Sekarang aja kali ya?
Lanjutan Part 2
A: "Adel gatau mas harus kasih jaminan apa" Ucapnya sedikit murung.
R: "Ya sudah kalo gitu, saya pikir-pikir dulu deh ya"
A: "gitu ya mas? Adel butuh banget mas." rajuknya
R: "ini ada sedikit untuk pegangan, saya pulang dulu nanti saya pikirin mateng-mateng baik buruknya bagaimana, karena saya juga gatau kapan pandemi ini selesai kan" ucapku seraya memberi sedikit untuk Adel agar tidak terlalu merasa kecewa.
Akupun kembali menuju kostanku, aku tidak ingin terburu-buru dalam mengambil keputusan maupun memanfaatkan kesempatan, proses yang baik akan menghasilkan sesuatu yang jauh lebih baik.
*tring*tring*
Tiba tiba ponselku berdering, kulihat layarku ternyata dari Retno.
R: saya
MR: mbak Retno
R: "Ya ada apa mbak? Ada yg bisa dibantu?" ucapku mengangkat panggilan tersebut.
MR: "to the point aja Van, ada 500rb ga? Bayarannya sama seperti Wiya deh, kalo ada aku kesana sekarang"
R: "eh, maksudnya gimana mbak?" ucapku setengah kaget. Apa mbak Retno tau apa yang aku lakukan dengan Wiya?
MR: "udah jawab aja ada apa engga?" ucap Mbak Retno agak tinggi.
R: "Iya ada mbak" Jawabku masih dilanda rasa kaget dan panik.
MR: "Oke" panggilanpun di tutup secara sepihak.
Setengah jam kemudian, mbak Retno sudah berada didalam kamarku, sekedar gambaran, Mbak Retno lebih tua 6 bulan dariku, berkulit sawo matang, mata sipit dan ada lesung pipi yang menghiasi wajahnya, tidak tinggi dan tidak terlalu berisi, walau memiliki usia yang sepantaran, ia tetap aku panggil mbak karena ia sudah bekerja 3-4 tahun lebih lama, sehingga aku selalu menganggapnya senior.
Setelah datang mbak Retno langsung menagih sesuai nominal yang tadi ia bicarakan lewat panggilan. Akupun terpaksa memberikannya, karena sepertinya mbak Retno memiliki kartu As mengenai hubunganku dengan Wiya. Setelah menyimpan uang tersebut mbak Retno tanpa segan-segan langsung melepas atasannya tanpa melepas hijab yang ia kenakan.
MR: "ayo buka celanamu Van" ucapnya sambil mendekat kearahku. Terlihat buah dadanya yang sekal, dan padat diantara perut ramping dan collarbone yang tercetak indah.
R: "ga harus gini juga gapapa mbak" basa-basiku yang sudah melepas celanaku
MR: "aku pengen membuktikan cerita Wiya apakah seenak itu" ucapnya sambil mengocok lembut penisku dan meludahinya sedikit.
R: "coba aja silahkan mbak"
Mbak Retno semakin asyik bermain dengan penisku, dan sangat telaten. Tiap inchinya ia lumat dengan tempo yang tidak terlalu cepat, sepertinya ia jauh lebih berpengalaman dibanding Wiya.
MR: "ukuran panjangnya sih lumayan Van, tapi kurang lebar sedikit" ucapnya disela-sela mengocok dan mengulum penisku.
Karena gemas langsung kutarik saja Mbak Retno dari penisku dan kulumat habis bibirnya
"mmmhh" erang mbak Retno disela-sela ciuman kami. Tidak tinggal diam tanganku melucuti pakaian bawahnya dan memainkan buah dada yang sedari tadi sangat menggoda untuk dijamah.
"Udah basah mbak" Ucapku sambil merabai vagina mbak Retno yang sudah terbebas dari celana yang ia kenakan.
"Hhhh, geli Van" erangnya sambil melumat telingaku, akupun membalas dengan mengulum payudara mbak Retno dan memberikan rangsangan terhadap vaginanya menggunakan jariku. Tidak butuh waktu yang lama, hanya 3 menit vagina mbak Retno menyemburkan orgasme pertamanya.
Akupun memberi jeda. Dan meminta mbak Retno untuk mengulum penisku sekali lagi, kali ini posisi mbak Retno sudah tergeletak di atas kasurku dan aku berdiri sambil menyodorkan penisku ke mulutnya, ia tidak melepas hijabnya, ini yang membuatku semakin bernafsu.
Selang 5 menit, akupun menarik penisku dan beranjak naik ke kasur.
"masukin ya mbak" Ucapku meminta izin dan dibalas dengan anggukan kecil dari mbak Retno.
"Bless, Hmmmm" erang mbak Retno saat penisku mulai memasuki vaginanya, kudiamkan sejenak untuk memberi penyesuaian terhadap dinding vaginanya.
Belum sempat aku memompa vagina mbak Retno, tiba-tiba pintu kamar kost ku di ketuk dari luar.
Bersambung~
