Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT BIANGLALA DI BANDUNG UTARA

Lanjutan 1​


Berkas itu datang lebih awal 3 menit daripada orangnya. Lia membacanya dengan teliti. Lamsijan lahir di Kabupaten Bandung, di desa Sirnalaya Kecamatan Bojong, tanggal 28 Februari 1994. Lulus Sarjana Psikologi Unpad tahun 2014 dalam usia 20 tahun dengan spesifikasi Psikologi Industri dan Human Resources. Wow! Sekarang dia bekerja di bidang kontruksi bangunan gedung, jalan, jembatan dan pemukiman. Perusahaan milik sendiri.​

"Dia pasti anak jenius!" Pikir Priscilia. Tapi mengapa namanya harus Lamsijan? Bahkan orang kampung paling dusun pun tak ada yang mau memakai nama itu.

Brondong itu menginginkan membuang tahi lalat yang ada di rahang dekat telinga kanan dan di bibir atas dekat dengan cuping hidung; dengan alasan tidak nyaman. "Hm, itu operasi yang sangat mudah dan tidak membutuhkan biaya besar." Pikir Priscilia.

"Selamat sore, dok." Suara bass itu mengelus telinga Priscilia seperti elusan tangan bayi yang lembut.
"Sore, Pak... Lamsijan. Silakan duduk."

Lelaki itu terdiam sejenak di ujung teras. Lia merinding oleh tatapannya yang dalam dan tajam.
"Silakan." Katanya lagi.
"Terimakasih... bu. Maafkan jika saya salah... apakah... apakah Ibu yang tadi makan siang di Bistro Corner di Jalan Sulanjana?" Katanya dengan masih tetap berdiri.

Lia merasa seperti disengat kalajengking oleh pertanyaan itu. "Gila! Dia kelihatannya seperti tidak memperhatikan apapun dan makan dengan cuek... eh ternyata, dia ngelihat dan ingat aku." Kata Priscilia dalam hati. Meskipun terkejut setengah mati, namun Lia pura-pura merasa heran dan tersenyum.
"Ya, betul. Koq tahu?"
"Saya duduk persis di depan ibu..."
"Begitukah?"
"Ya. Ibu mungkin enggak sadar, maafkan saya jika tidak sopan... saya memperhatikan ibu sedang menunggu pesanan makanan."

Priscilia tertawa kecil.

"It's oke. I guess sometimes everybody staring at me because I'm cute." Katanya sambil terkikik kecil. Di luar dugaan, si brondong itu hanya tersenyum saja dengan tatapan yang tenang dan teduh.
"Well... it's just a guessed, mam. But you know, I took my lunch so quickly because I was terrified." Kata si brondong itu dengan aksen standar British yang fasih. Priscilia menekan kekagumannya atas penguasaan bahasa Inggris Brondong itu yang teramat sangat baik. Bahkan nyaris sempurna.
"What? Why you felt like that?"

"Cause I saw an angel sat down in front of me with somekind of grey cloud in her face... she wanna cry but she couldn't. Suddenly It hurted me so bad and I was gonna cry... I finished my lunch and get out of there with the wonder... why a pretty cute little anggel look so sad? Oh, man! I have to burried all the questions and run with my motorcycle."

Priscilia tertegun. Itu adalah jawaban yang simpatik dan menyanjung. Hatinya tergetar oleh kelembutan perasaan dan sensisitivitas brondong itu.
"Aih, aku meleleh." Bisik Lia dalam hatinya sambil menumpangkan kaki kanannya di atas kaki kiri.

Lia menyembunyikan perasaannya dengan tertawa kecil.
"Ah, tapi sudahlah. Itu enggak perlu dibahas. Duduklah Pak... Lamsijan..." Kata Lia dengan nada agak menggantung, "lidah saya selalu agak keseleo memanggil Lamsijan... boleh tahu panggilan pendeknya?"
"Ijan, Bu." Jawab Brondong itu sambil menghempaskan pantatnya yang ketat di sofa yang lembut.
"Oke, baiklah Pak Ijan..."
"Panggil Ijan aja, Bu. Biar lebih enak."
"Oh, oke, fine." Kata Lia dengan suara serak. Kalimat yang diucapkan oleh brondong itu "biar lebih enak" benar-benar membuat dirinya ngilu dan merinding. Entah mengapa suara bass yang dikeluarkan oleh mulut brondong itu demikian menggoda dan menggelitik sudut-sudut kewanitaannya yang sudah sekian lama terlantar. "Jadi Pak... Jan, begini, saya sudah mempelajari semua datanya dan saya kira surgery untuk pengambilan tahi lalat itu sepenuhnya aman dan bisa dilakukan secepatnya. Bahkan malam ini pun bisa, itu bedah ringan yang hanya membutuhkan waktu paling lama 20 menit."
"Malam ini? Ah, jangan Bu saya tidak siap."
"Biayanya gampang, bisa ditransfer nanti."
"Bukan itu..."
"Masa penyembuhannya cuma satu malam, Ijan bisa nginap di sini. Jangan khawatir soal makanan, kami punya Chef berpengalaman dan ahli gizi... kita bisa bikinkan makanan yang lezat dengan gizi yang tepat. Soal kamar, saya jamin semua kamar inap di sini setara dengan kamar hotel bintang 4. Bagaimana?"
"Bukan soal itu... malam ini saya harus sudah ada di Soreang untuk meeting."
"Meeting? Bisnis?"
"Bisa dikatakan bukan. Ini sebenarnya bukan meeting. Mm, maaf jika saya berlebihan, Bu. Maksud saya, malam ini jam 7 kami akan menyelenggarakan Muskab..."
"Muskab? Musyawarah Kabupaten? Ijan rupanya orang politik juga ya."
"Ah, cuma kader kecamatan, bukan apa-apa dan bukan sebagai siapa-siapa..."
"Partainya apa, Jan?"
"Parkindo, Bu. Partai Kebangkitan Indonesia."
"Parkindo? Ah, yang bener?" Seru Priscilia dengan wajah full terkejut.
"I ya, Bu. Bener. Memang partai kami masih baru, masih belum punya nama dan belum mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Jadi wajarlah jika ibu masih agak asing mendengarnya, ya kan?"
"Bukan itu..." Kata Priscilia dengan nada ragu.
"Partai ini didirikan oleh Theresia Danu Wijaya pada tahun 2007. Namun baru lolos verifikasi dari KPU pada tahun 2013 dan ikut serta dalam kontestasi Pemilihan Legislatif periode 2013 - 2018, namun sayang hasilnya tidak memuaskan. Kita gagal mendapatkan satu kursi pun di parlemen... saya atas desakan teman-teman harus hadir malam ini dan maju menjadi Calon Ketua Dewan Pimpinan Cabang..."

Priscilia kini menatap brondong yang memiliki nama sangat kampungan itu dengan sinar kekaguman.
"Terus, kans untuk terpilih sebagai ketua DPC berapa persen?"
"Maksudnya, Bu?"
"Seberapa besar dukungan teman-teman pengurus kecamatan mendukung Ijan?"
"Mereka sih mendukung 100 persen. Tapi Ketua DPC sekarang yaitu bapak Didi Mukidi, dikenal sangat dekat dengan pengurus DPD Provinsi. Ada kemungkinan, meskipun kami menang dalam Muskab tapi belum tentu mendapat restu dari DPD Provinsi... itu berarti kami akan kalah juga. Oleh sebab itu, malam ini kami akan merumuskan strategi pemilihan langsung oleh peserta Muskab, lalu membuat berita acara pemilihan setelah itu kami harus sesegera mungkin melapor ke Ketua DPD Provinsi sebelum Ketua DPC Petahana menjegal kami dengan melapor lebih dulu ke DPD... eh, maaf, Bu. Kenapa kita malah ngomong politik ya?"
"Ijan tahu siapa ketua DPD Parkindo Jawa Barat masa bakti 2013 -2018?" Tanya Priscilia tanpa mempedulikan pertanyaan Lamsijan.
"Ya tahu dong, Bu. Masa sama pimpinan sendiri tidak tahu."
"Coba sebutkan namanya?"
"Namanya Priscilia Natali Ang, biasa dipanggil ibu Lia."
"Pernah ketemu dengan orangnya?"
"Belum. Kalau boleh tahu, kenapa ibu tanyakan hal itu... apakah ibu juga tertarik dengan soal politik?"

Lia tersenyum tenang, bahkan hatinya merasa senang luar biasa. Ternyata brondong ganteng ini adalah Kader Terbaik Partai Kebangkitan Indonesia.
"Saya tidak punya maksud apa pun... cuma satu hal saja... sebentar." Kata Priscilia sambil bangkit dari duduknya. Sekilat Lamsijan menangkap sebagian paha mulusnya terbuka saat akan berdiri. Priscilia kemudian masuk ke dalam kamar dan mengambil sesuatu, "coba chek sama Ijan... ini KTP saya dan ini Kartu Anggota Partai saya... perhatikan ya dengan seksama." Kata Priscilia ketika kembali ke sofa teras sambil menyerahkan dua buah kartu.

Brondong itu mula-mula menunjukkan sikap skeptis lalu secara drastis berubah menjadi bengong. Priscilia merasa geli dibuatnya.
"Jadi... jadi Bu Dokter adalah..."
"Ya, saya ketua DPD Parkindo Jawa Barat hasil Musda 2013."
"Ma... maaf, Bu..." Wajah brondong itu memerah padam karena malu.
"Saya maafkan." Kata Priscilia dengan terkekeh kecil. Entah mengapa hati Priscilia sangat berbunga-bunga saat itu. Sepertinya pikiran liar yang muncul tadi siang bisa diwujudkan dalam kenyataan walau butuh waktu dan harus melewati beberapa tahapan.
"Nah, saya kira, persoalan konsultasi bedah bukan menjadi masalah penting lagi... semua bisa diatur dan kamu akan banyak mendapat kemudahan dari saya. Sebab saya bangga punya kader muda yang brilian seperti kamu, Jan. Sekarang dengarkan, kita harus pergi ke Soreang bersama... saya merestui kamu maju menjadi Calon Ketua DPC... kamu siap?"
"Sssii..siap, Bu."
"Baik." Priscilia tersenyum, "sebagai bentuk dukungan saya terhadap kamu, kita pergi sekarang juga bersama-sama. Biarkan mereka terkejut menyelenggarakan Muskab tanpa mengundang Ketua DPD."
"Oh, tidak, Bu. Kami mengundang ibu, suratnya sudah kami kirim satu bulan yang tapi tidak ada jawaban."
"Saya tidak pernah menerima surat tersebut. Sebentar saya chek Sekretaris DPD dulu ya..." Kata Priscilia sambil memijit-mijit screen HPnya. "Ya, selamat sore Pak Sekretaris. Begini, mmm... saya dapat info... Apa betul malam ini DPC Kabupaten Bandung menyelenggarakan Muskab? Kalau betul, mengapa saya enggak diundang ya?" Tanya Priscilia, dia kemudian menjauhkan HP itu dari pipinya dan memijit screen speaker on.
"Eh, I ya, Bu. Maaf, sebetulnya ibu diundang... saya lupa menyampaikannya. Tapi enggak penting juga sih Bu, soalnya Muskab kali ini cacat hukum, dia menyimpang dari AD/ART kita. Pak Didi Mukidi sudah melapor kepada saya bahwa telah terjadi semacan coup de 'tat kepengurusan DPC oleh sejumlah kader dari pengurus Kecamatan yang dipimpin oleh saudara Lamsijan. Dia telah menghasut teman-teman Pengurus Ranting Kecamatan untuk mempercepat penyelenggaraan Muskab dengan tujuan untuk menggulingkan Kepengurusan yang sah. Lamsijan ini orangnya licin dan kasar. Dia anak muda kampungan yang berasal dari desa tertinggal. Tidak berpendidikan dan hanya akan menjadikan partai kita sebagai kuda tunggangan untuk mencari keuntungan..."
"Mmm... begitu ya? Terus yang hadir di sana dari DPD siapa?"
"Saya sudah menugaskan Pak Iwan, Kabid Organisasi untuk mewakili DPD."
"Baik, soal Lamsijan ini... apakah menurut Pak Sekretaris, apakah tindakannya bisa dianggap membahayakan keberlangsungan dan nama baik partai?"
"Kira-kira begitu, Bu."
"Baik, terimakasih ya Pak. Maaf sudah mengganggu."
"Enggak apa-apa, Bu."

Klik. Telpon ditutup.

"Hm, kedengarannya kamu adalah seorang pengacau." Kata Priscilia dengan suara datar. Dia mengawasi brondong itu dengan tatapan tajam.
"Ah, Ya. Mungkin saja, Bu. Tapi kemungkinan besar saya gagal paham dari sisi mana saya melakukan penghasutan dan menjadi pengacau partai. Saya tidak ingin membela diri jika Sekretaris DPD berpendapat seperti itu. Malam ini juga saya akan mengundurkan diri sebagai pengurus ranting dan ke luar dari Parkindo. Itu mungkin jalan terbaik."
"Oh ho ho ho... tenang, Jan. Tenang dulu. Jangan emosional seperti itu..." Kata Priscilia dengan senyum berkembang di bibirnya, "begini, saya akan melihat persoalan ini secara sederhana. Dan saya tahu persis siapa di sini yang menjadi pengacau. Kewajibanmu sebagai penyelenggara Muskab mengundang saya untuk hadir sudah kamu laksanakan dengan membuat surat undangan, tapi kewajiban Pak Sekretaris untuk menyampaikan surat itu kepada saya, dia katakan lupa. Kamu mengerti di sini siapa yang bermain api?"

Wajah Lamsijan yang semula legam menahan emosi tiba-tiba saja bersinar cerah.

"Terlepas apakah saya akan menghadirinya atau tidak, itu urusan saya. Kewajiban sekretaris menyampaikan surat itu kepada saya. Ha ha ha... sudah lama sebenarnya saya curiga dengan orang yang satu ini... dia maunya apa ya?" Kata Priscilia dengan nada yang sangat tenang. Lamsijan menatap sang dokter yang juga adalah Ketua DPD Parkindo Jawa Barat dengan sepasang mata berkedap-kedip pelahan.

Kedap-kedip itu membuat Priscilia merasa gemas.

"Tapi... tapi dok eh Bu, soal bedahnya kapan ya?"
Priscilia tertawa.
"Itu bisa kapan saja. Kamu aku tangani bukan sekedar sebagai pasien... tapi sebagai kader. Mengerti, Jan? Aku pimpinanmu, pelindungmu; aku akan mencetakmu menjadi kader terbaik Parkindo dan bisa berkiprah di panggung politik nasional. Aku akan menjadi mentormu. Oleh sebab itu, kamu bebas kapan saja datang kepadaku... nanti setelah menjadi Ketua DPC kamu akan aku kenalkan dengan Sekjen Parkindo, Fredi Ananta."
"Terimakasih, Bu. Saya belum pernah bertemu dengan Pak Fredi, saya yakin dia orang yang sangat sibuk. Selain sebagai Sekjen DPP Parkindo, beliau juga adalah Ketua Umum sebuah Ormas yang sangat militan, yaitu ormas Gerakan Rakyat Kelas Bawah (GRKB) yang namanya sudah kesohor, beliau juga adalah CEO PT Supllier Indonesia... tidak saya tidak berharap banyak bisa bertemu dengan beliau."
"Kamu akan mudah bertemu dengan Fredi nanti, kamu bisa berkoordinasi dan minta petunjuk beliau secara langsung... dia orangnya baik, ramah dan bijak. Dia adalah suami saya."
"Ssssu...suami, ibu?"

Priscilia mengangguk sambil tersenyum.
"Nah, sekarang mari kita berangkat." Katanya dengan nada memerintah yang lembut.

***

(Bersambung)​

 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd