Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Antara Aku, Kamu, dan Para Pengejarmu

Bab 5 Dimanakah Lelaki itu??
dari sisi aku (Luki...sang suami)


“Mas, bangun…”, samar terdengar bisikan Elsa ditelingaku. Aku yang terlelap, segera sadar. Mataku sedikit perih terkena sinar matahari yang terpancar dari jendela yang gordennya sudah terbuka.

“Sudah jam 11 siang”, ujar isrtiku sambil membuka gorden sisi kiri jendelaku. Aku menggeliat sejenak, dan menggerakan tubuh ke kiri dan kanan. Tubuh ini begitu pegal, karena semalam aku tertidur di sofa ruang tamu ini.

“Mau ku buatkan kopi?”, lanjut istriku.

Aku hanya mengangguk, masih enggan untuk berkata-kata. Ku teguk air putih sisa semalam yang masih ada di meja. Rasa segar segera menjamah tubuh. Namun tetap saja, tubuhku masih malas beranjak.

Elsa yang sudah berada di dapur, sibuk membuatkan kopi untukku, pemantik kompor terdengar menggema, kemudian terdengar pula tuangan air panas ke cangkir kopiku. Sambil mengucek-ngucek cangkir itu dengan sendok, Elsa menghampiriku. Meletakan cangkir itu dan segera duduk dihadapanku. Tertunduk wajahnya tak berani menatapku, lalu segera ku pegang dagunya, memaksanya beradu pandang denganku.

Wajah yang tampak lelah denan rambut yang sudah di ikat, belum tersentuh oleh air. Namun walaupun demikian tidak mengurangi manisnya wajah itu.

“Cuci muka dulu, sana…!”, kataku.

“Hmmm…”, dia tersenyum. Dan segera berdiri lalu beranjak menuju kamar mandi yang terletak di dekat dapur.

“Mau sekalian mandi saja.”, ujar Elsa.

Aku menatap bagian belakang tubuhnya yang masih ditutupi baju tidur sebatas dengkul yang berwarna putih tanpa corak agak transparan. Ditengah lenggokannya menuju kamar mandi, tidak kudapati “dalaman”nya tercetak di tubuh Elsa, dan kuduga kalo dia tidak mengenakannya.

Hingga tubuh istriku hilang, masuk ke dalam kamar mandi itu, dan menutup rapat pintunya. Seketika fikiranku menerawang, hatiku kembali bergejolak, membayangkan semalam Elsa bersama atasanku. Tentu yang dilakukan istriku kini tengah membuang lengketnya campuran keringat dia, dipersetubuhan semalam, bukan denganku tapi dengan lelaki yang memujanya. Tentu pula kini Elsa sedang membasuh kemaluanya, mengoreknya agar campuran cairan hasrat mereka musnah. Elsa juga pasti sedang menyabuni tubuhnya, agar aroma air liur ditubuh mulusnya akibat jilatan dan cumbuan hilang. Dan itu pun bukan cumbuanku. Perlahan sosok lelaki itu terbayang…

Rudi Sahputra….oh iya, kemana atasanku itu, yang semalam bercinta dengan istriku, entah sampai jam berapa mereka bergumul?

Kemana lelaki yang semalam berkesempatan menikmati tubuh istriku. Kemana tubuh kekar itu, yang semalam kusaksikan menghentak-hentak tubuh Elsa yang aku cintai.

Lantas aku berjalan menuju tempat semalam mereka beradu kemaluan. Kubuka pintunya, dengan hati berdebar, mengharap Rudi sudah tidak ada di dalamnya. Dan benar saja, kamarku sudah tidak ada siapa-siapa. Tempat tidur sudah tak berseprei dan pembungkus bantal guling pun sudah menumpuk di lantai. Rupanya istriku sudah membenahi ornamen-ornamen di ranjang kami.

“Rudi ke mana, sayang?”, teriakku dari kamar. Berharap Elsa mendengar, namun tak ada jawaban. Yang ada suara guyuran air yang berasal dari kamar mandi itu.

Aku kembali melangkah menuju sofa di ruang tamu, duduk di sana seperti tadi dan menyeruput lagi kopiku. Menunggu Elsa selesai mandi.

Tak lama Elsa muncul dari kamar mandi dengan handuk putih terbalut di tubuh serta handuk biru yang berwarna biru muda bertengger menutupi rambutnya. Elsa sudah nampak segar, menghampiri ke arahku dan duduk di sofa panjang.

“Rudi kemana?”, tanyaku sekali lagi.

“Tadi jam 7 an, Boss mu pamit, tadinya malah mau meneruskan tidurnya di sini, tapi dia merasa gak enak. Dia sudah menyewa hotel, memuaskan tidurnya paling. Dan kata Boss mu, nanti sore ada janji bertemu rekan bisnisnya..”, jelasnya.

“Oh ya? Bagus lah kalo begitu.”, kataku sambil beringsut duduk di sampingnya. Wangi sabun mandi tercium olehku, menggugah hasrat dan tanganku merangkul pundaknya. “Kamu nggak apa-apa?”.

Elsa tak menjawab, malah balik bertanya. “Mas Luki, tidak marah?”

Nampak raut wajah sedih yang tak dibuat-buat, suaranya bergetar, menatap kosong ke arah lain, seperti tidak berani menatapku. Jari tangannya bergerak-gerak tak teratur, menandakan kegugupan yang jelas terlihat. Wajah segar sehabis mandi tadi menjadi hilang.

“Maafkan aku, semalam malah menikmati itu..hiks…”, pecahlah tangis Elsa. Kepalnya dijatuhkan ke pahaku, dan isak tangis yang tertahan menggetar-getarkan tubuh terbalut handuk itu. “Seandainya mas Luki semalam menghentikan perlakuan Rudi kepadaku, tentu aku tak berlanjut. Aku malu mas, apalagi Mas Luki menyaksikan aku dicumbu Rudi…” ujar istriku ditengah isaknya.

Hatiku bergetar mendengar kata-katanya, penyesalan terbesit di otak. Demi ambisiku, aku korbankan istriku sendiri. Mengijinkan dia untuk melayani hasrat atasanku. Paduan rasa cinta dan nafsu yang dipendam selama Lelaki itu tak lagi bertemu dengan wanita yang dicintainya yang sekarang menjadi istriku.

“Aku yang salah, El”, ujarku sambil mengusap pipinya dan kusempatkan menghapus airmatanya. Elsa masih sesegukan di pahaku. “Aku yang salah karena tergiur tawarannya, sehingga kesepakatan itu tercipta.”

Aku membimbing tubuhnya untuk duduk, Elsapun menurut dan menatapku dengan wajah sendu. Wajah sedih, lelah, sesal, dan sayu menyatu semua. Namun wajah manisnya tak pudar. Sama sekali tak hilang. Dan inilah yang memaksaku untuk menyunggingkan senyuman.

“Lagian jujur, justru aku suka melihat semalam kamu menikmatinya.” Ujarku. Kembali kuhapus airmatanya. Memegang bahunya, dan segera kutarik tubuh Elsa untuk jatuh didadaku. “Walau aku sangat cemburu…!”.

Kembali Elsa terisak. Sambil memukul pelan dadaku.

“Kamu jahat, mas. Kamu mempermaikan perasaanku. Aku dipaksa bimbang. Aku sangat mencintaimu, dan tetap akan mencintaimu. Tapi Rudi akhirnya bisa membuat aku terbuai, seolah aku melupakan rasa cintaku pada kamu.

“Awalnya aku bisa bersikap biasa saja, bahkan aku sanggup untuk tak terbawa suasana, namun Mas Luki lihat sendiri, betapa aku luluh. Aku tak sanggup menahan gejolakku akibat pancingan-pancingan dia.” lirihnya.

Aku membelai rambutnya, kemudian turun kepunggungnya yang terbalut kain. Ibaku melanda, dan tak terasa akupun larut di suasana itu. Namun tetap aku tahan mataku berkaca-kaca. Tanpa keluar suara kata-kata aku pun membathin, Maafkan aku, Elsa…..

Dan kami pun berada di situasi hati kami masing-masing.

**************

Bab 6 Seminggu Yang Lalu
Dari Sisi Aku (Elsa Likantari)


Hari ini begitu meresahkan. Begitu membuat bimbang yang tak bisa aku tepis walau aku luangkan waktuku dengan kegiatan biasanya. Setiap apa yang aku lakukan, ujung-ujungnya akan teringat hal yang akan terjadi nanti malam yang membuat aku gundah.

Betapa tidak demikian, kesepakatan antara Mas Luki dan atasannya mungkin akan terlaksana nanti malam. Dimana demi menepati janji atasan mas Luki, bahwa dia akan dijadikan penanggung jawab penuh di kantor cabang perusahaan atasannya, Aku harus bercinta dengan atasan Mas Luki.

Seminggu yang lalu aku dipertemukan oleh Mas Luki kepada atasannya. Dan betapa kagetnya aku, ternyata atasannya itu teman SMA di kota asalku. Rudi Sahputra, lelaki yang dulu sempat dekat denganku, yang dulu sangat memperhatikan aku, dan yang dulu lelaki pertama yang mengungkapkan cintanya padaku.

Rudi Sahputra, lelaki yang kandas untuk mendapatkan aku, memiliki aku. Karena ketidaksetujuan orang tuaku karena status ekonomi yang berbeda, adat yang yang berbeda, serta prinsip hidup keluarga yang berbeda pula, dan ini membuat dia kecewa. Sehingga semenjak itu aku tak pernah bertemu kembali, dan seminggu yang lalu itulah kami kembali bertemu.

Sehari sebelum pertemuan di cafe itu, aku memang sudah diberitahu oleh suamiku. Semuanya. Tentang tawaran memegang cabang perusahaan, akan diberikan fasilitas sebagai penunjangnya, serta gaji yang besar. Namun semua itu akan berlaku dengan hal yang sulit aku percaya.

Mereka rupanya sudah membuat kesepakatan. Kesepakatan yang tak wajar bagi aku, namun entahlah untuk orang lain dijaman sekarang. Apakah ini adalah kesepakatan yang biasa? Aku harus menemani atasannya di atas ranjang, 3 kali.

Apalagi ketika Mas Luki menunjukan foto atasannya, yang jelas sekali aku masih mengingatnya. Dia temanku, dia pernah dekat denganku, dia pernah menyatakan perasaan hatinya. Dan kekhawatiranku, Dia masih mencintaiku, masih mengharapkanku.

Dipertemuan itu, aku tertunduk, tak berani menatap Rudi yang selalu menyunggingkan senyum. Mencairkan suasana yang begitu kaku, bahkan suamikupun ikut terbawa suasana kaku.

“apa khabar Elsa, sangat lama tak ketemu”, sambil mengulurkan tangannya mengajak bersalaman. Kusambut tangannya, dan agak canggung juga ketika dia tak mau melepas genggamannya, malah seolah menarikku berjalan menuju meja. Anehnya suamiku diam saja, membiarkan apa yang terjadi.

Kami pun duduk, aku disamping Mas Luki, dan Rudi didepan kami. Kemudian Rudi memulai obrolan-obrolan ringan setelah menawarkan kami menyantap makanan yang sudah tersedia diatas meja. Di ruang cafe itu hanya ada 3 meja yang terisi dan jaraknya pun jauh-jauh.

Suasan sudah santai, aku dan mas Luki sudah bisa mengimbangi obrlannya. Cerita-cerita Rudi dan aku yang pernah ada pun tak luput diceritakan. Suasana kaku menjadi cair, apalagi ketika cerita-cerita lucu antara aku dan Rudi membuat kami tertawa-tawa, tak peduli disekitar ada yang mendengar.

Hingga, ketika ada momen kami terdiam, Rudi memulai mengutarakan apa yang menjadi tujuan pertemuan ini. Isyarat ini rupanya disadari oleh Mas Luki, dan suamiku pun minta ijin untuk meninggalkan aku dan Rudi, dengan alasan klasik, ingin ke kamar kecil.

“aku ke belakang dulu, sayang, kamu temani Pak Rudi”, ujar suamiku dan segera berdiri lalu berjalan meninggalkanku.

Aku mengangguk dan menatap Mas Luki, ada yang ingin kusampaikan, tentang kekhawatiranku, Rudi memberi isyarat lagi.

“sudah, santai sajalah El...”, kata Rudi.

Kini di meja itu tinggal aku dan Rudi, dan alunan musik slow, samar terdengar namun itu semua kembali menciptakan suasan kaku, pada diriku.

“kamu sudah tau, El?”, ujar Rudi sambil meneguk minumanya.

“Sungguh, ini bukan maksud aku ingin melecehkanmu, apalagi melecehkan Luki, suamimu. Perlu kamu ketahui, Mas mu ini orang yang aku percayai, partner kerjaku yang bagus. Dan aku sangat menghargainya.

“ketika aku mengetahui bahwa kamu adalah istri Luki, hmm...aku langsung gembira, senang bukan kepalang. Wanita yang dahulu aku cintai dan sangat berharap kamu jadi istriku, ternyata ada di kota ini, kota tempat aku membuka kantor cabang”.

“ada perasaan lain dihatiku, bayanganmu selama ini tak pernah hilang, walau aku sudah beristri dan beranak dua. Maka aku beranikan diri untuk meminta kesediaan suamimu memberi kesempatan aku untuk mencintaimu lagi, dan akan aku curahkan cinta ini dengan menikmatimu, karena entah kenapa, aku kok yakin, kamupun masih mencintaiku.” Tangan rudi mulai menyentuh punggung tanganku.

Begitu PD nya dia, sampai berujar seperti itu. Walau apa yang dia utarakan benar. Aku mulai kembali terpesona padanya, dan bulir-bulir cintaku bermunculan kembali, kepada Rudi teman SMA ku ini. Aku membuka tanganku, sentuhan tangannya yang semula dipunggung tanganku, kini mendarat ditelapak tanganku, dan merinding aku dibuatnya.

“Mau..”, tanya lelaki itu sambil menarik tanganku menuju bibirnya dan mengecup cepat punggung tanganku.

Segera aku menarik tanganku, aku tak mau adegan ini disaksikan oleh orang-orang sekitarku. Sial, semakin merinding.

“beri aku waktu”, ujarku.

“Berapa Lama?”

“nanti aku beri tahu..”, jawabku.

“baiklah, tapi jangan terlalu lama, aku akan pulang seminggu lagi. Aku tak mau tergesa-gesa ketika menikmati kamu. Rugi dong..hehehehe...”, celotehnya. Dan aku tersenyum.

“oh iya...aku bicara dengan Luki, aku minta diberi kesempatan bercinta denganmu tiga kali, dan apa kata suamimu, bijak sekali suamimu, katanya semua tergantung kamu, terserah padamu...”, Rudi kembali meneguk minumannya. Kegembiraan terpancar diwajahnya, karena mungkin dia sudah berfikir jauh, dan menagkap isyarat persetujuan dariku.

Lalu kamipun mengobrol santai lagi, Rudi menanyakan tentang khabar aku, khabar keluargaku, khabar teman-teman dulu, dan lain-lain. Dan aku menjawab semuanya, walau hatiku gundah gulanah.

Hingga suamiku kembali entah dari mana. Dan aku yakin dia kembali karena diberi kode oleh atasannya melalui HP.

Setengah jam berlalu, menghabiskan waktu kami sambil menyantap sisa-sisa makanan dan minuman di meja, dan akhirnya kamipun harus mengakhiri pertemuan ini. Aku dan suamiku pamit duluan, sementara Rudi katanya masih akan di cafe itu, menunggu rekan bisnisnya.

Hebat kamu Rudi, begitu suksesnya kamu, tahu gitu, dulu nekat saja sama kamu...akh...ku buang jauh-jauh pikiran itu.

Seminggu berlalu, dan aku begitu resah. Ya, hari ini, malam nanti, adalah waktu yang sudah aku janjikan kepada Rudi. Gilanya lagi, Rudi ingin bercinta denganku di rumahku sendiri. Semapat aku tanyakan hal kenapa harus di sini, Rudi hanya menjawab, agar berbeda sensasinya, dan katanya lagi aku pun akan merasakan sensasi itu, apalagi jika ketika nanti bercinta, disaksikan oleh suamiku sendiri. Edan, Gila....

Sekitaran pukul 8 malam, suara mobil terdengar di berhenti di depan rumahku. Aku mengintip dan benar saja, suamiku tiba beserta Rudi, atasannya. Mereka bebarengan menuju pintu rumah yang sudah terbuka, namun tidak masuk, mereka singgah di teras rumah dulu.

Segera aku menghampiri mereka, dan segera pula mereka menyambutku.

“Hai..Elsa, apa khabar?”, kata Rudi sambil mengulurkan tangan.

Aku menyambut uluran tangan itu, sambil menyunggingkan senyuman.

“Baik, kamu Rud?”, balasku. Kemudian aku pun menatap Mas Luki. “Mas...baik-baik saja? Mau kubuatkan apa, kalian?”, tanyaku.

“kopi saja, klo pak Rudi?”, tanya Mas Luki.

“Samain aja..., kangen juga dengan kopi buatan Elsa...”, ujar Rudi dengan lirikan matanya yang mulai nakal.

Aku beranjak ke dapur, untuk membuatkan kopi untuk mereka, dan aku semakin resah.

...bersambung...
dan mudah2an gak akan lama-lama....
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd