Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Setelah selancar nemu lokasi crita ad dibngka blitung , luar pangkalpiang yg tionghoa melayu kental , toboali , mentok, atau belinyu nih😅
 

Alternate Ending​


Gue duduk di meja sambil menuliskan sebuah surat. Nafas gue sesak, terasa berat. Tak ada kata-kata yang dapat terpikir, selain menulis sebuah kata, "Maaf" dan tetesan air mata. Gue tak dapat hidup tanpa umi. Kini umi bagaikan asap yang seberapa pun berusaha gue genggam, ia pergi melewati jari-jari gue. Gue letakkan pena itu. Gue tatap gelas berisi cairan pencabut nyawa, sodium nitrat. Jemari gue menggenggam erat gelas kaca. Gemetar saat tangan gue pinggiran gelas itu ke bibir gue.

Tekad gue telah bulat. Glek! "Selamat tinggal umi…."

Setengah menit kemudian racun mulai menendang. Pusing, jantung berdebar cepat, uhuk! uhuk! Sesak! Dada gue tak bisa menarik udara, gue pun oleng dan jatuh dari bangku. Reaksinya semakin kencang, kepala gue terasa berputar-putar. Semuanya jadi blur. Sedetik kemudian hitam.

Dalam alam tidak sadar itu, terdengar suara umi samar-samar bergema, "DONI! DONI! YA ALLAH! DONI"
Lalu berganti suara sayup-sayup.
"Suster… ambilkan…."
"Dok, pasien…."
"Tiit tit tiitttttttttttt….."
"Defibrillator!"
"CLEAR!"

Setiap kali gue dengar kata, "CLEAR!" nyawa gue terasa ketarik, bagai dibetot.

"CLEAR!" suara di sekelilingku bergema-gema.

Entah berapa lama gue blackout. Rasanya gue merasakan itu semua hanya dengan setitik kesadaran yang lemah. Lalu gue tidak merasakan apa pun. Tidak sedih, tidak bahagia, tidak marah, tidak senang. Semuanya tereset ke titik 0. Bahkan 0 itu pun tiada. Kosong tapi isi, isi tapi kosong….. Kera Sakti….. Kera Sakti….. hah kenapa gue masih bisa berpikir aneh seperti ini?

Mata gue perlahan terbuka. Surga kah, neraka…. kah? Gue dimana?

Tubuh gue terasa sakit dalam setiap gerakan. Namun tangan kanan gue terasa hangat. Umi tampak tertidur memeluk tangan gue. Mimpikah? Halu?

"U…umi…." susah sekali untuk bicara. Tenggorokan terasa tercekat. "U..umi…"

Umi terbangun mendengar panggilan gue. Begitu melihat gue dia langsung berteriak, "DONI! KAMU SUDAH SADAR???" Dia segera berhambur keluar dan berteriak, "DOKTER, SUSTER! ANAK SAYA….. ANAK SAYA SUDAH SADAR!"

Tak lama kemudian seorang pria berpakaian dokter dan dua suster wanita masuk ke ruangan dan melakukan pengecekan ke gue. Umi berdiri di belakang mereka dengan berlinangan air mata. Ia sesenggukan. Bidadariku… jangan menangis…. ucap gue dalam hati. Gak tahan gue lihat umi menangis.

Tak lama kemudian.

"Tanda-tanda vital terlihat baik, tapi dia masih butuh perawatan intensif," kata dokter ke umi. "Dia akan hidup."

"Terima kasih, dok," kata umi.
Dokter dan suster itu pergi meninggalkan kami.

Umi mendekat dengan mata yang basah. Tangannya menjulur. Umi, aku ingin memelukmu.

"AUUUH!!" jerit gue kesakitan.

"APA YANG KAMU PIKIRKAN! KAMU MAU BUNUH DIRI!" bentak umi. Wajahnya marah sambil menjewer gue. "Kok bisa sih kamu berbuat sesuatu yang tidak bertanggung jawab seperti itu!?"

Tubuh gue terasa tertusuk-tusuk karena terpaksa bergerak, meringis kesakitan. "Ampun umi…."

Baru setelah itu ia memeluk gue. Dada gue jadi basah dan hangat. "Kamu buat umi sangat ketakutan…."

"Maaf…"

Umi menggeleng. "Semua salah umi…"

"Bukan…"

Umi menggeleng. "Salah umi… Kalau sampai kamu mati, umi tidak akan bisa memaafkan diri umi."

Kami terdiam 1000 bahasa.

"Doni… kamu harus sumpah ke umi, kamu tidak akan melakukan hal gila seperti ini lagi."

Gue tak menjawab.

Umi mengangkat kepalanya dengan alis mengernyit dan mencubit perut.

"Aa.. iya… iya… janji," jawab gue.

"Sumpah, bukan janji…"

"Iya… iya sumpah…," ralat gue. Mau bilang apa lagi, kalau bukan nurut.

"Kamu harus cepat sembuh…," kata umi sambil mengusap air matanya. Bibirnya menekuk ke bawah dan dia masih terus terisak. Gue… merasa bersalah bUanget. Tiba-tiba pecah lagi tangisnya dan dia lanjut meluapkan emosinya di dada gue. "Hueeeeee….."

Sial… gue merasa tersiksa dengan air mata ini. Rasanya sesak bak terseret dan tenggelam di sungai Kapuas, sungai ketiga terpanjang di Indonesia.
"Udah… jangan nangis lagi…," bujuk gue. Bukannya berhenti, malah gue dipukul-pukul. Terus dijambak singkat. "Aw!"

Ya sudah deh. Gue biarkan umi menghabiskan baterai emosinya sampai kering.

Singkat cerita gue mendekam di rumah sakit selama sebulan. Setiap hari umi selalu datang membesuk dan merawat gue. Ah umi, perasaan cintaku padamu makin mendalam. Doni merasa tersiksa. Gue gak tahu bagaimana mengontrol perasaan ini. Hingga akhirnya saat ia sedang merawat gue, gue mencuri cium bibirnya. Namun ia langsung mendorong gue dan menjauhkan dirinya. Gue jadi depresi. Kondisi tubuh gue pun menurun.

Dokter mengabarkan keadaan gue ke umi. Umi terlihat sedih.

Hingga suatu hari umi kembali membesuk seperti biasa. Namun hari itu ada sesautu yang tak biasa.

Umi menyerahkan sebuah jarum ke tangan gue.

"Apakah ini?" tanya gue.

Umi melipat bibir dan mengangguk.

"Kenapa?"

"Umi tidak ingin kehilangan kamu lagi. Pasangkanlah kembali jarum itu ke tubuh umi. Kita akan bisa seperti dulu lagi."

Gue terdiam.

"Gak!" Gue lempar jarum itu ke sudut ruangan.
"Doni, kenapa berbuat itu?" Raut wajahnya tampak khawatir. Dan buru-buru mencari dan memungut jarum itu. Lalu ia berjalan mendekat lagi.

"Kenapa kamu buang?"

Gue menggeleng. Rasa sayang gue ke umi tidak mengizinkan gue untuk ini.

"Tidak umi… ini benda guna-guna."

"Tidak apa-apa, umi rela," jawab umi. Dengan mata penuh kepastian, ia menggenggamkan jarum itu ke tangan gue. "Lakukanlah Don…"

"Doni tidak bisa… Doni terlalu sayang umi untuk melakukan ini."

"Plis… masukkan jarum itu ke tubuh umi," pinta umi.

"Doni tidak bisa…"

Umi menatap gue. Lalu ia mengambil jarum itu dan memasukkannya sendiri ke lehernya. Tapi jarum itu tidak bisa sama sekali menembus kulitnya.

"Umi sudah mencoba menusukkan jarum ini ke tubuh umi berkali-kali tapi tidak pernah bisa masuk. Hanya kamu yang bisa melakukannya."

"Apakah umi tidak bisa mencintai Doni seperti dulu, tanpa jarum itu?"

Umi menggeleng. Perasaan umi berbeda tanpa jarum itu, 180 derajat. Satu-satunya yang membuat umi berbuat ini, karena umi tidak mau kehilangan anak umi. Entah kapan kamu akan berbuat bodoh lagi. Kamu satu-satunya anak umi"

"Doni.. tidak bisa…."

Umi mundur tiga langkah. "Kamu bisa…" Lalu umi melucuti bajunya hingga tersisa BH dan CD. Pipinya memerah dan dia menutupi tubuhnya dengan lengan.

"Ka…kalau kamu melakukannya, kamu tahu apa yang bisa kamu dapatkan…."

Penis gue langsung berontak. Ibarat kata Dr. Banner langsung jadi Hulk. Waduh sesak banget isi celana gue. Gue pun gelisah resah.

"Apakah kamu tidak menginginkan umi?"

Tatapan gue tak bisa lepas dari tubuh umi.

Umi menarik cup BH kirinya ke bawah menunjukkan putingnya ke gue.

"U…umi jangan begitu….," kata gue. Eh umi malah turunkan cup kanannya.

"Umi!"

Eh dia malah membuka pengaitnya dan meloloskan seluruh BH-nya.

"Umi… jangan!"

Eh malah dia menarik tangan gue dan meletakkan di dadanya serta meremas-remaskan telapak tangan gue ke bukit kembarnya. Nafas gue memburu tak karuan. "Umi….!" Rasa kangen akan keintiman dengannya membludak.

"Masukin jarumnya, Don… setelah itu kamu bisa apain umi terserah kamu…"

Gue sudah tegangan tinggi. Feromon tubuh umi memabukkan. Gue ambil jarum itu dari tangan umi. Gemetar gue. Hidung gue kembang kempis. Nafas terasa sesak. Gue tempelkan ujungnya ke lehernya. Egoisme menguasai gue.

"Lakukan…," bisik umi seraya meremas-remas penis gue.

"Ahhh…"

Jlesss…. gue tusuk jarum itu masuk kembali ke tubuh umi.

"Ach!"

Umi memeluk gue erat. "Donih…" Kami berdua terdiam seperti itu beberapa lama. Lalu ia melepaskan pelukan. Kami saling pandang.

"Apakah umi baik-baik saja?" Gue ingin memastikan, tidak ada efek samping yang membahayakan umi. Umi diam tak berkata apa-apa. Ia hanya merebahkan dirinya di sofa dekat ranjang gue. Sekonyong-konyong ia mengangkang di depan gue. Ia sampirkan tepian celana dalamnya dan berkata sambil menunjuk memeknya dengan telunjuk. "Masukin," bisiknya. Rahang gue langsung lepas baut-bautnya.

Gue yang dah lama puasa dari ngentot umi, kepala gue rasanya meledak. Duar! Gue langsung turun ranjang, melompat dan menindih tubuh umi. Entah kekuatan dari mana. Padahal selama ini gue merasa lemas lunglai.

Umi mendesah karena kekasaran gue. "Pelan-pelan," keluhnya. Tapi bagaimana mungkin gue bisa pelan? Gue dah kayak kesambet setan. Gue remas-remas payudaranya dan gue langsung tancap memeknya dengan batang gue.

"Auch, pelan-pelan sayang….," pinta umi.

Gue tidak mempedulikan permintaan itu. Gue pompa tubuh umi gila-gilaan. Wajah gue kayak orang yang sudah sakau dapat narkoba. UUhhhh… shhhh…. ahhh… Kaki umi menggantung dan berayun-ayun. Sofa berderit-derit, mengeluh beban sudah di luar spek.
Seluruh syaraf di kemaluan gue merasakan kenikmatan hebat.

"Enak Umi....," tanya gue.

"Iya... akh...," jawab umi mendesah. Kepalanya menggeleng ke kiri, ke kanan.

Kemaluan kami semakin mengeluarkan suara-suara becyek.

"Umi… Doni… Doni… keluar…."

Umi menekan pantat gue dengan kedua kakinya dan mengunci pinggul gue hingga gue tak bisa bergerak mundur. "Keluarin semuanya di dalam, sayang," kata umi.

CROTTZ! CROTTZ CROTTTZ!!!

Penis gue meledak. Tubuh gue gemetar. Saat mengeluarkan seluruh isi sperma gue ke dalam umi, rasanya nikmat bukan kepalang. UUUhhhh…… Gue… entah berapa detik, kayak melayang entah kemana… benar-benar hilang kesadaran akan sekeliling. Cuma tersisa rasa nikmat yang mengguyur seluruh syaraf otak gue. Bahkan sekilas gue seperti melihat gerbang surga. Apakah kesadaran gue sampai menembus dimensi karena kenimaktan ini? Mmmmhhh…..

Baru setelah itu gue jatuh lemas, selemas-lemasnya di dada umi. Umi memeluk gue dan membelai kepala gue.

"Sudah puas, hmmm?"

Gue mengangguk. "Doni rindu umi."

"Tapi Doni merasa bersalah membuat umi seperti ini."

"Lebih baik umi seperti ini daripada harus kehilangan kamu. Katakan sayang apakah memiliki umi seperti ini membuatmu bahagia?"

"Sangat umi… tapi Doni egois…"

"Shhhh…. jangan bilang seperti itu lagi… miliki umi kembali seutuhnya, sayang."
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd