simpanan ?” tanyaku sambil merayapkan tanganku ke balik kimono Yuniar yang aku tahu tidak mengenakan beha maupun CD di balik kimono

“Aku mau jujur ya, “ ucapnya sambil menatap langit - langit kamarku, “Sebenarnya sejak kita masih sama - sama kuliah, aku sudah punya perasaan suka padamu Bon. “

“Ohya ?” cetusku pada saat tanganku mulai menyentuh jembut Yuniar.

“Iya. Tapi kamu kan seperti tidak mau didekati cewek. Mungkin karena sudah punya calon istri itu. “

“Terus ?”

Yuniar malah memejamkan matanya sambil berkata, “Ooooh Bona ... kalau memekku dijamah dan dicolek - colek gini ... aku jadi pengen merasakan di ... disetubuhi olehmu ... “

“Kan memang juga aku akan menyetubuhimu. Tapi kalau kontolku langsung dimasukkan ke dalam tempikmu, pasti kamu kesakitan. Makanya harus pelan - pelan dulu, “ ucapku sambil melepaskan tali kimono Yuniar dan merentangkan kedua sisinya, sehingga bagian depan tubuh teman seangkatanku itu terbuka sepenuhnya. Aku pun menanggalkan kimonoku. Sehingga jadi langsung telanjang bulat, karena setelah mandi aku tidak mengenakan celana dalam lagi.

AKu berpikir sesaat. Kemudian turun dari bed, mengambil lotion dari atas meja kertjaku. Dan kembali lagi ke arah Yuniar.

“Buat apa lotion itu Bon ?” tanya Yuniar sambil menanggalkan kimononya.

“Buat pelumas ... supaya liang memekmu licin, “ sahutku sambil mendekatkan lotion itu ke memek Yuniar yang sudah celentang lagi.

“Memekmu banyak jembutnya. Kalau dicukur habis atau digunting pendek - pendek, dijilatin dulu juga bisa, “ kataku sambil menyemprotkan lotion itu ke memek Yuniar.

“Kalau mau plontos, besok deh kucukur habis jembutnya, “ ucap Yuniar sambil tersenyum.

“Kamu kalau sedang tersenyum, kelihatan cantiknya. Kenapa sih kamu jarang sekali tersenyum ?” tanyaku.

“Gak tau Bon ... sejak kecil aku terbiasa serius. Jadi nyaris gak ada yang bisa membuatku tersenyum, apalagi ketawa. Tapi untuk Bona ... akan kuusahakan sering tersenyum deh, “ sahutnya sambil tersenyum manis. Manis sekali senyum Yuniar itu.

“Naaah ... kalau begitu kan kelihatan sekali cantiknya kamu ini, “ ucapku yang kulanjutkan dengan menyemprotkan lotion sebanyak mungkin ke memek Yuniar. Bahkan celah menuju lubang sanggamanya pun kusemprot dengan lotion sebanyak mungkin.

Dalam tempo singkat aku yakin bahwa memek Yuniar sudah siap untuk dipenetrasi oleh kontolku yang sudah ngaceng berat ini.

Lalu kudorong sepasang paha Yun agar merenggang selebar mungkin. setelah mengusap - usap memeknya, agar lotion merata di setiap yang akan dimasuki kontolku, maka kuletakkan moncong kontolku tepat di belahan memeknya yang kelihatan sudah merah itu. Tanganku juga ikut campur meraba - raba memek bagian dalam Yun. agar arahnya jangan meleset.

Lalu aku mengumpulkan tenaga dengan menarik nafas panjang beberapa kali. Dan kudorong kontolku sekuat tenaga. Langsung masuk sedikit demi sedikit ... !

Aku pun merapatkan dadaku ke dada Yuniar. Yang disambutnya dengan pelukan di leherku diiringi bisikan, “Kalau Bona tau ... sudah lama aku memimpikan hal ini Bon ... “

Lalu dipagutnya bibirku ke dalam lumatannya, sementara kontolku mulai kugerakkan sedikit demi sedikit, dengan hati - hati pula agar jangan sampai terlepas dari liang memek Yun yang luar biasa sempit menjepitnya ini.

Awalnya gerakan kontolku terasa seret sekali. Tapi lama - lama liang sempit itu menyesuaikan diri dengan ukuran kontolku, sehingga aku pun mulai lancar mengentotnya.

“Bona ... oooh ... obsesiku jadi kenyataan ... luar biasa indahnya Boon ... sekarang sekujur tubuh dan batinku sudah menjadi milikmu Bona ... oooooh ... Booonaaa ... ini luar biasa indahnya Booon ... “

Mulutku pun mulai aktif menjilati lehernya disertai gigitan - gigitan kecil yang tidak menyakitkan. Sehingga Yun semakin menggeliat, mendesah dan merintih - rintih histeris, “Booonaaaa ... aaaaa ... ssuuuhhhh ... faaahhhh ... Booonaaaa ... ternyata lu ... luar biasa indahnya sssseee ... semua ini Booon ... aaa ... aku ... aku ... mencintaimu Booon ... jangan buang aku nanti ya Booon ... aku cinta kamuuu ... cintaaaa Booon ... cintaaaa kamuuuu .... sudah bertahun - tahun aku kagum padamu ... dan sekarang bukan kagum lagi ... sekarang aku cintaaaa ... cinta padamu Booon ... dengan segenap jiwakuuuu ... dijadikan budak cintamu juga aku maaaauuuu .... “

Aku mendengarkan semua ocehan histerisnya itu. Namun mulutku sedang berpindah sasaran. Mengemut pentil toket kirinya, sementara tangan kiriku meremas toket kanannya.

Yuniar pun semakin klepek - klepek dibuatnya. Terlebih ketika aku mencium bibirnya, Yun langsung melumat bibirku dengan lahapnya.

Diam - diam aku membanding - bandingkan Yuniar dengan perempuan - perempuan lain yang pernah kugauli. Dan aku yakin ... bahwa Yuniar ini yang paling enak di antara semua perempuan yang pernah kugauli. Sehingga aku merasa harus menyayanginya. Dan harus mempertimbangkan ke depannya kelak. Bukan sekadar melampiaskan nafsu birahi semata.

Dan ... pada waktu aku sedang gencar - gencarnya mengentot, aku menarik kontolku sampai terlepas. “Uff ... lepasss ... gak disengaja, “ ucapku pura - pura tak sengaja mencabut kontolku. Padahal aku ingin menyelidik sesuatu di bawah memek Yuniar. Darah perawan itu ... ! Ya ... setelah menyaksikan darah perawan itu, perasaanku jadi semakin luluh. Aku harus menghormati ketulusannya, menyerahkan kesuciannya padaku, hanya karena sejak lama dia mengagumiku. Lalu aku memutuskan, bahwa cewek yang berbody mulus dan berwajah cantik tapi jarang tersenyum ini ... tak boleh disia - siakan ... !

Kemudian kubenamkan lagi kontolku ke dalam liang memek Yuniar yang luar biasa enaknya ini.

“Kamu benar - benar masih perawan sebelum kumasukkan kontolku ke dalam liang memekmu, “ ucapku sambil merapatkan pipiku ke pipi Yuniar.

“Ya iyalah ... pacaran aja aku belum pernah. Mana bisa hilang virginitasku ... “ sahut Yuniar disusul dengan ciuman mesranya di bibirku. “Ini juga kalau bukan sama Bona sih takkan kuserahkan kesucianku. “

“Memangnya aku sebegitu istimewanya bagimu Sayang ?” tanyaku sambil mencolek bibirnya yang sebenarnya sensual itu.

“Sangat penting ... karena baru sekali ini aku merasakan cinta. Jadi ... Bona adalah cinta pertamaku ... semoga jadi cinta terakhir juga ... ooooo ... oooooohhhhh.... Boooon ... ini jadi enak lagi ... ooooo ... ooooooh .... “ ucapan Yuniar dilanjutkan dengan rintihan - rintihan histerisnya, karena kontolku sudah mulai mengentot liang memeknya lagi.

Mulutku pun mulai beraksi. Ketika tangan Yuniar direntangkan, kuserudukkan mulutku ke ketiaknya. Lalu menjilati ketiak yang harum deodorant itu, disertai dengan gigitan - gigitan kecil dan sedotan - sedotan kuat.

Yuniar pun semakin menggelepar - gelepar bersama rengekan dan rintihan histerisnya. “booon ... ooooohhhhh .... Boooon makin lama makin indah dan nikmat Booon ... mungkin inilah yang disebut surga dunia Booon ... oooo .... ooooohhhhh .... Boooon ... “

“Ya, kita memang sedang berada di surga dunia Sayang, “ sahutku terengah, tanpa menghentikan entotanku.

“Oooo ... oooo ... oooooh ... benarkah Bona sayang padaku ?”

Kucium bibir sensual Yuniar, lalu berkata terengah, “Aku ... harus ... menyayangi dan melindungi cewek yang ... telah menyerahkan kesuciannya padaku ... “

“Ooooh ... aku bahagia sekali mendengarnya ... “ ucap Yuniar disusul dengan ciumannya yang bertubi - tubi di pipi dan di bibirku.

Aku pun menggencarkan entotanku kembali. Maju mundur dan maju mundur terus di dalam jepitan liang memek Yuniar yang luar biasa sempitnya ini.

Aku bisa memperpanjang durasi entotanku. Tapi aku tak mau menyiksa Yuniar yang baru sekali ini merasakan disetubuhi. Karena itu ketika Yuniar berkelojotan sambil mendesah - desah ... aku pun semakin mempercepat entotanku, dengan tujuan agar ejakulasiku berbarengan dengan orgasmenya Yuniar.

Maka pada suatu saat, ketika Yuniar mengejang tegang, kontolku pun menancap di liang memekya tanpa kugerakkan lagi.

Lalu kami seperti kerasukan. Saling cengkram dan saling remas dengan nafas sama - sama tertahan.

Lalu nafasku berdengus - dengus dengan kontol mengejut - ngejut sambil memuntahkan lendir kenikmatanku di dalam liang memek Yuniar yang juga tengah berkedut - kedut.

Croooottttt ... crottt ... crooooooooooooootttt ... croootttttt ... crotttttt ... croooooootttttttttttt ... crooooooooooooooooooooooooottttttttttttttttttttttt ... !

Kami pun terkapar dengan tubuh bermandikan keringat.

Lalu sama - sama terkulai di pantai kepuasan.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd