bagito8080
Semprot Baru
- Daftar
- 26 Dec 2016
- Post
- 30
- Like diterima
- 38
Part 1.
What is honored in a country will be cultivated there. - PLATO.
Sebidang ranjang rentah beralaskan kasur yang bisa dibilang murahan di sana berbaring seorang lelaki yang nampak liat kulitnya. Wangi bau minyak zaitun, lubrikan, mengilap di sepanjang garis torso yang panjang, memenuhi ruangan itu. Di luar entok-entok liar berkeciap mencari makan entah demi menjadi penghasil keuntungan atau mainan si pemilik tanah. Di sore yang tenang. Berbahan semen, kamar yang hanya muat disesaki sepasang manusia itu menjadi lorong waktu saat detik demi detik terasa begitu amat singkat.
Bau masam yang untungnya telah hilang diterpa sinar matahari telah sirna, bila pagi hari bau hewan itu akan begitu menyiksa, kata sang wanita-yang lebih pantas disebut bibi atau mbak-sambil mengurut dan melemaskan otot si kisanak. Duduk di atas nampan ranjang menghadapi punggung si Lelaki.
Sedang pegal-pegal aku si Lelaki. Itu yang si Bibi pastikan sewaktu mulai pertemuan mereka sore itu.
Sudah beberapa saat lamanya, keduanya telah berada di tempat itu. Udara sore hari yang masih agak panas-terima kasih pada polusi udara yang semakin meningkat-seakan tertahan di luar. Tanpa dijejali beton atawa plafon (apapun itu) kecuali sebatas triplek kopong yang di cat asal-asalan. Demi keuntungan yang maksimal tentu saja bagi sang pemilik tempat. Beruntung derauan angin dari baling-baling mesin kipas dinyalakan sang Bibi saat mula pertemuan mereka. Di lain waktu, bisa saja terdengar tawa dan obrolan dengan candaan dari bilik sebelah. Namun suasananya sedang amat tenang. Hanya kilasan suara pembaca berita yang terdengar, diimbuhi oleh rekam komentar para penghuni rumah itu. Berita sore memang paling pas untuk membunuh waktu memasuki senja. Mungkin saja kegembiraan itu ditemani oleh santapan pisang goreng. Namun hanya teh yang tersaji dan dinikmati para wanita itu.
Keringat Si Bibi mulai bercucuran dan aromanya sudah terbaurkan dengan aroma khas zaitun. Tangannya yang gemuk itu semakin lincah memberi tekanan. Sesekali membalur kembali telapak tangannya yang telah mengering dengan lubrikan.
Hm.. Pijatan mbak ini lumayan juga. Kata si Lelaki di pikirannya.
Masih teringat jelas saat-saat dirinya mencoba layanan pijat. Bukan sembarang pijat, kawan. Katanya ini layanan kesehatan paling wahid saat Anda memulai penat musim lembur atau waktu kewalahan menyelesaikan proyek, bahkan waktu Anda mulai merasa tenggorokan agak pahit, susah menelan, dan merasa agak kurang enak badan. Kaki jenjang sang wanita memulai perjalanannya dengan gerak terlatih di atas sekujur tubuh sang Lelaki. Kaki jenjang, mungkin juga ada sedikit luka dan tahi lalat. Masa bodoh. Kala itu lampu dibiarkan temaram dan musik bertempo rendah mendominasi pikirannya. Walau agak kewalahan karena-dalam arti sebenarnya-dirinya sedang di-shiatsu. Untung saja tulang punggungnya masih selamat saat selesai acara. Pijat ala Jepang yang harus dicoba sekali seumur hidup, kata sang teman. Meski bertahun-tahun setelahnya, ketika menemukan kitab tentang pijat terbaik sejagat. Shiatsu ini bukan sekedar pemijat mejeng di atas tubuh sang klien. Namun lewat tekanan tekanan yang diarahkan lewat jari tanganlah, pijat kenamaan asal pemuja bendera itu dikenal orang kebanyakan. Sejak 1940 sudah dikenal yang namanya pijat Shiatsu. Banyak teknik yang telah berkembang. Namun semuanya memiliki keutamaan, yakni seperti akupuntur dan akupresur, shiatsu melibatkan stimulasi pada titik-titik sepanjang garis meridian. Mengutip lengkap dari "The World's Best Massage Techniques The Complete Illustration Guide" suhu Victoria Jordan Stone (2010), tekanan seringkali diaplikasikan pada titik (area yang lebar) dengan telapak tangan, siku, lutut atau kaki (duh!) ketimbang jarum dan ditekankan presisi tekanan jari dan ibu jari. Dipercaya mampu mengurangi nyeri bahu hingga migrain dan lemahnya daya indera mata/telinga.
Darahnya mulai terasa hangat membanjiri sepanjang pembuluh darah. Sejak diimbuhi semacam wejangan untuk melepas kain penutup penisnya, Sang Lelaki mulai mencium sejumput kesenangan yang akan diraih. "Celananya, harap dilepas saja. Nanti terkotor minyak, dek." Untung bukan diraih. Namun direnggut. Itulah saat si Bibi mulai memijat kaki dan sepanjang satu gerakan gesit memijat bagian lutut luar, sambil diselingi obrolan ringan. Tentang keseharian si Bibi dan perjalanan dirinya sampai di kota ini.
"Oh, mas-nya senang dipijat. Senang Ibu. Bicaranya luwes dan sopan lagi." ujar si Bibi entah baru kali ini mendapat klien yang mendapat sms dengan awalan salam dan terima kasih di dalamnya.
"Iya bu. Saya suka." Ini jujur dikatakan si Lelaki, sambil menikmati pijatan si Bibi.
Mau tidak mau. Si Lelaki mulai merasa hasrat dalam dirinya mulai menegang. Separuh kekuatannya sudah terjamah oleh jari-jemari sang Bibi.
"Santai saja mas. Udah biasa, aja. Sama ibu." kata Bibi pelan sambil memandang si Lelaki dengan tatapan "nggak perlu malu, mas. Keluarin aja sekarang. Ibu sudah biasa kok dengan hal seperti ini." sambil terus mengurut batang kepekerkasaan kliennya dengan lebih mantap.
Tangannya sejenak ditarik. Sekujur telapaknya ditambah dengan lubrikan yang masih terisi penuh di botol. Memang minyak ini terasa enak betul buat pelengkap pijat. Di satu sisi harganya yang tak bisa dibilang murah, tapi memberikan sensasi tersendiri ketika jari pemijat berseluncur di atas kulitnya.
Kaki sang Lelaki mulai menegang. Nafasnya sudah rendah riuh mengikuti arah pijatan sang Bibi yang mulai cepat. Di sampingnya sudah tergeletak secarik kain bermotif hijau daun. Dirinya semakin merasa di awan-awan saat bagian kepala penisnya distimulasi sedemikian nikmatnya oleh sang Bibi.
-Bersambung-
(Salam kenal semua, suhu dan para pembaca di Semprot. Perkenalkan saya untuk menghadirkan cerita bersambung ini. Ide ceritanya memang sederhana. Menggambarkan kisah seorang lelaki yang senang dengan kegiatan massage. Semoga bisa berlanjut dan memberi hiburan yang menyenangkan. Selamat tahun baru juga.)
Daftar cerita:
Part 2.
Part 3.
What is honored in a country will be cultivated there. - PLATO.
Sebidang ranjang rentah beralaskan kasur yang bisa dibilang murahan di sana berbaring seorang lelaki yang nampak liat kulitnya. Wangi bau minyak zaitun, lubrikan, mengilap di sepanjang garis torso yang panjang, memenuhi ruangan itu. Di luar entok-entok liar berkeciap mencari makan entah demi menjadi penghasil keuntungan atau mainan si pemilik tanah. Di sore yang tenang. Berbahan semen, kamar yang hanya muat disesaki sepasang manusia itu menjadi lorong waktu saat detik demi detik terasa begitu amat singkat.
Bau masam yang untungnya telah hilang diterpa sinar matahari telah sirna, bila pagi hari bau hewan itu akan begitu menyiksa, kata sang wanita-yang lebih pantas disebut bibi atau mbak-sambil mengurut dan melemaskan otot si kisanak. Duduk di atas nampan ranjang menghadapi punggung si Lelaki.
Sedang pegal-pegal aku si Lelaki. Itu yang si Bibi pastikan sewaktu mulai pertemuan mereka sore itu.
Sudah beberapa saat lamanya, keduanya telah berada di tempat itu. Udara sore hari yang masih agak panas-terima kasih pada polusi udara yang semakin meningkat-seakan tertahan di luar. Tanpa dijejali beton atawa plafon (apapun itu) kecuali sebatas triplek kopong yang di cat asal-asalan. Demi keuntungan yang maksimal tentu saja bagi sang pemilik tempat. Beruntung derauan angin dari baling-baling mesin kipas dinyalakan sang Bibi saat mula pertemuan mereka. Di lain waktu, bisa saja terdengar tawa dan obrolan dengan candaan dari bilik sebelah. Namun suasananya sedang amat tenang. Hanya kilasan suara pembaca berita yang terdengar, diimbuhi oleh rekam komentar para penghuni rumah itu. Berita sore memang paling pas untuk membunuh waktu memasuki senja. Mungkin saja kegembiraan itu ditemani oleh santapan pisang goreng. Namun hanya teh yang tersaji dan dinikmati para wanita itu.
Keringat Si Bibi mulai bercucuran dan aromanya sudah terbaurkan dengan aroma khas zaitun. Tangannya yang gemuk itu semakin lincah memberi tekanan. Sesekali membalur kembali telapak tangannya yang telah mengering dengan lubrikan.
Hm.. Pijatan mbak ini lumayan juga. Kata si Lelaki di pikirannya.
Masih teringat jelas saat-saat dirinya mencoba layanan pijat. Bukan sembarang pijat, kawan. Katanya ini layanan kesehatan paling wahid saat Anda memulai penat musim lembur atau waktu kewalahan menyelesaikan proyek, bahkan waktu Anda mulai merasa tenggorokan agak pahit, susah menelan, dan merasa agak kurang enak badan. Kaki jenjang sang wanita memulai perjalanannya dengan gerak terlatih di atas sekujur tubuh sang Lelaki. Kaki jenjang, mungkin juga ada sedikit luka dan tahi lalat. Masa bodoh. Kala itu lampu dibiarkan temaram dan musik bertempo rendah mendominasi pikirannya. Walau agak kewalahan karena-dalam arti sebenarnya-dirinya sedang di-shiatsu. Untung saja tulang punggungnya masih selamat saat selesai acara. Pijat ala Jepang yang harus dicoba sekali seumur hidup, kata sang teman. Meski bertahun-tahun setelahnya, ketika menemukan kitab tentang pijat terbaik sejagat. Shiatsu ini bukan sekedar pemijat mejeng di atas tubuh sang klien. Namun lewat tekanan tekanan yang diarahkan lewat jari tanganlah, pijat kenamaan asal pemuja bendera itu dikenal orang kebanyakan. Sejak 1940 sudah dikenal yang namanya pijat Shiatsu. Banyak teknik yang telah berkembang. Namun semuanya memiliki keutamaan, yakni seperti akupuntur dan akupresur, shiatsu melibatkan stimulasi pada titik-titik sepanjang garis meridian. Mengutip lengkap dari "The World's Best Massage Techniques The Complete Illustration Guide" suhu Victoria Jordan Stone (2010), tekanan seringkali diaplikasikan pada titik (area yang lebar) dengan telapak tangan, siku, lutut atau kaki (duh!) ketimbang jarum dan ditekankan presisi tekanan jari dan ibu jari. Dipercaya mampu mengurangi nyeri bahu hingga migrain dan lemahnya daya indera mata/telinga.
Darahnya mulai terasa hangat membanjiri sepanjang pembuluh darah. Sejak diimbuhi semacam wejangan untuk melepas kain penutup penisnya, Sang Lelaki mulai mencium sejumput kesenangan yang akan diraih. "Celananya, harap dilepas saja. Nanti terkotor minyak, dek." Untung bukan diraih. Namun direnggut. Itulah saat si Bibi mulai memijat kaki dan sepanjang satu gerakan gesit memijat bagian lutut luar, sambil diselingi obrolan ringan. Tentang keseharian si Bibi dan perjalanan dirinya sampai di kota ini.
"Oh, mas-nya senang dipijat. Senang Ibu. Bicaranya luwes dan sopan lagi." ujar si Bibi entah baru kali ini mendapat klien yang mendapat sms dengan awalan salam dan terima kasih di dalamnya.
"Iya bu. Saya suka." Ini jujur dikatakan si Lelaki, sambil menikmati pijatan si Bibi.
Mau tidak mau. Si Lelaki mulai merasa hasrat dalam dirinya mulai menegang. Separuh kekuatannya sudah terjamah oleh jari-jemari sang Bibi.
"Santai saja mas. Udah biasa, aja. Sama ibu." kata Bibi pelan sambil memandang si Lelaki dengan tatapan "nggak perlu malu, mas. Keluarin aja sekarang. Ibu sudah biasa kok dengan hal seperti ini." sambil terus mengurut batang kepekerkasaan kliennya dengan lebih mantap.
Tangannya sejenak ditarik. Sekujur telapaknya ditambah dengan lubrikan yang masih terisi penuh di botol. Memang minyak ini terasa enak betul buat pelengkap pijat. Di satu sisi harganya yang tak bisa dibilang murah, tapi memberikan sensasi tersendiri ketika jari pemijat berseluncur di atas kulitnya.
Kaki sang Lelaki mulai menegang. Nafasnya sudah rendah riuh mengikuti arah pijatan sang Bibi yang mulai cepat. Di sampingnya sudah tergeletak secarik kain bermotif hijau daun. Dirinya semakin merasa di awan-awan saat bagian kepala penisnya distimulasi sedemikian nikmatnya oleh sang Bibi.
-Bersambung-
(Salam kenal semua, suhu dan para pembaca di Semprot. Perkenalkan saya untuk menghadirkan cerita bersambung ini. Ide ceritanya memang sederhana. Menggambarkan kisah seorang lelaki yang senang dengan kegiatan massage. Semoga bisa berlanjut dan memberi hiburan yang menyenangkan. Selamat tahun baru juga.)
Daftar cerita:
Part 2.
Part 3.
Terakhir diubah: