Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Alana

CHAPTER 8



POV 3rd



“Tidak… dia tidak boleh mendonorkan darahnya buat putraku” sembari menunduk, sembari menahan rasa kecamuk dalam dadanya, bercampur dengan rasa sedih, khawatir, ketakutan, Alana tiba-tiba mengangkat suara yang membuat nyaris semua orang terkejut mendengarnya.

Bagaimana mungkin, wanita itu berucap demikian di saat ada seseorang yang baik hati ini ingin membantunya? Mungkin begitulah yang di katakan nyaris semua orang dalam hati saat mendengarnya, kecuali hanya satu orang saja yang memang sudah memprediksi akan hal itu.

“Hmm, benar juga…. anda juga kondisinya sedang tidak baik-baik saja” dokter Alex akhirnya angkat suara. “Anda juga masih status pas-” tapi, jenak berikutnya kalimat dokter Alex terhenti karena di sela.

“Dokter… apakah anda punya pilihan lain saat ini?” suara berat itu akhirnya berbicara lagi. Namun tanpa di sadari oleh semua orang, apa yang di katakan oleh dokter Alex tadi sedikit mengganggu pikiran Alana.

Apakah penyakit alerginya kambuh lagi? Apakah dia di RS ini juga datang untuk memeriksa atau bahkan mungkin saja, dia juga sedang di rawat di sini? Begitu Alana membatin, dan tanpa wanita itu sadar, kepalanya yang sejak tadi tertunduk tiba-tiba terangkat dan menatap ke pria tersebut.

Seakan cuek, sang pria malah menyeringai. “Bagaimana dokter? Jauh lebih baik mana, menolak tawaran dari saya untuk melakukan pendonoran, atau segera bertindak demi keselamatan pasien anda dulu saat ini? Tapi… jika memang anda memilih pilihan yang pertama, saya bisa memastikan, malam ini, golongan darah yang anda butuhkan memang sedang non available di 3 grup RS” sembari mengatakan itu, dia menunjukkan pesan yang masuk pada ponselnya ke dokter Alex.

Rupanya, tanpa semua orang sadari, pria itu juga baru saja mencari informasi detail pada sesosok lain nan jauh di sana, yang juga selama ini selalu dan selalu membantunya dalam bergerak tanpa di ketahui siapapun. Apalagi yang di maksudkan pria itu, 3 Grup RS memang adalah rumah sakit yang amat sangat di kenal memiliki segalanya yang di butuhkan buat pasien yang menderita penyakit apapun. Apalagi stock darah? Semua RS di kota ini, tujuan pertama yang akan mereka hubungi saat kehabisan stock darah adalah salah satu dari RS itu. Yah! Selain PMI tentunya. “Stock PMI juga lagi kosong”

Sekali lagi….

Bukan hanya helaan nafas yang begitu berat terdengar dari semua orang, suara sesenggukan, ekspresi yang memucat, di tunjukkan oleh sebagian orang yang ada di sini. Padahal jelas-jelas semua orang yang mendengarnya barusan, pun menanam harapan pada jalan terakhir yaitu PMI. Tapi, jenak berikutnya, semuanya semakin di landa kekhawatiran dan ketakutan, setelah mendengar - bukan hanya mendengar, melainkan di layar ponsel pria itu yang baru saja di tunjukkannya kembali, adalah pesan dari kepala PMI kota ini, yang mengatakan stock darah O+ memang kondisinya sedang langka.

Dokter Alex sendiri tak perlu heran dengan kecepatan pria itu dalam mencari informasi, apalagi kalo informasi itu datangnya dari grup company miliknya.

“Al… ba… bagaimana ini?” Risna yang di landa kekhawatiran yang begitu besar, langsung mendekat dan memeluk bahu Alana.

“Tidak kak. Di… dia tidak boleh mendonor”

“Al… ada apa sih? Padahal bapak ini sudah baik-baik mau membantu kita semua” Alana sekali lagi di landa dilema yang teramat besar.

“Baiklah…. saya setuju, dan sekarang keputusan ada pada ibu Alana, selaku orang tua pasien” begitu ujar dokter Alex setelah menimbang-nimbang maka keputusan yang memang amat sangatlah benar adalah menerima tawaran dari pria itu untuk membantu memberikan donor darah pada pasiennya yang sedang berada di ruang operasi. “Tapi saran saya, terimalah tawaran beliau bu Alana. Meski saya tidak tahu alasan ibu menolaknya tadi, tapi, memang untuk saat ini tak ada jalan keluar lain, apalagi stock darah yang sama sangat benar-benar kami butuhkan dalam proses operasi nantinya”

Alana masih diam.

Risna dan Andi masih terus membujuknya.

Namun, setelah beberapa jenak berlalu, Alana masih saja bimbang. Masih saja menunjukkan ketidakinginannya menerima bantuan dari pria itu. Pria yang juga, tampak masih menunggu keputusannya itu dengan ekspresi datar.

“Saya sepertinya tidak punya waktu banyak…. saya seorang dokter, dan bertanggung jawab untuk keselamatan pasien” ujar dokter Alex sembari melihat arloji di lengannya. “Ayo Arka. Ikut sama saya”

Begitu pria yang di panggil dokter Alex ingin melangkah, Alana kembali angkat suara. “Tidak… pokoknya saya tidak setuju. Dan tidak akan menyetujui sampai kapanpun dia melakukan pendonoran buat putra saya. Pokoknya tidak boleh, dan…..”

“Al… kenapa sih kamu ini?”

“Iya al… kamu kenapa? Bukankah kamu gak mengenalnya juga?” Andi menambahkan. Sedangkan Alana, kondisinya benar-benar sudah sangat tidak karuan. Apalagi perasaannya, benar-benar sangat sulit untuk terungkapkan lagi. Sepasang mata indah kebiruan miliknya itu, masih saja menitihkan air mata. Karena memang, dalam hatinya pun bimbang saat ini. Di satu sisi, dia tidak ingin di ketahui oleh pria itu, jika putranya yang lagi kritis di dalam adalah darah daging pria itu, di satu sisi lainnya, dia juga amat sangat takut, karena tidak mungkin Alana membiarkan putranya tidak terselamatkan malam ini.

Memang sudah tak ada pilihan. Begitu batin pria yang masih menunggu persetujuan Alana. Seakan ingin tak mengambil pusing masalah itu, bukannya dia ikut melangkah bersama dokter Alex, justru dia membalikkan badannya ke arah yang berbeda. “Oke… sepertinya memang saya tidak di butuhkan di sini. Saya permisi dokter Alex. Dan…. ibu Alana?”

Tanpa menunggu jawaban semua orang, pria itu pun melangkah pergi.

Ubin demi ubin terlewati oleh langkah pria itu.

Di belakang sana, semua orang masih saja membujuk Alana. Termasuk Dokter Alex.

“Bu Alana… saya sangat mengenal beliau. Dan anda percaya sama saya sebagai dokter, bukan? Begitu sosok bapak Arkana telah menghilang dari pandangan kita… maka percayalah, kita… bahkan saya sendiri akan sulit menemukannya kembali. Dan, itu tandanya, saya juga akan mengangkat tangan saya karena sudah pasti, saat proses-” Tanpa menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba ekspresi dokter Alex yang awalnya ikut khawatir, langsung mulai menunjukkan senyuman di sana. Begitu juga yang lainnya yang tiba-tiba ikut menghela nafas lega, karena bersamaan juga Alana langsung berlari meninggalkan mereka.

Wanita itu….

Berlari…

Berlari mengejar waktu.

Tangisan mengiring setiap langkah Alana menuju ke sosok yang sedikit lagi akan menghilang dari pandangan semua orang.

Benar saja….

Sosok itu telah lenyap dari pandangannya.

Namun Alana tidak berhenti berlari, hingga saat melewati tembok dan berbelok ke kiri, Alana langsung membatu. Karena sosok yang di kejarnya itu, malah bersandar di dinding sambil melipat sepasang tangannya di dada.

“Hosh… Hosh….” nafas Alana benar-benar tersengal. Dia nyaris kehabisan nafas, apalagi pria yang di kejarnya itu nyaris saja membuat jantung Alana copot.

“Hosh… Hosh…. Tolong saya… tolong selamatkan anak saya” begitu ujar Alana yang mendekat dan begitu tubuhnya terasa sulit untuk tertahan oleh gravitasi, dia nyaris terjatuh dan langsung menunduk, membungkuk, serta kedua tangannya spontan tertahan dan bersandar di tubuh pria itu. “Hiks… hiks… tolong anak saya, ku mohon…..”

Jenak berikutnya, Alana yang sudah lemah tak bertenaga, tiba-tiba saja tubuhnya tertarik semakin mendekat pada sosok itu. Seketika itu juga, lengan pria itu memeluknya. “Saya pikir, setelah meninggalkanmu, hidupmu akan baik-baik saja,”

“Hiks… hiks…” Alana tak lagi mampu untuk berbicara. Dia juga merasakan tubuhnya sulit untuk bergerak, membatu, membeku bagai es di kutub sana. Tapi anehnya, dia membiarkan tubuhnya di peluk erat oleh sosok itu. Seakan, Alana menemukan oase di padang pasir nan luas sana, meski sosok ini begitu dingin padanya sejak pertemuannya kembali kemarin, tapi, pelukan kehangatan yang di terimanya berbanding terbalik dengan sikap sang pria. Pelukan ini, rasanya, hangatnya, rasa di lindungi, masih sama seperti yang di terimanya beberapa tahun yang lalu.

“Hiks… hiks… ku mohon, tolong Rafa, ka. Hiks… hiks.” mendengar itu. Hanya satu kata di akhir. ‘Ka’ only. Tapi, efeknya begitu fantastic bagi sosok itu, yang tanpa Alana sadari, sosok itupun sempat terpejam.





…​

“Arka”

“Amisya….”








“Gak ah, aku gak mau memanggilmu sama seperti orang lain. Hehehe, boleh gak, kalo aku memanggilmu dengan Ka, aja?”

“Terserah kamu. Terserah kamu mau manggil saya ka, Ar, atau sayang… ups”

“Gak ah… rasanya jijik banget kalo manggil kamu dengan sayang. Hehe”

Mereka pun saling tersenyum. Tersenyum penuh kebahagiaan yang berjuta-juta rasanya.








“Baiklah. Saya akan menolongnya”

Lega!

Amat sangat lega perasaan Alana mendengar jawaban yang keluar langsung dari mulut pria itu.


-----00000-----


“Sudah… sudah cukup, karena kebetulan 2 kantong saja yang kami butuhkan,” ujar dokter Alex saat selesai mengambil darah Arkana.

“Oh saya pikir anda akan menyedot habis darah saya, dok” balas pria itu, lalu ia pun beranjak duduk dari ranjang kecil dalam ruangan itu.

“Minumlah, biar kondisi kamu juga tidak drop” dokter Alex menyodorkan sebuah botol minuman padanya. Pria itu lantas meminumnya. Karena merasa tubuhnya tidak kenapa-kenapa, dia pun berdiri.

“Seharusnya memang saya sedot habis saja darah anda, biar saya tidak pusing lagi…. tapi….. anda masih punya hutang satu jawaban atas….” dokter Alex malah langusng tidak melanjutkan, “Mau kemana lagi?” tanya dokter Alex.

“Mau ke ruangan saya, bukankah dokter menyuruh saya untuk tetap menginap di sini, kan?”

“Arkana….”

“Ya?” dia menoleh, namun masih posisi berdiri dan bersiap-siap pergi.

“Siapa wanita itu?” Pertanyaan dokter Alex benar-benar tanpa basa-basi. Begitu pikir Arkana.

“Ada dua wanita di luar ruangan operasi, yang mana yang anda ingin tanyakan, dok?”

Dokter Alex mendengus. “Menurutmu?”

“Ohhh ibu Alana? Bukannya dia adalah ibu dari pasien anda?”

“Kamu tahu, saya juga sebenarnya tadi sudah pesimis akan mendapatkan golongan darah yang sama untuk anak itu, cuma, saya pikir awalnya, pria yang sering bersama ibu anak itu, adalah ayah dari anak itu, rupanya salah” dokter Alex mengambil jeda. Tapi, langsung di sambung oleh pria di hadapannya itu.

“Saya juga sudah mendengarnya tadi.”

“Dan sepertnya informasi tersebut memang sangat anda butuhkan” pelan, sangat pelan suara dokter Alex kali ini. Wajahnya tersenyum penuh arti.

Kemudian, Dokter Alex kembali berbicara. “Darah O+ adalah darah yang juga lumayan langka. Dan saya tidak menyangka, golongan darah anak itu sama dengan yang kamu miliki, Arkana….” sekali lagi dokter Alex mengambil jeda.

“Penyakit anak itupun, sa-” namun, kali ini, pria itu terdiam membeku saat mendengar kata ‘penyakit’ yang di sebutkan dokter Alex. Dengan cepat dia kembali duduk sebelum dokter Alex menyelesaikan ucapannya barusan, dan ia pun kini berhadapan dengan dokter Alex.

“Apakah mungkin, seorang ayah akan menurunkan penyakitnya pada anak kandungnya?” Dokter Alex tak menjawab. Dia hanya menatap ke dalam mata pria di hadapannya itu.

“Saya punya pekerjaan untukmu dok.”

Dokter Alex langsung mengembangkan senyumannya. Ia lantas bergumam, “Sudah ku duga”

“Tidak bisakah mengatakan, meminta tolong kepada saya? Mengapa harus memberi saya pekerjaan?”

“Ahh begitulah…” Arkana mengambil jeda, “Tunggu, emangnya anda tahu apa yang saya-” giliran Dokter Alex menyela.

“Golongan darah yang sama, penyakit yang juga nyaris sama, serta melihat gelagat kalian berdua tadi, hmm saya rasa… memang saya harus melakukan tes DNA buat anda dan anak itu”

“Exactly… tidak percuma saya menunjukmu sebagai Direktur Rumah sakit untuk Sandjaja grup”

Dokter Alex hanya tersenyum.

“Tunggulah 10 sampai 15 menit, hasilnya akan saya kirimkan ke ponsel anda”

“Oke….”

“Nanti salah satu dokter yang akan mengirimkan ke nomor anda, karena sekarang, saya tidak bisa membantu anda, saya harus menyelamatkan nyawa calon pewaris tunggal sandjaja grup untuk melakukan operasi segera, biar dia bisa mengganti-”

“Apakah anda mendoakan saya untuk cepat mati?”

Dokter Alex hanya senyum. “Pergilah….”

Sebelum pria itu benar-benar meninggalkan ruangan, dia menoleh, “Saran saya, setelah hasilnya keluar…. hmm, jangan sampai informasi tersebut tersebar keluar. Cukup saya dan anda saja yang tahu…. termasuk Devita.”

Dokter Alex hanya mengangguk meresponnya, serta senyumannya semakin terkembang di sana.







“Bagaimana?” begitu melihat Arkana keluar dari ruangan di sebelah ruangan operasi, Alana segera mendekat dan menyentuh di lengan kirinya.

“Beres. Tinggal menunggu hasil operasinya” balas Arkana. Namun anehnya, dia tetap membiarkan lengannya di sentuh wanita itu. “Kamu tak perlu khawatir, karena seumur saya hidup, dokter Alex adalah dokter terbaik yang saya kenal untuk menangani penyakit Jantung”

Alana menatap wajah pria itu. Benar-benar dahsyat efek dari ucapan Arkana barusan. Alana memang sedikit menjadi tenang. Lantas ia tersadar, dia segera melepaskan tangannya, “Maaf!”

Arkana hanya mengangguk.

Risna maupun Andi mendekat.

“Terima kasih pak. Sudah membantu kami” ujar Risna.

“Sama-sama,”

“Thanks pak.” giliran Andi yang menyahut. Sedangkan Arkana, hanya meliriknya saja. Memberikan respon yang berbeda dengan Risna yang sebelumnya mengatakan hal yang sama padanya.

“Kamu tenang saja, tunggu saja hasilnya” ujar Arkana pada Alana yang masih tampak begitu khawatir. Wajah cantiknya itu begitu sendu, sorot matanya syarat akan kekhawatiran serta ketakutan apabila terjadi apa-apa pada putra tercintanya itu.

“Kalo memang tak ada lagi yang bisa saya bantukan, sepertinya saya harus permisi” ujar Arkana, apalagi dia sempat menangkap gelagat aneh dari sosok pria yang sejak tadi bersama mereka.

Risna dan Andi mengangguk.

“Sekali lagi terima kasih pak” begitu ujar Risna.

Arkana mengangguk meresponnya. Selanjutnya, pria itu pun benar-benar pergi meninggalkan mereka bertiga di sana. Baru juga melangkah dua meteran, Alana mengejarnya.

“Mau kemana?”

Arkana menghentikan langkahnya dan berbalik. Kini, keduanya saling berdiri berhadapan.

“Saya ingin beristirahat sebentar”

Alana menggeleng. “Mau kabur lagi?”

“Kabur?” Arkana mengernyit.

“Maaf… aku minta maaf” Alana tiba-tiba menunduk. Tak mampu melawan tatapan pria itu.

“Kembalilah… mereka membutuhkanmu” ujar Arkana kemudian.

“Trus kamu?”

“Saya? Bukankah saya sudah tidak di butuhkan lagi di sana?”

Alana menarik nafas dalam-dalam, kemudian sekali lagi dia menunduk. Perasaannya kembali bergejolak di dalam sana.

“A… aku…. aku mem….” Alana merasa bibirnya kembali membeku. Kalimat yang ingin di utarakannya menggantung begitu saja di udara.

“Saya tidak akan kemana-kemana…. semua yang terjadi di dalam ruangan operasi, akan terpantau oleh saya, juga. Jadi, kamu tenang saja…..”

“Ti… tidak bisakah kamu di sini dulu untuk sementara saja? A… aku mem… membutuhkanmu ka” pelan. Amat sangat pelan, suara Alana kali ini.

Arkana akhirnya menarik nafas dalam-dalam. “Baiklah… saya akan tetap di sini sampai operasinya selesai.”

Alana lantas menghela nafas lega. Meski dia juga bingung mengapa dia bisa seperti ini? Kenapa dia tidak membiarkan pria itu pergi begitu saja?

Mereka berdua kembali.

Yang anehnya, dimana Arkana berdiri, Alana tetap ada di sisinya. Karena hal itu, wajah Andi sejak tadi tertekuk. Rasa-rasanya dia ingin berteriak, mengusir pria yang kini bersama Alana agar pergi jauh-jauh.

Siapa dia, dan mengapa Alana seperti ini sikapnya? Berbagai pertanyaan yang menyelimuti pikiran Andi saat ini. Namun begitu, tidak mungkin juga dalam situasi gawat darurat seperti ini, dia memaksa menanyakan pada Alana. Maka, memilih diam saja adalah pilihan yang tepat.







Beberapa puluh menit telah berlalu. Semuanya tetap diam dengan harap-harap cemas. Alana sendiri, meski perasaannya sedikit tenang atas hadirnya Arkana di sisinya, tapi tetap saja, sepasang mata indahnya itu tak hentinya mengeluarkan air mata. Segala doa terpanjatkan dalam hatinya, yang tujuannya hanya satu. Semoga operasi putranya berhasil, dan putranya bisa sembuh seperti sedia kala. Masalah biaya, dia belum memikirkannya saat ini.

Arkana sendiri pun sama. Besar sekali harapannya, agar putra Alana berhasil menjalani operasinya di dalam sana.



Hingga….



Tiba-tiba saja, ponsel Arkana bergetar. Tanda adanya sebuah pesan masuk, karena memang dia sengaja tak menyalakan nada dering. Alana yang berada si sampingnya, menyadarinya, kemudian ia hanya menoleh melihat apa yang di lakukan Arkana saat ini.

Dengan perasaan yang super dag-dig-dug. Arkana secara perlahan membuka ponselnya. Layarnya tak ia tunjukkan pada Alana yang berdiri di sisinya.

Hanya sekali klik!

Pesan yang ada di notifikasi tersebut, mulai membuka. Mulai menunjukkan sebuah file pdf yang baru saja di kirim padanya.

Tangannya mulai gemetar saat ingin membuka file tersebut. Tapi ia harus melakukannya. Bahkan jantung Arkana mulai bereaksi terhadap situasi dan kondisinya saat ini.

Jenak berikutnya, file pdf tersebut telah terbuka. Menunjukkan kop surat Rumah Sakit di atasnya, lalu di bawahnya tertulis laporan pemeriksaan ‘Result Analytic DNA (Deoxyribonucleic Acid)’.

Sampai sini, perasaan Arkana semakin tak karuan dalam sana. Secara perlahan jantungnya semakin berdegub lebih cepat dari biasanya.

Sepasang matanya mulai membaca dari atas. Tertulis jelas di sana, dua nama yaitu - Arkana Ghali Sandjaja bersama Rafa A Setiawan. Apakah A nya adalah Arkana? Begitu ia membatin. Namun hal itu akhirnya terjawab juga.

Dengan amat sangat jelas, dua angka tertera jelas di bawah kolom.

99,99999% - DNA dari dua nama itu memiliki kesamaan.

Tanyakan kembali, bagaimana perasaan Arkana setelah melihat hasil pemeriksaan DNA tersebut? Sudahlah, dia sendiri bahkan masih sulit untuk mengontrol perasaannya di dalam sana, serta berusaha menahan jantungnya yang mulai menunjukkan ketidaknormalan saat ini.

Yang anehnya.

Dengan perlahan ponselnya dia offkan kembali.

Dia menoleh ke Alana.

Menatapnya….

Tatapan yang membuat Alana kembali merasakan rasa sakit dalam dadanya.

“A… ada a… apa?” Namun, jawaban itu tak ia dapatkan karena bersamaan, ruangan operasi terbuka secara perlahan. Perhatian semua orang langsung teralihkan. Begitupun Alana maupun Arkana.

Alana segera meninggalkan Arkana di sana.

Begitupun Andi dan Risna, ikut bersama Alana. Apalagi di sana, tampak dokter Alex baru saja keluar bersama dengan beberapa orang berpakaian yang sama, dengan ekspresi yang membuat jantung semua orang semakin berdetak kencang.

Dokter Alex sesaat tak menghiraukan keluarga pasiennya. Pandangannya langsung tertuju pada Arkana yang masih berdiri di tempatnya sejak tadi tanpa ikut mendekat ke pintu ruangan operasi.

Arkana dan Dokter Alex bersitatap.

Dokter Alex tiba-tiba mengangguk pelan. Anggukannya memiliki dua makna yang teramat sangat berarti bagi Arkana saat ini. Makna pertama adalah, operasi yang di pimpinnya telah berjalan dengan lancar. Makna kedua, adalah, hasil DNA pun di ketahui oleh dokter Alex juga.

Kemudian….

Wajah dokter Alex tersenyum penuh kelegaan.

Berbeda dengan Arkana. Alana dan yang lainnya, begitu melihat wajah dokter Alex yang tiba-tiba tersenyum, langsung bernafas lega. Apalagi, setelah itu dokter Alex langsung menjelaskan apa yang telah terjadi di dalam sana.

“Operasinya berjalan dengan baik…. kita tinggal menunggu saja pasien sadar dulu baru akan kita pindahkan ke kamar inap lagi”

“ALHAMDULILLAHHHHH… Al…. Alana…. Rafa sehat dek…. Rafaku sayang akhirnya bisa sembuh…. hiks….”

“Iya kak…. iya. Hiks…. hiks Alhamdulillah ya Allah, ya tuhanku. Terima kasih telah mendengar doa hamba…. hiks… hiks” kedua wanita itu saling berpelukan. Melampiaskan perasaan bahagianya setelah mendapatkan kabar dari dokter Alex mengenai hasil dari proses operasi tersebut.

Masih dalam eforia kebahagiaan, Dokter Alex yang ikut berkaca-kaca, tiba-tiba merasakan ponselnya bergetar di dalam saku celananya. Dia melihat ada telfon yang masuk di layar, dengan nama si pemanggil yang amat sangat di kenalnya. Matanya langsung melihat ke arah dimana Arkana tadi berdiri. Rupanya, pria itu sudah pergi, sosoknya telah menghilang dari tempat itu.

Akhirnya dokter Alex menjawab panggilan telfon.

“Dok… saya serahkan semuanya ke anda. Silahkan gunakan kamar saya, karena malam ini saya sedang sakit. Jadi saya memutuskan untuk pergi…. Sungguh, anda paham kan, sakit saya karena apa? Tapi anda tenang saja, tidak ada hubungannya dengan penyakit saya.” baru kali ini, pria itu mengatakan jika dia sedang sakit. Padahal sebelum-sebelumnya?

“Hmm…” dokter Alex hanya berdehem menjawabnya.

“Biaya yang harus di bayar, masukkan ke dalam account pribadi saya. Terima kasih, saya permisi dok”

“Hmm….”

Sambungan telfonpun terputus.

Dokter Alex kembali ke keluarga pasiennya itu.

Sedangkan Alana langsung tersadar, telah melupakan sesuatu.

Arkana?

Dia langsung menoleh ke tempat pria itu tadi berada. Sama seperti dokter Alex tadi. Alana tentu saja tidak menemukan keberadaannya di sana.

Ada sedikit kelegaan dalam hati Alana, karena begitu, meski ia akan kehilangan pria itu lagi, namun setidaknya pria itu tak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Apa yang telah berusaha ia sembunyikan darinya sejak tadi.

Tapi….

Kenapa dalam sana rasanya sakit banget? Alana membatin sembari menyentuh dadanya sendiri.​
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd