Post 13
Ketika aku membuka pagar depan rumahku langsung kudapati Riska sudah berdiri di situ. Padahal kemarin baru menginap di rumahku dan paginya dijemput oleh pacarnya. Kini dia sudah kembali berada di depan rumahku.
“Haduuuhh.. mau apalagi sih kamu ke sini??” tanyaku.
“Lhah.. memang aku disuruh nemenin Om, coba tanya Mita” balasnya sambil ngeloyor masuk ke dalam rumah.
Setelah melihat Riska masuk akupun langsung menutup pintu pagar depan dan menguncinya. Hawa di luar rumah terasa mulai dingin, sebab itulah aku juga langsung masuk menyusul Riska.
“Kamu dari mana tadi?” tanyaku sambil duduk di hadapan Riska.
“Ya dari kerja dong Om..” jawab Riska sambil melepas jilbab merahnya, disusul baju seragamnya pun dia lepaskan. Kini Riska berada di depanku hanya memakai bra sebagai atasannya.
“Kerja yang mana nih? Yang itu apa yang ini?” tanyaku dengan sedikit kode-kode pada Riska.
“Lhoh, kerja beneran Om.. yang di kantor.. kalo yang di luar kantor udah dilarang sama pacar..” ucap Riska yang kemudian membawa baju dan tas yang dia bawa tadi masuk ke dalam kamarku.
“Lhah.. kok di kamarnya Om sih?”
“Emang aku boleh masuk kamarnya Mita? Tuhh.. ada perempuan lagi tuhh..” jawab Riska tanpa basa-basi.
“Helehh.. sembarangan aja kamu ini... sok tau ahh”
“Beneran? Mau aku buktiin Om? Tadi aku udah liat siapa yang di dalam, pintunya agak kebuka tadi” balas Riska malah balik menantangku.
“iya deh Ris... hehe... tolong keep silent aja yah” pintaku.
“Buat Om apa sih yang gak Riska kasih?? Memek aja aku kasihkan kok, hihihi..” balasnya genit. Tangannya lalu memelorotkan celana jeans biru gelap yang sedari tadi dipakainya.
Riska yang hanya memakai bra dan celana dalam saja malam itu kemudian mengambil bungkusan tas plastik warna hitam. Dia lalu menuju ke dapur dan mengambil piring lalu dia taruh di atas meja makan.
“Apa itu Ris?” tanyaku sembari duduk di sampingnya.
“Mau Om?? Aku bawa nasi padang nih..”
“Waduhh... ga takut gemuk kamu Ris? Makan malam-malam gini..”
“Ahhh.. biarin Om.. aku laper banget nih..” balasnya sambil mulai menyendokkan nasi padang dari atas piring menuju ke dalam mulutnya.
“Hemm.. yaudah deh.. Om mau ngerokok dulu.. suntuk”
“Emangnya tadi udah nembak berapa kali sih Om?” tanya Riska balik.
“Nembak apaan?” ucapku bingung.
“ya nembak.. ngecrot maksudnya” balasnya tanpa basa-basi.
“Belum sempat.. yang ada malah kebanjiran terus Ris, hahaha...” aku kemudian meninggalkan Riska duduk sendiri di depan meja makan.
Aku kembali duduk di teras depan rumah. Suasana yang sepi dan tenang membuatku larut dalam lamunan tentang semua yang terjadi dalam hidupku baru-baru ini. Tentang hubunganku dengan Mita, hubunganku dengan Riska dan baru sore tadi kejadian hubunganku dengan Dewi juga. Sungguh aku tak pernah membayangkan semua ini akan terjadi dalam hidupu. Entahlah, meski aku tahu apa yang kulakukan dengan Riska dan Dewi itu salah, tapi aku menikmatinya.
“Sendirian Om?” tanya Riska yang keluar dari balik pintu.
“Enggak..”
“Sama siapa?”
“Sama kamu...” jawabku. Aku merindukan sekali pertanyaan seperti itu yang biasanya keluar dari mulut Mita.
“Widihh... Om Andra udah mulai kosong nih pikirannya, gara-gara senjatanya ga sempat nembak sih.. haha..” gurau Riska yang kini duduk disampingku.
Mataku sempat menangkap sosok Riska yang cantik dan anggun itu menemaniku dalam kondisi tanpa busana. Memang bukan hanya sekali itu aku melihat tubuh polosnya, tapi setiap kali aku melihat tubuh bugilnya langsung bangkitlah nafsu birahiku. Jujur saja, mungkin kalau aku kenal dengan Riska duluan sebelum Mita, pasti dialah yang akan kupilih jadi istri kedua. Tapi memang soal takdir, manusia hanya bisa berencana dan berandai-andai saja tanpa bisa memastikannya.
“Kok udah maen bugil aja nih Ris?” tanyaku sambil melirik ke arahnya.
“Hehe.. gapapa kan Om? Gerah banget deh malam ini..” balasnya yang kini duduk bersila di atas kursi.
“Ya gapapa sih.. cuma hati-hati aja kalo senjata Om ngeluarin peluru nyasar, hehe..”
“Ihh... mau dong Om ditembakin, hihi..” balas Riska genit. Dia kalau denganku tak pernah jual mahal lagi, begitu dipancing sedikit langsung nyangkut.
“yaudah.. nihh... coba dicek dulu senjatanya.. pelurunya masih penuh kok” ucapku yang kemudian memelorotkan celana pendekku sampai sebatas mata kaki.
“Wuaahh... siap deh komandan!!” Riska dengan cepat jongkok di depanku. Tangannya kemudian menggapai batang penisku yang kembali tegak mengacung.
Gadis cantik itu tak segan-segan lagi memainkan penisku dengan tangannya. Kocokan lembut dari telapak tanganya itu sungguh membuatku kembali merasakan nikmatnya rangsangan pada kemaluanku. Memang aku akui kemampuan Riska memuaskan laki-laki belum ada bandingnya, meski bila dibandingkan istriku sendiri. Mungkin itu bakatnya, atau mungkin itu karena kebiasaan, bahkan mungkin karena latihan pun aku sudah tak peduli. Intinya adalah dia berhasil membuatku kembali terbakar birahi.
“Cuphhh.. uhhmmmp.. uhhmmmp.. uhhmmmp.. puaaahhh”
Sekarang ini mulut Riska sudah mulai berusaha menyenangkan diriku. Hisapan dan emutan lembut bibirnya pada batang penisku membuatku merasakan geli-geli nikmat. Apalagi saat dia melakukan Deep throat, rasanya jadi dua kali lebih nikmat.
“Pwuuaahhh... hahh...hahhh.. Om tau gak? Aku suka banget sama kontolnya Om.. bener-bener iri aku sama Mita...”
“Masak sih!? apanya yang kamu suka? Sama punya pacar kamu gedean mana emang?”
“Gedean punya dia sih Om... tapi punya Om Andra lebih pas.. ga tau lah.. pokoknya enak banget pas masuk ke memekku” ujar Riska jujur.
“Ohh.. gitu.. yaudah.. kapanpun kamu mau tinggal bilang aja.. Mita biar Om yang atur deh”
“Waahh.. sipp deh Om.. tapi sekarang gantian dong Om...” ucap Riska yang kini berdiri di depanku.
Posisi Riska tepat menghadap aku, dengan kaki kirinya dia naikkan pada sandaran tangan kursi yang aku tempati. Pada posisi seperti itu pangkal pahanya tepat berda di depan wajahku, tanpa pikir panjang aku langsung mengarahkan mulutku pada celah vaginanya itu.
“Ahhhh... pelan Om.. aahhh....” pekik Riska yang merasakan serangan lidahku pada celah vaginanya.
Kusadari bibir memek Riska ini memang tebal dan agak menonjol keluar. Tak seperti punya Mita yang juga tebal tapi rapat dan sedikit tersembunyi. Namun aku selalu ingat satu kelebihan memeknya Riska daripada perempuan lain yang pernah setubuh denganku, memeknya bisa ngempot.
“Hhaaahhhh.. aahhhh.. eemmmm.. aaahhh....” desahan dari mulut Riska mulai terdengar. Aku takut di malam yang sepi ini suaranya akan terdengar dari jarak cukup jauh.
“Kita masuk aja Ris... biar aman...” ucapku begitu kulepaskan pagutan bibirku pada labia minora Riska.
“Uuhhh... eemm.. iya deh Om...”
Celana pendek yang melorot sampai di mata kakiku kulepaskan saja. Kemudian kami berdua kembali masuk ke dalam rumah. Tanpa menunggu lama saat kita sampai di ruang tamu langsung kupagut bibir manis milik Riska. Akhirnya kami terlibat adu mulut dan adu lidah yang seru diwarnai dengan saling bertukar air liur yang intens.
“Ayo Om.. lanjutin yang tadi..”
Riska lalu duduk di atas lantai dengan tubuh agak miring kebelakang. Kedua tangannya dia gunakan untuk menopang badannya. Sedangkan kedua kakinya mengangkang lebar, seakan mempersilahkan aku untuk kembali menikmati manis dan asinnya celah vagina gadis cantik itu.
Untuk menghadapi posisinya yang duduk bersandar pada kedua tangannya itu, akupun memposisikan diriku menungging di depannya. Kutahan kedua pahanya tetap terbuka dengan tanganku lalu kuarahkan wajahku menuju pangkal pahanya. Aku kembali menyapukan lidahku pada permukaan vagina Riska. Hidungku pun kembali menangkap bau kemaluannya yang harum, entah itu harum dari bedak atau lotion.
“Oohhh... mantaabbbb... iya.. aahhh.. itu.. uuuh..” mulut Riska kembali mendesah dan wajahnya seperti menahan rasa geli bercampur rasa gatal.
Kujilati dan ku hisap dengan ganas liang senggamanya. Matanya yang memperhatikan apa yang sedang kulakukan kadang hanya tinggal putihnya saja. Sepertinya di mulai larut dalam kenikmatan syahwatnya. Terbukti dengan keluarnya cairan pelumas alami dari celah vaginanya. Tidak banyak tapi cukup membuat basah lobang senggamanya.
“Asatagaa!!!!” jerit Dewi yang keluar dari kamar dan langsung melihat aksi kami berdua.
“Ehh.. Dewi.. aku kira kamu udah tidur” balasku melihat ke arah Dewi, anehnya dia keluar dari dalam kamar tanpa menutupi tubuhnya, jadilah kami bertiga kini semuanya tanpa busana.
“Eh.. kak sini gabung aja.. enak loh maen bertiga, hihi..” ujar Riska tenang.
“Eh...e-enggak deh..” balas Dewi sempat bingung.
“Udah deh Wi.. sini.. kami ikutan aja.. mumpung ada kesempatan” tambahku.
“Ayo dong kak.. sini...jangan malu-malu” Riska kemudian berdiri dan membimbing Dewi untuk duduk mengangkang di atas lantai seperti yang Riska lakukan tadi.
Setelah ibu muda itu dalam posisi yang tepat, Riska langsung menungging di depannya dan menyapukan lidahnya pada belahan memeknya. Nampaknya Dewi langsung bisa menikmati permainan oral dari Riska, yang aku yakin sudah mahir melakukannya. Kulihat Riska yang berada dalam posisi menunggung itu betul-betul menggoda, apalagi belahan memeknya nampak merekah bila dilihat dari belakang.
“Heummppppphhhh...” jerit Riska saat menerima tusukan penisku pada liang vaginanya. Karena mulutnya masih menyedot klitoris Dewi jadi suaranya tak sampai keluar.
Aku sudah tak sabar lagi. Kugunakan kesempatan saat Riska meng-oral Dewi itu untuk kembali bisa menyetubuhinya. Aku sudah kepalang basah, tak ada lagi akal sehat yang mengendalikan pikiranku, yang ada dalam pikiranku hanya bagaimana caranya aku bisa menikmati memek-memek mereka.
“Ahhh... aaahhh.. aahh... “ Dewi terus mendesah, liang vaginanya yang terbuka lebar itu jadi santapan kemahiran lidah dan mulut Riska yang tak kenal lelah.
Sedangkan Riska tak bersuara, hanya suara-suara seruputan mulutnya yang terdengar jelas. Mungkin dia pasti ingin mendesah saat aku menggenjot memeknya, tapi dia bisa menahannya untuk terus fokus mengerjai klitoris Dewi di depannya.
“Aauhhhhh... aku bisa keluar lagi nihh.. aaahhh.. aaaaahhh....” Dewi kembali melenguh panjang saat liang vaginanya menyemburkan ciaran orgasmenya. Memang tak banyak, tapi keluarnya sempat membuat Riska kaget.
“Waaaahhh... kakak hebat..” puji Riska di sela-sela aksi oralnya. Dia kembali larut dalam keseruan mengerjai kemaluan sesama jenisnya.
“Haaahhhh... aduhhh... enak bangeettt sssiiihhhhhh...” Dewi kembali mengalami orgasemya, hebat sekali Riska, hanya beberapa sentuhan sudah bisa membuat Dewi kemabali kelojotan didepannya.
Dewi yang kembali menyemburkan cairan bening dari lobang vaginanya tak sanggup lagi menahan tubuhnya. Dia kini tiduran telentang di atas lantai tanpa beralaskan apa-apa. Di bawah pantatnya sudah menggenang cairan orgasmenya, sedangkan Riska terus menggempur syara-syaraf kenikmatannya.
“Aaahh.. Om... bikin Riska keluar Om.. aahh.. dikit lagi Om...aahhhh..” ujar Riska memberikan kode kalau dia sebentar lagi orgasme.
“Okee Ris.. keluarin yang banyak yah sayang.. “
Aku langsung memacu genjotan penisku pada liang senggamanya. Tubunya sampai bergoyang-goyang maju mundur akibat dorongan pinggulku pada belahan pantatnya. Hebatnya saat tubuhnya bergoyang maju mundur seperti itu dia masih terus menyapukan lidahnya pada permukaan kemaluan Dewi dan kini dia sudah mencapai orgasmenya yang ketiga. Pokoknya aku harus mengakui kehebatan Riska dalam memuasi lawan mainnya.
“Aaahhh.. aahh.. aahh.. Omm.. aahh.. akuuuhh.. aahhh.. aahh.. akuuu.. aaaaaahhh” badan Riska lalu menegang dan bergetar. Dia kembali mendapatkan orgasme bersamaku malam itu. Badan Riska ambruk ke depan dengan penisku masih tertanam di dalam liang vaginanya.
“Wi.. sekarang coba kita ganti posisi.. coba kamu sekarang gantian mainin punya Riska” kataku setelah mencabut batang penisku dari celah vagina Riska.
Gadis cantik nan anggun bernama Riska itu kemudian membaringkan tubuhnya di atas lantai. Masih dalam kondisi lemas sehabis orgasme, dia kini mendapat rangsangan di kemaluannya dari jilatan dan hisapan mulut Dewi. Badannya yang tadi sempat bergetar akibat orgasme kini kembali menggelinjang akibat perlakuan ibu muda itu.
“Aaahhhhkkk... Aaaaahhh...” hanya itu yang keluar dari mulut Dewi kala penisku menusuk liang senggamanya.
“Oohhh.. memek kamu jadi keset Wi.. uuuhhhh...” aku meringis menahan sedikit rasa ngilu pada penisku. Celah vagina Dewi terasa keset dan menahan laju batang kejantananku saat aku mendorong batang itu masuk kedalam liang senggamanya.
Kini posisi kedua perempuan yang bersamaku itu jadi berbalik. Riska yang telentang dan Dewi yang menungging. Kulihat Riska sambil memeknya dijilati oleh Dewi, kedua tangannya memainkan payudaranya sendiri. Aku tahu dia sangat pintar dalam hal merangsang tubuhnya sendiri.
Plok.. plok.. plok.. plok.. plok...
Suara benturan antara pangkal pahaku dengan bongkahan pantat Dewi kian menggema di ruang tamu rumahku. Persetubuhan kami semakin seru dan penuh kenikmatan. Aku merasa setiap gesekan penisku dengan dinding liang vaginanya memberi rasa yang nikmat yang sangat. Dewi mungkin juga demikian. Saking enaknya dia bahkan sampai tak mengeluarkan suara, hanya mulutnya saja yang terus mengerjai celah vagina Riska dan matanya terpejam. Sepertinya Dewi tengah merasakan kenikmatan yang bahkan belum pernah dia alami dengan suaminya.
Aku benar-benar menikmati bisa menyetubuhi tetangga depan rumahku itu. Apalagi kami bisa main bertiga, permainan yang selama ini cuma bisa aku bayangkan dalam fantasi seks dari film porno yang pernah aku tonton. Sambil terus menggenjot tak lupa aku mainkan kedua buah dada Dewi yang tengah menggembung besar karena menyusui anaknya. Sesekali aku pilin dan tarik puting susunya, hingga membuat ibu muda itu semakin kehilangan akalnya.
Dewi merespon setiap goyanganku dengan irama yang sama. Suara tumbukan kedua kelamin kamipun juga makin terdengar. Dewi dan Riska juga sudah mulai mengeluarkan desahan mereka, yang terdengar sangat merdu bagai alunan musik kenikmatan di telingaku.
“Aaahh.. aahhh.. aaahh.. teruuss Masss.. aahhh.. aku mau keluaaarr” jerit Dewi tiba-tiba.
Aku naikkan tempo kocokan penisku pada liang senggama milik Dewi. Goyangan pinggulku bertemu dengan belahan pantatnya semakin membuaku bersemangat menyetubuhinya.
“Ahhhhhhh.... lagi.... lagi... aaaahhhhhh” Dewi menjerit kencang. Berbarengan dengan menyemprotnya cairan orgsmenya setelah batang penisku kucabut dari celah memeknya.
“Ahhh.. udah mas... ampun aku... udah... ampunnn” Dewi langsung ambruk ke samping supaya kepalanya tak menjatuhi pangkal paha Riska di depannya.
“Ris.. biar Dewi istirahat, keluarin dong perlurunya Om..”
“Hihi... sini Om... duuhh.. ngapain sih ditahan terus.. keluarin dong Om” sambut Riska yang kini mengangkat kedua kakinya mendekati kepalanya.
“Om keluarin di dalam aja yah!?” tanyaku, Riska hanya mengangguk sambil tesenyum memandangku.
Sleeeeb..!! plok.. plok.. plok.. plok.. plok.. suara benturan antara pangkal pahaku dan pangkal paha Riska kembali terdengar.
“Aaahh.. aaaahh.. terusshh.. Ommm.. nikmaatthh.. aaahh.. aahhh”
“Memek kamu aahh... Riss.. aahh.. ngempot banget.. aaahh.. aaahhh”
“Aaaahh.. iyaaah.. kontol Om jugaaa.. aaahhh.. enaaakkhhh”
Riska yang sudah benar-benar dikuasai oleh nafus birahinya sudah tak mempedulikan lagi apa yang ada di sekitarnya, yang dia rasakan sekarang hanyalah nikmat dan nikmat. Kedua tanganku kembali meraih buah dada Riska. Aku benar-benar menyukai gundukan di dada Riska yang menggelantung indah itu. Terus terang saja bentuk dan ukurannya lebih besar dari milik Mita. Gemas sekali rasanya, dan tak bosan-bosan aku meremasnya. Semua itu semakin membuat nafsu Riska membara, sehingga dia kembali membalas gerakan pinggulku dengan semakin liar.
“Aaaahh.. teruuss.. Ommmh... aahhh.. Riskaa.. mau.. aahhh.. nyampe.. ahh..”
Tahu kalo Riska akan orgasme, aku langsung mempercepat irama kocokan penisku. Vagina Riska yang semakin becek itu membuat tusukan demi tusukan penisku menjadi sangat lancar. Hingga akhirnya tubuh Riska mengejang hebat saat mendapatkan orgasme yang luar biasa, jauh lebih dahsyat daripada yang pertama tadi.
“Aaaaaaaaahhhhhhhhh.......” Sebuah desahan panjang mewarnai orgasme gadis itu.
Aku tak menghentikan tusukan penisku meski aku tahu kalau Risa telah mencapai puncak kenikmatannya. Kuteruskan goyangan pinggulku sambil menikmati empotan-empotan memek Riska yang memancing spermaku untuk segera keluar. Dan memang efeknya sungguh sangat luar biasa, saat kurasakan maniku sudah sampai di ujung kepala penisku buru-buru kudekap tubuhnya dan kupagut bibirnya.
Crott... Crott.. Croottt... menyemburlah cairan maniku dalam rahimnya Riska. Aku tak ragu lagi melakukan itu karana aku yakin Riska pasti rutin minum obat anti hamil.
Sambil tubuhnya kudekap penuh mesra, kucium bibirnya dengan penuh rasa. Penyatuan rasa nikmat yang hanya bisa dicapai saat saat kelamin pria masuk ke dalam kelamin wanita. Kudekap dan terus kudekap tubuh Riska sampai semburan sperma dari penisku tak lagi terasa.
“Wahh.. enak banget yah Om? sampe segitunya...” ujar Riska menatap wajahku sambil tersenyum.
“Huhhhhhh... mantab deh Ris.. jadi pengen nikmatin memek kamu terus kalo gini caranya.. huuuufffh...” balasku sambil melepaskan pelukan dari tubuh Riska.
Teng.. teng.. teng..!! terdengar lagi suara pagar rumahku di ketok-ketok. Aku dan Riska lalu saling bertatap pandangan. Entah apa yang ada dalam pikirannya tiba-tiba dia kemudian berdiri.
“Buka aja Om.. kalo ada yang cariin aku bilang lagi ga mau ketemu, aku mau tidur di sini” ucap Riska lalu masuk ke kamarku dan kembali menutup pintunya.
“Hemmm... belum apa-apa udah ribut aja nih sama pacarnya, dasar masih anak-anak” gumamku.
Sebelum pergi ke depan rumah aku bersihkan dulu tubuhku dan kupakai kembali pakaianku. Tak lupa kubangunkan juga Dewi dan kuminta memakai kain kemben untuk menutupi tubuh telanjangnya. Dia kuminta membersihkan juga cairan squirtnya yang tumpah di lantai.
“Omm... maaf ganggu malam-malam..”
“Lhoh.. kamu Fajar.. ada apa kemari?” balasku yang membuka pintu pagar rumahku dan mempersilahkan dia masuk ke dalam.
“Lagi cariin Riska Om.. aku tadi ke kostnya tapi ga ada, makanya aku kesini” ucap Fajar saat dia sudah duduk di kursi ruang tamu rumahku.
“Lhah, kok kamu bisa yakin dia ke sini?”
“Iya Om.. pokoknya rumahnya Om Andra itu buat dia udah kaya rumah keduanya, dia dulu pernah bilang gitu sih..” ungkap Fajar lagi.
“Ohh.. iya.. dia di sini kok.. tuh di kamar...”
“Boleh dong Om minta dia keluar”
“Lhoo.. kamu coba aja.. bicara baik-baik.. rayu-rayu dikit lah...”
“Udah pernah Om.. dia pasti ga mau luluh, butuh waktu lama” balas Fajar seperti kecewa pada situasi malam itu.
“Yaudah.. gini aja.. ntar pagi kamu kembali aja kesini”
“Yahh.. gimana dong Om.. pokoknya aku mau ketemu sama Riska, aku ga mau pulang kalo belum ketemu dia” kata Fajar menatap padaku.
“Oke.. oke.. baiknya kamu parkir dulu mobil kamu di halaman rumah tetangga itu, jangan parkir di jalan gitu, ntar tetangga susah mau lewat dong”
“Pemiliknya gapapa Om kalo aku parkir di situ?”
“Udah, kamu pindah aja mobil kamu.. ntar yang punya rumah biar aku kasih tahu”
Fajar dengan malas keluar dari rumahku. Aku yang telah melihatnya pergi langsung memanggil Dewi yang kembali masuk ke dalam kamar dan memintanya untuk pulang ke rumahnya, sekaligus memberi ijin Fajar untuk memarkir mobilnya di halaman rumahnya.
***
Bersambung lagi ya Gaes ^_^
Sebenarnya post 13 ini mau dibikin panjang seperti biasanya. Cuma, ane kurang akrab sama angka tigabelas. Silahkan kalo ane dianggap percaya tahayul, tapi memang saat menulis post 13 ini banyak sekali halangannya. Untuk itulah ane potong dulu seperti itu dan moga bisa disambung secepatnya.
Salam dari Bawah Kaki Langit.