doubleo
Adik Semprot
- Daftar
- 20 Mar 2016
- Post
- 145
- Like diterima
- 184
Wait,,,,
Kenapa nggak minta tolong momod untuk buka gembok thread aslinya dan nglanjutin disitu aja?
Alesanya cuman satu :
SAYA GAK BISA NGASIH WAKTU KONSISTEN BUAT NULIS
Takutnya setelah dibuka dan baru update beberapa chapter saya hiatus nulis lagi, mungkin bisa lebih dari sebulan, threadnya digembok lagi.
Kan gak lucu kalo ngerepotin momod terus buat buka tutup thread sampah saya itu. Saya sadar saya gak boleh seenak udel saya "eh tolong dong bukain, mau update nih!", abis itu sy hiatus lagi dan digembok trus sy dateng lagi "eh tolong dong bukain lagi, mau update nih!", GAK SOPAN TAU.
Jadiii... ini ada update satu bagian aja. Nanti kalo udah terkumpul banyak bakal saya pindah ke thread aslinya
Mohon maaf sebesar-besarnya kalo masih ada pembaca yang setia menunggu, saya ini cuman pegawai biasa yang sulit masalah ekonomi, barangkali ada relawan yang mau ngasih saya kucuran dana atau ngasih kerjaaan tetap Huehehehe (nahloh curhat kan malah)
Buat yang iseng buka dan gak tau Alamak, Tuyul!, silahkan mampir di mari dulu
https://v1.semprot.com/threads/alamak-tuyul.1187741/
BAGIAN 10
Beberapa hari berlalu setelah kejadian Mbah Jenggot yang disatroni oleh Yono dan teman-temanya. Keadaan fisik Mbah Jenggot yang abbak belurpun sudah bukan menjadi masalah. Sebagai dukun, ia tau bermacam ramuan yang dapat mempercepat proses penyembuhan. Begitu juga dengan keadaan gubuk reotnya yang semula diobrak abrik oleh ketiga pengojek itu kini nampak sudah tertata kembali.
Semua ini tidak lepas juga berkat sedikit bantuan dari Susi yang begitu peduli dan merawat gubuk Mbah Jenggot seperti rumahnya sendiri. Sedianya bagaikan ibu rumah tangga, sejak kehadiran Susi, Mbah Jenggot serasa menjadi seorang suami. Semua kebutuhan hari-harinya seperti memasak, bersih-bersih dan lain-lain menjadi teratur. Termasuk juga kebutuhan biologis keduanya. Hampir setiap ada waktu luang mereka melakukan persetubuhan yang membara. Tak peduli sedang berada di mana, di dalam gubuk, di semak-semak, dibawah pohon, juga salah satu tempat favorit mereka, sendang toyowengi, menjadi saksi bisu pergulatan gairah menggebu kedua manusia itu.
Bentuk fisik Susi yang menggoda memang selalu bisa memanjakan nafsu bejat dukun tua yang tersohor namanya di kaki bukit gunung kidul itu. Berbagai macam aktivitas mesum yang mereka lakukan sanggup memuaskan keduanya. Selain itu sifat Susi yang patuh, murah hati, dan belakangan ini sedikit genit membuat Mbah Jenggot memiliki rasa lebih dari sekedar nafsu. Dukun itu mulai timbul rasa peduli dan ingin melindungi Susi, semacam rasa sayang.
Sudah hampir sebulan juga Susi berdiam di kaki bukit gunung kidul demi mencapai tujuanya mengambil pesugihan tuyul. Kulit tubuhnya juga semakin nampak montok dan kencang. Benih tuyul yang tertanam dalam rahimnya tumbuh subur akibat setiap harinya disiram oleh peju kental Mbah Jenggot. Seperti pagi itu, sama dengan pagi-pagi sebelumnya, Mbah Jenggot sedang buas-buasnya mengentot badan montok Susi diatas dipan kayu beralaskan kain.
"KRIET... KRIET... KRIET...", bunyi ranjang yang berdecit-decit akibat genjotan-genjotan kasar Mbah Jenggot pada tubuh Susi yang menungging.
"SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK", suara tumbukan paha keriput Mbah Jenggot menabrak-nabrak pantat bahenol Susi bagaikan binatang yang sedang mengawini betinanya.
"AAAIIIH... OOUUUHH... AAH AAH AH AH AH AH AH AH AWWH..."
"KHUEKHEKHEHKHEKHE... Ooooghhh... lihat Nduukk... kontolku menojos-nojos memek gundulmuuu!! ooogh"
"AAWH AWH... AIIIH Mana Susi bisssah lihaat mbaagh... awh... Susi kan nungging... ndak kliatan... AAAWH"
"SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK"
"Lagiaann... Si Mbaahh... bukanyaa tadi wis ngecroot banyak di memek Susi ampe meluberrr... ooogghh... kok kontolnya masih kuat ngentot lagi ssiihhhh.... aaaiihhh"
"Huekhekhekhe... abisnya kalo liat badanmu yang semlohay, Mbah ndak tahan nduk... kayaknya goheman (sayang-sayang) kalo dianggurin... Oooghhh NGENTTOTTT!! HNGGGH NGGGH"
Sambil mendengus-dengus, Mbah Jenggot mencengkeram erat-erat pantat bulat Susi yang daging kenyalnya memantul-mantul seiring sodokanya. Sepertinya kakek tua itu sedang mengerahkan seluruh tenaganya yang tersisa untuk menumbuk habis daging kemaluan Susi. Apalagi dilihatnya dari atas rambut hitam ikal Susi yang awut-awutan dan punggung mulusnya yang berkeringat membuat janda tanpa anak itu semakin seksi. Maka ia lepaskan tangan kananya dari bokong Susi dan meraih rambut Susi. Sementara tangan kirinya masih meremas bulatan putih itu, ia tarik rambut Susi dengan tangan kananya, membuat Susi mendongak dan menjerit.
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAWWWWWWHHHH....."
"UOOOOGHHH... HNGGGH HNNGHH HNGGGH MEMEKMU KOK MAKIN KETAT NDUUUKKK OOOOGH"
"SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK"
"NGGGH ooogh... kayaknya memekmu suka kalo dikasarin kayak giniii ooghh!"
Meringis karena nikmatnya bercampur dengan sakitnya jepitan dinding memek Susi yang ketat, Mbah Jenggot seperti menegangkan seluruh tubuhnya. Ia yakin, Susi pasti merasakan sakit yang sama karena urat-urat kontolnya juga ikut menegang tapi tetap merangsek dan mengocok-ngocok di dalam memek Susi.
"UAAWH AAAH AAAAKH AAIIIHHH AAAAWH AW AW AWH"
"SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK"
Saat Mbah Jenggot sedikit membuka matanya dan memicing untuk melihat ekspresi Susi yang kesakitan sambil mendongak, ia kendurkan sedikit tarikan pada rambut Susi. Saat itu juga Susi menoleh, menampakan wajahnya cantiknya yang kemerahan dilanda birahi dari samping. Sambil melirikan mata bulatnya yang sayu karena terangsang, Susi tersenyum...
DEG
Mbah Jenggot terbelalak matanya, ia merasa takjub, senang, sekaligus merinding dengan sorot mata dan senyum Susi. Lalu seakan ada hentakan nafsu yang mendorongnya untuk mencapai puncak kenikmatan, ia kerahkan seluruh tenaganya yang tersisa untuk menusukan kontolnya dalam dalam.
"UUUUOOOOGHHHH BINAL TENAN KOWE NDUUUK SUUUSSSSIIIIII OOOOOGGHHHH!!!"
"SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK!"
"PLAK PLAK PLAK"
"AIIIH"
Setelah menampar pantat Susi karena gemas, Mbah Jenggot mencabut kontolnya dari liang peranakan Susi.
"PLOP"
Ia betot kuat-kuat kontolnya yang berkedut-kedut, bersiap menyemburkan lahar hangatnya.
"Ssshhh... Oooohh... sini nduk, siniin mukamu, biar kusembur wajah binalmu kuwi, wekhekhekhe", pinta Mbah Jenggot sambil menarik kepala Susi untuk berbalik menghadapkan wajahnya di depan selangkanganya.
Susipun memposisikan dirinya bersimpuh di bawah Mbah Jenggot yang berdiri. Kulit tubuhnya mengkilat basah bersimbah keringat.
"Mmmm AAAAAA...........", Susi membuka mulutnya untuk menganga bersiap menerima semprotan peju Mbah Jenggot. Sambil menjulurkan lidahnya, kali ini ia tidak memejamkan matanya karena ia ingin melihat secara jelas bagaimana lubang kencing dari kontol besar itu akan mengeluarkan lendirnya. Kepala kontolnya yang mengkilat kemerahan membuat Susi deg-degan. Dan saat Mbah JEnggot melepaskan betotanya...
"CCRRRUUUUOOOOOOOOOOTTTTT!! CROOOOTTT!! CROOOOOTT!! CROOOT CROOOT CROOOT CRRROOOTTT!!"
"HNGGHHH OOOOGHHH NGENTOTTT ENAAAK! NGECROTTIIN PEJU KE MUKA BINAL WUENAAAK TENAANNN, ssshhh!!"
Berulang kali dengan derasnya, semburan demi semburan memuncrat dari kontol hitam Mbah Jenggot ke muka Susi, mengcover sebagian besar wajahnya, bahkan saking banyaknya memuncrat ke pundak, leher dan dada besarnya.
"aahk... banyakh tenan mbaaahkh...", kata Susi yang mulutnya dipenuhi cairan kental itu.
"Uoohh sshhh nikmaattt.... gimana rasanya cah ayu? enak to? khekhekhekhe", kata Mbah Jenggot sambil memeras kontolnya seakan ingin mengeluarkan pejunya sampai habis.
"Aiiihh... anget, lengket banget ini mbaah...", jawab wanita itu saat mengusap peju yang melumuri sekujur tubuh sintalnya.
"Khekhekhekhe, puas bener aku nduk... aku ndak nyangka kowe binal juga"
"Aih, si mbah wae yang nakal..."
"Hh... hh... hh...", deru nafas Mbah Jenggot terdengar ngos-ngosan saat ia menjatuhkan dirinya di samping Susi, membiarkan wanita itu sibuk mengurusi lelehan sperma di payudara jumbonya. Masih sempat-sempatnya dukun tua itu memperhatikan lekuk-lekuk tubuh Susi yang semakin berisi dan dengan iseng meremas pantat wanita itu. Susi yang sudah terbiasa dengan perlakuan itu nampak acuh.
"Cah ayu... badanmu makin montok tanda kehamilanmu sedang masa subur-suburnya...", kata Mbah Jenggot tiba-tiba, "...sepertinya wis tiba waktunya si jabang tuyul itu harus dimunculkan"
"Lho, eh, bukanya hamilnya Susi belum gede mbah?", tanya Susi keheranan.
"Dulu wis pernah aku bilang to, bahwa ndak perlu sampe hamil gede, cukup benih tuyul tumbuh subur dalem rahimmu, kalau janinya wis terbentuk, kowe bisa segera memproses kedatangan tuyulmu"
Susi terlihat manggut-manggut.
"Tapi...", lanjut Mbah Jenggot, "...untuk melakukan ritual pemanggilan tuyul, diperlukan kekuatan gaib yang besar, sedangkan buat sekarang ini kanuraganku sedang lemah".
"Lhah terus gimana Mbah?"
"Ya, besok aku bakal ngelakuin tapa nyepi selama 3 hari buat menghimpun kekuatan. Jadi kowe bakal kutinggal dulu disini selama aku pergi ke lereng lain gunung kidul ini".
"Eh... ditinggal?", kata Susi nampak kaget.
"Iyo cah ayu. Kowe disini sendirian dulu... Khekhekhe, aku ngerti kowe takut, tapi jangan cemas, akan kubuat barrier gaib buat magerin area sekitar gubuk ini. Tak jamin ga bakal ada bangsa goib yang bisa nembus, bahkan Si Uwo sekalipun."
"Ng, lha kalo Susi mau mandi mbah?"
"Hmm, nanti akan kutaruh gentong besar di belakang gubuk berisi air yang bersumber dari sendang toyowengi. Air itu gak bakal habis meski mbuk pake berkali-kali. Jadi untuk sementara kowe jangan pergi jauh-jauh dari sekitar gubuk"
"Aih aih..." Susi nampak mengiyakan mesti hatinya belum sepenuhnya lega.
"Halah, wis to, mestine bukan kowe yang sedih, tapi aku...", kata Mbah Jenggot dengan nada parau.
Susi menoleh menatap dukun tua yang sedang terbaring lemas itu.
"Kok gitu mbah?", tanya Susi yang kemudian menunjukan raut muka sedih dan bersalah, "...maafin Susi mbah. Gara-gara Susi Mbah jadi repot, mesti bertapa ndak makan dan nyiksa diri kayak gitu. Pasti berat kan, apalagi tempo hari lalu Mbah juga babak belur gara-gara Susi..."
"Khekhekhe, bukan kuwi yang bikin sedih nduk?"
"Eh lha terus opo?"
"Aku sedih karena selama 3 hari nanti ndak bisa mimik susu gedemu, Wekhekhekhekhe"
"Aiiihh Si Mbaaah aaah...."
Di tengah obrolan Mbah Jenggot dan Susi itu, mereka tidak menyadari ada sepasang mata yang mengintip lewat celah dinding bambu gubuk reot itu. Mata itu terbelalak lebar dihiasi keringat dingin disekitarnya menyaksikan persetubuhan panas antara kedua manusia itu sedari awal hingga akhir. Berulang kali si pemilik mata itu menelan ludah menyaksikan moleknya tubuh seorang wanita manis yang disetubuhi oleh seorang kakek tua keriput. Saking terpesonanya dengan keindahan tubuh Susi, si pengintip berulang kali mengucek matanya. Benar-benar sintal badan perempuan yang ia pelototi pagi ini, payudara besarnya, pantat bulatnya, dan daging tubuhnya yang montok berisi. Membuatnya tidak tahan untuk mengeluarkan kontolnya yang ngaceng.
Yang paling membuat si pengintip iri tentulah keberuntungan si dukun cabul yang dengan seenaknya mengentot dan menyemprotkan pejunya di dalam memek juga disekujur tubuh Susi. Namun ia tidak bisa menahan untuk tidak ikut mengocok kontolnya ketika melihat pacuan gairah yang dilakukan dua manusia itu. 2 kali si pengintip ikut menyemburkan ejakulasinya, memuncrat ke dinding bambu bagian luar hingga menetes di dedaunan ilalang yang tumbuh disekitar gubuk tempatnya berdiri.
"Edann... edan... edan...", cuma itu yang ada di benak si pengintip. Meski begitu ia merasa masih belum puas untuk menikmati pemandangan tubuh Susi yang semakin terlihat seksi dengan lumuran peju kental. Hal itu juga yang membuatnya tanpa sengaja mendengar percakapan Susi dan Mbah Jenggot. Ia mendengar dengan seksama setiap kata yang mereka ucapkan, dan betapa semakin terkejutnya saat ia tau tentang kebenaran perbuatan bejat yang dilakukan Susi dan Mbah Jenggot.
Maka dengan tergesa-gesa, si pengintip itu menaikan celananya kemudian mengendap-endap menjauh dari gubuk itu. Wajahnya menampakan ketidaksabaran setelah menyimpan lekat-lekat informasi yang ia tahu dalam otaknya. Ia bergegas menuju jalanan yang agak jauh, menghampiri motornya yang ia parkirkan sembarangan dibawah pohon, dan akhirnya memacu motor maticnya menjauhi alas gunung kidul.
Kenapa nggak minta tolong momod untuk buka gembok thread aslinya dan nglanjutin disitu aja?
Alesanya cuman satu :
SAYA GAK BISA NGASIH WAKTU KONSISTEN BUAT NULIS
Takutnya setelah dibuka dan baru update beberapa chapter saya hiatus nulis lagi, mungkin bisa lebih dari sebulan, threadnya digembok lagi.
Kan gak lucu kalo ngerepotin momod terus buat buka tutup thread sampah saya itu. Saya sadar saya gak boleh seenak udel saya "eh tolong dong bukain, mau update nih!", abis itu sy hiatus lagi dan digembok trus sy dateng lagi "eh tolong dong bukain lagi, mau update nih!", GAK SOPAN TAU.
Jadiii... ini ada update satu bagian aja. Nanti kalo udah terkumpul banyak bakal saya pindah ke thread aslinya
Mohon maaf sebesar-besarnya kalo masih ada pembaca yang setia menunggu, saya ini cuman pegawai biasa yang sulit masalah ekonomi, barangkali ada relawan yang mau ngasih saya kucuran dana atau ngasih kerjaaan tetap Huehehehe (nahloh curhat kan malah)
Buat yang iseng buka dan gak tau Alamak, Tuyul!, silahkan mampir di mari dulu
https://v1.semprot.com/threads/alamak-tuyul.1187741/
BAGIAN 10
Beberapa hari berlalu setelah kejadian Mbah Jenggot yang disatroni oleh Yono dan teman-temanya. Keadaan fisik Mbah Jenggot yang abbak belurpun sudah bukan menjadi masalah. Sebagai dukun, ia tau bermacam ramuan yang dapat mempercepat proses penyembuhan. Begitu juga dengan keadaan gubuk reotnya yang semula diobrak abrik oleh ketiga pengojek itu kini nampak sudah tertata kembali.
Semua ini tidak lepas juga berkat sedikit bantuan dari Susi yang begitu peduli dan merawat gubuk Mbah Jenggot seperti rumahnya sendiri. Sedianya bagaikan ibu rumah tangga, sejak kehadiran Susi, Mbah Jenggot serasa menjadi seorang suami. Semua kebutuhan hari-harinya seperti memasak, bersih-bersih dan lain-lain menjadi teratur. Termasuk juga kebutuhan biologis keduanya. Hampir setiap ada waktu luang mereka melakukan persetubuhan yang membara. Tak peduli sedang berada di mana, di dalam gubuk, di semak-semak, dibawah pohon, juga salah satu tempat favorit mereka, sendang toyowengi, menjadi saksi bisu pergulatan gairah menggebu kedua manusia itu.
Bentuk fisik Susi yang menggoda memang selalu bisa memanjakan nafsu bejat dukun tua yang tersohor namanya di kaki bukit gunung kidul itu. Berbagai macam aktivitas mesum yang mereka lakukan sanggup memuaskan keduanya. Selain itu sifat Susi yang patuh, murah hati, dan belakangan ini sedikit genit membuat Mbah Jenggot memiliki rasa lebih dari sekedar nafsu. Dukun itu mulai timbul rasa peduli dan ingin melindungi Susi, semacam rasa sayang.
Sudah hampir sebulan juga Susi berdiam di kaki bukit gunung kidul demi mencapai tujuanya mengambil pesugihan tuyul. Kulit tubuhnya juga semakin nampak montok dan kencang. Benih tuyul yang tertanam dalam rahimnya tumbuh subur akibat setiap harinya disiram oleh peju kental Mbah Jenggot. Seperti pagi itu, sama dengan pagi-pagi sebelumnya, Mbah Jenggot sedang buas-buasnya mengentot badan montok Susi diatas dipan kayu beralaskan kain.
"KRIET... KRIET... KRIET...", bunyi ranjang yang berdecit-decit akibat genjotan-genjotan kasar Mbah Jenggot pada tubuh Susi yang menungging.
"SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK", suara tumbukan paha keriput Mbah Jenggot menabrak-nabrak pantat bahenol Susi bagaikan binatang yang sedang mengawini betinanya.
"AAAIIIH... OOUUUHH... AAH AAH AH AH AH AH AH AH AWWH..."
"KHUEKHEKHEHKHEKHE... Ooooghhh... lihat Nduukk... kontolku menojos-nojos memek gundulmuuu!! ooogh"
"AAWH AWH... AIIIH Mana Susi bisssah lihaat mbaagh... awh... Susi kan nungging... ndak kliatan... AAAWH"
"SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK"
"Lagiaann... Si Mbaahh... bukanyaa tadi wis ngecroot banyak di memek Susi ampe meluberrr... ooogghh... kok kontolnya masih kuat ngentot lagi ssiihhhh.... aaaiihhh"
"Huekhekhekhe... abisnya kalo liat badanmu yang semlohay, Mbah ndak tahan nduk... kayaknya goheman (sayang-sayang) kalo dianggurin... Oooghhh NGENTTOTTT!! HNGGGH NGGGH"
Sambil mendengus-dengus, Mbah Jenggot mencengkeram erat-erat pantat bulat Susi yang daging kenyalnya memantul-mantul seiring sodokanya. Sepertinya kakek tua itu sedang mengerahkan seluruh tenaganya yang tersisa untuk menumbuk habis daging kemaluan Susi. Apalagi dilihatnya dari atas rambut hitam ikal Susi yang awut-awutan dan punggung mulusnya yang berkeringat membuat janda tanpa anak itu semakin seksi. Maka ia lepaskan tangan kananya dari bokong Susi dan meraih rambut Susi. Sementara tangan kirinya masih meremas bulatan putih itu, ia tarik rambut Susi dengan tangan kananya, membuat Susi mendongak dan menjerit.
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAWWWWWWHHHH....."
"UOOOOGHHH... HNGGGH HNNGHH HNGGGH MEMEKMU KOK MAKIN KETAT NDUUUKKK OOOOGH"
"SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK"
"NGGGH ooogh... kayaknya memekmu suka kalo dikasarin kayak giniii ooghh!"
Meringis karena nikmatnya bercampur dengan sakitnya jepitan dinding memek Susi yang ketat, Mbah Jenggot seperti menegangkan seluruh tubuhnya. Ia yakin, Susi pasti merasakan sakit yang sama karena urat-urat kontolnya juga ikut menegang tapi tetap merangsek dan mengocok-ngocok di dalam memek Susi.
"UAAWH AAAH AAAAKH AAIIIHHH AAAAWH AW AW AWH"
"SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK"
Saat Mbah Jenggot sedikit membuka matanya dan memicing untuk melihat ekspresi Susi yang kesakitan sambil mendongak, ia kendurkan sedikit tarikan pada rambut Susi. Saat itu juga Susi menoleh, menampakan wajahnya cantiknya yang kemerahan dilanda birahi dari samping. Sambil melirikan mata bulatnya yang sayu karena terangsang, Susi tersenyum...
DEG
Mbah Jenggot terbelalak matanya, ia merasa takjub, senang, sekaligus merinding dengan sorot mata dan senyum Susi. Lalu seakan ada hentakan nafsu yang mendorongnya untuk mencapai puncak kenikmatan, ia kerahkan seluruh tenaganya yang tersisa untuk menusukan kontolnya dalam dalam.
"UUUUOOOOGHHHH BINAL TENAN KOWE NDUUUK SUUUSSSSIIIIII OOOOOGGHHHH!!!"
"SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK!"
"PLAK PLAK PLAK"
"AIIIH"
Setelah menampar pantat Susi karena gemas, Mbah Jenggot mencabut kontolnya dari liang peranakan Susi.
"PLOP"
Ia betot kuat-kuat kontolnya yang berkedut-kedut, bersiap menyemburkan lahar hangatnya.
"Ssshhh... Oooohh... sini nduk, siniin mukamu, biar kusembur wajah binalmu kuwi, wekhekhekhe", pinta Mbah Jenggot sambil menarik kepala Susi untuk berbalik menghadapkan wajahnya di depan selangkanganya.
Susipun memposisikan dirinya bersimpuh di bawah Mbah Jenggot yang berdiri. Kulit tubuhnya mengkilat basah bersimbah keringat.
"Mmmm AAAAAA...........", Susi membuka mulutnya untuk menganga bersiap menerima semprotan peju Mbah Jenggot. Sambil menjulurkan lidahnya, kali ini ia tidak memejamkan matanya karena ia ingin melihat secara jelas bagaimana lubang kencing dari kontol besar itu akan mengeluarkan lendirnya. Kepala kontolnya yang mengkilat kemerahan membuat Susi deg-degan. Dan saat Mbah JEnggot melepaskan betotanya...
"CCRRRUUUUOOOOOOOOOOTTTTT!! CROOOOTTT!! CROOOOOTT!! CROOOT CROOOT CROOOT CRRROOOTTT!!"
"HNGGHHH OOOOGHHH NGENTOTTT ENAAAK! NGECROTTIIN PEJU KE MUKA BINAL WUENAAAK TENAANNN, ssshhh!!"
Berulang kali dengan derasnya, semburan demi semburan memuncrat dari kontol hitam Mbah Jenggot ke muka Susi, mengcover sebagian besar wajahnya, bahkan saking banyaknya memuncrat ke pundak, leher dan dada besarnya.
"aahk... banyakh tenan mbaaahkh...", kata Susi yang mulutnya dipenuhi cairan kental itu.
"Uoohh sshhh nikmaattt.... gimana rasanya cah ayu? enak to? khekhekhekhe", kata Mbah Jenggot sambil memeras kontolnya seakan ingin mengeluarkan pejunya sampai habis.
"Aiiihh... anget, lengket banget ini mbaah...", jawab wanita itu saat mengusap peju yang melumuri sekujur tubuh sintalnya.
"Khekhekhekhe, puas bener aku nduk... aku ndak nyangka kowe binal juga"
"Aih, si mbah wae yang nakal..."
"Hh... hh... hh...", deru nafas Mbah Jenggot terdengar ngos-ngosan saat ia menjatuhkan dirinya di samping Susi, membiarkan wanita itu sibuk mengurusi lelehan sperma di payudara jumbonya. Masih sempat-sempatnya dukun tua itu memperhatikan lekuk-lekuk tubuh Susi yang semakin berisi dan dengan iseng meremas pantat wanita itu. Susi yang sudah terbiasa dengan perlakuan itu nampak acuh.
"Cah ayu... badanmu makin montok tanda kehamilanmu sedang masa subur-suburnya...", kata Mbah Jenggot tiba-tiba, "...sepertinya wis tiba waktunya si jabang tuyul itu harus dimunculkan"
"Lho, eh, bukanya hamilnya Susi belum gede mbah?", tanya Susi keheranan.
"Dulu wis pernah aku bilang to, bahwa ndak perlu sampe hamil gede, cukup benih tuyul tumbuh subur dalem rahimmu, kalau janinya wis terbentuk, kowe bisa segera memproses kedatangan tuyulmu"
Susi terlihat manggut-manggut.
"Tapi...", lanjut Mbah Jenggot, "...untuk melakukan ritual pemanggilan tuyul, diperlukan kekuatan gaib yang besar, sedangkan buat sekarang ini kanuraganku sedang lemah".
"Lhah terus gimana Mbah?"
"Ya, besok aku bakal ngelakuin tapa nyepi selama 3 hari buat menghimpun kekuatan. Jadi kowe bakal kutinggal dulu disini selama aku pergi ke lereng lain gunung kidul ini".
"Eh... ditinggal?", kata Susi nampak kaget.
"Iyo cah ayu. Kowe disini sendirian dulu... Khekhekhe, aku ngerti kowe takut, tapi jangan cemas, akan kubuat barrier gaib buat magerin area sekitar gubuk ini. Tak jamin ga bakal ada bangsa goib yang bisa nembus, bahkan Si Uwo sekalipun."
"Ng, lha kalo Susi mau mandi mbah?"
"Hmm, nanti akan kutaruh gentong besar di belakang gubuk berisi air yang bersumber dari sendang toyowengi. Air itu gak bakal habis meski mbuk pake berkali-kali. Jadi untuk sementara kowe jangan pergi jauh-jauh dari sekitar gubuk"
"Aih aih..." Susi nampak mengiyakan mesti hatinya belum sepenuhnya lega.
"Halah, wis to, mestine bukan kowe yang sedih, tapi aku...", kata Mbah Jenggot dengan nada parau.
Susi menoleh menatap dukun tua yang sedang terbaring lemas itu.
"Kok gitu mbah?", tanya Susi yang kemudian menunjukan raut muka sedih dan bersalah, "...maafin Susi mbah. Gara-gara Susi Mbah jadi repot, mesti bertapa ndak makan dan nyiksa diri kayak gitu. Pasti berat kan, apalagi tempo hari lalu Mbah juga babak belur gara-gara Susi..."
"Khekhekhe, bukan kuwi yang bikin sedih nduk?"
"Eh lha terus opo?"
"Aku sedih karena selama 3 hari nanti ndak bisa mimik susu gedemu, Wekhekhekhekhe"
"Aiiihh Si Mbaaah aaah...."
Di tengah obrolan Mbah Jenggot dan Susi itu, mereka tidak menyadari ada sepasang mata yang mengintip lewat celah dinding bambu gubuk reot itu. Mata itu terbelalak lebar dihiasi keringat dingin disekitarnya menyaksikan persetubuhan panas antara kedua manusia itu sedari awal hingga akhir. Berulang kali si pemilik mata itu menelan ludah menyaksikan moleknya tubuh seorang wanita manis yang disetubuhi oleh seorang kakek tua keriput. Saking terpesonanya dengan keindahan tubuh Susi, si pengintip berulang kali mengucek matanya. Benar-benar sintal badan perempuan yang ia pelototi pagi ini, payudara besarnya, pantat bulatnya, dan daging tubuhnya yang montok berisi. Membuatnya tidak tahan untuk mengeluarkan kontolnya yang ngaceng.
Yang paling membuat si pengintip iri tentulah keberuntungan si dukun cabul yang dengan seenaknya mengentot dan menyemprotkan pejunya di dalam memek juga disekujur tubuh Susi. Namun ia tidak bisa menahan untuk tidak ikut mengocok kontolnya ketika melihat pacuan gairah yang dilakukan dua manusia itu. 2 kali si pengintip ikut menyemburkan ejakulasinya, memuncrat ke dinding bambu bagian luar hingga menetes di dedaunan ilalang yang tumbuh disekitar gubuk tempatnya berdiri.
"Edann... edan... edan...", cuma itu yang ada di benak si pengintip. Meski begitu ia merasa masih belum puas untuk menikmati pemandangan tubuh Susi yang semakin terlihat seksi dengan lumuran peju kental. Hal itu juga yang membuatnya tanpa sengaja mendengar percakapan Susi dan Mbah Jenggot. Ia mendengar dengan seksama setiap kata yang mereka ucapkan, dan betapa semakin terkejutnya saat ia tau tentang kebenaran perbuatan bejat yang dilakukan Susi dan Mbah Jenggot.
Maka dengan tergesa-gesa, si pengintip itu menaikan celananya kemudian mengendap-endap menjauh dari gubuk itu. Wajahnya menampakan ketidaksabaran setelah menyimpan lekat-lekat informasi yang ia tahu dalam otaknya. Ia bergegas menuju jalanan yang agak jauh, menghampiri motornya yang ia parkirkan sembarangan dibawah pohon, dan akhirnya memacu motor maticnya menjauhi alas gunung kidul.