Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Anak Sebelah

Post 13

Ketika aku membuka pagar depan rumahku langsung kudapati Riska sudah berdiri di situ. Padahal kemarin baru menginap di rumahku dan paginya dijemput oleh pacarnya. Kini dia sudah kembali berada di depan rumahku.

“Haduuuhh.. mau apalagi sih kamu ke sini??” tanyaku.

“Lhah.. memang aku disuruh nemenin Om, coba tanya Mita” balasnya sambil ngeloyor masuk ke dalam rumah.

Setelah melihat Riska masuk akupun langsung menutup pintu pagar depan dan menguncinya. Hawa di luar rumah terasa mulai dingin, sebab itulah aku juga langsung masuk menyusul Riska.

“Kamu dari mana tadi?” tanyaku sambil duduk di hadapan Riska.

“Ya dari kerja dong Om..” jawab Riska sambil melepas jilbab merahnya, disusul baju seragamnya pun dia lepaskan. Kini Riska berada di depanku hanya memakai bra sebagai atasannya.

“Kerja yang mana nih? Yang itu apa yang ini?” tanyaku dengan sedikit kode-kode pada Riska.

“Lhoh, kerja beneran Om.. yang di kantor.. kalo yang di luar kantor udah dilarang sama pacar..” ucap Riska yang kemudian membawa baju dan tas yang dia bawa tadi masuk ke dalam kamarku.

“Lhah.. kok di kamarnya Om sih?”

“Emang aku boleh masuk kamarnya Mita? Tuhh.. ada perempuan lagi tuhh..” jawab Riska tanpa basa-basi.

“Helehh.. sembarangan aja kamu ini... sok tau ahh”

“Beneran? Mau aku buktiin Om? Tadi aku udah liat siapa yang di dalam, pintunya agak kebuka tadi” balas Riska malah balik menantangku.

“iya deh Ris... hehe... tolong keep silent aja yah” pintaku.

“Buat Om apa sih yang gak Riska kasih?? Memek aja aku kasihkan kok, hihihi..” balasnya genit. Tangannya lalu memelorotkan celana jeans biru gelap yang sedari tadi dipakainya.

Riska yang hanya memakai bra dan celana dalam saja malam itu kemudian mengambil bungkusan tas plastik warna hitam. Dia lalu menuju ke dapur dan mengambil piring lalu dia taruh di atas meja makan.

“Apa itu Ris?” tanyaku sembari duduk di sampingnya.

“Mau Om?? Aku bawa nasi padang nih..”

“Waduhh... ga takut gemuk kamu Ris? Makan malam-malam gini..”

“Ahhh.. biarin Om.. aku laper banget nih..” balasnya sambil mulai menyendokkan nasi padang dari atas piring menuju ke dalam mulutnya.

“Hemm.. yaudah deh.. Om mau ngerokok dulu.. suntuk”

“Emangnya tadi udah nembak berapa kali sih Om?” tanya Riska balik.

“Nembak apaan?” ucapku bingung.

“ya nembak.. ngecrot maksudnya” balasnya tanpa basa-basi.

“Belum sempat.. yang ada malah kebanjiran terus Ris, hahaha...” aku kemudian meninggalkan Riska duduk sendiri di depan meja makan.

Aku kembali duduk di teras depan rumah. Suasana yang sepi dan tenang membuatku larut dalam lamunan tentang semua yang terjadi dalam hidupku baru-baru ini. Tentang hubunganku dengan Mita, hubunganku dengan Riska dan baru sore tadi kejadian hubunganku dengan Dewi juga. Sungguh aku tak pernah membayangkan semua ini akan terjadi dalam hidupu. Entahlah, meski aku tahu apa yang kulakukan dengan Riska dan Dewi itu salah, tapi aku menikmatinya.

“Sendirian Om?” tanya Riska yang keluar dari balik pintu.

“Enggak..”

“Sama siapa?”

“Sama kamu...” jawabku. Aku merindukan sekali pertanyaan seperti itu yang biasanya keluar dari mulut Mita.

“Widihh... Om Andra udah mulai kosong nih pikirannya, gara-gara senjatanya ga sempat nembak sih.. haha..” gurau Riska yang kini duduk disampingku.

Mataku sempat menangkap sosok Riska yang cantik dan anggun itu menemaniku dalam kondisi tanpa busana. Memang bukan hanya sekali itu aku melihat tubuh polosnya, tapi setiap kali aku melihat tubuh bugilnya langsung bangkitlah nafsu birahiku. Jujur saja, mungkin kalau aku kenal dengan Riska duluan sebelum Mita, pasti dialah yang akan kupilih jadi istri kedua. Tapi memang soal takdir, manusia hanya bisa berencana dan berandai-andai saja tanpa bisa memastikannya.

“Kok udah maen bugil aja nih Ris?” tanyaku sambil melirik ke arahnya.

“Hehe.. gapapa kan Om? Gerah banget deh malam ini..” balasnya yang kini duduk bersila di atas kursi.

“Ya gapapa sih.. cuma hati-hati aja kalo senjata Om ngeluarin peluru nyasar, hehe..”

“Ihh... mau dong Om ditembakin, hihi..” balas Riska genit. Dia kalau denganku tak pernah jual mahal lagi, begitu dipancing sedikit langsung nyangkut.

“yaudah.. nihh... coba dicek dulu senjatanya.. pelurunya masih penuh kok” ucapku yang kemudian memelorotkan celana pendekku sampai sebatas mata kaki.

“Wuaahh... siap deh komandan!!” Riska dengan cepat jongkok di depanku. Tangannya kemudian menggapai batang penisku yang kembali tegak mengacung.

Gadis cantik itu tak segan-segan lagi memainkan penisku dengan tangannya. Kocokan lembut dari telapak tanganya itu sungguh membuatku kembali merasakan nikmatnya rangsangan pada kemaluanku. Memang aku akui kemampuan Riska memuaskan laki-laki belum ada bandingnya, meski bila dibandingkan istriku sendiri. Mungkin itu bakatnya, atau mungkin itu karena kebiasaan, bahkan mungkin karena latihan pun aku sudah tak peduli. Intinya adalah dia berhasil membuatku kembali terbakar birahi.

“Cuphhh.. uhhmmmp.. uhhmmmp.. uhhmmmp.. puaaahhh”

Sekarang ini mulut Riska sudah mulai berusaha menyenangkan diriku. Hisapan dan emutan lembut bibirnya pada batang penisku membuatku merasakan geli-geli nikmat. Apalagi saat dia melakukan Deep throat, rasanya jadi dua kali lebih nikmat.

“Pwuuaahhh... hahh...hahhh.. Om tau gak? Aku suka banget sama kontolnya Om.. bener-bener iri aku sama Mita...”

“Masak sih!? apanya yang kamu suka? Sama punya pacar kamu gedean mana emang?”

“Gedean punya dia sih Om... tapi punya Om Andra lebih pas.. ga tau lah.. pokoknya enak banget pas masuk ke memekku” ujar Riska jujur.

“Ohh.. gitu.. yaudah.. kapanpun kamu mau tinggal bilang aja.. Mita biar Om yang atur deh”

“Waahh.. sipp deh Om.. tapi sekarang gantian dong Om...” ucap Riska yang kini berdiri di depanku.

Posisi Riska tepat menghadap aku, dengan kaki kirinya dia naikkan pada sandaran tangan kursi yang aku tempati. Pada posisi seperti itu pangkal pahanya tepat berda di depan wajahku, tanpa pikir panjang aku langsung mengarahkan mulutku pada celah vaginanya itu.

“Ahhhh... pelan Om.. aahhh....” pekik Riska yang merasakan serangan lidahku pada celah vaginanya.

Kusadari bibir memek Riska ini memang tebal dan agak menonjol keluar. Tak seperti punya Mita yang juga tebal tapi rapat dan sedikit tersembunyi. Namun aku selalu ingat satu kelebihan memeknya Riska daripada perempuan lain yang pernah setubuh denganku, memeknya bisa ngempot.

“Hhaaahhhh.. aahhhh.. eemmmm.. aaahhh....” desahan dari mulut Riska mulai terdengar. Aku takut di malam yang sepi ini suaranya akan terdengar dari jarak cukup jauh.

“Kita masuk aja Ris... biar aman...” ucapku begitu kulepaskan pagutan bibirku pada labia minora Riska.

“Uuhhh... eemm.. iya deh Om...”

Celana pendek yang melorot sampai di mata kakiku kulepaskan saja. Kemudian kami berdua kembali masuk ke dalam rumah. Tanpa menunggu lama saat kita sampai di ruang tamu langsung kupagut bibir manis milik Riska. Akhirnya kami terlibat adu mulut dan adu lidah yang seru diwarnai dengan saling bertukar air liur yang intens.

“Ayo Om.. lanjutin yang tadi..”

Riska lalu duduk di atas lantai dengan tubuh agak miring kebelakang. Kedua tangannya dia gunakan untuk menopang badannya. Sedangkan kedua kakinya mengangkang lebar, seakan mempersilahkan aku untuk kembali menikmati manis dan asinnya celah vagina gadis cantik itu.

Untuk menghadapi posisinya yang duduk bersandar pada kedua tangannya itu, akupun memposisikan diriku menungging di depannya. Kutahan kedua pahanya tetap terbuka dengan tanganku lalu kuarahkan wajahku menuju pangkal pahanya. Aku kembali menyapukan lidahku pada permukaan vagina Riska. Hidungku pun kembali menangkap bau kemaluannya yang harum, entah itu harum dari bedak atau lotion.

“Oohhh... mantaabbbb... iya.. aahhh.. itu.. uuuh..” mulut Riska kembali mendesah dan wajahnya seperti menahan rasa geli bercampur rasa gatal.

Kujilati dan ku hisap dengan ganas liang senggamanya. Matanya yang memperhatikan apa yang sedang kulakukan kadang hanya tinggal putihnya saja. Sepertinya di mulai larut dalam kenikmatan syahwatnya. Terbukti dengan keluarnya cairan pelumas alami dari celah vaginanya. Tidak banyak tapi cukup membuat basah lobang senggamanya.

“Asatagaa!!!!” jerit Dewi yang keluar dari kamar dan langsung melihat aksi kami berdua.

“Ehh.. Dewi.. aku kira kamu udah tidur” balasku melihat ke arah Dewi, anehnya dia keluar dari dalam kamar tanpa menutupi tubuhnya, jadilah kami bertiga kini semuanya tanpa busana.

“Eh.. kak sini gabung aja.. enak loh maen bertiga, hihi..” ujar Riska tenang.

“Eh...e-enggak deh..” balas Dewi sempat bingung.

“Udah deh Wi.. sini.. kami ikutan aja.. mumpung ada kesempatan” tambahku.

“Ayo dong kak.. sini...jangan malu-malu” Riska kemudian berdiri dan membimbing Dewi untuk duduk mengangkang di atas lantai seperti yang Riska lakukan tadi.

Setelah ibu muda itu dalam posisi yang tepat, Riska langsung menungging di depannya dan menyapukan lidahnya pada belahan memeknya. Nampaknya Dewi langsung bisa menikmati permainan oral dari Riska, yang aku yakin sudah mahir melakukannya. Kulihat Riska yang berada dalam posisi menunggung itu betul-betul menggoda, apalagi belahan memeknya nampak merekah bila dilihat dari belakang.

“Heummppppphhhh...” jerit Riska saat menerima tusukan penisku pada liang vaginanya. Karena mulutnya masih menyedot klitoris Dewi jadi suaranya tak sampai keluar.

Aku sudah tak sabar lagi. Kugunakan kesempatan saat Riska meng-oral Dewi itu untuk kembali bisa menyetubuhinya. Aku sudah kepalang basah, tak ada lagi akal sehat yang mengendalikan pikiranku, yang ada dalam pikiranku hanya bagaimana caranya aku bisa menikmati memek-memek mereka.

“Ahhh... aaahhh.. aahh... “ Dewi terus mendesah, liang vaginanya yang terbuka lebar itu jadi santapan kemahiran lidah dan mulut Riska yang tak kenal lelah.

Sedangkan Riska tak bersuara, hanya suara-suara seruputan mulutnya yang terdengar jelas. Mungkin dia pasti ingin mendesah saat aku menggenjot memeknya, tapi dia bisa menahannya untuk terus fokus mengerjai klitoris Dewi di depannya.

“Aauhhhhh... aku bisa keluar lagi nihh.. aaahhh.. aaaaahhh....” Dewi kembali melenguh panjang saat liang vaginanya menyemburkan ciaran orgasmenya. Memang tak banyak, tapi keluarnya sempat membuat Riska kaget.

“Waaaahhh... kakak hebat..” puji Riska di sela-sela aksi oralnya. Dia kembali larut dalam keseruan mengerjai kemaluan sesama jenisnya.

“Haaahhhh... aduhhh... enak bangeettt sssiiihhhhhh...” Dewi kembali mengalami orgasemya, hebat sekali Riska, hanya beberapa sentuhan sudah bisa membuat Dewi kemabali kelojotan didepannya.

Dewi yang kembali menyemburkan cairan bening dari lobang vaginanya tak sanggup lagi menahan tubuhnya. Dia kini tiduran telentang di atas lantai tanpa beralaskan apa-apa. Di bawah pantatnya sudah menggenang cairan orgasmenya, sedangkan Riska terus menggempur syara-syaraf kenikmatannya.

“Aaahh.. Om... bikin Riska keluar Om.. aahh.. dikit lagi Om...aahhhh..” ujar Riska memberikan kode kalau dia sebentar lagi orgasme.

“Okee Ris.. keluarin yang banyak yah sayang.. “

Aku langsung memacu genjotan penisku pada liang senggamanya. Tubunya sampai bergoyang-goyang maju mundur akibat dorongan pinggulku pada belahan pantatnya. Hebatnya saat tubuhnya bergoyang maju mundur seperti itu dia masih terus menyapukan lidahnya pada permukaan kemaluan Dewi dan kini dia sudah mencapai orgasmenya yang ketiga. Pokoknya aku harus mengakui kehebatan Riska dalam memuasi lawan mainnya.

“Aaahhh.. aahh.. aahh.. Omm.. aahh.. akuuuhh.. aahhh.. aahh.. akuuu.. aaaaaahhh” badan Riska lalu menegang dan bergetar. Dia kembali mendapatkan orgasme bersamaku malam itu. Badan Riska ambruk ke depan dengan penisku masih tertanam di dalam liang vaginanya.

“Wi.. sekarang coba kita ganti posisi.. coba kamu sekarang gantian mainin punya Riska” kataku setelah mencabut batang penisku dari celah vagina Riska.

Gadis cantik nan anggun bernama Riska itu kemudian membaringkan tubuhnya di atas lantai. Masih dalam kondisi lemas sehabis orgasme, dia kini mendapat rangsangan di kemaluannya dari jilatan dan hisapan mulut Dewi. Badannya yang tadi sempat bergetar akibat orgasme kini kembali menggelinjang akibat perlakuan ibu muda itu.

“Aaahhhhkkk... Aaaaahhh...” hanya itu yang keluar dari mulut Dewi kala penisku menusuk liang senggamanya.

“Oohhh.. memek kamu jadi keset Wi.. uuuhhhh...” aku meringis menahan sedikit rasa ngilu pada penisku. Celah vagina Dewi terasa keset dan menahan laju batang kejantananku saat aku mendorong batang itu masuk kedalam liang senggamanya.

Kini posisi kedua perempuan yang bersamaku itu jadi berbalik. Riska yang telentang dan Dewi yang menungging. Kulihat Riska sambil memeknya dijilati oleh Dewi, kedua tangannya memainkan payudaranya sendiri. Aku tahu dia sangat pintar dalam hal merangsang tubuhnya sendiri.

Plok.. plok.. plok.. plok.. plok...

Suara benturan antara pangkal pahaku dengan bongkahan pantat Dewi kian menggema di ruang tamu rumahku. Persetubuhan kami semakin seru dan penuh kenikmatan. Aku merasa setiap gesekan penisku dengan dinding liang vaginanya memberi rasa yang nikmat yang sangat. Dewi mungkin juga demikian. Saking enaknya dia bahkan sampai tak mengeluarkan suara, hanya mulutnya saja yang terus mengerjai celah vagina Riska dan matanya terpejam. Sepertinya Dewi tengah merasakan kenikmatan yang bahkan belum pernah dia alami dengan suaminya.

Aku benar-benar menikmati bisa menyetubuhi tetangga depan rumahku itu. Apalagi kami bisa main bertiga, permainan yang selama ini cuma bisa aku bayangkan dalam fantasi seks dari film porno yang pernah aku tonton. Sambil terus menggenjot tak lupa aku mainkan kedua buah dada Dewi yang tengah menggembung besar karena menyusui anaknya. Sesekali aku pilin dan tarik puting susunya, hingga membuat ibu muda itu semakin kehilangan akalnya.

Dewi merespon setiap goyanganku dengan irama yang sama. Suara tumbukan kedua kelamin kamipun juga makin terdengar. Dewi dan Riska juga sudah mulai mengeluarkan desahan mereka, yang terdengar sangat merdu bagai alunan musik kenikmatan di telingaku.

“Aaahh.. aahhh.. aaahh.. teruuss Masss.. aahhh.. aku mau keluaaarr” jerit Dewi tiba-tiba.

Aku naikkan tempo kocokan penisku pada liang senggama milik Dewi. Goyangan pinggulku bertemu dengan belahan pantatnya semakin membuaku bersemangat menyetubuhinya.

“Ahhhhhhh.... lagi.... lagi... aaaahhhhhh” Dewi menjerit kencang. Berbarengan dengan menyemprotnya cairan orgsmenya setelah batang penisku kucabut dari celah memeknya.

“Ahhh.. udah mas... ampun aku... udah... ampunnn” Dewi langsung ambruk ke samping supaya kepalanya tak menjatuhi pangkal paha Riska di depannya.

“Ris.. biar Dewi istirahat, keluarin dong perlurunya Om..”

“Hihi... sini Om... duuhh.. ngapain sih ditahan terus.. keluarin dong Om” sambut Riska yang kini mengangkat kedua kakinya mendekati kepalanya.

“Om keluarin di dalam aja yah!?” tanyaku, Riska hanya mengangguk sambil tesenyum memandangku.

Sleeeeb..!! plok.. plok.. plok.. plok.. plok.. suara benturan antara pangkal pahaku dan pangkal paha Riska kembali terdengar.

“Aaahh.. aaaahh.. terusshh.. Ommm.. nikmaatthh.. aaahh.. aahhh”

“Memek kamu aahh... Riss.. aahh.. ngempot banget.. aaahh.. aaahhh”

“Aaaahh.. iyaaah.. kontol Om jugaaa.. aaahhh.. enaaakkhhh”

Riska yang sudah benar-benar dikuasai oleh nafus birahinya sudah tak mempedulikan lagi apa yang ada di sekitarnya, yang dia rasakan sekarang hanyalah nikmat dan nikmat. Kedua tanganku kembali meraih buah dada Riska. Aku benar-benar menyukai gundukan di dada Riska yang menggelantung indah itu. Terus terang saja bentuk dan ukurannya lebih besar dari milik Mita. Gemas sekali rasanya, dan tak bosan-bosan aku meremasnya. Semua itu semakin membuat nafsu Riska membara, sehingga dia kembali membalas gerakan pinggulku dengan semakin liar.

“Aaaahh.. teruuss.. Ommmh... aahhh.. Riskaa.. mau.. aahhh.. nyampe.. ahh..”

Tahu kalo Riska akan orgasme, aku langsung mempercepat irama kocokan penisku. Vagina Riska yang semakin becek itu membuat tusukan demi tusukan penisku menjadi sangat lancar. Hingga akhirnya tubuh Riska mengejang hebat saat mendapatkan orgasme yang luar biasa, jauh lebih dahsyat daripada yang pertama tadi.

“Aaaaaaaaahhhhhhhhh.......” Sebuah desahan panjang mewarnai orgasme gadis itu.

Aku tak menghentikan tusukan penisku meski aku tahu kalau Risa telah mencapai puncak kenikmatannya. Kuteruskan goyangan pinggulku sambil menikmati empotan-empotan memek Riska yang memancing spermaku untuk segera keluar. Dan memang efeknya sungguh sangat luar biasa, saat kurasakan maniku sudah sampai di ujung kepala penisku buru-buru kudekap tubuhnya dan kupagut bibirnya.

Crott... Crott.. Croottt... menyemburlah cairan maniku dalam rahimnya Riska. Aku tak ragu lagi melakukan itu karana aku yakin Riska pasti rutin minum obat anti hamil.

Sambil tubuhnya kudekap penuh mesra, kucium bibirnya dengan penuh rasa. Penyatuan rasa nikmat yang hanya bisa dicapai saat saat kelamin pria masuk ke dalam kelamin wanita. Kudekap dan terus kudekap tubuh Riska sampai semburan sperma dari penisku tak lagi terasa.

“Wahh.. enak banget yah Om? sampe segitunya...” ujar Riska menatap wajahku sambil tersenyum.

“Huhhhhhh... mantab deh Ris.. jadi pengen nikmatin memek kamu terus kalo gini caranya.. huuuufffh...” balasku sambil melepaskan pelukan dari tubuh Riska.

Teng.. teng.. teng..!! terdengar lagi suara pagar rumahku di ketok-ketok. Aku dan Riska lalu saling bertatap pandangan. Entah apa yang ada dalam pikirannya tiba-tiba dia kemudian berdiri.

“Buka aja Om.. kalo ada yang cariin aku bilang lagi ga mau ketemu, aku mau tidur di sini” ucap Riska lalu masuk ke kamarku dan kembali menutup pintunya.

“Hemmm... belum apa-apa udah ribut aja nih sama pacarnya, dasar masih anak-anak” gumamku.

Sebelum pergi ke depan rumah aku bersihkan dulu tubuhku dan kupakai kembali pakaianku. Tak lupa kubangunkan juga Dewi dan kuminta memakai kain kemben untuk menutupi tubuh telanjangnya. Dia kuminta membersihkan juga cairan squirtnya yang tumpah di lantai.

“Omm... maaf ganggu malam-malam..”

“Lhoh.. kamu Fajar.. ada apa kemari?” balasku yang membuka pintu pagar rumahku dan mempersilahkan dia masuk ke dalam.

“Lagi cariin Riska Om.. aku tadi ke kostnya tapi ga ada, makanya aku kesini” ucap Fajar saat dia sudah duduk di kursi ruang tamu rumahku.

“Lhah, kok kamu bisa yakin dia ke sini?”

“Iya Om.. pokoknya rumahnya Om Andra itu buat dia udah kaya rumah keduanya, dia dulu pernah bilang gitu sih..” ungkap Fajar lagi.

“Ohh.. iya.. dia di sini kok.. tuh di kamar...”

“Boleh dong Om minta dia keluar”

“Lhoo.. kamu coba aja.. bicara baik-baik.. rayu-rayu dikit lah...”

“Udah pernah Om.. dia pasti ga mau luluh, butuh waktu lama” balas Fajar seperti kecewa pada situasi malam itu.

“Yaudah.. gini aja.. ntar pagi kamu kembali aja kesini”

“Yahh.. gimana dong Om.. pokoknya aku mau ketemu sama Riska, aku ga mau pulang kalo belum ketemu dia” kata Fajar menatap padaku.

“Oke.. oke.. baiknya kamu parkir dulu mobil kamu di halaman rumah tetangga itu, jangan parkir di jalan gitu, ntar tetangga susah mau lewat dong”

“Pemiliknya gapapa Om kalo aku parkir di situ?”

“Udah, kamu pindah aja mobil kamu.. ntar yang punya rumah biar aku kasih tahu”

Fajar dengan malas keluar dari rumahku. Aku yang telah melihatnya pergi langsung memanggil Dewi yang kembali masuk ke dalam kamar dan memintanya untuk pulang ke rumahnya, sekaligus memberi ijin Fajar untuk memarkir mobilnya di halaman rumahnya.

***

Bersambung lagi ya Gaes ^_^

Sebenarnya post 13 ini mau dibikin panjang seperti biasanya. Cuma, ane kurang akrab sama angka tigabelas. Silahkan kalo ane dianggap percaya tahayul, tapi memang saat menulis post 13 ini banyak sekali halangannya. Untuk itulah ane potong dulu seperti itu dan moga bisa disambung secepatnya.
Salam dari Bawah Kaki Langit.
:mantap: :mantap: :mantap:
 
mantaap om Andra threesome dengan riska dan dewi nya. semangat terus !!! jadi kangen sama Mita :malu:
 
Post 14

Setelah Dewi menyusul Fajar yang memarkirkan mobilnya di halaman rumah, aku kemudian masuk ke dalam kamar untuk menemui Riska. Begitu aku masuk ke dalam kamar aku melihat gadis cantik itu sudah tidur dengan menutupi mukanya. Itu pertanda yang berarti dia sudah tidak mau diajak bicara lagi.

Aku yang melihat gelagat Riska yang sudah tak mau lagi diganggu itu membuatku tidak enak untuk bersamanya di dalam kamar. Aku kemudian keluar lagi untuk menunggu Fajar selesai memarkir mobilnya di halaman rumah Dewi. Namun entah kenapa lama aku menunggunya tapi dia tak balik lagi ke rumahku. Apa mungkin dia kecantol Dewi di sana? Akupun kembali menutup pintu rumahku tanpa menguncinya, supanya nanti kalau Fajar kembali dia langsung bisa masuk.

Jam di dinding rumahku sudah berada di pukul 2 pagi. Mataku sudah pada titik tak kuat lagi untuk membuka dan ingin segera istirahat. Aku masih bimbang, mau masuk di kamarku tapi ada Riska, mau tidur di luar tapi nanti Riska pasti marah mengira aku tak mau menemaninya. Apalagi ada Fajar di sini, kalau aku menemani Riska di dalam kamar apa yang akan dipikirkannya?

Aku putuskan saja kembali masuk ke dalam kamarku. Meskipun ada Riska di situ, meski kami berdua bukan muhrim juga.

“Dia kemana Om?” tiba-tiba Riska membuka wajahnya dari selimut yang menutupinya.

“Siapa? Pacarmu? Lagi parkir mobil di halam rumah Dewi” jawabku sambil merebahkan tubuhku di atas tempat tidur.

“Kak Dewi udah balik.. trus sama Fajar di rumahnya?”

“Iya lahh... kenapa emang?”

“Om ga curiga kalo kak Dewi bakal dimainin juga sama Fajar?”

“Hemmm.. gini lho Ris, meskipun Om juga curiga tapi mereka kan udah sama-sama dewasa, kamu juga sama, udah tau lah resikonya...” jawabku sambil mulai memejamkan mata.

“Iya Om.. aku tau kok..” balas Riska kemudian mengubah posisi tidurnya miring ke arahku.

“Trus kenapa kamu sama Fajar ga mau bicara? Ribut kenapa sih kalian ini? baru jadian udah ribut aja”

“Om mau tau??”

“Iya, kenapa?”

“Fajar ngajak aku menikah”

***

Tepat pukul 6 pagi alarm dari jam weker milikku berbunyi nyaring sesuai dengan keinginanku. Tadi malam aku sudah minta ijin pada atasanku untuk datang ke kantor agak telat. Lagipula ini weekend, nanti sore pulang agak cepat karena mau pulang kampung juga.

Aku bangun dari tidur kemudian menegakkan badanku. Rasanya malas sekali mau bangun, memang karena aku mulai tidur sudah jam setengah 3 pagi. Apalagi tadi malam kugunakan tenagaku untuk bermain dengan 2 orang perempuan sekaligus. Kusadari Riska sudah tak lagi bersamaku, entah dia pergi kemana aku belum tahu. Semoga saja Riska tidak membabibuta ribut dengan Fajar. Malas sekali kalau harus mengurusi orang bertengkar pagi-pagi.

“Baru bangun Om?” tanya Riska begitu aku keluar dari kamarku.

Kulihat dia sudah mandi dan keramas juga, karena Riska sekarang sedang di depanku dengan tubuh tertutupi belitan handuk dan rambut basah terurai.

“Iya.. males banget mau berangkat kerja..” ujarku sambil mengangkat kedua tanganku ke atas.

“Duhh.. yang mau menikah lagi, bawaannya udah ga mau kerja aja.. inget lho Om, harus rajin cari uang.. istrinya dua lho sekarang.. hahaha” ucap Riska tertawa mengejekku. Kedua tangannya tampak menyisiri rambutnya yang basah itu.

“iya.. iya.. bawel juga nih anak.. heran aja si Fajar mau sama kamu...”

“Lhah.. yang penting itu servicenya kan Om, hihi...” balas Riska yang kemudian ngeloyor masuk ke dalam kamar.

Aku pagi itu tak melihat adanya Fajar di rumahku. Sehabis tadi malam dia aku suruh parkir mobilnya di halaman rumah Dewi sampai sekarang belum kembali. Mungkin benar kata Riska kalau Dewi bisa dimakan juga sama Fajar. Aku langsung keluar rumah dan menuju ke rumah Dewi.

“Anjriiitt....!!” kagetku ketika kubuka pintu rumah Dewi yang tak terkunci itu.

Dimana di dalam rumah itu pemiliknya sedang digenjot dari belakang dalam posisi doggy. Dewi kulihat menungging menyusui anaknya, sedangkan dari belakang ada Fajar yang bergerak teratur menggoyangkan pinggulnya maju mundur seirama dengan tusukan penisnya.

“Hehe.. Sorry Om.. lagi nanggung nih... ahh...” ucap si Fajar dengan santai sambil penisnya masih keluar masuk secara teratur pada celah kewanitaan Dewi.

“Hadeuuhhh.. katanya mau damai sama Riska? Kok malah ngentot sama perempuan lain...”

“Iya Om.. kita udah baikan kok tadi, makasih tadi malam udah kasih pegertian sama Riska...” balas Fajar tanpa menghentikan perbuatannya.

“Hemmm.. yaudah.. aku mau mandi dulu.. kalian lanjutin semau kalian dah..”

Aku kemudian keluar dari rumah Dewi dengan muka agak kecewa dan jengah. Aku gak habis pikir apa yang Riska sama Fajar pikirkan dan lakukan. Gimana mau ngajak menikah kalau laki-lakinya masih suka main sama sembarang perempuan, meski wanitanya juga sama. Aku hanya berharap mereka bisa berbahagia pada keputusan mereka, walau hanya sementara.

“Darimana Om?” tanya Riska yang kulihat sedang makan. Rupanya warung langgananku sudah mengirimkan sarapan pesananku.

“Dari rumah Dewi..”

“Udah ketemu Fajar juga kan di situ?”

“Iya..”

“Pasti Fajar masih ngentot sama kak Dewi kan?”

“Lhah.. kamu udah tau juga Ris?”

“Iya dong.. aku kan dari situ juga tadi” jawab Riska datar. Tak ada ekspresi cemburu atau marah pada dirinya.

“Yaudah kalo kamu udah tau.. Om mau mandi dulu yah..

“Oiya Om.. ntar sore kalo Om mau pulang kampung aku ikut yah.. aku sama Fajar bawa mobil sendiri kok..”

“Iya gapapa... kamu sekarang makan aja yang banyak, biar cepet gede..” balasku sambil berjalan menuju kamar mandi.

“Yeey.. udah gede nih Om...” ucap Riska setengah berteriak sambil memegang payudaranya.

***

Pukul 4 sore aku sudah berada di rumah lagi setelah seharian bekerja. Hari ini seperti rencanaku sebelumnya aku akan pulang kampung memenuhi janjiku pada keluarga Mita. Sedangkan Riska dan Fajar seperti janji mereka ikut pergi denganku meski mereka membawa mobil sendiri.

Pukul 7 malam aku sudah sampai di rumahku yang ada di kampung. Kalau dirunut secara detail sebenarnya itu bukan rumahku, tapi rumah mertua. Karena istriku adalah anak tunggal jadinya dia yang harus merawat mertuaku yang tinggal ibu saja.

“Mah.. udah dipikir benerah mah? Mama beneran ikhlas?” tanyaku pada istriku sesaat setelah aku sampai dan kami berdua duduk di kamar.

“Pah.. semoga ini jalan yang terbaik buat Mita, mamah kasihan kalau dia harus berjuang sendirian” balas istriku sambil tersenyum.

“Baiklah ma..” balasku kemudian sambil mengganti pakaian yang melekat di tubuhku dengan baju batik.

Akhirnya malam itu dengan disaksikan oleh keluarga dekat Mita dan istriku, aku menikah dengan Mita sebagai istri keduaku secara sah menurut agama. Untuk surat nikah dari pemerintah rencananya akan aku urus belakangan sambil jalan.

Kulihat malam itu Mita nampak cantik, dengan memakai busana gamis warna peach disertai jilbab yang warnanya serupa. Kulit wajah Mita yang putih bersih semakin memberi pancaran cahaya kecantikan baginya. Meskipun aku sudah sering melihatnya tanpa busana tapi saat dia berpakaian seperti itu aura kecantikan dan keanggunannya semakin berlipat ganda.

Setelah ijab qobul sah, kami berdua duduk bersanding kemudian bersalaman dengan semua yang hadir. Termasuk istri pertamaku yang seakan memberi ijin padaku dan Mita juga menyalamiku dan memeluk Mita dengan penuh kasih sayang. Entah apa yang ada dalam pikirannya saat itu aku tak tahu. Namun satu hal yang jelas adalah dia dari awal sampai akhir selalu tersenyum dan nampak ceria. Semoga selamanya keluarga besar kita akan selalu bahagia.

“Tante Ana makasih yah..” ucap Mita disampingku sambil memeluk istri pertamaku.

“Eh... jangan panggil tante lagi.. harusnya kak Ana dong..” canda istriku.

“Umm.. iya deh.. Kak Ana” balas Mita sambil tersenyum.

Bahagianya diriku saat posisiku tengah bersama dua bidadari nan cantik jelita disampingku. Rasanya sungguh sempurna kehidupanku sebagai seorang laki-laki.

“Ntar malem papa tidur di rumah Mita aja... gapapa kok” ucap Ana.

“Lhoh, jangan kak... besok-besok aku yang sering sama Om.. eh.. kak Andra, mending istirahat aja dulu di rumah seperti biasa” balas Mita.

“Iya deh, ntar malam aku tidur sama mamah aja..” ucapku sambil memegang tangan Ana, istri pertamaku.

Kami bertiga akirnya tertawa bersama. Kami berhasil menyelesaikan masalah pertama yang timbul setelah aku beristri dua.

“Wahh.. bahagia yah yang udah bisa tidur bersama, hihi...” ucap seorang perempuan yang sangat aku kenal.

“Eh, Riska datang juga ternyata...” ucap Mita sambil menarik telapak tangan sahabatnya itu untuk mendekatinya.

“Selamat ya Om.. moga bahagia selalu” ucap pemuda ganteng di belakang Riska yang tak lain adalah Fajar.

“Iya makasih.. moga kalian bisa segera menyusul..” balasku tersenyum sambil memberi kode kedipan mata pada Riska.

“Apa Om menikah?? Ntar dulu deh..” ucap Riska yang menyambut kode dariku.

“Eh sayang.. jangan gitu dong, katanya udah sepakat..” Fajar buru-buru meyakinkan Riska lagi.

“Iya..iya.. ahh..” ujar Riska sambil mencubit pipi pacarnya. Kalau dari gelagatnya sepertinya Fajar bakal kalah sama Riska yang sikapnya otoriter seperti itu.

“Oiya Om.. aku ada sedikit hadiah buat Om dan keluarga.. nih, tolong di terima” ucap Fajar yang menyodorkan sebuah kunci padaku.

“Apa ini ?” tanyaku.

“Kunci Villa punyaku di pantai Om.. pake aja semau Om deh..” balas Fajar.

“Waahh... kebetulan nih pah.. ada tempat menginap gratis..” timpal istriku yang mulai semangat melihat hadiah itu.

“Hehe.. oke deh.. makasih banyak Fajar...” ucapku kemudian kembali bersalaman dengan pemuda ganteng itu.

***

Sehari setelah acara pernikahanku dengan Mita, kami bertiga ditambah anak pertamaku pergi ke villa milik Fajar yang dipinjamkannya sebagai hadiah. Itung-itung bisa dikatakan bulan madu lah. Perjalanan kami lumayan jauh karena harus menempuh waktu sekitar 2 jam. Namun perjalanan itu kami tempuh dengan gembira, pastinya.

Karena sehabis subuh kami sudah berangkat akhirnya jam 7 pagi kami sudah sampai di depan villa milik Fajar. Sebenarnya sekilas tempat itu seperti rumah pada umumnya, hanya saja lokasinya memang tak jauh dari pantai. Bahkan dari rumah itu kami sudah bisa mendengar suara deburan ombak.

Begitu tiba aku dan Ana langsung membersihkan beberapa tempat di villa milik Fajar itu dari debu dan sarang laba-laba. Harusnya villa itu ada penjaganya, tapi untuk villa milik Fajar ini tak ada yang membersihkannya. Memang katanya hanya ada orang yang disuruh membersihkan kalau Fajar atau keluarganya mau datang ke sini. Sedangkan Mita kulihat bermain-main dengan anakku. Mereka memang akrab sekali, karena dari dulu sering ketemu saat Mita main-main ke rumahku.

Menjelang siang kami belum memutuskan untuk pergi ke pantai karena matahari masih bersinar terang. Kami khawatir sinar matahari yang terlalu panas bisa membakar kulit kami, tentunya aku tak rela jika kulit putih mulus kedua istriku jadi berwarna merah dan gelap. Untuk itulah kami bertiga hanya bersantai di ruang tengah. Semua ruangan di villa itu punya mesin penyejuk udara, jadi kami bisa menikmati suasana siang itu dengan santai tanpa terganggu rasa gerah.

Beberapa saat kemudian Ana masuk ke dalam kamar untuk menidurkan anak pertamaku, biasanya memang anak dibawah lima tahun siang-siang harus tidur. Tinggallah aku dan Mita duduk berdua di depan televisi yang saat itu sedang menayangkan berita infotainment.

“Sini dong sayang..” panggilku pada Mita untuk mendekat.

“Ahh.. ga enak kalo kak Ana liat..” balasnya.

“Lhoh.. katanya kita sudah jadi suami istri, kok pake malu segala..”

“iya sih Om, eh.. kak....” balasnya sambil tersenyum, Mita masih belum bisa lepas dari kata Om saat dia menyebutku.

“yaudah sini..”

Akhirnya Mita mendekatiku lalu tubuhnya kupeluk mesra dengan tangan kiriku. Kembali kurasakan harum tubuhnya dan wangi rambutnya yang terurai tanpa tertutup jilbab itu.

“Duuhhh.. yang pengantin baru.. bawannya pelukan terus...” ucap Ana yang keluar dari dalam kamar dan duduk bersamaku.

“Hahaha.. iya dong mah.. dulu kan kita juga sama” balasku.

“Hihi.. maaf ya kak Ana”

“Gapapa kok.. ngapain kamu minta maaf Mita.. mas Andra itu juga suami kamu, jadi pastinya kamu juga punya hak” ucap Ana lembut, aku paling suka sekali saat istri pertamaku bicara dengan nada lembut seperti itu.

“Iya kak.. makasih”

“Udah sana, kamu ganti baju dulu.. apa ga gerah pake begituan?” ujar Ana, memang saat itu Mita masih mengenakan baju gamis yang di pakai untuk perjalanan berangkat tadi.

“Eh, iya kak.. tapi enaknya pake baju apa ya kalo di tempat seperti ini?” balas Mita.

“Pake apapun yang penting kamu nyaman Mita.. ga pake apa-apa juga boleh kok” ucap istriku kemudian melihat ke arahku.

“Hemm.. mulai deh.. mama apa-apaan sih?” kataku membalas ucapan Ana tadi.

“Lhah.. bener kan pah.. perempuan itu malah bagus ga pake apa-apa kan? Haha..” tawa Ana kembali terdengar renyah, dia bener-bener suka bicara apa adanya.

Mita kulihat tengah tersenyum mendengar ucapan istri pertamaku tadi. Dia kemudian masuk ke dalam kamar yang ada di sebelah kamar tempat anak pertamaku tidur.

“Mama gimana sih? kalau bicaranya seperti itu ntar Mita bisa minder loh”

“Gapapa kok pah.. tenang aja, aku tau wataknya Mita seperti apa.. lagipula papa udah sering kan lihat Mita ga pake apa-apa?? Hayo ngaku deh..”

Perkataan Ana langsung menekan jantungku. Rasanya dunia ini berhenti berputar dan waktu seakan berhenti berjalan. Aku tengah di todong oleh pertanyaan yang bisa membuat runtuh kejiwaanku dan membuat keringat dingin mulai membasahi dahiku.

“Hemmm... iya mah.. sering” balasku dengan jujur.

“Nahh.. kalo papa liat Mita bugil suka tidak?”

“Iya mah.. suka..”

“Normal pah.. laki-laki suka sama perempuan cantik”

Ana kemudian mendekatiku lalu melepaskan kaos putih yang dipakainya hingga dia tubuh bagian atasnya hanya tertutupi sebuah bra dengan pinggitan berenda warna putih. Seperti seleraku biasanya. Aku ingat bra itu dia beli atas permintaanku juga.

“Ehhh.. mama ngapain sih?” tanyaku yang mulai bingung pada perbuatan istriku itu.

“Papa suka gak kalo aku juga ga pake apa-apa?” tanya Ana balik.

“Iya dong mah.. papa suka banget malah..”

“Yaudah.. nikmati aja pah..”

Istriku itu kemudian mulai melepaskan bra yang dipakainya hingga tubuh bagian atasnya tak tertutupi apa-apa. Kulihat tubuhnya nampak mempesona dan indah dipandang mata. Meski mulai berisi tapi tidak sampai ada timbunan lemak di perutnya. Buah dadanya juga besar, bahkan lebih besar dari ukuran saat aku dulu pertama bertemu dengannya.

Tanganku mengelus-elus perut dan sekitar dadanya, hingga akhirnya usapan tanganku bermuara di salah satu payudara Ana. Perlahan kuremas bulatan empuk itu dan jariku menggesek tonjolan keras di puncak susu Ana.

“Ahhh...Shhhhh!” tak ayal istriku itu mendesah dan mendesis keras menikmati puting susunya yang sedang dirangsang dengan jariku.

Ana kemudian menyodorkan kedua payudaranya padaku. Tanpa basa-basi lagsung kuemut dua puting susu itu bergantian. Kumainkan lidahku di sana, kuputar-putar dan kusentil ujung buah dada itu dengan lidahku sampai mulut Ana mulai mendesah karenanya. Wanita cantik itu perlahan mulai bereaksi, tubuhnya menggelinjang dan menjerit pelan walaupun dia masih bisa menahannya.

“Aahhh.. papah nakal deh.. uuuuhh.. sukanya mainin pentil”

“Mama lebih nakal... emmpphh.. emmphh.. buka pentilnya sembarangan.. uummphh”

Sambil aku terus mengerjai puting susunya, kedua tangan Ana melepaskan kaos yang kupakai hingga kami berdua sama-sama telanjang dada. Aku sudah tak punya pikiran takut atau gimana-gimana, padahal di rumah itu ada Mita juga.

“Mah.. kita pindah aja mah.. ada Mita tuh...” kataku. Aku mendengar suara Mita bicara sendiri di dalam kamar, aku yakin dia tengah menerima telfon di Hpnya.

“Lahh.. bukannya dia istri papah juga sekarang?”

“Oiya yah.. hhaaha..” balasku tertawa.

Kami lalu melanjutkan cumbuan antara bibir kami berdua. Posisi Ana yang kini berada di pangkuanku membuatku bisa meremas payudaranya dengan tanganku, sedangkan bibirku bisa menghisapi bibir Ana dengan penuh nafsu membara.

Sesaat kemudian istriku itu mulai turun dari pangkuanku kemudian jongkok dan menarik celana pendek yang menutupi pangkal pahaku. Setelah celana pendek itu terlepas dari tubuhku, kini tampaklah batang kejantananku yang tegak mengacung dan keras di depan muka istriku.

“Ini nih yang bikin perempuan ketagihan, haha...” ungkap istriku yang di ikuti kuluman mulutnya pada kemaluanku.

Kuamati wajah istriku itu saat mulutnya mengulum penisku. Cantik rupanya masih kulihat dengan jelas dari perempuan yang kunikahi beberapa tahun yang lalu itu. Perempuan yang kuperjuangkan dan kuperebutkan dari beberapa laki-laki sainganku yang sama-sama ingin meminangnya. Itulah yang namanya jodoh tak akan kemana.

“Slruuppphh...” Ana memasukkan penisku ke dalam mulutnya! Dia mengulum penisku! Aah… rasanya sungguh tidak terkatakan. Kembali aku rasakan penisku terkurung di dalam rongga mulut istriku yang cantik ini.

“Ooohhh.. yesss…” erangku. Aku tidak tahan untuk tidak bersuara. Istriku coba merespon eranganku dengan menatap mataku dalam-dalam, bahkan berusaha tersenyum meski mulutnya penuh oleh penisku. Ana-ku yang cantik terlihat semakin cantik dengan wajah berkeringat sambil mengulum penisku itu.

Mata Ana menatap mesum padaku. Aku balas tatapannya dengan senyum bahagia saat kulihat dia mulai berdiri lalu kedua tangannya melepaskan hotpants yang membalut bokong bahenolnya. Rupanya di balik hotpants yang dipakainya itu Ana sudah tak memakai celana dalam. Dalam kondisi telanjang bulat Ana kembali naik keatas pangkuanku. Dia mengarahkan ujung penisku pada sasarannya.

“Blesss....”

Batang penisku amblas masuk ke dalam liang senggamanya. Ana diam memejamkan matanya sambil mukanya meringis seperti menahan sakit.

“Aaduhhh pah... kenapa aku selalu lupa ukuran kontolmu“

“Hehe.. nikmati aja dulu mah“ balasku.

Sejenak Ana mendiamkan tubuhnya, mungkin supaya dinding vaginanya beradaptasi dengan penisku yang menyeruak masuk kedalamnya.

“Lanjut ya pah..” ujarnya.

Perlahan tapi pasti Ana mulai meggoyangkan pinggulnya. Batang penisku rasanya seperti dipijat, ditarik dan dipelintir oleh vaginanya. Tangan Ana melingkar di atas pundakku, sambil sesekali jemarinya membelai lembut rambut belakang kepalaku. Mulutnya masih terus sibuk menciumi bibirku, sesekali kami berpagutan, mengadu lidah kami dalam rongga mulutnya.

“Shhh…. ahhh.. ahhhh.. shhh…” mulut Ana mulai mendesis, kadang meracau.

“Ooohh... Pahhh.... kontolmu enak banget...”

“Aah... masak sih mah?” balasku.

“Enak Pahh… legit… legit banget.. Ahhhh” seraya bicara seperti itu Ana mempercepat hentakan-hentakan pinggulnya. Goyangan tubuh Ana mulai tak tentu arah, kadang maju-mundur, kadang pula kekiri-kekanan tak beraturan.

“Aaaaahhh…. Paahhh… aku mau… aaakhhh !!”

Tubuh istriku kelojotan dan bergetar hebat beberapa kali saat mencapai orgasme. Kedua tangannya memeluk erat tubuhku. Deru nafasnya tak beraturan seakan dia baru saja lari beberapa ratus meter.

Kini aku yang mengambil alih permainan. Kuangkat tubuh istriku lalu kusuruh dia nungging di atas lantai. Dari belakang kulihat bongkahan pantatnya bulat berisi, “Plakkk !!” kutampar pelan bulatan pantat Ana, dia lalu melihatku dengan tatapan pura-pura jengkel tapi muka mesumnya malah kelihatan semakin jelas.

“Buruan ah pah.. jangan dianggurin dong“ kata Ana menoleh kebelakang.

“Iya deh mah…” jawabku sambil menelan ludah melihat vagina tembem milik istriku yang masih kelihatan merah muda itu. Aku langsung memasukkan batang penisku ke dalam lubang kemaluan Ana. Tanpa buang-buang waktu aku langsung memompa tubuhnya dengan kecepatan penuh.

“Owhh..owh pahh…owh...” lenguh Ana dikala menerima tusukan penisku yang langsung mengobrak-abrik pertahanan vaginanya.

“Iyaa... enak gak mah... enak gak kontol papah?”

“Aahhh... ahhh...enak...ba...nget pahh....yeah…terus…terus…”

Tubuh Ana bergoyang maju mundur keras sekali, malah beberapa kali hampir terjatuh kedepan. Celah memeknya bisa kurasakan semakin becek dan basah. Lima menit berselang, tiba-tiba Ana berteriak.

“AAAAHHHhhh..!!”

Rupanya Ana kembali mengalami orgasmenya, cairan kenikmatannya pun merembes makin banyak melumuri penisku. Kudiamkan batang penisku didalam liang senggama Ana. Tubuhnya yang baru saja dilanda orgasme kulihat seperti menggigil kedinginan. Istriku kuhitung sudah dua kali orgasme, tapi birahinya masih terus membara. Semakin kuat dugaanku kalau istriku ini Hyper, tapi biar saja dia begitu, toh aku juga ikut puas.

“Hemmphhhh.....!! “ erangan Ana kembali terdengar namun tertahan. Tanpa aba-aba aku mulai menyodok kembali rahim Ana sedalam-dalamnya.

Kugerakkan pinggulku maju mundur dalam tempo sedang. Kunikmati setiap gesekan batang penisku dengan dinding vagina Ana yang terasa masih seret. Sekuat tenaga aku menahan laju orgasmeku karena aku tak mau permainan ini segera berakhir.

“Ooohhh… ssshhh…” Ana kembali mendesah saat payudaranya jadi sasaran tanganku. Kupelintir puting susunya dengan lembut, sambil sesekali kuremas-remas buah dadanya yang montok itu.

Dua puluh menit berlalu. Kami berdua masih telanjang bulat bercinta di ruangan tengah villa milik Fajar itu. Selama dua puluh menit itu juga Mita entah mengerjakan apa di dalam kamarnya sampai tak menemui kami yang tengah memacu rasa nikmat berdua. Namun kalaupun Mita menemui kami saat seperti itu tak masalah buat kami.

Aku yang sedari tadi menahan laju orgasmeku mulai melepaskan pelan-pelan karena aku ingin segera merasakan nikmat juga. Batang penisku yang tertanam dalam liang senggama Ana semakin berkedut-kedut hebat. Hentakan pinggulku pun semakin kupercepat.

“Mah....ini...aku keluarin ya mah“ kataku pada Ana. Dia hanya tersenyum manis menatap wajahku.

“Moga kali ini jadi lagi ya pahh...“ kata Ana dengan wajah mesumnya.

“Ehh....mah... lho kok.. ahhh.. iya sudah“

Aku tak melanjutkan kata-kataku karena ada sesuatu yang mendesak ingin segera keluar dari batang penisku. Lebih kupercepat lagi laju batang kejantananku keluar masuk liang senggama Ana.

“Ini dia mah.... ini..... aaaaaahhhhhh“ teriakku.

Crott.. crott.. crot..

Penisku menyemburkan maninya, tubuhku bergetar, pandangannku kabur, lalu sendi-sendi ini terasa lemas jadinya. Aku memeluk tubuh Ana yang masih menungging didepanku. Kurasakan tubuh hangat istriku itu begitu menenangkan jiwaku.

“Pahh....”

“Apa mah?”

“Omonganku yang tadi serius lho “ kata istriku manja

“Uummm... iya deh.. aku setuju “

Kucabut batang pesniku dari memek Ana, langsung saja cairan putih kental meleleh keluar membasahi bibir memeknya lalu turun ke arah pangkal pahanya.

“Papa mau lanjut lagi gak?”

“Ya mau dong mah.. tapi istirahat dulu lah..” balasku.

“Hemmm.. yaudah.. sambil istirahat mama kasih hiburan yah”

“Apasih mah? Papa jadi curiga deh..”

“Bentar.... Mita... Mita..” teriak Ana.

“Iya kakk...” sahut Mita dari dalam kamar.

“Sini dong.. kakak mau tanya sesuatu”

***


Maap bersambung lagi ya gaes.. moga besok Update lebih cepat. ^_^
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd