Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT ANCAMAN YANG SEMPURNA

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
BAGIAN VIII

***

Soraya ternganga tak percaya. Tubuhnya tersurut, kalau saja tidak cepat menekap mulutnya sendiri, tentulah sudah terdengar seruan kagetnya. Berkali-kali ia mengucek-ucek matanya, berharap apa yang dilihatnya adalah halusinasi. Namun apa yang dilihatnya dari celah gorden yang tak tertutup rapat itu seakan makin menggoda penglihatannya. Saat itu Ridwan mulai menggelitik tengkuk ibunya yang menggelinjang-gelinjang kegelian.

“Keluarga gila! Edan! Tak bermoral!” hati Soraya mengutuk kalang-kabut. Bingung hatinya. Ia kemari bermaksud untuk menjemput anaknya yang dititipkan ke Bu Maya, tak menyangka malah memergoki perbuatan bejat dari ibu dan anak itu.

Wajah Soraya mulai memerah. Ketika Ridwan mulai nakal mencucup-cucup menunduk entah ke mana, karena terhalang oleh sandaran sofa.

“Gila! Gila! Gila!” rutuk Soraya. Pengetahuan soal moralnya mulai memberontak untuk menolak perbuatan ke dua ibu beranak tersebut. Ingin rasanya ia menggedor-gedor pintu, tapi entah kenapa, ada hasrat lain yang bergejolak, memintanya untuk menikmati pemandangan tersebut.

Tiba-tiba, dilihatnya Bu Maya berdiri setelah sebelumnya dibisiki oleh Ridwan. Ternyata hanya untuk menaruh Wilda, anak Soraya ke keranjang bayi. Dan yang membuat Soraya menahan napas, ternyata kancing baju Bu Maya sudah terlepas semuanya, memperlihatkan sepasang payudara yang bulat membusung, dengan puting yang sudah mengeras!

“Edan!” seru Soraya dengan mata terbelalak. Saat dilihatnya Ridwan berdiri dalam keadaan tak bercelana dengan penis besarnya tegak kaku! Soraya kembali menekap mulutnya.

Beruntung, keadaan saat itu sudah sepi. Sehingga kegiatan mengintipnya tak terganggu oleh lalu lalang orang.

Walau pun saat itu Soraya sangat takjub dengan ukuran penis Ridwan, namun saat melihat pemuda itu memeluk ibunya dan mengangkat dasternya ke atas dari arah belakang. Mengertilah ia apa yang akan dilakukan mereka.

“Jangaaan! Jangan di depan anak gue!” nuraninya berteriak-teriak marah. Soraya seakan baru tersadar. Tepat ketika ada sapaan halus dari arah belakang.

“Mbak Soraya?”
Soraya cepat membalikkan badannya, persis seperti maling tertangkap basah.

Pak Bandi, tetangga sebelah kontrakan Bu Maya, sedang berdiri terheran-heran. Untunglah, posisi badan Soraya, entah disengaja atau tidak, menutup celah gorden dari jendela yang sedang diintipnya.

“Pa-k Bandi...,” gagap benar suara Soraya, mukanya terlihat pucat.

“Ada keperluan sama Bu Maya?” tanya Pak Bandi heran.
“A-anu, Pak. Mau menjemput anak saya, habis pulang lembur. Khawatir Bu Maya sudah tidur, jadi mengintip dulu,” sahut Soraya mulai lancar. Wajahnya sesaat tersipu malu.

“Ohhh,” Pak Bandi tersenyum maklum, “Mari saya bantu mengetuk pintu!”

“tt-tak usah, Pak. Nggak apa-apa, barusan saya lihat Bu Maya sedang menonton televisi,” jawab Soraya buru-buru. Entah kenapa ia sedikit khawatir Pak Bandi akan mengetahui kejadian bejat yang tengah berlangsung di dalam rumah itu. Makanya nada suaranya sedikit dikeraskan agar yang punya rumah mengetahui ada orang yang sedang bercakap-cakap di depan rumah mereka.

Ridwan dan Maya yang sedang dimabuk asmara berahi, jelas menjadi kalang-kabut. Tanpa pikir panjang, Ridwan melesat masuk ke dalam kamarnya, sementara Maya sendiri sibuk merapihkan kembali pakaian tidurnya yang berantakan. Ia mendengar jelas suara Soraya dan Pak Bandi tengah bercakap-cakap di depan rumahnya persis.

“Celaka!” serunya dalam hati dengan panik.

Terdengar ketukan pintu disertai salam.

“Assalamu’alaikuuum, Buuu..., Bu Maya!” Suara Soraya.

“Wa-wa’alaikumsalam, Mbak Aya?” sahut Bu Maya sambil mencoba menenangkan hatinya.

“Iya, Bu. Saya Soraya. Wildan udah tidur?”

“U-daaah, Mbak. Sebentar yaaa,” sahut Maya melangkah ke depan pintu. Begitu membuka pintu, terlihat Soraya dan Pak Bandi yang berdiri di belakang Soraya.
“Lho, ada Pak Bandi juga?” kata Maya kemudian agak gugup.

Soraya berusaha tersenyum seakan tidak ada kejadian apa-apa.
“Mohon maaf mengganggu istirahatnya Bu Maya. Habis lembur laporan, jadi baru malam bisa menjemput Wildan.”
“Nggak apa-apa, Mbak. Silahkan masuk. Pak Bandi juga?” Maya menatap khawatir ke arah Pak Bandi yang segera menggelengkan kepalanya.
“Tidak, Bu Maya. Kebetulan saya datang tepat saat Mbak Soraya sudah di depan pintu rumah ibu. Saya langsung ke rumah saja deh, pamit, Mbak Soraya, Bu Maya,” kata Pak Bandi sambil mengangguk sopan ke para tetangganya itu.
“Silahkan, Pak,” sahut ke dua perempuan itu hampir bersamaan.

“Mari masuk, Mbak,” kata Maya mempersilahkan ke Soraya yang melepas sepatu kerjanya, ragu-ragu ia melangkah masuk ke dalam rumah. Masih terbayang jelas kejadian barusan yang diintipnya. Wajahnya kembali bersemu merah. Diam-diam ia melirik ke Bu Maya yang kelihatan tenang-tenang saja.

“Edan!” makinya dalam hati. Entah ditujukan kepada siapa. Karena tiba-tiba ia terbayang penis kekar Ridwan yang besarnya membuat dada Soraya menjadi sesak.

“Gila!” hati Soraya kembali memaki-maki.

Padahal Maya sendiri, sambil mengikuti Soraya yang masuk ke dalam rumah sedang berusaha menenangkan hatinya yang panik dan ketakutan. Khawatir Soraya mengetahui perbuatan mesum dengan anaknya. Tapi melihat Soraya seakan-akan santai, Maya sedikit bernapas lega. Karena kalau saja perempuan itu tahu, tentulah akan berbeda dalam mimik mukanya.

Begitulah keadaan hati dua orang wanita itu yang sedang dilanda gejolak berbeda perasaan. Sementara Ridwan bersembunyi di kamarnya dengan hati berdebar-debar.

Setelah berbasa-basi seperlunya. Soraya segera meninggalkan rumah kontrakan Bu Maya cepat-cepat sambil menggendong anaknya yang terlelap nyenyak.
Masuk ke dalam rumah, Donny, suaminya sudah duduk santai menghadap laptopnya yang menyala. Donny memang pulang langsung ke rumah tanpa ikut menjemput anaknya bersama-sama Soraya. Seandainya saja dia ikut mengetahui apa yang diintip oleh istrinya tadi. Tentulah kejadiannya akan lain

“Lama banget?” tanya Donny hanya melirik sekilas. Lalu anteng kembali ke layar laptopnya.
“Bu Mayanya sudah tidur. Nggak enak juga gedor-gedor rumah orang malam-malam,” sahut Soraya sambil masuk ke dalam kamarnya, untuk menidurkan Wildan.

Dengan pikiran melayang-layang, Soraya masuk ke kamar mandi dan membuka keran untuk mengisi bak mandi untuk berendam. Sambil menunggu air penuh, ibu muda ini membuka pakaiannya satu-satu. Dan tak biasanya, saat membuka pakaian helai demi helai, tak lepas ia memandang cermin besar yang memang terpasang di kamar mandi mewahnya. Puas sekali ia memandangi tubuh sempurnanya. Kulit yang putih halus terawat, buah dada yang bulat penuh, tidak besar juga tidak kecil, proporsional dengan tubuhnya yang ramping seperti gadis remaja, padahal ia sudah beranak satu juga sedang menyusui bayi. Namun bentuk tubuhnya tak berubah banyak, bahkan terlihat semakin matang dan montok. Dan vaginanya yang berbulu tipis, membusung indah dengan bibir-bibir vagina yang rapat membentuk celah tipis di bawah perut rampingnya. Membandingkan tubuhnya dengan tubuh Bu Maya, ia jelas menang jauh.

Namun hatinya mendadak berdebar-debar panas. Penis Ridwan! Anak Bu Maya. Begitu menggoda hasratnya. Berkali-kali hatinya mengutuk dan memaki. Tapi penis besar itu seolah terus menggodanya.

Tanpa sadar, tangannya turun ke selangkangannya sendiri. Mengelus halus. Satu sentuhan saja.

“Enggh,” Soraya mengerang pelan. Tangan yang lain mengurut dan meremas payudara mengkalnya yang putingnya mulai mengeras dan meneteskan air susu. Giginya menggigit bibir dengan mata terpejam. Jelas berahinya sudah terpancing oleh kejadian tadi. Betapa ia membayangkan Bu Maya dan Ridwan kembali melanjutkan perbuatan mesum mereka. Penis besar Ridwan itu, dibayangkannya melesak masuk ke..., vaginanya!

“Ugh!” Soraya merintih. Jari-jarinya bermain di dalam vagina basahnya. Napasnya mulai memburu. Tiba-tiba terdengar suara gemericik air. Ternyata, bak mandi sudah luber oleh air keran.

Masih dengan birahi tinggi, dengan langkah gemulai Soraya masuk ke dalam bak mandi dan berendam. Melanjutkan masturbasinya yang sempat terhenti sejenak untuk menutup keran.

Air yang hangat, membantu birahinya terus naik mendaki puncak tertinggi.
Dengus napasnya makin keras. Otak normalnya yang selalu dipenuhi moral, kini berubah liar. Seliar kocokan jari-jarinya ke dalam vaginanya yang becek, seberingas remasan-remasan kasar ke payudara montoknya.
Dan...,

“Arrrgghhh...!”

Tubuh Soraya mengejang. Ia telah mencapai orgasmenya dengan sangat cepat.

Napasnya memburu, tubuhnya melemas dalam rendaman air hangat bak mandi.

“A-apa yang barusan aku lakukan?” tanyanya dalam hati dengan bingung. Ada rasa bersalah menyelinap. Hatinya merasa malu. Jelas barusan ia tengah membayangkan penis Ridwan, lelaki lain, untuk dijadikan fantasi birahinya. Bukan penis Donny, suaminya. Dan itu adalah masturbasinya yang pertama dan sukses membuatnya mencapai orgasme yang sulit didapatnya dari Donny.

“Sialan! Sialan!” Soraya menenggelamkan wajahnya ke dalam air yang berbusa-busa. Ingin mencuci bersih pikiran kotornya barusan.

Selesai mandi. Tak seperti biasanya Soraya memakai lingerie transparan tanpa memakai apa-apa lagi di baliknya. Ia ingin menebus dosa dari peristiwa tadi di kamar mandi. Dan menyemprotkan minyak wangi mahal ke seluruh tubuhnya dan berdandan habis-habisan dengan harapan suaminya tertarik untuk memenuhi hasrat birahinya.

Dengan langkah gemulai, ia keluar kamar. Menghampiri Donny yang sedang serius dengan laptopnya.

“Sayang,” bisik Soraya sambil memeluk Donny dari belakang. Ke dua payudaranya menekan pundak Donny yang segera mendongak heran. Wangi parfum mahal menerobos hidungnya.
Seraut wajah cantik dengan bibir sensual merah basah, tersenyum menggodanya.

“Apa nih?” Donny bertanya cuex. Pandangannya beralih ke layar laptopnya lagi.
“Sayaaang...,” bisik Soraya kembali. Hembusan hangat terasa menyapu telinga Donny.

“Hmmm,” Donny tetap fokus dengan pekerjaannya. Sama sekali tak tergoda dengan pemandangan menakjubkan yang akan membuat gila setiap pria normal.

“Ayolaaah,” desah Soraya, menekan payudaraya ke pundak suaminya, ke dua tangannya memeluk manja dari belakang, bahkan mulai membuka kancing kemeja Donny.

Donny menggelengkan kepalanya.
“Jangan malam ini, Sayang. Dikejar deadline nihhh,” sahut Donny menurunkan tangan istrinya. Lalu kembali fokus ke layar laptop.
“tak bisakah ditunda?” nada suara Soraya mulai tinggi.

Donny kembali menggelengkan kepalanya.
“Huh!” Soraya menghentakkan kakinya dengan marah. Kemudian pergi meninggalkan Donny yang tak perduli.

