Part 09
Dengan memiliki Tante Artini dan Tante Tari, aku sudah merasa lengkap. Karena Tante Artini berperawakan tinggi montok, mirip - mirip Mamie, sementara Tante Tari berperawakan tinggi langsing dengan toket sedang - sedang saja. Jadi kalau aku jenuh dengan kemontokan Tante Artini, aku bisa menyalurkan hasrat birahiku kepada Tante Tari yang berperawakan tinggi langing dan sepasang toket yang sedang - sedang saja tapi masih sangat kencang dan padat itu.
Tapi kini baik Tante Artini mau pun Tante Tari sudah sama - sama telanjang bulat di depan mataku. Siapa dulu yang harus kulahap nih ? Yang montok dulu atau yang langsing dulu ?
Mereka menyerahkan padaku, mau siapa yang akan kuentot duluan. Dengan Tante Tari baru beberapa jam yang lalu aku menyetubuhinya. Sementara dengan Tante Artini, sudah agak lama aku tidak menggaulinya. Lagipula aku ingin agar kekagetannya reda (setelah melihatku membawa Tante Tari berikut penjelasannya), maka akhirnya kuputuskan untuk mengentot Tante Artini dulu. Maka aku pun merayap ke atas perut Tante Artini yang sudah celentang berdampingan dengan Tante Tari.
“Mulai saat ini Tante jangan minum pil anti hamil lagi ya, “ ucapku sambil memainkan pentil toket Tante Artini yang mulai menegang itu.
“Iya, “ sahut tante Artini, “kalau ada teman gini, aku ingin hamil. Mumpung usiaku baru tigapuluh. “
“Aku juga ingin cepat hamil, “ kata Tante Tari sambil mengusap - usap memeknya, “Supaya kalau sudah tua kelak, ada yang ngurus. “
“Beruntung kita punya keponakan yang ganteng kayak Bona ini ya Tar. “
“Iya Mbak. Makanya aku butuh cinta dan kasih sayangnya sekaligus jadi sosok yang bisa melindungiku. “
Aku tidak ikut ngomong, karena sedang melorot turun, untuk menjilati memek Tante Artini. Memek yang terindah di antara memek - memek yang pernah kulihat, kusentuh dan kuentot.
Dan kini aku tengah menepuk - nepuk memek cantik yang seolah tengah tersenyum lucu padaku itu. Puk ... puk ... puk .... !
Lalu kungangakan memek Tante Artini selebar mungkin. Sehingga bagian yang berwarna pink itu mulai terbuka, seolah menantang lidahku untuk menggasak dan menggeseknya. Ya ... aku mulai menjilati bagian yang berwarna pink itu dengan lahap. Namun Tante Tari yang tengah celentang di sebelah kananku tetap mendapat sentuhanku juga. Kupijat - pijat paha puytih mulusnya, lalu kutepuk - tepuk juga memeknya yang berambut pendek - pendek itu.
Dan ketika aku mulai asyik menjilati memek Tante Artini, jari tengah tangan kananku pun sudah menyelundup ke dalam liang memek Tante Tari.
Ini terasa asyik sekali, karena aku bisa mainkan dua memek sekaligus. Dua memek yang berlainan bentuknya.
Bahkan setelah aku membenamkan kontolku ke dalam memek Tante Artini, tangan kiriku bisa memegang toket kanan Tante Artini, sementara tangan kananku bisa memegang toket kanan Tante Tari.
Aku pun mulai mengentot liang memek Tante Artini yang tak kalah sempitnya dengan liang memek Tante Tari. Sedangkan tangan kiriku mulai meremas - remas toket kanan Tante Artini, sementara tangan kananku meremas - remas toket kanan Tante Tari.
Aku merasa sedang menikmati dua jenis toket yang berlainan bentuknya. Karena toket Tante Artini lumayan gede, meski tidak segede toket Mamie. Sementara toket Tante Tari termasuk kecil, tapi padat dan kencang sekali.
Sehingga aku jadi sangat bersemangat untuk mengayun kontolku di dalam liang memek Tante Artini.
Sementara Tante Tari menikmati remasanku di toket kanannya, sambil bermasturbasi dengan menggesek - gesekkan jemarinya ke itilnya sendiri ... !
Tante Artini pun mulai mendesah dan menggeliat, lalu merintih - rintih histeris. “Aaaahhh ..... aaaaa ... aaaaaah ... Boooonaaaa ... aku sudah tergila - gila oleh gesekan kontolmu yang luar biasa enaknya ini Boooon ... “
Tante Tari pun mulai mendesah - desah, mungkin akibat masturbasinya yang dilengkapi dengan remasanku di toket kecilnya ... !
Maka riuhlah suasana di dalam kamar Tante Artini ini. Bahwa rintihan - rintihan histeris Tante Artini bercampur baur dengan desahan nafas Tante Tari yang semakin gencar menggesek - gesekkan jemari ke itilnya sendiri.
Ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Sampai pada suatu saat Tante Tari memberikan isyarat sambil menunjuk ke memeknya sendiri. Aku pun merayapkan tanganku ke memek Tante Tari. Ternyata memeknya sudah basah sekali.
Aku mengangguk sambil memberi isyarat agar Tante Tari bersabar menunggu.
Untungnya Tante Artini mulai berkelojotan. Lalu mengejang tegang dengan liang memek berkedut - kedut kencang, pertanda sedang mengalami orgasme.
Aku masih besabar menunggu, sambil tetap mengentot Tante Artini. Sampai akhirnya Tante Artini sendiri yang memberi isyarat agar aku pindah ke atas tubuh adiknya.
Aku mengangguk. Mencium bibir Tante Artini, kemudian mencabut kontolku dari liang memeknya. Dan cepat merayap ke atas perut Tante Tari yang menyambutku dengan senyum dan tatapan wanita muda yang sedang horny.
Tanpa banyak langkah lain, aku langsung memasukkan kontolku ke dalam liang memek Tante Tari yang sudah basah ini. Dan mulai mengentotnya.
Pada saat itulah Tante Tari berkata terengah, “Aku yakin bakal hamil ni Bon ... soalnya ... ooooh ... kontolmu terasa enak sekali ... baru dientot sebentar aja udah terasa nikmatnya ... semoga aku hamil ya Booon ... “
“Iya Tante. Yang penting aku ingin membahagiakan dan melindungi Tante seperti yang Tante inginkan, “ sahutku sambil mencium bibirnya dengan hangat. Dan mulai mempercepat entotanku.
Aku yakin bahwa aku bakal kuat bertahan lama menyetubuhi kedua bulekku itu. Karena tadi siang aku baru menyetubuhi Tante Tari. Sehingga sekarang aku seolah sedang memainkan peran di ronde kedua, yang pasti lebih lama durasinya.
Aku punya target, setelah kedua tanteku mencapai orgasme, selanjutnya acara bebas sepuasnya. Tante Artini sudah orgasme. Maka aku akan mengupayakan agar Tante Tari pada saat staminaku masih stabil.
Maka sambil mengentot memek Tante Tari, kujilati lehernya dan kuemut pentil toketnya. Bahkan ketiaknya pun kujilati disertai dengan sedotan - sedotan kuat, terkadang disertai gigitan - gigitan kecil.
Maka belasan menit kemudian Tante Tari berkelojotan, lalu mengejang tegang dan ... orgasme ... !
Lalu aku pindah ke tante Artini lagi. Kali ini kuminta Tante Artini menungging, karena aku ingin melakukan posisi doggy. Tante Artini menurut saja. Ia merangkak, lalu menungging. Dan aku membenamkan batang kontolku ke liang memek Tante Artini yang masih dalam keadaan agak becek, sehingga kontolku agak mudah mnembenam ke dalam liang tempiknya.
Tante Tari tidak memperturutkan keletihannya. Ia menyaksikanku yang sedang ngentot kakaknya dalam posisi doggi ini sambil tersenyum - senyum. Bahkan ia ikut membantuku, dengan menggerayangi bagian atas, memek kakaknya. Setelah menemukan itilnya, Tante Tari pun mengelus - elus itil kakaknya itu.
Tentu saja Tante Artini jadi klepek - klepek dibuatnya.
Tapi kali ini aku tak mau menunggu sampai Tante Artini orgasme lagi. Ketika melihat Tante Tari sudah menungging di samping kakaknya, sambil menepuk - nepuk pantatnya sendiri, kucabut kontolku dari liang memek Tante Artini. Lalu kejebloskan ke dalam liang memek Tante Tari ... !
Kemudian aku mulai dengan keasyikan baru. Berlutut sambil mengentot memek Tante Tari yang sedang menungging. Sementara Tante Artini sudah celentang lagi sambil memperhatikan adiknya yang sedang kuentot habis - habisan ini.
Tiba - tiba aku mendapatkan ilham. Tante Artini kuminta agar menelentang dengan memek berada tepat di bawah mulut Tante Tari. Kemudian Tante Tari kuminta untuk “membantu” agar Tante Artini mencapai orgasme, dengan jalan menjilati memeknya.
“Hihihihi ... kayak di dalam bokep - bokep ya, “ sahut Tante Tari. Namun Tante Tari melaksanakan juga apa yang kusarankan. Ia tetap menungging dengan memek yang sedang kuentot, namun mulutnya langsung menyergap memek kakaknya. Kemudian menjilatinya dengan lahap.
Sementara aku tetap asyik mengentot Tante Tari dalam posisi doggy ini.
Ketika giliran Tante Artini yang kuentot dalam posisi doggy, Tante Tari giliran celentang dengan memek berada di bawah mulut Tante Artini. Kemudian Tante Artini pun menjilati memek Tante Tari, sementara memeknya sendiri sedang kuentot.
Banyak ... banyak lagi yang kami lakukan malam itu. Sampai akhirnya aku berejakulasi di antara mulut kedua tanteku. Ya ... mulut Tante Artini dan Tante tari kubagi secara adil. Crooot ke mulut Tante Artini, lalu croooot ke mulut Tante Tari. Sebgian lagi crot crot croooot di pipi mereka.
Lalu kami bertiga terkapar beberapa saat, dalam keadaan masih telanjang bulat semua.
Setelah bersih - bersih, Tante Tari mengemukakan keinginannya untuk mengajak Tante Artini pindah ke rumah yang akan kucari dan kubeli besok.
“Lalu kos - kosan itu gimana ya ?” ucap Tante Artini sambil menunduk.
“Kan rumah kos gak perlu ditunggui tiap hari. Banyak pemilik rumah kos yang rumah pribadinya jauh dari rumah kos itu, “ sahut Tante Tari.
“Lalu rumahku ini ditinggalkan begitu saja dalam keadaan terkunci ?” tanya Tante Artini.
Aku yang menjawab, “Rombak total rumah ini. Jadikan bangunan yang sesuai dengan mini market. Lalu kontrakkan ke pihak yang berminat untuk membuka minimart di sini. Soal biaya perombakannya biar serahkan kepada Tante Tari saja. “
“Mmm ... serahkan sama Bona lah. Kan duitku mau dipegang semuanya oleh Bona, “ sahut Tante Tari.
Aku mengangguk sambil berkata, “Iya ... aku lupa. “
Tante Tari menepuk lutut Tante Artini sambil berkata, “Kita kan sama - sama memiliki Bona. Dan kalau salah seorang di antara kita hamil, kan ada saudara yang ikut mengurus. Lagian kalau kita di rumah terus juga takkan jenuh, karena ada teman ngobrol yang sama - sama bisa menyimpan rahasia. “
Tante Artini menatap Tante Tari sambil tersenyum. Lalu menyahut, “Iya deh. Aku ikut keinginan adik terseyangku aja. “
“Naaah ... begitu dong, “ ucap Tante Tari yang disusul dengan kecupan di pipi kakaknya.
Atas desakan Tante Tari, akhirnya Tante Artini mau juga diajak ke rumah Mamie.
Tengah malam kami baru tiba di rumah.
Tante Artini masuk ke kamar di sebelah kamarku, sementara aku mauk ke dalam kamarku sendiri.
Mungkin Mamie sudah tidur. Tapi aku ingin bertemu dengan beliau, untuk melaporkan segala yang telah terjadi di antara aku dan Tante Tari, bahkan juga aku mau melaporkan masalah hubunganku dengan Tante Artini.
Aku memang tak mau menyimpan rahasia apa pun terhadap Mamie.
Lalu aku memijat tombol lift. Setelah pintunya terbuka, aku masuk ke dalam lift, menuju lantai tiga.
Setelah berada di lantai tiga, kulihat Mamie sedang tidur celentang dengan daster putih yang tersingkap sampai ke perutnya.
Aaaah ... aneh memang. Melihat bagian - bagian terlarang Mamie, selalu saja darahku berdesir. Apakah aku belum kenyang main dengan Tante Tari dan Tante Artini tadi ?
Lalu kenapa diam - diam kontolku langsung ngaceng melihat memek Mamie yang tidak bercelana dalam itu ?
Ohya, aku ingat bahwa setiap kali mau tidur, Mamie tak pernah mengenakan celana dalam dan beha. Kalau sudah malam, biasanya Mamie hanya mengenakan kimono atau daster saja, tanpa pakaian dalam lagi di baliknya.
Tanpa berpikir panjang lagi kulepaskan segala yang melekat di tubuhku. Lalu dalam keadaan telanjang aku naik ke atas bed Mamie.
Dengan hati - hati kurenggangkan sepasang paha Mamie yang putih mulus dan gempal itu. Tadinya aku ingin menjilati memek Mamie dulu. Tapi setelah dingangakan, ternyata memeknya dalam keadaan basah.
Mungkin benar kata orang - orang. Bahwa memek perempuan montok selalu basah.
Lalu dengan hati - hati kuletakkan moncong kontolku di mulut memek Mami. Dan kudorong sekuat tenaga ... bleeessss ... kontolku mulai menyelundup ke dalam liang kewanitaan Mamie ...
“Aaaaaau .... ! ‘ pekik Mamie sambil melotot, “Ya Tuhan ... kamu Sayang ? Kirain siapa ... !”
Sebagai jawaban kuayun kontolku perlahan - lahan di dalam liang memek Mamie yang memang basah dan licin ini.
Mamie pun mendekap pinggangku sambil berkata setengah berbisik, “Katanya sudah sama Tari tadi. “
“Aaaah ... Mamie tetap akan bersemayam di dalam batinku, sebagai wanita yang paling spesial di dunia ini. Meski pun aku sudah kawin dengan cewek secantik bidadari sekali pun, hubungan rahasia dengan Mamie tak boleh putus. “
Mamie mencium sepasang pipi dan bibirku. Lalu berkata, “Iya Sayang ... mamie juga akan selalu menyayangi dan mencintaimu di seumur hidup mamie. Aaaa ... aaaaaah ... pelan dulu ngentotnya Sayaaang ... jangan langsung cepat begini ... “
Lalu kupelankan kecepatan entotanku.
Mamie pun merapatkan pipinya ke pipiku sambil berkata, “Setelah tau bahwa kamu ini anak kandung Mamie ... anehnya ... tiap kali bersetubuh sama kamu malah jadi tambah nikmat Sayang ... “
“Iya Mam ... aku juga begitu. Bahkan ada perasaan takut kalau semua ini dihentikan ... pasti aku akan sedih sekali mamieku Sayang ... biarkan aja dosanya kita tanggung berdua ... karena kita sudah telanjur menikmati hubungan rahasia ini. “
“Tuh tuh tuuuuh ... sekarang nikmatnya ini terasa mengalir dari ujung kaki sampai ke ubun - ubun kepala mamie sayang ... ooo ... oooo ... oooooh .... sambil emut lagi pentil tetek mamie Bon ... “
Kuikuti saja keinginan mamie itu, mengemut pentil toket gedenya sambil mengentot liang memeknya secara berirama. Kontolku bermaju mundur terus di dalam lubang licin dan hangat Mamie ... sretttt ... bleessss ... srttttt .... blessss .... srtttt .... blesssss ... srttttt .... blessssssss ... srettttt .... blessss .... srettttt ... blessss ... srttttttttt ... blesssss ...
Sementara dekapan Mamie di pinggangku makin erat saja rasanya.
lalu rintihan - rintihan tertahan pun mulai terdengar di telingaku. Lebih mirip bisikan yang hanya aku bisa dengar. “Mamie sayang Bonaaa ... ooooh ... ternyata kepuasan itu hanya kudapatkan dari anakku sendiri ... Booonaaaa ... Mamie sangat sayang sama kamu Booon ... ayoooo ... entot terus Sayaaang ... entooootttt ... entoooootttttttt ... aaah ... aaaaaaaa ... aaaaaaah ... makin lama makin enaaaaak ... entoooot terusss sayaaang ... entoooot memek mamie sepuasmu ... entooooootttttttttt ... entoooottttttt ... kontolmu luar biasa enaknyaaaa ... kontol enaaak ... entoooooottttttttt ... entttooooooooooootttttttt teruuuuuuuussssssssssss ... !”
Keringat pun mulai membasahi tubuhku dan tubuh montok Mamie. Karena sudah lama kami melakukan semuanya ini.
Sehingga pada suatu saat Mamie membisiki telingaku dengan suara tersendat, “Sayaang ... mamie udah mau lepas ... ayo barengin kalau bisa ... biar nikmaaaaat ..... “
Aku berusaha untuk mengikuti keinginan Mamie. Dengan segenap gairah kugencarkan entotanku. Maju mundur dan maju mundur dengan cepatnya di dalam liang memek Mamie tersayang dan tercinta ... !
Mamie pun mulai menggelepar - gelepar. Lalu sekujur tubuhnya mengejang tegang, dengan kedua tangan meremas dan menjambak rambutku, dengan nafas tertahan dan mata terpejam erat - erat.
Dan ... wow ... aku berhasil melakukan keinginan Mamie. Bahwa ketika liang memek Mamie mengejut - ngejut, kontolku pun mengejut - ngejut sambil memuntahkan lendir kenikmatanku.
Crooottttt ... croooottttcroootttt ... croooooooooooooottttttt ... crooootttttt ... crottttt ... croooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooottttttttttttttttttttt ... !
Lalu kami sama - sama terkulai lunglai di pantai teramat indah bernama kepuasan.
Mamie pun mencium bibirku dengan hangatnya. Lalu berkata lirih, “Terima kasih Sayang. Kamu adalah satu - satunya lelaki yang paling memuaskan buat mamie. Dan mamie makin sayang padamu. Sayang sekali ... emwuaaaah ... “ Mamie menutup ucapannya dengan kecupan hangat lagi di bibirku.
Setelah kucabut kontolku dari liang memek Mamie yang sudah sangat becek itu, Mamie pun bangkit. Duduk sambil menyeka memeknya dengan kertas tissue basah. “Katanya mau tidur di villa kayu. Kenapa gak jadi ?” tanya Mamie.
“Tante Tari ngajak ke rumah Tante Artini, “ sahutku, “ Lalu Tante Artini dibawa ke sini sekalian. “
“Ohya ?! Di bawah ada Artini segala ?”
“Iya Mam. Sekalian aku juga mau ngomong soal Tante Artini. “
“Mau ngomong bahwa kamu pernah menggauli dia juga ya ?”
“Iiiih ... Mamie kok tau aja. “
“Dari awal kamu datang ke sini, mamie liat sikap Artini padamu. Begitu penuh perhatian kelihatannya. Makanya mamie sudah menduga kalau di antara dia dengan kamu pernah terjadi sesuatu. “
“Iya Mam. Awalnya Tante Artini mengaku masih perawan, padahal statusnya janda. Karena itu dia ingin tau seperti apa rasanya bersetubuh itu. Lalu ... dia memberikan keperawanannya padaku, Mam. “
“”Berarti dia benar - benar masih perawan saat itu ?”
“Iya Mam. Makanya sebelum berjumpa dengan Mamie, aku sudah ada hubungan rahasia dengan Tante Artini. Masalah ini tak mau kurahasiakan kepada Tante Tari. “
“Tari cemburu dan marah ?”
“Tidak Mam. Dia malah berniat untuk serumah dengan Tante Artini, supaya kalau Tante Tari hamil, ada yang nemenin ya Tante Artini itu. Aku bahkan disuruh beli rumah untuk Tante Tari, yang nantinya akan dihuni oleh Tante Artini juga. Ohya Mam ... seluruh dana kepunyaan Tante Tari akan diserahkan semuanya padaku, supaya aku bisa mengembangkannya. Karena Tante Tari gak punya bakat berbisnis katanya. “
“Berarti Tari sangat mencintaimu Bon. Tapi ingat ... kamu harus tetap jadi manusia jujur. Duit Tari itu jangan dipakai untuk foya - foya. Kasihanilah Tari yang sekarang hidup menjanda. “
“Iya Mam. Aku bahkan berniat untuk mengembangkan dana Tante Tari sebisa mungkin. Ohya Mam ... mengenai tugas dari Mamie, aku hanya mau mengurus bisnisnya saja. Tentang masalah pengelolaan tanah - tanah Mamie, nanti aku akan merekrut sarjana pertanian yang seangkatan denganku. Biar dia yang mengurus masalah pertaniannya, sementara aku hanya akan mengurus bisnisnya saja. Mamie setuju ?”
Mamie mengangguk dengan senyum. Dan berkata, “Sebenarnya mamie juga merasakan hal seperti itu. Tadinya ingin mengurus tanah - tanah warisan dari almarhum suamiku. Tapi setelah terjun ke dunia agro bisnis, ternyata hasilnya jauh lebih gede daripada bertani. Hihihiii ... syukurlah kalau kamu pun sudah sepandangan dengan Mamie. “
“Iya Mam. Mungkin nanti aku akan merekrut beberapa teman seangkatanku. Lalu mereka akan dipecah ke masing - masing lokasi tanah punya Mamie. Misalnya yang di Jabar seorang, yang di Jateng seorang dan yang di Jatim seorang. “
“Tanah mamie bukan cuma di pulau Jawa, Sayang. Di Sumatra ada, di Kalimantan ada. Malahan di Papua juga ada .... bahkan tanah mamie yang paling luas ya di Papua itu. Berarti kamu harus merekrut paling sedikit enam orang sarjana pertanian. Atau gimana ya kalau tanah - tanah yang di luar Jawa itu dijualin aja ?”
“Nanti dulu Mam. Harus dipikirkan dulu baik - buruknya. Soalnya tanah itu walau pun dibom takkan habis. Dan harga tanah di negara kita masa depannya sangat baik. Makanya daripada mengoleksi mobil mendingan ngoleksi tanah. Karena harga tanah naik terus, sementara kalau kita beli mobil, tahun depan pasti akan turun nilainya ... makin lama makin turun. “
“Iya ... kamu betul Bon. Mama seneng mendengar wawasan kamu yang ternyata sudah luas begitu. “
“Iya Mam. Kalau Mamie punya duit yang nganggur, belikan tanah atau rumah aja. Aku punya teman tiga tahun yang lalu beli rumah harganya dua milyar. Sekarang sudah ditawar tujuh milyar gak dilepas Mam. Dalam masa tiga tahun aja perkembangannya sedemikian bagus kalau investasi di bidang properti kan ?”
“Oke ... dalam soal bisnis, mamie setuju pada pendirian dan wawasanmu. Makanya nanti terserah kamu, harta dan dana mamie itu mau dijadikan apa. Yang penting hasilnya poisitif, “ kata Mamkie, “Sekarang mengenai Tari dan Artini itu mau dibagaimanakan ? Mamie sih gak mau berpandangan kolot. Pasti kamu membutuhkan perempuan untuk membangkitkan gairah hidup dan bisnismu. Makanya kalau terjadi sesuatu dengan mereka berdua, mami takkan merintangi. Hanya saja kamu harus tau, bahwa mereka takkan bisa kamu nikahi secara sah. Karena adik kandung ayah dan adik kandung ibu haram untuk dinikahi. “
“Iya Mam. Tapi kalau ditinggalkan kasihan Tante tari dan Tante Artini itu. Mereka sudah sangat mencintaiku. Dan bagusnya, mereka bisa kompak. Tidak saling cemburu. Makanya aku akan memperlakukan mereka sebagai istri - istriku, tapi takkan melaksanakan akad nikah secara sah. Ohya ... memangnya Mamie gak cemburu kalau mereka kujadikan sebagai wanita simpananku ?”
“Aku ini kan ibumu Sayang. Kalau kamu punya pacar lalu menikah, misalnya, mamie malah bangga karena anakku sudah ada jodohnya. Tapi hubungan rahasia kita harus berjalan terus ... itu saja syaratnya. “
Lalu aku dan Mamie merundingkan banyak hal. Baik tentang bisnis mau pun tentang masalah pribadi kami.
Sampai akhirnya aku tertidur di dalam belaian dan pelukan Mamie.
Keesokan paginya, setelah makan sarapan pagi bersama Mamie, Tante Artini dan Tante Tari. Mamie mengajak Tante Artini dan Tante Tari ke lantai tiga, lewat tangga biasa. Karena lift itu seolah jadi rahasiaku dengan Mamie. Aku pun diajak naik ke lantai tiga. Ke ruang keluarga yang sangat jarang dipakai oleh Mamie.
Di situlah Mamie membahas masalah hubunganku dengan kedua tanteku itu.
Mamie berkata, “Aku sudah tahu bahwa di Artini dan Tari sudah menjalin hubungan seperti suami istri dengan Bona. Gak apa - apa. Aku malah merasa jadi ada teman dua orang sekaligus adik - adik kandungku. “
Tante Artini dan Tante Tari saling pandang sambil tersenyum.
“Kalian mengerti apa yang kumaksud teman barusan ?” tanya Mamie pada kedua adiknya.
Kedua tanteku saling pandang lagi.
“Begini, “ lanjut Mamie, “pada waktu Bona baru datang diantar oleh Artini itu, aku belum tau kalau Bona itu anak kandungku. Artini juga belum tau kan ?”
“Njeh Mbak, “ sahut Tante Artini.
“Nah pada saat itu, jujur aja ... aku melihat kegantengan Bona, sementara aku sendiri sudah lama sekali tidak mendapatkan sentuhan lelaki. Sampai akhirnya kuminta Bona menggauliku. Begitu sering kami melakukannya. Sampai datang ibu angkat Bona sekaligus menjelaskan siapa Bona sebenarnya. Bahwa Bona itu Fajar yang waktu masih bayi merah kuberikan kepada Bu Maryani, ibu angkat Bona itu. “
Kedua tanteku saling pandang lagi, dengan sorot wajah semakin serius.
Mamie melanjutkan, “Gilanya, aku sudah telanjur ketagihan. Sehingga setelah aku tau bahwa Bona itu anak kandungku, aku tak bisa menghentikan kegilaan itu. Bona pun sepakat, untuk tetap melanjutkan kebiasaan gila tapi nikmat itu. “
“Nah ... “ ucap Mamie di ujung pengakuan singkatnya, “sekarang ternyata kalian juga ingin memiliki Bona kan ? Gak apa - apa. Kita anggap aja Bona itu sebagai milik kita bertiga. Tapi ingat, masalah ini jangan sampai bocor ke luar. Kita harus pandai - pandai merahasiakannya. Surtini dan Haryati juga jangan sampai tau. “
Kemudian Mamie dan kedua adiknya berunding, tentang langkah - langkah selanjutnya, disertai dengan canda tawa.
Aku pun senang mendengarkannya. Tapi aku harus ke Jogja, untuk melihat - lihat rumah yang akan dijual. Untuk Tante Tari itu. Sekalian ingin menjumpai teman seangkatanku yang bernama Charlita, tapi biasa dipanggil Tata itu. Karena aku akan merekrut dia, kalau dia belum mendapatkan lapangan kerja.
Maka aku pamitan kepada Mamie dan kedua adiknya.
“Maju ke mana Bon ? “ tanya Tante Artini.
“Mau membeli rumah untuk boss muda ini, “ kataku sambil menunjuk Tante Tari.
Tante tari pun serasa diingatkan. Lalu ia mengeluarkan sebuah buku cek dari tas kecilnya dan menyerahkannya padaku sambil berkata, “Semua cek yang sebuku ini sudah ditandatangani semua. Nanti tinggal menulis nominal dan tanggal ceknya aja Bon. “
“Iya Tante. “
Sebelum berangkat, aku mencium bibir Mamie, bibir Tante Artini dan bibir Tante Tari.
Tiada rahasia lagi di antara kami berempat. Karena itu aku tidak melakukan cipika - cipiki lagi, melainkan cium bibir mereka satu persatu.
Beberapa saat kemudian, aku sudah berada di dalam sedan hitam yang sudah menjadi milikku itu, menuju Jogjakarta.
Tadinya aku ingin menuju perumahan elit di dekat bandara itu. Tapi aku ingin mendapatkan kepastian dulu dari Charlita, apakah dia bersedia kurekrut atau tidak. Sayang aku belum punya nomor hapenya. Sehingga aku tidak bisa call dan mengajaknya ketemuan di suatu tempat yang nyaman. Tapi aku masih ingat rumahnya, di daerah Ngadiwinatan, masuk ke dalam gang kecil.
Setibanya di Jogja aku langsung menuju ke arah rumah Tata Charlita.
Setelah memarkir mobil, aku melangkah ke dalam gang kecil yang hanya bisa dilewati motor atau sepeda itu.
Dan ... maaaak ... kebetulan sekali Tata sedang berdiri di depan rumahnya. Sehingga aku bisa menyapanya langsung, “Tata cantik ... lagi ngapain ?”
Tata tampak kaget. Memandang ke arahku dan menyahut, “Hai Bona ! Tumben maen ke sini. Mau ke rumah siapa ?”
“Mau ke rumah kamu. Kok seperti mau pergi ? “
“Mmm ... iya sih tadinya mau pergi, tapi gak penting - penting amat. Ayo masuk, “ Tata membuka pintu pagarnya. Aku pun masuk ke dalam pekarangan yang lebarnya cuma semeter lebih sedikit, mungkin. Kemudian masuk juga ke dalam rumahnya. Ke ruang tamu yang kira - kira hanya berukuran 2 X 2 meter.
“Untung kamu datang hari ini. Kalau besok, aku sudah pulang ke kampung, “ kata Tata setelah mempersilakanku duduk di kursi rotan.
“Terus rumah ini mau ditinggalkan kosong ?”
“Iya. Rumah ini kembalikan aja kuncinya kepada pemiliknya. “
“Owh ... ini bukan rumah kamu ?”
“Bukan. Aku cuma ngontrak di sini. Ntar dulu ... kayaknya kamu serius Bon. Ada hal yang bisa kubantu ?” tanyanya.
“Kamu sudah dapat kerjaan belum ?” aku balik bertanya.
“Belum, “ Tata menggeleng, “Memangnya kamu mau ngasih kerjaan sama aku ?”
“Iya, “ sahutku. Kemudian kututurkan maksudku datang ke rumahnya, untuk menempatkannya di salah satu lokasi tanah milik Mamie.
Tata pun mendengarkannya dengan serius.
“Tanahnya di mana saja Bon ?”
“ Di Jatim ada, di Jateng dan Jabar juga ada. Bahkan di Sumatra, Kalimantan dan Papua juga ada. Terserah kamu, mau pilih yang mana lokasinya. “
“Di Jabarnya sebelah mana ?”
“Dekat perbatasan antara Jabar dengan Jateng. “
“Waaah ... aku pilih di Jabar aja, biar dekat kampungku. “
“Kampungmu di mana sih ?”
“Di Ciamis. “
“Mmmm ... pantesan kamu manis. Amis dalam bahasa Sunda berarti manis kan ?”
“Iya ... hihihiiii ... selama kenal denganku, baru sekali ini kamu muji aku manis. Biasanya sih cuek mulu. Sampai aku mikir, jangan - jangan kamu ini LGBT. “
“Hush ... aku ini normal Ta. Apa perlu kubuktikan ?”
“Hihihiii ... gak usah, gak usah ... aku percaya deh. Percayaaa ... “ Tata mengibas - ngibaskan tangannya sambil geleng - geleng kepala.