Tamu Yang Tak Diundang - Part 11
Berharap Digoda
***
Kupilih, video seksi Febby yang tak terlalu seronok. Kunamai masing-masing filenya, lalu kukirimkan semua ke Dirga. Sengaja, aku tak mengirim video yang vulgar, karena itu adalah asset andalanku nanti, semisal sohibku ingin video yang lebih vulgar lagi.
Diotakku, selalu ada slogan “Jangan terburu-buru memberi hidangan enak, jika mereka masih puas dengan hidangan biasa”. jadi ya nanti saja. Begitu.
“ANJAY. Lu emang beruntung banget punya anak cewek se-seksi Febby. Sumpah, gw horny liat putri lu. ANJAY gw iri Bim. GW IRI. No Offense ya BROOOO. Thanks somuch”
“Sama-sama Sob.”
“Ada yang lagi happy nih…” Celetuk Febby ketika selesai berberes appartemenku. Sejenak, kulihat penampilan Febby dengan handuk yang dililitkan di tubuhnya. Walahnya terlihat begitu segar, dengan senyum yang selalu mengembang diwajahnya. Iyalah, tentu saja ia terlihat segar. Karena beberapa menit lalu, ia barusaja mendapatkan orgasme hebatnya.
“Kenapa Yah? Kok ngelihatin aku seperti itu?” Tanya Febby yang menyadari tatapan heranku.
“Kamu cantik Sayang” jawabku spontan. Memuji dirinya dengan tulus.
“Gombal.”
“Beneran” Jawabku yang kemudian mengalihkan tatapanku ke tubuhnya.
“Kenapa lagi?”
“Kamu. Seksi sekali Sayang”
“Apaan sih Yah? Orang cuman handukan gini…” Jawab Febby mencoba menerjemahkan tatapan mataku, “Apalagi? Aku masih pake celana dalem kok dibalik handuk” Sambung Febby sambil mengangkat bawahan handuknya. Memamerkan celana dalam mungil berwarna kuning cerah kepadaku.
“Hehehe. Kirain.”
“Kirain apa? Ayah ngarep aku ga pake celana dalem? Gitu?” Ucapnya sambil tersenyum ketus dan menyentil ujung hidungku, “Ayah nakal”
“Semua orang, kalo punya putri bidadari kaya kamu, kayanya memang harus nakal deh.”
“Bener nih? Ayah mau aku nakalin?”
“Hahaha. Enggak Sayang. Ampun”
“Ayah kenapa sih? Daritadi senyum-senyum sendiri. Pasti ada sesuatu yang menggembirakan nih?”
“Eh. Iya.” Jawabku yang langsung buru-buru memasukkan handphoneku kecelana. “Ayah baru dapet tender produksi lagi.”
“Yeeeaay.” Girang Febby yang langsung mengecup pipiku. “Berarti, bisa dong traktir aku ntar malem. Hihihi.” Sambung putriku yang kemudian meletakkan dua cangkir kopi ke meja balkon.
“Jangankan cuman traktir Sayang. Bulan-pun, kalo kamu mau, bisa kok Ayah bawain sekarang” Gombalku sambil menunjuk hadirnya permaisuri malam yang sudah muncul terang di langit sore.
“Ihhssss…Ihhssss…Ihhssss… Si raja gombal mulai beraksi. Hihihi” Kekeh Febby dengan wajah sumringah. “Ini Yah, aku bawain cemilan buat temen kopinya.” Sambung putriku sambil menyodorkan sepiring biskuit padaku.
“Keripik di mangkok kamu aja belom abis Sayang” Celetukku sambil mengambil mangkok dimeja balkon dan menyantap cemilan yang beberapa saat lalu, tersiram cairan squirt Febby.
“Ihhhhsss AYAAHH. Jangan dimakan ahh. ” Seru Febby yang buru-buru berusaha merebut mangkok ditanganku.
Dengan reflek tingkat tinggi, aku tepis tangan putriku. Dan kembali melahap keripik jagung yang sudah semakin melempem karena basah ini.
“Sayang ah kalo dibuang. Keripik enak gini..”
“Tapi khan. Itu abis kena muncratan lendir memek akuuu…”
“Justru itu. Lendir memek bidadari, makin menambah rasa lezat keripik ini Sayang. Nyam-nyam-nyam.”
“Ihhhs. Ayah. Ayah kenapa sih? Sore-sore gini, makin ga jelas gini ngegombalnya.” Heran Febby menatap kearahku
“Hahaha. Ayah ga gombal Sayang. Ayah cuman berkata yang sebenernya.”
“Hmmm. Apa jangan-jangan, karena kontol Ayah seharian ini belom ngecrot ya? Jadi otaknya agak geser gini?” Lirik Febby yang matanya mengarah ke arah selangkanganku, menyelidik batang penisku yang memang sudah menegang.
“Hahahaha. Bisa jadi ya Sayang.” Tawaku meledak, mendengar celetukan vulgar Febby yang tak seharusnya ia lontarkan kepadaku. “Abisan, kalo punya anak sepertimu. Susah banget loh buat ga coli sehari aja, Sayang. “
“Tuuh khan bener. Yaudah sana gih. Coli.” Saran Febby “Atau kalo nggak, Ayah mau aku kocokin kontolnya?” Sambung Febby sambil menjulurkan tangannya keselangkanganku. Kemudian mengusap tonjolan penisku yang sudah begitu terlihat olehnya.
“Husssh. Ada-ada aja kamu Sayang” Tepisku lagi ketangan Febby.
“Beneran Yah. Kalo emang Ayah mau. Aku rela kok ngocokin kontol Ayah biar lega.” Ucap putriku sambil membuka sabuk celana kerjaku.
“Ehhh. Udah-udah. Kalo ngocok mah, Ayah bisa sendiri. Udah paham luar kepala kalo urusan itu Sayang. Hahaha”
“Iyalah. Orang bahan colian Ayah banyak. Hihihi…”
“Iya. Banyak bangetlah. Bahkan, tadi pas Ayah pulang, ada cewek cakep yang pake bahan colian Ayah buat masturbasi” Candaku, “Sampe-sampe, cewe itu muncrat ke mangkok cemilan Ayah. Sumpah, mirip cewek-cewek yang ada divideo Ayah. Nakal banget kamu Sayang. Hahahaha”
Mendengar candaku barusan, Febby sama sekali tak berkomentar, ia hanya diam dan menundukkan kepala. Dan, ketika melihat perubahan raut wajahnya, aku sadar, jika mungkin, cara bercandaku terlalu vulgar olehnya.
“Eh maap Sayang, Ayah ga bermaksud seperti itu. Ayah cuman becanda ya..” Ucapku buru-buru meralat kalimatku barusan. Meraih tangan putriku, dan menggenggamnya erat.
Febby tetap terdiam, ia terus menunduk dan menatap lantai. Sesekali, ia memainkan ujung kakinya. Menggoyang-goyangkan, untuk sekedar menghilangkan rasa jengah didada.
“Maapin Ayah ya Sayang…” Pintaku sambil mengusap punggung telapak tangannya.
Febby mengangguk.
“Beneran Sayang, maafin Ayah”
“Iya, Yah. Ayah ga salah kok.”
“Terus? Kenapa kamu tiba-tiba diam gitu?”
“Aku cuman malu ,Yah”
“Laaah? Kenapa?”
”Aku baru melakukan hal, Yang mungkin tak seharsnya kulakukan”
“Hal apa?”
“Yaitu tadi.”
“Ngobel memek? Itu maksudmu?” Tanyaku, yang langsung dibalas dengan tatapan dan anggukan kepala putriku, “Ahhh. Itu kan adalah sesuatu yang wajar, Sayang. Suatu kebutuhan yang harus dituntaskan ketika diri ini butuh pelampiasan. Ayah aja sering ngelakuin hal kaya gitu.”
“Ya itu kan Ayah. Cowo.” Balas Febby, “Cowo mah emang biasa”
“Emang? Apa bedanya kamu ama Ayah?”
Febby tak langsung menjawab, ia menarik nafas panjang. “Aku merasa. Penilaian Mama tentangku kemarin, kadang ada benernya”
“Penilaian yang mana?” Tanyaku
“Aku yang. Hmmm. Bukan wanita baik-baik” Jawab Febby lirih.
“Oh. Jadi itu yang buat kamu malu?”
“Aku tak malu, yah. Hmm. Bukan. Lebih tepatnya, aku biasa aja. Hanya saja, aku malu ketika Ayah tadi melihatku masturbasi dan muncrat kemana-mana gini.”
“Owalah, Hahahahaha. Yaudah, berarti sekarang, kita impas” Aku tertawa, tak pernah mengira jika hal sekecil itu, bisa membuat putriku menjadi kepikiran.
“Yaaaa. Mungkin bisa dianggap seperti itu kali ya. Aku pernah melihat Ayah ngocok, Ayah juga pernah ngelihat aku ngobel.”
“Hahaha. Udah, gausah dipikir. Itu bukan masalah serius!” Tawaku sambil menghirup kopi bikinan putriku yang sudah lumayan dingin.
“Iya kali ya Yah. Hihihi.”
“Tapi ya, Sayang. Jujur. Ayah mulai terbiasa telanjang didepanmu. Dan juga Ayah, mulai terbiasa melihat ketelanjangamu.“ Ucapku santai sambil mengulek selangkanganku. Sedikit membetulkan batang penisku yang terasa begitu kurang nyaman didalam sana. “Perlu waktu, mungkin, bagi kita berdua untuk memaklumi ketelanjangan diantara kita ini. Tapi lama-lama, yaudah. Biasa aja.
“Iya sih Yah. Kadang, aku ngerasa, aku tak tahu, aku punya keanehan ini dari siapa. Yang jelas. Yaudah. Ketika aku udah nyaman ama seseorang, kalo mau telanjang, ya telanjang. Kalo mau ngobel, ya ngobel. Sesimpel itu aja sih, Yah” Jelas Febby.
“Hehehe. Kamu punya keanehan nudis itu dari Ayah, Sayang” Batinku sambil senyum-senyum sendiri.
“Jadi. Kalo gitu, ketika kamu telanjang, itu artinya kamu udah nyaman ama Ayah?”
Febby mengangguk. “Iya. Dan aku harap, Ayah juga nyaman ama aku.”
“Ayah… Juga sepertinya, mulai nyaman ama kamu Sayang” Balasku sambil tersenyum.
TIS TIS TIS
Titik air hujan, tiba-tiba turun. Yang kemudian disusul oleh ribuan titik air hujan lainnya.
KRETEK KRETEK. DRRRRSSSSSSSS..
Tanpa aba-aba. Hujanpun langusng turun dengan deras. Membasahi bumi dengan jutaan rahmatnya.
“Hujan Ayah. Ayo masuk nanti kebasahan.” Jerit putriku panik karena takut kebasahan sambil buru-buru mengamit tanganku. Menggandengnya kuat-kuat dan menarik diriku bangkit.
Aku tak merespon tarikan tangan Febby. Malah, ketika ia menarik tanganku, aku balas tarik tangannya. Dan kududukkan di pangkuanku. Sengaja kuarahkan untuk mendudukin batang penisku yang sudah begitu keras dan membiarkan hujan, membasahi tubuh kami berdua.
“Disini aja dulu Sayang. Kita nikmati hujan sore hari.” Ucapku sambil memeluk tubuh Febby yang ada dipangkuanku, dan mengajaknya menatap langit kelam sore itu. Walaupun tak terkena curahan hujan secara langsung, akan tetapi cipratan angin dan airnya mampu membasahi membasahi tubuh kami berdua.
“Ayah?” Bisik Febby dalam pangkuanku.
“Hmmm.”
“Ayah udah ngaceng banget ya? Ini. Kontol Ayah, berasa keras banget di pantat aku. “ Seru Febby mencari posisi terbaiknya untuk duduk dipangkuanku.
“Maap. Ayah ga tahan Sayang. Mana mungkin bisa ga ngaceng kalo ngelihat bidadari cantik sepertimu, ada dipangkuan Ayah”
“Masih aja ngegombal” Jawab Febby menjejalkan pantatnya diselangkanganku. Membuatku makin merasakan kelembutan pada bongkahan daging pantatnya.
“Uhhh. Pelan-pelan Sayang duduknya.” Erangku saat merasakan Febby yang seolah sengaja menekan batang penisku dengan pantatnya.
“Abisan susah duduknya, Yah. Ini kaya ada sesuatu yang besar, dan ngeganjel dipantatku” Jawab Febby yang tiba-tiba bangkit dari pangkuanku, dan tanpa ijin sama sekali, ia membuka gesper celana kerjaku. Merogoh batang penisku, menggenggamnya, dan mengarahkan kepala penisnya keatas. Sekedar meluruskan batang penisku, sehingga membuatku seketika nyaman akan ketegangan di area selangkanganku.
“Eh?” Kagetku melihat kenekatannya.
“Bandel banget ya, Yah, kontol besarmu ini” Canda Febby sambil melirik manja kearahku. “Susah sekali diarahinnya”
“Iya. Gara-gara kamu” Jawabku singkat yang buru-buru membantu Febby mensejajarkan batang penisku dengan paha.
“Sepertinya, perlu banyak diajarin sopan santun nih. Biar ga nunjuk-nunjuk mulu. Hihihi”
Dan setelah dirasa posisi kemaluanku tepat diantara dua pantatnya, ia kembali duduk. “Nah. Sekarang udah lumayan pas, Ayah.” Sambung putriku dengan senyum lebar diwajah.
“Oh. Febby-ku. Ayah sayang kamu” Ucapku lagi, tak peduli dengan goyangan pantat putriku yang semakin heboh. Kupeluk tubuh Febby lebih erat, dan kukecup basah tengkuk jenjangnya,“Ayah sayang banget sama kamu.”
***
Acara hujan-hujanan sore itu, kami tutup dengan mandi bersama. Setelah selama 30 menitan sebelumnya, aku dan Febby saling berpelukan dalam derasnya hujan.
Febby mandi di toilet dalam kamarku, dan aku mandi di toilet luar. Sengaja aku tak mau mandi bareng bersama putriku, karena aku benar-benar tak mau khilaf. Goyangan pantat Febby tadi, benar-benar membuat biji pelerku ngilu. Walau batang penisku masih terhalang oleh celana kerja, akan tetapi aku bisa merasakan kemahiran Febby ketika menduduki selangkangan, dan mengulek biji zakarku.
Walhasil, aku yang sudah tak tahan lagi. Menyerah. Aku duluan masuk kedalam apartemen. Menuju kamar mandi dan segera mengocok batang penisku yang sudaha berkedut hebat ini kuat-kuat. Demi bisa meluapkan rasa birahiku, dengan cara onani.
CROT CROT CROT CROOTCROOT CROOT CROOT
Lega. Aku merasa benar-benar lega ketika merasakan ribuan benih calon anakku, keluar bersama semburan cairan sekresi kemaluanku. Pikiranku mendadak jernih, terbebas dari desakan nafsu syahwat yang begitu menggebu. Seiring dengan kekosongan pada biji zakarku.
Jujur, aku tak sanggup memikirkan, atau membayangkan, sampai kapan aku bisa menahan nafsu birahiku jika harus terus berduaan dengan putriku. Karena cepat atau lambat, bisa pecah memek perawan Febby oleh kontol ngacenganku ini.
***
“Udah lega Yah?” Goda Febby ketika melihatku keluar dari dalam kamar mandi, “Enak banget sepertinya didalam sana. Hihihi.”
“Gara-gara kamu sih”
“Huuuuuu. Ayah aja yang ga mau dibantuin” Lewek Febby menjulurkan lidahnya yang begitu panjang. “Makan dulu Yah, ini aku udah buatin nasi goreng daging cincang”
“Oke. Ayah pake baju dulu ya Sayang. Makasih buat masakannya” Ucapku sambil mengecup pipinya. Setelah itu aku melangkah kekamar dan berganti pakaian.
“Malam ini, gausah pake baju ya, Yah” Teriak Febby dari luar kamar.
“Kenapa?” Jawabku juga sambil teriak.
“Biar nyaman” Jawabnya singkat.
“GILA”
“Godaan apapula ini?” Pikirku sedikit lelah. Bukan lelah karena pekerjaan, melainkan karena pemikiran yang akan terjadi semisal aku menuruti kemauan Febby bulat-bulat. “Tapi. Okelah. Masa bodoh dengan ini semua” Sambungku yang kemudian keluar kamar hanya dengan mengenakan boxer dan kaos berbahan kain tipis.
“Yuk makan Yah.” Ajak Febby. Yang sudah duluan makan, menyantap hidangan malam.
Aku tertegun dengan cara berpakaian putriku. Ia hanya mengenakan tanktop dan celana dalam. Duduk dengan satu kaki terangkat, seperti kebiasaannya.
“Kok masih pake baju Yah?” Goda Febby.
“Kamu juga. Masih pake?”
“Kalo aku kan nunggu tuan rumahnya. Semisal Ayah, telanjang, buat ngehormati, aku juga ikutan telanjang dong”
“Beneran?” Aku kemudian membuka kaos tipisku dan menyisakan celana dalam. Begitupun dengan putriku, yang segera mengikutiku. Ia membuka tanktop dan melepasnya bebas dari tubuhnya.
“Anak GILA. “ Celetukku pelan, sambil mulai melahap hidangan malamku.
“Hihihihi. Turunan siapa coba?” Kekeh Febby cekikikan. Membuat payudara besarnya bergoyang seiring ketawanya.
Melihat kegilaan Febby, membuat penisku yang baru beberapa menit lalu muntah-muntah enak pun, mendadak mengembang. Menggelembung dibalik celana boxerku yang tipis.
“Kenapa ga sekalian aja dibuka semua Sayang?” Tanyaku singkat.
“Kan, nunggu Ayah. Atau kalo Ayah mau ngelihat aku telanjang, aku bakal buka ini celana.” Ucap Febby yang langsung berdiri, kemudian menyelipkan ibu jarinya di tali celana dalamnya.
“Sumpah. Kamu nakal banget sekarang.” Ucapku sambil menyantap makananku yang sudah setengah habis. “Kayanya dulu kamu ga seperti ini?”
“Aku ga nakal kok yah, aku cuman nurut.” Jawab Febby santai
“Kamu tahu khan? Kita Ayah dan anak?”
“Tahulah.
“Kamu juga sadar khan? Ayah punya syahwat?”
Febby buru-buru melirik kearah boxerku. Menatap geli kearah tonjolan yang sudah menggelembung keras di selangkanganku.
“Baru aja keluar, udah tegak aja yah? Hihihi” Goda Febby sambil cekikikan.
"Melihat tingkahmu seperti ini, Ayah jadi bertanya-tanya Sayang. Kamu perek bukan sih?”
Mulut Febby langsung melompong, menatap kearahku dengan pandangan heran. Namun tak begitu lama, karena setelah itu, raut wajahnya santai kembali.
"Kenapa? Ayah suka cewek yang seperti itu?” Tanya putriku dengan senyum andalannya. Senyum lebar yang begitu sayu dan menggoda. “Kalo Ayah emang suka, demi Ayah, aku bisa kok menjadi perek.” Sambung Febby percaya diri, “Febby, perek pribadi Ayah.”
“Ha ha ha”. Cibirku pura-pura ketawa. “Anak Sinting”
20 menit kemudian, semua hidangan makan malam diatas meja, habis. Walau ia bukan juru masak yang handal, akan tetapi hidangan malam itu terasa benar-benar enak. Anak ini, jika mau diseriusin, sangat berbakat dalam bidang kuliner.
“Omong-omong Yah. Selama 3 tahun kemarin, ada ga sih? Rasa kangen kepadaku?”
Kuputar-putar sendok yang ada ditanganku. Memainkan sisa makanan yang masih tersisa dipiring. Sial. Kenapa putriku bertanya seperti itu.
“Ayah ga kangen ya?” Ulang Febby.
"Sebenarnya ya. Jujur. Ayah lupa.”
"Yeeaah. Bener" Ucap putriku sarkasme, sambil memutar bola matanya. “Lalu gimana perasaanmu, yah. Ketika tau-tau, aku ada didepan pintu apartemen, dan meminta ijin tinggal bersama?”
“Hmmm. Biasa aja.
“Biaaaasaaaaa ajaaaaa? Ngelihat putri semata wayangmu ini kebingungan mencari tempat berteduh, Ayah bilang biasa aja? Bohoooong. Buktinya, Ayah ngebolehin aku tinggal disini.”
“Tinggal sementara. Hahaha.”
“Aaahh. Ayah. Pleeaaseeee… Ayah khan udah tau, semua kemampuanku. Aku bisa bantu Ayah kok. Aku bisa disuruh apapun. Pleaaase”
“Hahahaha.”
Tak terasa, perbincangan makan malam ini, terasa begitu mengasyikkan. Walau setengah telanjang, tapi tak adalagi rasa malu, sungkan atau risih ketika kami becanda-canda. Beberapa kali, Febby dengan santai mondar mandir dengan ketelanjangan payudaranya. Membereskan semua peralatan makan yang kotor dan mencucinya dengan bersih.
“Udah. Udah. Gausah Yah. Aku aja yang nyuci. Ayah duduk manis aja disitu.” Ucap Febby menyelah, ketika aku mencoba membantu, “Anggep aja, ini salah satu keuntungan ketika Ayah membiarkanku tinggal disini.
“Keuntungan?”
“Iya. Mulai sekarang, anggap aku seperti pembantu pribadi. Eh. Bukan. Budak pribadimu.”
“Apaan sih. Aneh-aneh aja kamu Sayang. Kamu bukan budak”
“Iya Ayah, aku budakmu. Dan sebagai seorang budak yang penurut, aku yang mencuci semua piring, membersihkan apartemen, dan melayani segala sesuatu tentangmu. Jadi. Beneran deh yah. Santai aja.” Pinta Febby yang kemudian meraih kedua pundakku, dan menggiring ke ruang tengah. “Santai aja disini. Aku buatin beberapa cemilan"
”Kaya kamu bisa aja.”
“Hihihi. Yah belom tau banyak tentangku.” Ucap Febby mengedipkan matanya, “Udah. Tenang aja ya, Yah. Rajaku. Sekarang, nikmatin aja persembahan budakmu ini”
Dan benar saja, selama belasan menit kedepan, Febby terlihat kembali sibuk. Menggoreng frozen food, membuka beberapa snack, dan membuatkanku minuman segar berisi buah-buahan.
“Ayah nonton apa? Seru amat kayanya?” Tanya Febby ikut duduk disampingku. Setelah menyajikan cemilan-cemilan di meja.
“Balap motor Sayang?” Jawabku pura-pura cuek. Padahal dari ekor mataku, aku bisa melihat jelas payudara putriku yang bebas itu, naik turun seiring desah nafasnya. Bahkan, saking jelasnya, aku bisa melihat detail, asset yang sering ia pamerkan itu. Putingnya merah cerah, dengan bintil-bintil disekitaran aerolanya yang berwarna senada. Urat-urat kebiruan yang tipis merona disekitaran bulatan daging montoknya. Serta bulu-bulu halus yang tumbuh ditengah dadanya.
Uhhh. Febby.
Berulangkali, aku moncoba menepis semua pikiran mesumku. Terus mencoba menonton acara otomotif yang aku tak tahu lagi, siapa pemimpin lombanya.
Melihat Febby, membuatku sangat horny. Benar-benar terangsang. Bahkan, untuk sepersekian detik, aku berpikir untuk mulai mencabulinya lagi. Otak mesumku berpikir, untuk menarik tangan putriku kearahku. Memintanya kembali duduk diatas pangkuanku.
Aku sibakkan bawahan lubang celana dalamnya ke samping, menyelipkan kepala penisku yang sudah tegang ini ke celah vaginanya. Meludahinya sedikit, lalu mendorongkan keras-keras keatas. Merobek selaput dara kebanggaannya, lalu membuatnya menjerit dan mendesah keenakan karena sodokan kontol besarku.
Aku yakin, Febby pasti mau. Selama aku tak memaksa dan memintanya dengan sopan, rencana cabulku itu pasti akan berhasil.
“Ayah ngaceng?” Celetuk Febby
“Eh?”
“Itu selangkangan Ayah ngejendol gitu” Ucap Febby sambil mentowel ujung celana boxerku yang sudah mengacung tinggi. “Hayo. Ayah mikirin apa?”
"Hmmm.. Ya gitu dah" Ucapku berusaha menutupi tonjolan penisku yang sudah berdenyut-denyut.
”Pasti ga nyaman ya Yah.. ?"
”Pake nanya.”
"Hihihihi. Ya. Kalo ga yaman, keluarin aja, Yah” Ucap Febby yang kemudian pindah kedepanku dan menarik celana boxerku.
Aku yang tak mengira akan kejahilannya, hanya bisa tercengang. Bahkan anehnya, aku membantu mengangkat pantat, saat putriku kesulitan menarik boxerku turun.
TUING.
Penisku langsung menjelapat kuat ketika terbebas dari kungkungan celanaku. Bernafas lega dan memamerkan segala macam kegagahannya. Didepan wajah cantik putriku.
Febby menatap kearah penisku selama beberapa detik, kemudian mengalihkan pandangannya ke arahku. "Gimana? Lebih baik?"
”Banget.” Jawabku berterimakasih.
“Aku Sayang Ayah…” Ucap Febby yang tiba-tiba maju kearah selangkanganku. Ditatapnya batang penisku yang sudah menjulang tinggi itu dengan seksama. Sebelum akhirnya, Febby meraba paha dalamku, dan mengusap lembut dengan tangan halusnya.
Bulu kudukku berdiri, merasakan godaan super erotis tangan putriku. Bahkan, Febby juga meniup tipis selangkanganku. Membuat denyut penisku makin meronta untuk mendapat pelampiasan.
“Aku Sayang Ayah” Ulang Febby yang terus menatap batang penisku, “Bener-bener sayang Ayah”
“Ohh. Ayah juga Sayang” Serakku parau, menahan birahi yang begitu meninggi.
“Jangan sungkan buat minta apapu dariku ya, Yah. Aku rela berbuat apa aja buat Ayah.” Desah Febby sambil tersenyum, lalu menunduk dan memonyongkan bibirnya lebih dekat dengan penis berkedutku.
“ANJIM ANJIM ANJIM. Mau apa lagi nih anak?” Kagetku. Sekaligus girang. Karena melihat bibir Febby tinggal beberapa milimeter lagi menyentuh kepala penisku.
”CUUUP. Aku sayang Ayah." Ucap putriku,
Yang ternyata, bergerak melewati selangkangan.
Dan mencium bawah pusarku.
KAMPPREEEEEET.
Pinter sekali nih anak menggoda birahiku.
- - - - - - - - -
Bersambung,
By Tolrat
Buat yang mau copy karya original Tolrat, sebenernya boleh-boleh aja kok.
Selama lu bilang ke gw buat di re-post dan repostnya dimana.
Cari ide itu susah loh. Asal lo tau aja
Dan yang udah diinfo kaya gini tapi masih nekat buat nyolong,
gw sumpahin konti kebanggan lu kehilangan daya angkat, daya sembur, daya hidup sel-sel didalamnya.
Biar berasa, punya konti tapi ga ada gunanya.