Dengan hati kesal Soraya membanting tubuhnya ke atas kasur empuk. Menyebalkan! Kata hatinya gusar. Dicobanya memejamkan mata, namun kantuknya tak kunjung jua datang. Badannya berguling-guling dengan gelisah. Walau pun AC terasa dingin, namun badannya terasa memanas dan berkeringat. Membayangkan pergulatan fantasi dari Ridwan dan ibunya yang mungkin kini sedang memburu puncak kenikmatan birahi mereka.

Kalau saja tidak dilarang nuraninya, ingin rasanya ia berlari ke luar rumahnya, mencoba mencari tahu apa yang sedang dilakukan ibu beranak itu di dalam rumah mereka. Napasnya makin memburu, ke dua tangannya ikut sibuk membantu mendorong fantasinya. Mengocok dan meremas.

Rintihan dan erangan pelan mulai terdengar. Tubuhnya terus mengejang-ngejang. Menekan, pinggul padatnya berguncang-guncang. Makin cepat, makin panas. Keringat kembali membasahi tubuhnya. Hingga beberapa lama kemudian, tubuhnya mengejang kaku. Bibirnya digigit keras-keras. Matanya terpejam menikmati lonjakan kenikmatan luar biasa dari orgasmenya.

Setelah beberapa saat, Soraya telah terlelap tidur dengan senyum kepuasan tersungging di bibirnya. Tanpa teringat untuk mencuci vaginanya yang dibanjiri oleh cairan orgasmenya.

Subuh menjelang, Donny masuk kamar, dengan pandangan takjub, ia melihat istrinya tertidur dengan posisi sensual. Walau pun sangat ngantuk dan capai. Namun birahinya mulai naik.

Cepat ia naik ke ranjangnya, membuka seluruh pakaiannya dan menggerayangi tubuh istrinya yang sedang terlelap.
Soraya terbangun kaget, kemudian menggelinjang kegelian.

“Apa-apaan sih?” kata Soraya dengan suara masih sebal.
“Katanya ngajak,” dengus Donny sambil meremas gemas payudara istrinya.
“Itu tadi! Sekarang udah ngantuk!” tukas Soraya pedas. Menggulingkan tubuhnya mencoba melepaskan diri dari pelukan Donny yang segera mengencangkan pelukannya. Dengan cepat ia menindih tubuh Soraya. Penisnya telah menegang penuh.
“J-ja...., hmmmpfh,” tak jelas yang hendak dikatakan Soraya, karena bibirnya telah dicium Donny.

Walau dengan hati kesal. Namun cumbuan Donny sudah mengembalikan birahinya yang tadi sudah reda. Dan ke duanya pun bergumul panas. Tanpa warming up dulu, Donny segera menancapkan penisnya ke dalam vagina istrinya, setelah sebelumnya melucuti lingerie tipisnya. Soraya mencoba mengimbangi genjotan-genjotan dari suaminya. Namun diam-diam ia kembali membayangkan penis besar Ridwan, yang ia tahu benar kalau dibandingkan dengan penis Donny yang kecil dan pendek, senjata Ridwan itu menang banyak.

Hanya kurang dari sepuluh menit. Donny sudah meraung nikmat, pantatnya menekan penisnya dalam-dalam. Ke dua tangannya yang dari tadi meremas-remas payudara istrinya yang telah basah oleh air susu yang menetes dari puting-putingnya, menekan keras. Air susu memancur menyemprot wajah Donny yang sedang mengerut menikmati puncak birahinya sendiri. Sementara Soraya sendiri menghela napas kesal, karena dirinya baru setengah tanjakan untuk mencapai puncak orgasmenya.

“Ahhh, nikmaaat...,” desah Donny sambil menggulingkan tubuhnya ke samping Soraya tanpa mengetahui raut muka kecewa dari istrinya itu. Kemudian sebentar saja sudah terdengar dengkurnya.
Tinggalah Soraya yang segera menarik selimut, menutupi tubuh bugilnya. Dan membalik tubuhnya membelakangi Donny dengan dengusan tak puas.


Kalau saja Soraya tahu tentang badai birahi yang tengah melanda panas dari rumah kontrakan sebrang rumahnya. Tentulah Soraya akan sangat iri sekali. Stamina Ridwan yang seakan tak pernah ada habisnya, telah memporakporandakan pertahanan ibunya yang birahinya selalu terpuaskan oleh permainan liar dari anaknya. Semburan-semburan kenikmatan, berkali-kali membanjir di ruangan kamar sempit Ridwan. Tanpa menyadari sepasang mata berapi, ikut menikmati persetubuhan mereka dari kamar sebelah, melalui retakan tembok yang diperbesar dengan sengaja oleh..., Rudi! Suami Maya, bapaknya Ridwan. Yang oleh obsesinya sendiri, mampu mengerjakan pekerjaan mustahil dari seseorang yang hampir seluruh anggota badannya lemah.

Diam-diam, demi mewujudkan hasratnya menonton persetubuhan istri dan anaknya. Saat sedang sendirian di rumah, ketika Ridwan pergi bekerja dan Maya pergi berbelanja. Dan dibantu dengan fakta bahwa Maya sudah sangat jarang masuk ke kamarnya, karena ia sudah pindah ke kamar Ridwan, membuat Rudi leluasa menekadkan hatinya untuk membuat lubang intip dari retakan tembok yang memisahkan kamarnya dengan kamar Ridwan, anaknya. Dengan tekad yang luar biasa itulah Rudi akhirnya mampu menikmati obsesinya, mengintip perbuatan mesum istri dan anaknya.

*

Di pertengahan musim hujan. Cuaca sehari-hari selalu dalam keadaan mendung dan berawan.
Saat selepas Magrib, Maya baru saja ke luar dari sebuah Rumah Sakit Umum Daerah. Ia baru selesai menjenguk istrinya Pak Bandi yang dirawat karena terkena demam berdarah.
Awan gelap dan tebal menggayut di langit kelam.
Dengan wajah khawatir, ia menunggu di tempat parkir. Di mana Ridwan sudah berjanji untuk menjemputnya di rumah sakit.
Petir dan geledek bergantian menyambar dan menggetarkan langit. Mungkin tinggal menunggu saat yang tepat saja untuk menurunkan hujan badai ke tanah ibu kota.

Letak rumah sakit itu lumayan jauh kalau harus ditempuh dengan berjalan kaki. Kalau pun harus naik angkutan umum, diperlukan dua kali. Karena angkutan umum yang lewat di depan gang rumah kontrakan Maya tak melewati jalur trayek di rumah sakit tersebut.

Dengan gelisah Maya menunggu Ridwan yang tak kunjung datang di trotoar depan rumah sakit. Sesekali ia mendongak, berharap hujan tak cepat turun sebelum ia dijemput anaknya. Berkali-kali ia harus menggelengkan kepala saat angkot-angkot bergantian berhenti di depannya.

Dalam kilatan petir yang menyilaukan untuk ke sekian kalinya. Tiba-tiba ada motor vixion berhenti mendadak di depannya. Sosok pengendaranya segera membuka helmnya sambil menyapa Maya.
“Hai, Tante, sedang apa di sini?”
Maya mengerutkan keningnya, memandang si pengendara motor yang tersenyum memandangnya.
“Sobari?”

***
Bersambung ke Jilid IX
 
Soriiii, Suhuuuu...
gara-gara barca kalah, masih sebel, sampe lupa posting. Mohon ma'aaaaffff...
Sok mangga atuh tah...
 
Aduh jangan sampai maya juga kena wewew sama sobari :galak: gue gak rela :marah:
kalau pun kena pastinya gue skip :hua: gak tega :|

mending soraya aja ikutan sama maya buat trisum sama ridwan :konak:


+1 sebelum maintenis :papi:
 
maya harus nolak dan amankan hu dr sobari...jgn diumpankan jg ya..*** enak jadinya...ntr pas sobari godain maya ini ..ridwan cepet nongol dan peringatkan maya hu...
khusus maya dan soraya amankan...buat ridwan aja...yg lain terserahlah...
#save maya...
 
Duh bakalan di embat tuh bu maya sm si sobari... Ancaman apa yg sobari lakukan u menaklukan maya..?
 
Dan akhirnya...sobari menikmati segalanya...krn namanya berarti sabar...maka menang banyak di akhirnya...ahahahahahaha
 
Wah.... Wah...... Bahaya....!!


Akhirnya Maya bakalan jadi korban Sobari selanjutnya.
Jadi kurang semangat buat nunggu & baca chapter selanjutnya, takutnya kejadian Maya di embat Sobari.
Moga aja TSnya menyuruh Ridwan nolongin Maya tepat waktu.
 
ayo kang jadikan Soraya perempuan binal yang terbangun ... hahaha
diantos ...ahhh.. updana kang
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd